Referat Abo Inkompatibilitas
Referat Abo Inkompatibilitas
ABO INKOMPATIBILITAS
Disusun Oleh:
Arina Zhabrina
1102013042
Pembimbing :
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Allhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT dan
shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “ABO INKOMPATIBILITAS”
dengan baik.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Obsgyn di RSUD Dr.Slamet Garut. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Obsgyn RSUD Dr.Slamet Garut.
Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang
lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani
aplikasi ilmu.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
i
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
Anatomi Fisiologi…………………………………………………………………………..3
BAB 3. KESIMPULAN………………………………………..………………………...28
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...………………..29
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
darah lainnya yaitu 40,8%, diikuti golongan A, B kemudian. AB. Di Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSUPN CM), 59,2% ibu bergolongan
darah O melahirkan bayi golongan darah A atau B.m
Inkompatibilitas ABO sering ditemukan pada kasus ikterus neonatal, meskipun
bermanifestasi ringan sampai sedang jika tidak ditangani dengan segera dapat berakibat
buruk bagi kesehatan bayi. pemahaman yang baik mengenai jenis inkompatibilitas
beserta gejala klinis yang muncul, dapat sangat membantu praktisi kesehatan untuk dapat
membedakan jenis inkompatibilitas yang dihadapi sehingga dapat pula menentukan jenis
terapi yang tepat-guna bagi janin. Oleh sebab itu, inkompatibilitas ABO perlu untuk
dipelajari dan dicermati dengan baik.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
1. Komponen darah manusia
Volume darah manusia sekitar 6-8% (5 liter) dari total berat badan. Komponen
penyusun darah terdiri dari sel darah dan plasma darah. Sel darah merupakan 45%
penyusun komponen darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Semua sel darah tersebut terendam
dalam larutan kompleks yang disebut plasma darah. Kandungan plasma sebesar 55%
dari komponen penyusun darah, dan sisanya ± 1% merupakan sel darah putih dan
keping darah.
3
tengah mengepeng bukan berlubang dengan diameter 8 µm, tepi luar tebalnya 2 µm
dan bagian tengah 1 µm.
Sel darah merah memiliki struktur yang jauh lebih sederhana dibandingkan
kebanyakan sel pada manusia. Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu
membran yang membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95%
protein intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya
mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi. Sel darah manusia, seperti sebagian sel
darah merah pada hewan, tidak berinti. Namun, sel darah merah tidak inert secara
metabolis. Melalui proses glikolisis, sel darah merah membentuk ATP yang berperan
penting dalam proses untuk mempertahankan bentuknya yang bikonkaf dan juga
dalam pengaturan transpor ion (mis. oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar anion
serta pengaturan air keluar-masuk sel. Bentuk bikonkaf ini meningkatkan rasio
permukaan-terhadap-volume sel darah merah sehingga mempermudah pertukaran
gas. Sel darah merah mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting
dalam menentukan bentuknya.
4
putih bersifat diapedesis, dapat dengan mudah keluar-masuk jaringan dan pembuluh
darah.
c. Keping darah
Merupakan bagian terkecil dari sel darah, dengan diameter 1-4 mikrometer.
Trombosit mempunyai peranan penting dalam proses pembekuan darah. Volume
normal dari trombosit berkisar 150-450 ribu mikroliter.
Gambar 4. Platelets
d. Plasma darah
Plasma merupakan cairan yg relatif jernih, cairan berwarna kekuningan, yg
mengandung gula, lemak, protein, dan larutan garam yg berfungsi membawa sel
darah merah, lekosit, trombosit dan bahan kimia lain. Kandungan plasma darah
sebagian besar (90-95%) adalah air, dan sisanya merupakan substansi albumin,
globulin dan fibrinogen, dan zat metabolik lainnya.
5
Gambar 5. Plasma darah
6
Gambar 6. Pembentukan sel darah
7
diserap kembali melalui plasma, sebagian kembali ke hati dan sebagian lagi
dikeluarkan melalui ginjal.
