5.1 PENGERTIAN/DEFINISI
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai interaksi langsung antara individu-
individu dalam organisasi untuk mencapai kinerja dalam mencapai tujuan
organisasi.
Proses pengawasan ini berlangsung secara continue dari waktu ke waktu
guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai
prosedur yang ditetapkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kegiatan
pengawasan ini dilakukan baik oleh pihak pelaksana konstruksi maupun oleh
pihak pemilik proyek.
Pengawasan yang dilakukan oleh pelaksana konstruksi bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang telah ditetapkan oleh pemilik proyek, sedangkan
pengawasan oleh pemilik proyek bertujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa
apa yang akan diterimanya sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Semula pengawasan dari pihak pemilik proyek dilakukan sendiri oleh staf
proyek (swakelola), namun dalam beberapa tahun terakhir ini pengawasan
dilakukan oleh konsultan pengawasan dengan sistem kontrak.
5-1
Konsultan sebagai pembantu pemimpin proyek dan memberikan advice
untuk tindakan supervisi.
2. Task Concept
Sebagai Direksi/Engineer yang melakukan tugas supervisi langsung
kepada kontraktor, sebagaimana diatur dalam kontrak.
Tugas dan tindakan pengawasan tidak berarti hanya menyalahkan orang lain,
tetapi juga mencarikan dan memutuskan alternatif terbaik dalam tindakan
pencegahan dan perbaikan atas ketidaksesuaian yang terjadi. Harus dipahami
bahwa tindakan pengawasan tidak hanya bersifat check dan monitoring, tetapi
juga merupakan tindakan mengenai adanya jangkauan yang lebih luas dalam
pengendalian. Pada dasarnya pengawasan memiliki dua fungsi yang sangat
penting, yaitu :
Fungsi Pemantauan
Dengan pemantauan yang baik terhadap semua kegiatan proyek akan
memaksa unsur-unsur pelaksana untuk bekerja secara cakap dan jujur.
Pemantauan yang baik akan menjadi motivasi utama untuk mencapai
performa yang tinggi, misalnya dengan memberi penjelasan kepada
pekerja mengenai apa saja yang harus mereka lakukan untuk mencapai
performa yang tinggi kemudian memberikan umpan balik terhadap
performa yang telah dicapainya, sehingga masing-masing mengetahui
sejauh mana prestasi yang telah dicapai.
Fungsi Manjerial
Pada proyek-proyek yang kompleks dan mudah terjadi perubahan
(dinamis) pemakaian pengendalian dan sistem informasi yang baik akan
memudahkan manajer untuk segera mengetahui bagian-bagian pekerjaan
yang mengalami kejanggalan atau memiliki performa yang kurang baik.
Dengan demikian dapat segera dilakukan usaha untuk mengatasi atau
meminimalkan kejanggalan tersebut.
5-2
A. Tujuan
Tata laksana ini digunakan sebagai pedoman bagi Tim
Pengawasan/Supervisi untuk melaksanakan pekerjaan pengawasan/supervisi
konstruksi, sehingga lingkup pekerjaan yang ditugaskan dapat terpenuhi
dengan baik.
B. Ruang Lingkup
Lingkup layanan Jasa Konsultansi Pengawasan/Supervisi Konstruksi dapat
mencakup pekerjaan antara lain sebagai berikut :
a) Arsitektural yang meliputi :
Arsitektur bangunan Rumah Sakit, gedung
Arsitektur interior
Arsitektur landscape
b) Pekerjaan tanah
c) Prasarana keairan
d) Prasaranan transportasi
e) Struktur bangunan telekomunikasi, gedung dan lain-lain
f) Mekanika dan elektrikal
g) Pekerjaan survey dan investigasi
D. Ketentuan Umum
1) Tata laksana ini disampaikan kepada Tim Pengawasan/Supervisi di awal
setiap proyek Pengawasan/Supervisi Konstruksi akan dimulai.
5-3
2) Tata laksana ini harus dijalankan secara konsisten oleh Tim
Pengawasan/Supervisi di lapangan dan dimonitor/dikontrol secara berkala
oleh Divisi Operasional Konsultan yang bersangkutan.
Gambar 1
Kegiatan Konsultan Pengawas
5-4
2) Membantu pengelola kegiatan dalam hal identifikasi dan
inventarisasi pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang harus
dilaksanakan
3) Mempelajari dan memahami kontrak pekerjaan konstruksi
4) Memahami lingkup pekerjaan konsultan pengawas/supervisi sesuai
dengan kontrak
5) Mempersiapakan administrasi pelaksanaan pekerjaan, seperti :
Format Laporan Harian Kegiatan
Format Laporan Mingguan Kegiatan
Format Laporan Bulanan Kegiatan
Format Permohonan Ijin Pelaksanaan (Request)
Format Persetujuan Penggunaan Bahan/Material
Format Gambar Kerja (Shop Drawing) dan Metode
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
Format Pekerjaan Modifikasi
Format Pekerjaan Tambah dan Kurang
Format Formulir Pemeriksaan Pekerjaan
Format Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan
Format Rekomendasi Pembayaran Progres Fisik
Format Berita Acara Rapat
Format Gambar Konstruksi (As Built Drawing)
5-5
penyelesaian, serta melakukan koreksi teknis bila terjadi
penyimpangan.
4) Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
pelaksanaan konstruksi fisik.
