04012722125006
Ilmu Bedah
Pembimbing
Prof Dr.dr.M.T.Kamaluddin,M.Sc.,Sp.FK
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir
Kuno. Sehingga salah satu buktinya adalah ditemukan batu pada kandung kemih seorang
mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di
Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara
negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih
banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh
Urolitiasis adalah penyakit yang umum dihadapi sehari-hari oleh urologis di seluruh
dunia, mempengaruhi 12% populasi dunia (Türk et al., 2018). Di Amerika Serikat 5-10%
penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12%
penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit
terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat
Shock wave lithotripsy and uretroscopy (URS) memiliki angka keberhasilan yang
tinggi dalam tatalaksana batu ureter distal (DUS), namun terapi ini mahal dan tidak tanpa
risiko, dan komplikasi dari URS antara dari striktur pasca operasi sampai perforasi sampai
avulsi ureter. Pendekatan yang diharapkan telah digunakan untuk terapi awal dari batu distal
ureter dan pengeluaran spontan batu ureter hamper 50% dengan kejadian infeksi saluran
kemih, hidroureteronefrosis, dan episode kolik renal. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
subtype alpha 1 A memiliki bagian yang signifikan pada phenylephrine mediated contraction
pada otot polos manusia. Alpha 1A dan D adenoreseptor bloker, tamsulosin, menunjukkan
angka keberhasilan yang tinggi pengeluaran batu spontan ≤10mm. Silodosin mamiliki highly
selective alpha1A adrenoreceptor blocker yang memiliki 162 kali afinitas untuk alpha1A
daripada B, jadi memiliki efek samping yang lebih sedikit dalam regulasi tekanan darah dan
merupakan terapi yang baik untuk medical expulsive therapy (MET) untuk DUS (Thomas et
al., 2003).
2.
BAB II
Perbandingan Antara Silodosin dan Tamsulosin Pada Terapi Batu Ureter Distal
2.1. Definisi
Urolitiasis atau batu saluran kemih adalah terbentuknya batu di saluran kemih
aliran urine, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut meliputi
faktor instrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik,
Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
kemih.
2.3. Epidemiologi
Penyakit ini diduga telah ada sejak peradaban manusia yang tua karena ditemukan
batu di antara tulang panggul kerangka mumi dari seorang berumur 16 tahun. Mumi ini
diperkirakan berusia sekitar 7000 tahun. Di berbagai tempat lain dilaporkan kasus baru
kandung kemih.
penyakit batu saluran kemih diberbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang
mulai berkembang banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di
kalangan anak. Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif
rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun dari batu saluran kemih
bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih
kandung kemih yang ditemukan pada anak diberbagai negara Eropa. Batu seperti ini
sejak abad ke 18 menghilang sehingga disebut batu sejarah. Berbeda dengan di Eropa, di
negara berkembang, penyakit batu kandung kemih seperti ini masih ditemukan hingga
saat ini, misalnya di Indonesia, Thailand, India, Kamboja, dan Mesir. Batu ureter
mempengaruhi 20% dari kasus batu saluran kemih , dimana 70% kasus berada pada
batu. Batu dengan ukuran kurang dari 3mm sudah berhubungan dengan 85%
kemungkinan batu keluar dengan spontan, MET mungkin paling berguna pada
batu ukuran 3-10mm, walaupun banyak urolog yang berdebat untuk tambahan
MET dengan alpha bloker dengan batu yang lebih kecil dan proksimal karena
biaya yang lebih kecil dan efek samping yang sedikit untuk pasien. Secara
spontan dengan ukuran >5mm pada distal ureter. (Pickard et al., 2015)
2.4.1.1. Tamsulosin
klinis gangguan hati akibat tamsulosin sangat rendah (Degtyarenko et al., 2008)
antagonis yang memiliki efek yang besar pada prostat dan kandung kemih,
dimana reseptor ini banyak ditemukan. Obat ini diindikasikan untuk tatalaksana
dari gejala hyperplasia prostat benigna. Sifat antagonis pada reseptor ini
menyebabkan relaksasi otot polos pada prostat dan otot detrusor pada kandung
kemih, agar kemih dapat keluar dengan mudah. (Degtyarenko et al., 2008)
2.4.1.2. Silodosin
benigna (BPH). Saat dikonsumsi, silodosin secara selektif berikatan dengan alpha
– 1a reseptor yang terletak di prostat dan kandung kemih dengan afinitas tinggi
dan menghalangi jalur signal yang dibawa oleh alpha-1a. Blokade dari reseptor ini
menyebabkan relaksasi otot polos, menurunkan tekanan intrauretra, dan
menghasilkan peningkatan dari aliran urin dan mengurangi gejala BPH, seperti
dapat digunakan untuk meningkatkan gejala saluran kemih bagian bawah, dimana
dapat terjadi setelah menerima terapi radiasi untuk kanker prostat (Degtyarenko et
al., 2008)
BAB III
Penyakit batu adalah gangguan kronis dengan angka kejadian berulang yang tinggi,
sampai dengan 50% pasien merasakan serangan kolik dalam 5 tahun dari serangan pertama.
Terdapat banyak tatalaksana untuk batu distal ureter, uretrolitotomi terbuka, ureteroskopi, dan
shock wave lithotipsy. Namun, tindakan ini memakan biaya dan tidak bebas risiko. MET
diketahui sebagai alternatif untuk tatalaksana awal dari pasien dengan batu distal ureter.
