OLEH :
NS0619061
CI INSTITUSI
KONSEP KEPERAWATAN
A. Defenisi
Harga diri rendah merupakan Perasaan yang timbul akibat evaluasi diri atau
perasaan tentang diri atau kemampuan diri negatif yang sudah berlansung lama
(Sutejo, 2019).
Harga diri rendah merupakan persaan negatif terhadap diri sendiri termasuk
kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis,
tidak ada harpan dan putus asa (Nuratif A Huda, 2015).
Harga diri rendah kronik adalah suatu evaluasi diri negatif dimana mereka merasa
tidak berarti, malu, dan tidak mampu melihat hal positif yang dimilikinya (Irawati
Kellyana Dkk, 2019).
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan individu yang meliputi :
Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak dicintai
kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal pla
untuk mencintai orang lain.
Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang tuanya atau
orang tua yang penting/dekat dengan individu yang berangkutan.
Sikap orang tua terlalu over protecting, anak merasa tidak berguna,
orang tua atau orang terdekat sering mengkritik serta merevidasikan
individu.
Anak menjadi frustasi,putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
b. Ideal diri
Individu selalu dituntut untuk berhasil .
Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya diri
(Nuratif A Huda, 2015).
2. Factor prepitasi
a. Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga keluarga
merasa malu dan rendah diri.
b. Pengalaman trauma berulang seperti penganiayaan seksual dan psikologis
atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan, aniaya fisik,
kecelakaan, bencana alam dan perampokan. Respon terhadap rauma pada
umumnya akan mengubah arti trauma tersebut dan kopingnya adalah represi
dan denial.
3. Perilaku
a. Dalam melakukan pengkajian perawat dapat memulai dengan
mengobservasi penampilan klien , misalnya kebersiham, dandanan, pakaian,
kemudian perwat mendiskusikan dnegan klien untuk mendapatkan
pandangan klien tentang gambaran dirinya, gangguan perilaku pada
ganguan konsep diri dapat dibagi sebagai berikut.
b. Perilaku berhubungan dengan harga diri rendah. Harga diri rendah
merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat
kecemasan yang sedang sampai berat. Pada umumnya diserta oleh evaluasi
diri yang negative membenci dari diri sendiri dan menolak diri sendiri
(Nuratif A Huda, 2015).
Kecewa/stress
Positif Positif
Equilibrium seimbang
Problema terpecahkan
krisis
Equilibrium seimbang Tidak ada krisis
(Azizah et al., 2016)
F. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
(Sutejo, 2019)
Keterangan :
a. Aktualisasi diri merupakan pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latarbelakang pengalaman yang nyata , sukses, dan diterima.
b. Konsep diri positif merupakan kondisi individu yang memiliki pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri.
c. Harga diri rendah merupakan transiis atau peralihan respon kosep diri adaptif
dengan konsep maladaptive.
d. Indetitas kacau adalah kegagalan individu dalam mengintegrasikan aspek aspek
identitas masa kanak kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian
pada masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi merupakan perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang memilikikaitan dengan ansietas, kepanikan,serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain (Sutejo, 2019).
Apabila mekanisme koping ajngka pendek tidak memberi hasil pada individu, maka
individu akan mengemangkan mekanisme koping jangka panjang. Dalam
mekanisme koping jangka pangjang ini, individu menutup identitas; keadan ketika
individu terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi oleh orang-orang yang
berarti tanpa memperhatikan hasrat atau potensi diri sendiri . selain penutupan
identitas, mekanisme koping jangka panjang yang dilakukan adalah identitas
negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan perasaan ansietas, bermusuhan
dan rasa bersalah. Mekansme pertahanan ego ang juga dilakukan adalah fantasi,
regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri
dan orang lain (Sutejo, 2019).
I. Penatalaksanaan
Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
a) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat
b) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
c) Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
d) Memperbaiki pola tidur
e) Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
f) Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian di lakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga. Tanda dan gejala harga diri rendah dapat di temukan melalui wawancara
dan hasil observasi, data yang di temukan biasanya sebagai berikut:
1. Konsep diri
a. Citra tubuh
Kehilangan/ kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (obesitas).
Proses penyakit yang dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
Proses pengobatan seperti gangguan citra tubuh.
b. Identitas diri
Ketidakpercayaan orang tua.
Tekanan dari teman sebaya.
Perubahan struktru social.
c. Peran
Stereotipe peran seks.
Tuntutan peran kerja.
d. Ideal diri
Cita-cita yang terlalu tinggi.
Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Ideal diri samara tau tidak jelas.
e. Harga diri
Penolakan.
Kurang penghargaan.
Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu di tuntut.
Persaingan antar keluarga
Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
Tidak mampu mencapai standard.
2. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah biasa di dapatkan pada data :
ANALISA DATA
Data Objektif
a. Penurunan produktivitas.
b. Tidak berani menatap lawan bicara.
c. Lebih banyak menundukkan kepala
saat berinteraksi.
d. Bicara lambat dan suara lemah.
e. Bimbang, perilaku nonjn asertif.
f. Mengekspresikan tidak berdaya
dan tidak berguna,
3. Mekanisme koping
Mekanisme jangka pendek harga diri rendah yang biasa di lakukan adalah :
a. Tindakan untuk lari sementara dari krisis misalnya pemakaian obat obatan,
kerja keras atau menonton televise secara terus menerus.
b. Kegiatan menganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok
social,keagamaan atau politik.
c. Kegiatan yang memberi dukunga sementara seperti mengikuti suatu
kompetisi atau kontes.
d. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara seperti
penyalagunaan obat obatan.