5) Merekomendasikan dilaksanakannya pembayaran progress fisik
6) Melakukan pengawasan yang terdiri dari :
Memeriksa dan mempelajari dokumen pelaksanaan
Mengawasi pemakaian bahan, peralatan dan metode
pelaksanaan, ketepatan waktu dan biaya konstruksi
Mengawasi pelaksanaan konstruksi dari segi kuantitas, kualitas
dan laju pencapaian volume
Mengumpulkan data dan informasi lapangan untuk pemecahan
masalah selama pelaksanaan konstruksi
Membuat dokumentasi pelaksanaan lapangan
Menyelenggarakan rapat-rapat lapangan berkala, membuat
laporan mingguan dan bulanan pengawasan dengan masukan
dari hasil rapat, laporan harian, mingguan dan bulanan pekerjaan
konstruksi
Menyusun berita acara persetujuan kemajuan pekerjaan untuk
pembayaran angsuran, pemeliharaan pekerjaan, serah terima
pekerjaan
Meneliti shop drawing yang diajukan pelaksana
Meneliti as built drawing pelaksanaan sebelum serah terima
pertama
Menyusun daftar cacat (defect list) sebelum serah terima pertama
Menyusun petunjuk pemeliharaan dan penggunaan
bangunan/konstruksi
7) Menyusun Laporan Akhir (Final Report/Completion Supervision Report)
pekerjaan pengawasan./supervisi.
5-6
4) Permohonan Ijin Pelaksanaan (Request)
5) Persetujuan Penggunaan Bahan/Material
6) Daftar Penggunaan Bahan/Material
7) Gambar Kerja (Shop Drawing) dan Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
8) Pekerjaan Modifikasi
9) Pekerjaan Tambah dan Kurang
10)Pemeriksaan Pekerjaan
11)Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan
12)Berita Acara Rapat
13)Persetujuan Pembayaran
14)Gambar Konstruksi (As Built Drawing)
5-7
5.5. PENGENDALIAN PEKERJAAN (KONSTRUKSI)
Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak berulang. Proses
yang terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang pada proyek lainnya. Hal ini
disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu proyek konstruksi
berbeda satu sama lain. Misalnya kondisi alam seperti perbedaan letak
geografis, hujan, gempa, dan keadaan tanah merupakan faktor yang turut
mempengaruhi keunikan proyek konstruksi.
Pengendalian (control) diperlukan untuk menjaga kesesuaian antara
perencanaan dan pelaksanaan. Tiap pekerjaan yang dilaksanakan harus benar-
benar diinspeksi dan dicek oleh pengawas lapangan, apakah sudah sesuai
dengan spesifikasi atau belum. Misalnya pengankutan bahan harus diatur
dengan baik dan bahan-bahan yang dipesan harus diuji terlebih dahulu di
masing-masing pabrikannya. Dengan perencanaan dan pengendalian yang baik
terhadap kegiatan-kegiatan yang ada, maka terjadinya keterlambatan jadwal
yang mengakibatkan pembengkakan biaya proyek dapat dihindari.
Untuk mengatisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang tidak pasti
dan mengatasi kendala terbatasnya waktu manajemen dalam mengendalikan
seluruh unsur pekerjaan proyek, maka diperlukan suatu konsep pengendalian
yang efektif yang dikenal dengan nama Management By Exception (MBE).
Teknik yang diterapkan MBE adalah dengan membandingkan antara
perencanaan terhadap parameter proyek yang dapat diukur setiap saat. Laporan
hanya dilakukan pada saat-saat tertentu jika terdapat kejanggalan atau performa
tidak memenuhi syarat.
Ada tiga penilaian terhadap mutu suatu proyek konstruksi, yaitu penilaian atas
mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. Divisi pengendalian mutu fisik konstruksi
terpisah dengan divisi pengendalian jadwal dan biaya. Pengendalian terhadap
mutu fisik konstruksi dilakukan secara tersendiri oleh pengawasan teknik melalui
gambar-gambar rencana dan spesifikasi teknik. Pengendalian jadwal dan biaya
dimasukkan dalam divisi manajemen proyek yang mencakup pemantauan
kemajuan pekerjaan (progress), reduksi biaya, optimasi, model dan analisis.
5-8
sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan pekerjaan. Bahan acuan tersebut
selanjutnya akan menjadi standar pelaksanaan pada proyek yang bersangkutan,
meliputi spesifikasi teknis, jadwal dan anggaran.
Pemantauan harus dilakukan selama masa pelaksanaan proyek untuk
mengetahui prestasi dan kemajuan yang telah dicapai. Informasi hasil
pemantauan ini berguna sebagai bahan evaluasi performa yang telah dicapai
pada saat pelaporan. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan kemajuan
yang dicapai berdasarkan hasil pemantauan dengan standar yang telah dibuat
berdasarkan perencanaan.
Hasil evaluasi berguna untuk pengambilan tindakan yang akurat terhadap
permasalahan-permasalahan yang timbul selama masa pelaksanaan.
Berdasarkan hasil evaluasi ini pula tindak lanjut pelaksanaan pekerjaan dapat
diputuskan dengan tepat dengan melakukan koreksi terhadap performa yang
telah dicapai. Proses di atas diperlihatkan secara skematis pada gambar di
bawah ini :
Gambar 2
Gambar Siklus Pengendalian dalam Proyek Konstruksi
Sepanjanag daur hidup proyek hanya sekitar 20% kegiatan manajemen proyek
berupa perencanaan, selebihnya adalah kegiatan pengendalian. Perencanaan
5-9
sebagian besar dilakukan sebelum proyek dilaksanakan. Begitu proyek dimulai,
fungsi manajemen didominasi oleh kegiatan pengendalian.