8
Atas dasar sifat dari alel tersebut, didapatkan karakteristik sebagai berikut:
a. Orang dengan alel IA dapat membentuk aglutinogen atau antigen yang disebut
antigen-A pada permukaan eritrosit dan membentuk antibodi atau aglutinin atau
anti-B dalam serum atau plasma darah.
b. Orang dengan alel IB dapat membentuk antigen-B dalam eritrosit, dan zat anti-A
dalam serum darah.
c. Golongan darah AB memiliki antigen-A dan antigen-B
d. Golongan darah O tidak memiliki antigen
9
1. Definisi inkompatibilitas ABO
Inkompatibilitas grup darah (ABO) merupakan suatu mekanisme yang
melibatkan ikatan antara antibodi plasma darah dengan antigen pada permukaan
(membran) sel darah merah (eritrosit). Reaksi antara antigen-antibodi ini
menimbulkan reaksi penggumpalan darah (aglutinasi).
Keadaan inkompatibilitas ABO dapat dialami oleh seorang yang mendapatkan
tranfusi darah dan antara ibu dan janinnya selama periode kehamilan. Inkompatibilitas
ABO merupakan suatu kondisi sebagai akibat dari ketidaksesuaian golongan darah
antara ibu dan janin yang dikandungnya (Ann Longsdon, 2012). Inkompatibilitas
ABO dalam kehamilan adalah suatu keadaan dimana umur sel darah merah janin atau
neonatus yang memendek akibat antibodi ibunya.
b) Pada kehamilan
Kasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh ketidak cocokan
dari golongan darah ibu dengan golongan darah janin, dimana umumnya ibu
bergolongan darah O dan janinnya bergolongan darah A, atau B, atau AB.
Dikarenakan dalam kelompok golongan darah O, terdapat antibodi anti-A dan
anti-B (IgG) yang muncul secara natural, dan dapat melewati sawar plasenta.
Situasi ini dapat juga disebabkan oleh karena robekan pada membran plasenta
yang memisahkan darah maternal dengan darah fetal, sama halnya seperti pada
previa plasenta, abruptio placenta, trauma, dan amniosentesis.
2. Pada kehamilan
Manifestasi yang ditimbulkan inkompatibilitas ABO pada kehamilan terhadap
janin bervariasi mulai dari ikterus ringan dan anemia sampai hidrops fetalis.
11
Manifestasi yang muncul pada bayi setelah persalinan meliputi:
1) Asfiksia
2) Pucat (oleh karena anemia)
3) Distres pernafasan
4) Jaundice
5) Hipoglikemia
6) Hipertensi pulmonal
7) Edema (hydrops, berhubungan dengan serum albumin yang rendah)
8) Koagulopati (penurunan platelets dan faktor pembekuan darah)
9) Kern ikterus (oleh karena hiperbilirubinemia)
12
Gambar 10. Hydrops fetalis dan ikterus
Ibu yang golongan O secara alamiah mempunyai antibodi anti A dan anti-B pada
sirkulasi darahnya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritoblastosis
dapat terjadi. Sebagian besar, secara alamiah, membentuk anti-A dan anti-B berupa
antibodi IgM, yang tidak melewati plasenta dan melisiskan eritrosis janin. Oleh karena
itu, meskipun dapat menyebabkan anem penyakit hemolitik pada neonatus, namus
isoimunisasi ABO tidak dapat menyebabkan hidrops fetalis dan lebih merupakan
penyakit pediatrik dari pada obstetris. Beberapa ibu juga relatif mempunyai kadar
IgG anti-A atau anti-B yang tinggi, yang potensial menyebabkan eritoblastosis, karena
IgG melewati plasenta. Ibu golongan O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi
daripada ibu golongan B dan kadar IgG-anti B lebih tinggi dari pada ibu golongan A.
Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi pada ibu golongan darah O. Penyakit
13
jarang terjadi bila ibu golongan A dan bayi golongan B. Sekitar seperti tiga bayi
golongan A atau B dari ibu O akan mempunyai antibodi ibu yang dapat didekteksi
pada eritrositnya.
Akibat terjadi anemia yang berlebihan dalam tubuh bayi maka tubuh
mengkompensasi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah
yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum
tulang) secara berlebihan.
Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan
limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa.
Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet
dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor
pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat
memperberat komplikasi.
Patofisiologi yang dapat menjelaskan timbulnya reaksi hemolitik pada
inkompatibilas ABO akibat kesalahan transfusi adalah antibodi
dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.
Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat
menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka
akan semakin meningkatkan risiko.Umumnya proses hemolitik terjadi di dalam
pembuluh darah (intravaskular), yaitu sebagai reaksi hipersensitivitas tipe II.
14
Reaksi hemolitik pada tranfusi tipe lambat diawali dengan reaksi antigen-
antibodi yang terjadi di intravaskular, namun proses hemolitik terjadi secara
ekstravaskular. Plasma donor yang mengandung eritrosit merupakan antigen (major
incompatability) yang berinteraksi dengan IgG dan atau C3b pada resipien.
Selanjutnya eritrosit yang telah diikat IgG dan C3b akan dihancurkan oleh makrofag
di hati. Jika eritrosit donor diikat oleh antibodi (IgG1 atau IgG3) tanpa melibatkan
komplemen, maka ikatan antigen-antibodi tersebut akan dibawa oleh sirkulasi darah
dandihancurkan di limpa.
15
Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan
limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa.
Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet
dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor
pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat
memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit,
tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik.
Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika
terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri
pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin.
16
Gambar 12. Mekanisme inkompatibilitas ABO pada kehamilan
17
Retikulosit merupakan sel darah merah imatur. Jika terjadi anemia, sumsum
tulang berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan aktivitas eritropoiesis,
yang tercermin pada peningkatan hitung retikulosit. Jika produksisu msum tulang
terganggu maka hitung retikulosit akan tetap rendah.
18
Gambar 13. Nilai normal hemoglobin, hematokrit dan retikulosit pada neonatus
19
Gambar 15. DCT positif
20
2) Non farmakologi
a. Fototerapi
Bilirubin yang bersifat fotolabil, akan mengalami beberapa fotoreaksi
apabila terpajan ke sinar dalam rentang cahaya tampak, terutama sinar biru
(panjang gelombang 420 nm - 470 nm) dan hal ini akan menyebabkan
fotoisomerasi bilirubin. Turunan bilirubin yang dibentuk oleh sinar bersifat
polar oleh karena itu akan larut dalam air dan akan lebih mudah `diekskresikan
melalui urine. Bilirubin dalam jumlah yang sangat kecil juga akan dipecah oleh
oksigen yang sangat reaktif secara irreversibel yang diaktifkan oleh sinar.
Produk foto-oksidasi ini juga akan ikut diekskresikan melalui urine dan
empedu. Fototerapi kurang efektif diterapkan pada bayi dengan penyakit
hemolitik, tetapi mungkin dapat berguna untuk mengurangi laju akumulasi
pigmen setelah melakukan transfusi tukar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama berlangsung terapi sinar
ini ialah:
a) Diusahakan agar tubuh bayi terpapar sinar seluas mungkin, bila perlu
bukalah pakaian bayi
b) Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan cahaya
untuk melingungi sel-sel retina dan mencegah gangguan maturasi seksual
c) Bayi diletakkkan 8 inci di bawah sinar lampu, jarak ini ialah jarak terbaik
untuk mendapat energi cahaya yang optimal
d) Posisi bayi diubah setiap 18 jam agar seluruh badan terpapar sinar
e) Pengukuran suhu bayi setiap 4-6 jam/kali
f) Kadar bilirubin diukur setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam
24 jam
g) Perhatikan hidrasi bayi, bila perlu tingkatkan konsumsi cairan bayi
h) Lama terapi sinar dicatat
b. Transfusi darah
Transfusi eritrosit dengan packed red cells (PRC) yang sudah diuji
crossmatch merupakan terapi paling umum untuk anemia berat pada neonatus.
Mengingat risikonya, baik infeksi maupun non-infeksi, perlunya transfusi
darah sering diperdebatkan. Berikut kriteria tranfusi untuk neonatus:
21
Gambar 16. Tabel kriteria tranfusi neonatus
d. Tranfusi tukar
Transfusi tukar bertujuan untuk membersihkan antibodi yang ada di
sirkulasi atau karena tingginya kadar bilirubin akibat proses hemolisis. Pada
umumnya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
22
c) Koagulopati konsumtif
d) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek < 20 mg%
e) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam
f) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
g) Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat <14 mg% dan uji Coombs direk
positif
Transfusi tukar dilakukan dengan indikasi untuk menghindari efek
toksisitas bilirubin ketika semua modalitas terapeutik telah gagal atau tidak
mencukupi. Sebagai tambahan, prosedur ini dilakukan dengan bayi yang
memiliki indikasi eritroblastosis dengan anemia hebat, hidrops, atau bahkan
keduanya bahkan ketika tidak adanya kadar bilirubin serum yang tinggi.