Beberapa faktor yang memperngaruhi tatalaksana batu ureter seperti tipe, lokasi, ukuran, jumlah,
struktur batu, dan apakah batu simtomatik atau tidak. MET biasanya digunakansebagai
tatalaksana inisial untuk batu ureter distal dengan ukuran 5-10mm, karena jarang akan keluar
Pada penelitian sebelumnya angka ekspulsi dari menunggu adalah 25-54% dengan rata-
rata waktu ekspulsi lebih dari 10 hari diikuti dengan analgesi yang kuat untuk batu yang
berukuran kurang dari 5mm, dan MET dapat meningkatkan angka ekspulsi, mengurangi waktu
ekspulsi, dan mengurangi kebutuhan analgesi. Pada distal ureter, alpha 1A dan alpha 1D yang
paling mendominasi, jadi blokade dari reseptor ini mengurangi tonus uretrik, mengurangi
amplitude peristaltic dan frekuensi mengarah ke berkurangnya tekanan intra luminal dan
meningkat urin transport sehingga meningkatkan pasase batu. Penelitian ini menunjukkan grup
silodosin memiliki keuntungan statistik signifikan pada angka ekspulsi (82,4%) dibandingkan
grup tamsulosin (61,5%) untuk batu berukuran 5-10mm (p = 0.007) (Gharib et al., 2018).
Dalam waktu ekspulsi batu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa silodosin memiliki
hasil yang lebih baik dari pada tamsulosin yaitu 9.4 ± 3.8 dan 12.7 ± 5.1 hari untuk grup
silodosin dan tamsulosin, dan perbedaannya secara statistic signifikan (p=0.001). Hal ini dapat
dijelaskan dengan selektif alpha 1A adrenoreseptif antagonis dari silodosin ketika dibandingkan
dengan alpha 1A antagonis dari tamsulosin menunjukkan keuntungan klinis yang lebih baik dari
silodosin.
Pada penelitian ini, kebutuhan analgesik dapat dibandingkan pada silodosin dan
tamsulosin, 193 ± 83.3 dan 204.2 ± 95.1 mg secara berurutan (p= 0.58) tanpa perbedaan
signifikan. Pada penelitian ini dibandingkan ukuran batu <6 vs 6-10mm dan ditemukan pada batu
<6mm, angka ekspulsi sama dikedua grup, namun waktu yang dibutuhkan dan analgesi yang
dibutuhkan lebih sedikit di grup 1 dibandingkan grup 2. Namun batu 6-10mm, penelitan ini
menunjukkan keuntungan signifikan untuk silodosin untuk angka ekspulsi namun tidak untuk
adrenoreseptor adalah sub tipe alpha 1 yang paling banyak di pembuluh darah besar. Blokade
dari reseptor ini adalah penyebab utama terjadinya efek samping sakit kepala, pusing, dan
hipotensi postural. Ekspresi dari alpha 1A adrenoreseptor meningkat dengan usia dan rasio
silodosin melebihi tamsulosin terkait efek samping lanjutan kardiovaskular karena subtype yang
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah keamanan dari kedua obat dapat
dibandingkan, namun efikasi menunjukkan hasil yang lebih baik dari silodosin terkait
dorongan psikogenik terkait dengan gangguan ejakulasi yang terkait dengan silodosin.
Masalah finansial untuk pasien penting dan pada penelitian ini kami merekomendasikan
bahwa MET merupakan terapi lini pertama untuk batu saluran kemih sepertiga distal
4.2. Saran
mengkonsumsi obat secara teratur dan kontrol sesuai waktu yang dijadwalkan
Degtyarenko, K., De matos, P., Ennis, M., Hastings, J., Zbinden, M., Mcnaught, A., Alcántara,
R., Darsow, M., Guedj, M., & Ashburner, M. (2008). ChEBI: A database and ontology for
chemical entities of biological interest. Nucleic Acids Research.
https://doi.org/10.1093/nar/gkm791
Gharib, T., Mohey, A., Fathi, A., Alhefnawy, M., Alazaby, H., & Eldakhakhny, A. (2018).
Comparative Study between Silodosin and Tamsulosin in Expectant Therapy of Distal
Ureteral Stones. Urologia Internationalis, 101(2), 161–166.
https://doi.org/10.1159/000490623
Pickard, R., Starr, K., MacLennan, G., Lam, T., Thomas, R., Burr, J., McPherson, G., McDonald,
A., Anson, K., N’Dow, J., Burgess, N., Clark, T., Kilonzo, M., Gillies, K., Shearer, K.,
Boachie, C., Cameron, S., Norrie, J., & McClinton, S. (2015). Medical expulsive therapy in
adults with ureteric colic: A multicentre, randomised, placebo-controlled trial. The Lancet.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(15)60933-3
Purnomo, B. B. (2016). Dasar-dasar Urologi. In Revue Medicale Suisse (13th ed., pp. 87–101).
Sagung Seto.
Sjamsuhidajat, & Jong, D. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah. In Penerbit Buku Kedokteran Egc.
Thomas, A., Woodard, C., Rovner, E. S., & Wein, A. J. (2003). Urologic complications of
nonurologic medications. In Urologic Clinics of North America.
https://doi.org/10.1016/S0094-0143(02)00111-8
Türk, C., Neisius, A., Petrik, A., Seitz, C., Skolarikos, A., & Thomas, K. (2018). EAU
Guidelines on Urolithiasis. In European Association of Urology 2018.