A. Ketepatan Waktu
5 - 10
Ketelambatan pemantauan hanya akan menghasilkan informasi yang sudah
tidak sesuai lagi dengan kondisi
E. Obyektifitas Data
Data yang diperoleh harus sesuai apa yang terjadi di lapangan. Pemakaian
asumsi kira-kira atau pendapat pribadi tidak boleh dimasukkan sebagai data
hasil pengamatan.
5.1
5.9 ALAT UKUR PENGENDALI PEKERJAAN (PROYEK)
5.9.1 Indikator Kinerja Proyek
Sebagai salah satu fungsi dan proses kegiatan dalam manajemen proyek
yang sangat mempengaruhi hasil akhir proyek, pengendalian mempunyai tujuan
utama meminimalisasi segala penyimpangan yang dapat terjadi selama proses
berlangsungnya proyek.
5 - 11
Bila terjadi penyimpangan diperlukan tolak ukur/alat ukur kinerja guna
melakukan tindakan koreksi. Alat ukur yang digunakan dapat berupa jadwal,
kualitas pekerjaan, standar mutu/spesifikasi pekerjaan satu standar kesalamatan
dan kesehatan kerja.
Untuk memudahkan pengendalian proyek, pengelola proyek seharusnya
mempunyai acuan sebagai sasaran dan tujuan pengendalian. Oleh karena itu
indikator-indikator tujuan akhir pencapaian proyek haruslah ditampillkan dan
dijadikan pegangan selama pelaksanaan proyek. Indikator-indikator yang
biasanya menjadi sasaran pencapaian tujuan akhir proyek adalah kinerja biaya,
mutu, waktu, dan keselamatan kerja. Berikut ini diuraikan indikator kinerja proyek
berupa tampilan grafik yang memudahkan pengelola proyek dalam membaca
serta menerapkannya.
Gambar 3
Indikator Kinerja Waktu
Kurva S adalah alat monitor dan evaluasi yang informsinya paling mudah dan
jelas untuk dibaca, apabila dengan tampilan kombinasi menggunakan diagram
batang-sehingga pengelola proyek dapat cepat mengatisipasi bila ada
5 - 12
penyimpangan pada proyek. Untuk mempermudah monitoring dan evaluasi,
diberikan baseline setiap periode tertentu.
Gambar 4
Indikator Kinerja Biaya dan Waktu
Bentuk kurva di atas adalah kurva earned value yang dapat mengevaluasi
penggunaan biaya dan jadwal waktu proyek sekaligus dan lebih realistis dari
kedaan yang terjadi di lapangan. Bentuk kurva ini juga dapat memberikan prediksi
mengenai biaya dan jadwal proyek bila terjadi penyimpangan.
5 - 13
Gambar 5
Indikator Kinerja Mutu
D. Indikator Kinerja K3
Dalam memonitor dan mengevaluasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
proyek, bentuk kurva S dapat dijadikan indikator yang menunjukkan persentase
bobot kumulatif dari :
1) Kondisi Tanpa Kecelakaan (KTK)
2) Kondisi Dengan Kecelakaan (KDK)
Pada gambar di bawah kondisi tanpa kecelakaan dan dengan kecelakaan tugas
dievaluasi untuk memperbaiki metode kerja dari masing-masing kegiatan proyek
dengan mengutamakan keselamatan.
5 - 14
Gambar 6
Indikator Kinerja K3
5 - 15
Gambar 7
Diagram Alir Pengendalian Schedulling Proyek
5 - 16
Proses di atas dilakukan secara intensif dengan menentukan baseline secara
periodik disesuaikan dengan tingkat keperluannya, seperti untuk waktu termijn
tagihan pembayaran, monitoring, dan tindakan koreksi terhadap progres proyek.
Tabel 2.1
Contoh Tabel Bill of Quantity Proyek
No Volume Satuan
Uraian Pekerjaan
Kegiatan Pekerjaan
I Pekerjaan Persiapan
A10 Pek. Perataan Tanah 500 m2
A20 Pek. Pembersihan 500 m2
II Pekerjaan Tanah
B10 Pek. Galian Tanah 96 m3
B20 Pek. Pondasi 30 m3
B30 Pek Timbunan Tanah 96 m3
5 - 17
C50 Pek. Pintu, kusen dan Jendela 12 m3
C60 Pek. Plafond an Cat 480 m3
C70 Pek. Lantai Keramik 480 m2
Tabel 2
Contoh Laporan Waktu Harian, Mingguan dan Bulanan
5 - 18
Pembersihan 1 1
II Pekerjaan Tanah
B10 Pek. Galian Selesai 10/27/202 10/31/202 10/31/2021 100%
Tanah 1 1
B20 Pek. Pondasi Selesai 10/30/202 11/8/2021 11/8/2021 100%
1
B30 Pek. Timbunan Selesai 11/9/2021 11/10/202 11/10/2021 100%
Tanah 1
Format laporan ini dibuat secara berkala dalam basis harian, mingguan atau
bulanan. Hasil monitoring proyek diharapakan dapat menjadi input data yang
digunakan sebagai informasi untuk melakukan pembaharuan untuk
melakukan tindakan koreksi secara interaktif. Informasi tersebut dapat
digunakan untuk plotting pembuatan kurva S atau kurva Earned Value serta
diagram batang berdasarkan bobot penyelesaiannya dengan
membandingkannya terhadap rencana untuk memudahkan tindakan
selanjutnya.