Sebelum dilakukan transfusi dapat diberikan albumin 1,0 g/kg untuk
mempercepat keluarnya bilirubin ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin
yang diikatnya akan lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar, lalu
kemudian diberikan IVIG 0,5-1 g/kg untuk kasus hemolisis yang diperantarai
oleh antibodi.
Tabel 1. Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbul dan kadar bilirubin
23
8. WOC (Web of Causation)
a. Ikompatibilitas ABO pada reaksi tranfusi
24
b. Inkompatibilitas ABO pada kehamilan
25
Pencegahan
Pencegahan inkompabilitas ABO dapat dilakukan dengan:
- Uji antiglobulin direk atau indirek untu anti-A atau anti-B pada setiap bayi
bergolongan darah A atau B.
- transfuse darah yang digunakan adalah golongan darah O yang rhesus negative dan
kalau mungkin dalam plasma golongan AB.
- Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik adalah
imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang digunakan
memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram anti-A/B
- Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin
dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk
membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan
berikutnya.
Prognosis
Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati
dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat
dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi
menunjukan kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah
mengalami sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus
negatif.
Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi
diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah
1:32, maka prognosis janin diperkirakan baik.
a. Mortalitas
Angka mortalitas dapat diturunkan jika :
1. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi
secara dini.
2. Hemolisis pada janin dari ibu golongan darah O dapat diketahui melalui kadar
bilirubin yang tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh
darah umbilikus yang diarahkan secara USG.
3. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum
meninggal di dalam rahim atau dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal
26
atau intravaskuler langsung sel darah merah.
27
BAB 3
KESIMPULAN
Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir yang merupakan faktor resiko tersering kejadian hiperbilirubinemia. Ibu yang
golongan darah O secara alamiah mempunyai antibody anti-A dan anti-B pada
sirkulasinya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis dapat
terjadi. Sebagian besar secara alamiah, membentuk anti-A atau anti-B berupa antibody
IgM yang tidak melewati plasenta. Beberapa ibu juga relative mempunyai kadar IgG anti-
A atau anti-B yang tinggi yang potensial menyebabkan eritroblastosis karena melewati
sawar plasenta. Ibu golongan darah O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada
ibu golongan darah B dan mempunyai kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu dengan
golongan golongan darah A. Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi bila
golongan darah O. Penyakit jarang terjadi bila ibu golongan darah A dan bayi golongan
darah B. Kehamilan pertama sering terkena sensitisasi ibu tejadi sejak awal kehidupan
melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit tidak memburuk pada kehamilan
berikutnya yang juga terkena dan jika ada penyakitnya cenderung menajdi lebih ringan.
Prognosis Inkompatibilitas ABO dengan penatalaksanaan yang baik, (95%) dari bayi
yang lahir hidup dapat diselamatkan. Kira-kira 30-35% dari bayi dengan kelainan ini
tidak memerlukan transfusi tukar.
28
DAFTAR PUSTAKA
1) Sabiston, David C. Buku ajar bedah (sabiston’s essentials surgery).alih bahasa Petrus
Andrianto, Timan I.S; editor: Jonathan Oswari. Jakarta: EGC, 1995
2) Wang, et.al., (2005). Hemolytic Disease of the Newborn Caused by a High Titer Anti-
Group B IgG From a Group A Mother. Pediatric Blood & Cancer
5) Stiller RJ, et.al., Fetal ascites associated with ABO incompatibility:case report and
review of the literature. Am J Obstet Gynecol 1996. No.175(S): p.1371-1372
6) McDonnell M, et.al.( 1998 ). Hydrops fetalis due to ABO incompatibility. Arch Dis
Child Fetal neonatal Ed. 78: p. 220-221
29