Apabila mekanisme koping jngka pendek tidak memberi hasil pada individu,
maka individu akan mengemangkan mekanisme koping jangka panjang. Dalam
mekanisme koping jangka pangjang ini, individu menutup identitas; keadan
ketika individu terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi oleh orang-
orang yang berarti tanpa memperhatikan hasrat atau potensi diri sendiri . selain
penutupan identitas, mekanisme koping jangka panjang yang dilakukan adalah
identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan perasaan ansietas,
bermusuhan dan rasa bersalah. Mekansme pertahanan ego ang juga dilakukan
adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah
berbalik pada diri sendiri dan orang lain (Sutejo, 2019).
B. Diagnosa
Berdasarkan data yang diperoleh, ditetapkan bahwa diagnosis keperawatan adalah :
Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah kronis.
C. Pohon Masalah
Berikut ini merupakan pohon masalah diagnosis perilaku kekerasan
(Sutejo, 2019)
D. Intervensi Keperawatan
SP PASIEN SP KELUARGA
SP 1 Pasien : SP 1 Keluarga :
- Mendiskusikan kemampuan dan - Mendiskusikan masalah yang
aspek positif yang dimiliki pasien. dihadapi dalam merawat pasien
- Membantu pasien menilai dirumah.
kemampuan yang masih dapat - Menjelaskan tentang pengertian,
digunakan, membantu pasien tanda, dan gejala harga diri
memilih/menetapkan kemampuan rendah.
yang akan dilatih - Menjelaskan cara merawat pasien
- Melatih kemampuan yang sudah dengan harga diri rendah.
dipilih dan menyusun jadwal - Mendemonstrasikan cara
pelaksanaan kemampuan yang telah merawat pasien dengan harga diri
dilatih dalam rencana harian. rendah; dan memberi kesempatan
kepada keluarga untuk
mempratikkan cara merawat.
SP 2 Pasien : SP 2 Keluarga :
Melatih pasien melakukan kegiatan lain Melatih keluarga mempratikkan cara
yang sesuai dengan kemampuan pasien merawat pasien dengan masalah harga
(Munith, 2015). diri rendah langsung kepada pasien.
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang
bersama keluarga (Munith, 2015).
E. Implementasi
Sebelum tindakan keperawatan di implementasikan, perawat perlu mengvalidasi
apakah rencana tindakan yang di tetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat
ini. Perasat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan di
laksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa di
eksploitaskan.
Saat memulai untuk implementasikan tindakan keperawatan harus membuat
kontrak dengan pasien dan menjelaskan apa yang akan di kerjakan dan peran serta
pasien yang di harapkan, kemudian penting untuk di perhatikan terkait dengan
standar tindakan yang telah di lakukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan
apa yang telah di lakukan.
Pada implementasi terdapat 4 fase yang di lakukan yaitu :
1. Fase orientasi
Pada fase orientasi di tandai di mana perawat melakukan kontrak awal untuk
membangun kepercayaan klien dan terjadi proses pengumpulan data.
Perawat memfasilitasi klien untuk mengenali masalahnya, apa yang di
perlukan klien serta apa yang di lakukan perawat untuk membantu klien.
2. Fase identifikasi
Fase yang paling penting pada hubungan interpersonal, karena pada fase ini
terjadi proses menggali perasaan yang di alami klien, mengkaji data,
pengalaman klien serta akan melihat bagaimana klien mengatakan
ketakutannya, ketidakmampuan, ketidakberdayaan dalam hubungan dengan
orang lain. Klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya bersama
orang lain dan membantunya.
3. Fase eksploitasi
Situasi di mana klien dapat merasakan adanya nilai hubungan sesuai dengan
pandangan/persepsinya terhadap situasi., dalam fase ini perawat membantu
klien dalam memberikan gambaran kondisi klien dan seluruh aspek yang
telibat di dalamnya. Perawat mendiskusikan lebih dalam dan memilih
alternative pemecahan masalah yang di alami klien. Proses ini
membutuhkan banyak energy agar dapat mentransfer energy klien yang dari
negatif menjadi positif dan produktif. Perawat memberikan semua informasi
dan kebutuhan klien terkait dengan penyembuhan dan kebutuhan klien.
4. Fase resolusi
Pada fase ini perawat mengakhiri hubungan interpersonal dengan klien.
Tujuan lama diganti menjadi tujuan baru.
F. Evaluasi
Evaluasi yang di lakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP :
S (subjektif) : Respon subjek atau ungkapan langsung pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah di lakukan misalnya pengetahuan.
O (objektif) : Respon objektif atau observasi terhadap tindakan keperawatan yang
telah di lakukan. Contoh pada kasus halusinasi ; pasien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap.
A (assesment) : analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis misalnya Gangguan
halusinasi positif.
P (plan) : perencananan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
misalnya : Latihan cara menghardik 3 kali
RTL : Rencana tindak lanjut misalnya SP apa yang selanjutnya akan di
lakukan.
Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Indomedia Pustaka.
Irawati Kellyana Dkk. (2019). Manajemen Kasus Pada Klien Harga Diri Rendah Kronis
Dengan Pendekatan Teori Caring. Jurnal Keperawatan, 11(2), 125–134.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i2.486
Sutejo. (2019). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Ganguan
Jiwa dan Psikososial. Pustaka baru press.
Yusuf, A., Fitryasari, R. P., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Salemba Medika.