Tabel 3
Contoh Laporan Penggunaan Jumlah Sumber Daya
5 - 19
A20 Pek Labor 9 Orang 9 100%
Pembersiha
n
Material
Equipmen 2 buah 2 100%
t
II Pekerjaan
Tanah
B10 Pek. Labor 7 Orang 1/7/1900 100%
Penggalian
Tanah
Material
Equipmen 1 buah 1 100%
t
B20 Pek. Labor 5 Orang 5 100%
Pondasi
Material 4 M3 4 100%
Equipmen 1 Buah 1 100%
t
B30 Pek. Labor 3 orang 3 100%
Timbunan
Tanah
Material
Equipmen
t
Format laporan ini dibuat secara berkala dalam basis harian, mingguan, atau
bulanan, disesuaikan dengan kebutuhan proyek. Data kebutuhan sumber
daya menjadi input dalam menentukan metode-metode penjadwalan seperti
network planning dan diagram batang, yang dibuat secara manual atau
menggunakan software computer. Baris labor dapat dirinci lagi menjadi
pekerja, tukang, kepala tukang dan mandor atau lainnya dengan detail jumlah
penggunaannya, demikian pula dengan material dan equipment. Penggunaan
sumber daya dikendalikan setiap saat agar tidak melebihi kapasitas
maksimum yang ada. Dan bila melebihi, perataan sumber daya dapat
dilakukan dengan cara meratakan distribusi sumber daya di sepanjang
proyek.
5 - 20
Penjadwalan waktu untuk proyek biasanya dikaitkan dengan aliran biaya
selama proyek berlangsung yang digunakan untuk pembelian material, sewa
alat, upah tenaga kerja, biaya operasional kantor, dan lainnya. Informasi
tersebut nantinya digunakan sebagai masukan untuk proses penjadwalan
keseluruhan. Jadi dengan menentukan baseline pada periode tertentu, akan
dapat diketahui kondisi aktual aliran uang. Tindakan koreksi segera dilakukan
bila terjadi peningkatan jumlah biaya dari rencana semula
Tabel 4
Tabel Progress Biaya
I Pekerjaan Persiapan
A10 Pek. Labor 30000 30000 100%
Meratakan
Tanah
Material
Equipment
A20 Pek Labor 13500 13500 100%
Pembersihan
Material
Equipment
II Pekerjaan Tanah
B10 Pek. Labor 423390 423390 100%
Penggalian
Tanah
Material
Equipment
B20 Pek. Pondasi Labor 3504760 3504760 100%
Material 150000 150000 100%
Equipment 100%
B30 Pek. Labor 128000 6/13/2250 100%
Timbunan
Tanah
Material
Informasi dari table ini sangat berguna untuk membuat tampilan laporan
progress biaya, juga untuk pembuatan kurva S yang dapat dikonversikan
melalui bobot pekerjaan atau kurva earned value yang menunjukkan nilai
hasil biaya yang telah dikeluarkan pada periode-periode tertentu.
5 - 21
Semua bentuk laporan di atas dibuat dan diperbaharui setiap kali melakukan
monitoring terhadap kinerja biaya dan waktu dengan menentukan baseline
secara periodik. Untuk memudahkan proses pengadilan, pada kolom paket
kegiatan dapat dirinci lagi sesuai dengan spesifikasi kegiatan. Dengan
demikian hal-hal kecil namun penting dapat diidentifikasi dan dicatat sesuai
dengan kebutuhan informasi yang diinginkan.
Gambar 8
Diagram Batang dengan Kurva S Rencana dan Progress Aktual
5 - 22
Dari tabel di atas terlihat bahwa Kurva S aktual terdapat di bawah kurva S
rencana. Kondisi ini menunjukkan bahwa progress proyek mengalami
keterlambatan yang terlihat dari minggu pertama hingga baseline akhir minggu
ke-6. Karena informasi di atas sifatnya masih awal dan tidak ada cukup data
untuk dapat melakukan tindakan koreksi, maka diperlukan lagi data-data
mengenai total float dan kegiatan kritisnya untuk mempercepat durasi proyek;
caranya dengan Duration-Cost Trade Off dengan kombinasi metode Network.
Gambar 9
Aspek dalam Pengendalian Proyek Konstruksi
5 - 23
5.11.1 Umum
Pengendalian biaya konstruksi atau Construction Cost Control adalah
merupakan salah satu aspek dalam pengendalian proyek (Project Control). Ada 3
(tiga) variable penting yang harus dikendalikan selama proses pelaksanaan
suatu proyek, yaitu:
Kualitas mutu proyek (M)
Waktu penyelesaian proyek (W)
Biaya pelaksanaan proyek (B)
Gambar 10
Mekanisme Fungsi Control
5 - 24
tersebut dievaluasi dan dibandingkan dengan rencananya (desired performance).
Pada titik ini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu bila tidak terjadi
penyimpangan yang berarti, maka kegiatan dapat diteruskan dengan rencana
yang ada sampai dengan selesai. Tetapi bila terjadi suatu penyimpangan yang
cukup berarti, maka perlu dilakukan penyelidikan terhadap penyimpangan yang
terjadi dan dicari penyebabnya yang paling benar.
Dari penyebab penyimpangan yang telah ditemukan, dibuat suatu revisi
rencana yang ada, bila perlu sebagai program aksi, untuk tujuan agar sasaran
awal tetap dapat terjaga. Kemudian dilaksanakan program aksi yang telah dibuat
dan hasilnya dievaluasi kembali. Begitu seterusnya sampai kegiatan
diselesaikan.
1. Time Controll
Yang dimaksud dengan time control adalah pengendalian waktu pelaksanaan
proyek, agar proyek dapat diselesaikan dalam batas waktu yang ditetapkan.
Keterlambatan penyelesaian proyek tentu akan membawa resiko bertambahnya
biaya.
Durasi tiap-tiap pekerjaan adalah merupakan tingkat produktivitas yang akan
dicapai oleh sejumlah sumber daya yang digunakan. Oleh karena itu bila dalam
realisasinya durasi yang diperlukan bertambah oleh berbagai sebab, maka ini
berarti tingkat produktivitas dari sejumlah sumber daya tersebut menurun, yang
akibatnya tentu saja biayanya menjadi naik. Belum lagi pengaruh dari biaya
tidak langsung yang akan bertambah sebanding dengan tambahnya waktu.
Namun demikian waktu dari kegiatan yang dipercepat dari waktu normalnya
juga dapat menyebabkan turunnya produktivitas atau kenaikan biaya. Bila suatu
kegiatan ditetapkan durasinya terlalu cepat, lebih cepat dari waktu normalnya,
5 - 25
maka produktivitasnya juga menurun karena walaupun lebih singkat tetapi
dengan pengerahan sumber daya yang berlebihan.
Oleh karena itu dalam pengendalian waktu pelaksanaan proyek, biasanya bila
proyek terlambat, perlu dilakukan percepatan waktu pelaksanaan salah satu
atau lebih dari satu kegiatan, agar durasi total dari proyek tidak terlampaui,
untuk menghindari pinalti berupa denda. Dengan demikian biasanya kita harus
memilih kegiatan mana saja dalam suatu lintasan kritis yang harus dipercepat
dengan resiko biaya yang paling kecil.
Jadi dalam kaitannya dengan pengendalian biaya, maka tindakan dalam
pengendalian waktu pelaksanaan ada beberapa alternatif sesuai dengan
kondisinya, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Menepati total durasi proyek yang telah ditetapkan untuk menghindari resiko
denda dan dampak lainnya yang merugikan, terutama adalah kesulitan
pengaturan sumber daya perusahaan (alat, tenaga, dan modal).
b. Mempercepat atau memperlambat suatu kegiatan tetapi masih dalam total
durasi yang ditetapkan, yang dapat menurunkan biaya.
c. Kalau terpaksa harus mempercepat durasi kegiatan atau beberapa kegiatan
untuk mengejar keterlambatan yang terjadi, maka harus dapat memilih
kegiatan yang mana, yang diputuskan untuk dipercepat, yang memilki
dampak kenaikan biaya terkecil.
Alat kendali waktu yang digunakan pelaksanaan proyek, pada dasarnya ada
tiga macam, yaitu :
a. Barchart atau Gantt Chart method, biasanya digunakan untuk proyek-
proyek yang sederhana
b. Vector Diagram Method, biasanya digunakan untuk proyek-proyek yang
sifat pelaksanaannya memanjang seperti : proyek jalan, saluran atau
terowongan
c. Arrow Diagram Method, biasanya digunakan untuk proyek-proyek yang
kegiatan satu dengan lain sangat saling berkaitan, seperti proyek gedung
bertingkat.
5 - 26
dilampaui. Karena disamping menghindari pinalti denda, juga menghindari
fluktuasi harga yang cenderung naik.
2. Quality Controll
Quality Controll atau pengendalian mutu pekerjaan, penting untuk dilakukan
karena selain berpengaruh langsung terhadap biaya juga berpengaruh pada
performance (citra) perusahaan . Produk jasa konstruksi adalah berupa
bangunan yang pemanfaatannya berlangsung dalam jangka yang panjang. Oleh
karena itu, hasil pekrerjaan konstruksi adalah merupakan iklan (promosi) jangka
panjang yang gratis bagi pelaksananya (kontraktor). Hal ini yang jarang disadari
sehingga yang dipentingkan adalah pekerjaan dapat diterima oleh pemberi tugas
(pengguna jasa). Pekerjaan yang hasilnya kurang bagus mutunya tetapi dapat
diterima oleh pemberi jasa, karena berbagai alasan, maka bangunan tersebut
akan selalu menjadi iklan yang buruk bagi kontraktor pelaksananya. Citra yang
atas kejadian contoh di atas tidak mudah bahkan sangat sulit diperbaiki oleh
kontraktor yang bersangkutan.
Kualitas pekerjaan perlu dikendalikan agar menghasilkan pekerjaan yang
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Namun ditinjau dari sudut biaya,
disarankan juga bahwa mutu pekerjaan khususnya mutu yang bersifat obyektif
(dapat ukur) seperti kekuatan, dimensi dan lain-lain, perlu dikendalikan agar tidak
berlebihan karena akan merupakan waste yang menambah biaya saja.
Kalau diketahui bahwa standar mutu ada terlalu rendah, maka karena alasan
citra tersebut di atas, kontraktor dapat memberi saran kepada pemilik bangunan
agar persyaratan mutu yang ditetapkan dilakukan peningkatan.
Ada hubungan yang jelas antara mutu pekerjaan dengan biaya pelaksanaan
yang perlu disadari oleh para kontraktor, yang dapat digambarkan dengan
sebuah grafik seperti di bawah ini :
5 - 27
Gambar 11
Grafik Hubungan antara Mutu Pekerjaan dengan Biaya Pelaksanaan
Dari grafik tersebut di atas dapat dibaca bahwa bila mutu pekerjaan di bawah
standar, maka biaya akan naik, hal ini karena akan terjadi pembongkaran
pekerjaan untuk diulang lagi. Tetapi bila mutu pekerjaan lebih tinggi dari standar,
juga akan menaikkan biaya pelaksanaan terhadap biaya standarnya (cost
budget) sebagai misal persyaratan beton K-300 tetapi yang terjadi beton dengan
K-300. Untuk mutu subyektif (yang tidak dapat diukur secara obyektif), misal
mutu pekerjaan lebih bagus secara visual dari yang diharapkan, dalam hal ini
biayanya naik, karena standar pengawasannya terlalu tinggi. Dengan demikian
dalam rangka pengendalian biaya maka mutu pekerjaan pun juga harus
dikendalikan.
Pengelompokan biaya mutual
Total biaya mutu dalam prose pembukuan (akuntansi) dapat ditampilkan
dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :
Biaya pengawasan mutu (appraisal cost)
Biaya pencegahan atas kegagalan mutu (prevention cost)
Biaya kegagalan mutu (Failure cost)
Jadi inti dari manajemen mutu adalah menyediakan budget untuk biaya
pengawasan dan pencegahan dengan tujuan untuk memperkecil kegagalan
mutu. Dalam pengendalian mutu pekerjaan konstruksi saat ini sudah banyak
5 - 28
yang menggunakan sistem yang modern. Bahkan saat ini telah digunakan
standar sistem mutu yang dikenal sebagai ISO 9001 versi 2000.
Khusus untuk pengendalian mutu produk dalam pengendalian mutu modern
meliputi: input, proses dan out put dalam kegiatan produksi (pelaksanaan
proyek). Inti dari pengendalian mutu pekerjaan yang berkaitan dengan biaya
adalah menekan sekecil mungkin terjadinya kegagalan produk, menuju kepada
tingkat ideal yaitu Zero Defect. Secara grafis upaya pengendalian mutu, dalam
manajemen mutu dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 12
Upaya Pengendalian Mutu dalam Manajemen Mutu
3. Safety Controll
Kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, menempati ranking yang
tinggi dalam kecelakaan kerja. Menutut banyak penelitian yang dilakukan telah
terbukti bahwa proses konstruksi memiliki resiko kecelakaan yang tinggi. Namun
hal ini, masih banyak belum disadari oleh para pelaksanaan proyek padahal
akibat kelalaian terhadap safety proyek, dapat menimbulkan tambahan biaya
yang cukup besar.
Hal ini terbukti bahwa kecelakaan di proyek konstruksi masih menempati
ranking tertinggi diantara industry-industri yang lain dan belum kelihatan adanya
penurunan trend yang berarti. Saat ini sudah mulai digalakkan construction
safety yang sangat dikenal dengan istilah K3 (keselamatan dan kesehatan kerja)
di lingkungan proyek konstruksi. Resiko kecelakaan ini menjadi semakin besar
dengan mulai bermunculan proyek-proyek besar untuk memenuhi kebutuhan
manusia dalam kehidupannya. Resiko yang dihadapi oleh proyek konstruksi
5 - 29
banyak disebabkan oleh sifat khusus/specific dari proses konstruksi antara lain
sebagai berikut:
a. Terdiri dari banyak kegiatan yang rawan kecelakaan
b. Kegiatan tidak standar, selalu berubah, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor dari luar
c. Perkembangan/kemajuan teknologi konstruksi yang selalu ada merupakan
suatu tantangan tersendiri
d. Tingginya turn over tenaga kerja konstruksi
e. Banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam proses konstruksi yaitu :
pemerintah, pengusaha jasa konstruksi, industri bahan-bahan konstruksi,
organisasi pekerja dan lain-lain
Dengan demikian harus kita pahami dan kita kenali bahwa ada satu lagi yang
berkaitan dengan biaya konstruksi, yaitu “Cost of Safety”.
Cost of Safety
Cost of safety adalah merupakan biaya yang harus diperhitungkan sebagai
bagian biaya konstruksi karena biaya ini tidak dapat dihilangkan dan bahkan
merupakan suatu keharusan untuk mencegah terjadinya tambahan biaya yang
tidak diinginkan dari suatu kecelakaan yang terjadi.Cost of safety ini dapat
digambarkan dalam dua tampilan yaitu berdasarkan jenis atau golongan dan juga
dapat berdasarkan unsur-unsurnya. Untuk keperluan cost budgeting dari cost
controlling, biasanya menggunakan yang berdasarkan atas unsur-unsurnya. Dua
tampilan tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini :
5 - 30
Gambar 13
Unsur-unsur untuk Keperluan Cost Budgeting dari Cost Controlling
Sasaran Pengendalian
Dengan melaksanakan safety system diharapkan cost of safety dapat
dikendalikan ini juga berarti mengendalikan biaya proyek.
5 - 31
Gambar 14
Pengurangan Total Biaya Keamanan
Inspection dan prevention cost ini di dalam penyusunan cost budget harus
disediakan. Sedang accident cost bila terjadi adalah merupakan suatu resiko
yang diterima.
5 - 32
– Menyiapkan semua kebutuhan untuk evakuasi korban kecelakaan
– Penggunaan material sesuai persyaratan yang ditetapkan
– Pembuangan material sisa/sampah pada ketinggian dengan cara
yang aman dan bersih
– Penggunaan alat pengangkut yang masih layak pakai
– Penggunaan metode kerja yang aman
– Melakukan pengawasan secara terus manerus
– Dan lain-lain
b) Tindakan Penyelamatan
Bila terjadi kecelakaan maka harus dilakukan tindakan evakuasi /
penyelamatan secara cepat terhadap :
– Korban kecelakaan
– Kondisi bangunan (keamanan struktur bangunan)
Untuk tindakan evakuasi ini, harus dilakukan oleh orang-orang yang sudah
terlatih dan mampu bertindak secara cepat dan tepat.
Untuk pengawasan sistem yang ada, maka perlu adanya petugas khusus
menangani tentang keamanan (safety), baik yang berkedudukan di
lapangan, maupun di kantor Pusat/Cabang.
4. Cost Control
Dalam kegiatan usaha jasa kontruksi pengendalian biaya sangat penting
artinya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini disebabkan
oleh sifat usaha jasa konstruksi (kontraktor) yang selalu menghadapi dilema,
yaitu:
Harga jual (nilai kontrak) yang bersifat konservatif (relative tetap
nilainya)
Biaya produksi (biaya pelaksanaan proyek) yang bersifat fluktuatif
selama proses pelaksanaan dan cenderung membesar bila
dikendalikan.
5 - 33
Kemampuan tentang Construction Cost untuk memenangkan
persaingan harga secara aman (cost estimate)
Kemampuan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya (cost
control)
Unsur-unsur Biaya
Dalam cost budget, biasanya biaya langsung proyek dirinci menjadi
sebagai berikut :
Biaya bahan/material
Biaya upah
Biaya alat
Biaya subkontrak
5 - 34
Biaya overhead proyek (lapangan)
Biaya umum
5 - 35
pekerjaan yang dominan saja. Sedang item-item pekerjaan yang kecil
pengendaliannya digabung menjadi satu kelompok, kecuali kalau
terjadi penyimpangan yang cukup berarti.
Faktor biaya
Pada dasarnya setiap biaya item terdiri dari dua factor yang dikalikan, yaitu :
Quantity pekerjaan
Harga satuan pekerjaan
Sering seorang pengendali biaya terjebak hanya pada total biaya saja,
dan pengendalian yang dilakukan hanya terhadap harga satuan saja, pada
hal sering terjadi membengkaknya biaya bisa saja terjadi karena factor
quantitynya yang tidak terkendali dengan baik. Hal ini perlu dipahami benar,
karena kedua hal tersebut berbeda sekali cara pengendalian.
Oleh karena itu, setiap ada penyimpangan biaya, unsur biaya apapun,
harus dapat dipastikan penyimpangan yang terjadi akibat faktor quantity atau
harga satuan atau bahkan karena keduanya.
Sebab-sebab Penyimpangan
5 - 36
Sebab-sebab penyimpangan biaya terhadap budgetnya, untuk masing-
masing unsur biaya dapat dirinci, baik dari faktor quantity maupun dari faktor
harga satuan,antara lain sebagai berikut :
Biaya bahan/material
Penyimpangan biaya bahan dari faktor quantity dapat disebabkan oleh
hal-hal di bawah ini :
– Kesalahan pengukuran pada saat penerimaan
– Kerusakan bahan yang telah diterima
– Bahan yang telah diterima ternyata tidak sesuai dengan
persyaratan yang ada atau ditolak/direject oleh konsultan
pengawas
– Pemborosan dalam penggunaan di lapangan
– Kesalahan metode pelaksanaan (construction method)
– Kehilangan
Biaya upah
Penyimpangan biaya upah dari faktor quantity dapat disebabkan oleh
hal-hal di bawah ini :
– Kesalahan dalam mengopname hasil pekerjaan
– Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan
(terlalu besar/lebih besar dari gambar design)
– Ada pekerjaan ulang (rework)
5 - 37
– Kelemahan dalam negosiasi harga dengan mandor borong
– Kelemahan dalam pasal-pasal/persyaratan yang ada dalam
surat perjanjian
– Kekurangan alternatif sumber tenaga kerja
– Metode pelaksanaan yang tidak efisien
– Produktifitas kerja yang rendah
Biaya alat
Penyimpangan biaya alat ditinjau dari faktor quantity, dapat
disebabkan oleh hal-hal di bawah ini :
– Kelemahan pengelolaan bahan bakar dan pelumas
– Kelemahan pengadaan dan pengelolaan suku cadang
– Kelebihan menghitung “hour meter” (jam kerja alat), untuk alat
yang disewa berdasarkan jam kerja alat
– Kesalahan memilih metode pelaksanaan
– Kelemahan pengaturan alat di lapangan, sehingga idle
5 - 38
cenderung membesar, bila penyelesaian proyek terlambat dan
berlarut-larut, melewati batas waktu yang telah ditetapkan.
Tindakan Pengendalian
Tindakan pengendalian, pada dasarnya adalah mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan pada semua unsur biaya seperti yang
diuraikan di atas. Termasuk melakukan tindakan perbaikan apabila terjadi
penyimpangan.
Tindakan tersebut dilakukan sepanjang proses waktu pelaksanaan
proyek, sampai dengan proyek selesai baik secara fisik maupun administratif.
Yang dimaksud selesai secara administratif adalah sampai dengan proyek
tersebut diserahterimakan kepada pemilik bangunan (serah terima terakhir).
Pada saat serah terima yang pertama, yang biasanya persyaratannya
adalah proyek selesai secara fisik, pelaksanaan proyek masih ada kewajiban
sampai dengan masa pemeliharaan selesai. Selama masa pemeliharaan
tersebut, biaya masih terjadi, khususnya untuk kegiatan pemeliharaan atau
kegiatan perbaikan, bila ada bagian-bagian dari proyek harus diperbaiki.
Pada masa pemeliharaan ini perhatian manajemen (pelaksana
bangunan) kepada proyek tidak berkurang, karena hal tersebut dapat
menyebabkan tidak lancarnya proses penyerahan terakhir dari bangunan.
Sehingga kewajiban untuk memelihara proyek berlarut-larut dan akan
menambah biaya proyek. Dan tidak hanya itu, tetapi ada hal lagi yang sangat
penting, yaitu harus dapat menjaga performance (citra) perusahaan sebagai
pelaksana bangunan.
Semua tindakan dan keputusan yang diambil dalam proses
pengendalian harus mempertimbangkan aspek-aspek biaya, mutu, waktu,
dan keamanan.
Sebenarnya tindakan dan keputusan pengendalian proyek konstruksi
adalah merupakan rangkaian kegiatan panjang (dari penunjukan Mitra kerja
sampai dengan pembayaran jasanya) dan melibatkan banyak personil
bahkan dari tingkat bawah sampai ke tingkat tinggi. Dengan demikian
pengertian pengendalian adalah suatu “team”, bukan perorangan.
Oleh karena itu kekompakan team sangat penting peranannya dalam
kegiatan pengendalian. Ini berate pada saat membentuk organisasi di
5 - 39
lapangan dan mengisin orang-orangnya, harus dipertimbangkan secara
masak. Sebaiknya bila tidak karena terpaksa agar dihindari adanya
perubahan personil atau organisasi selama dalam proses konstruksi.
Bila terjadi kelemahan dalam pelaksanaan maka lebih baik
memperkuat organisasi yang ada daripada harus mengganti personil, yang
tentunya akan memberikan dampak yang merugikan.
Kegiatan pengendalian secara lengkap dapat digambarkan dengan
bagan sebagai berikut :
5 - 40
Gambar 15
Alur Kegiatan Pengendalian
Yang dimaksud Mitra kerja adalah: supplier, subkontraktor, penyewa alat dan
mandor borong
5 - 41
Evaluasi Biaya
Biaya yang terjadi pada proses pelaksanaan, perlu dievaluasi pada
setiap periode tertentu, misal tiap satu bulan. Hal tersebut dilakukan untuk
dapat mengetahui bagaimana hasil tindakan pengendalian pelaksanaan
proyek, pada periode tersebut, bila dibandingkan dengan budgetnya.
Bila terjadi penyimpanan maka masih ada kesempatan untuk dapat
melakukan tindakan perbaikan agar sasaran yang telah ditetapkan tetap
dapat dicapai, setidak-tidaknya mendekati dari budgetnya. Contoh formulir
evaluasi biaya dapat dilihat di bawah ini :
5 - 42
alat pengendalian (schedule) dilanjutkan dengan penyesuaian urutan kegiatan
disebut dengan updating. Pada umumnya kegiatan ini didukung oleh piranti
komputer dikarenakan proses ini cukup rumit dan membutuhkan ketelitian.
Jika prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan rencana kegiatan, perubahan
konstruksi di lapangan, terjadi permasalahan di lapangan yang belum
terselesaikan dapat menyebabkan terjadinya penundaan pekerjaan (delay).
Untuk mengembalikan prestasi sesuai rencana schedule semula, maka
dibutuhkan revisi schedule untuk memperbaiki deviasi yang terjadi. Kegiatan
revisi schedule ini adalah bagian dari kegiatan rescheduling. Pada umumnya
reschedule dilakukan bersama-sama dengan proses updating. Proses updating
diperlukan terutama untuk mengetahui pengaruh yang terjadi akibat pelaksanaan
di lapangan terhadap rencana schedule penyelesaian pekerjaan/proyek.
Perubahan ini kemungkinan dapat menimbulkan perubahan rangkaian kegiatan
atau terjadinya perbedaan prestasi/progress pekerjaan dari durasi rencana.
Reschedule dilakukan dengan cara menyesuaikan original schedule dengan
kondisi saat ini dan bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya pergeseran konsep
pelaksanaan kontraktor, memperbaiki prestasi kontraktor yang kurang baik dan
untuk melakukan analisis delay.
Kontraktor melakukan updating schedule dengan mempertimbangkan
berbagai faktor. Dalam industri prestasi/progress diciptakan di lokasi proyek
dengan berbagai kendala di lapangan yang harus dihadapi. Situasi ini akan
berbeda dengan seorang scheduler yang mencoba menyusun rangkaian
kegiatan yang dituangkan dalam sebuah schedule hanya berdasarkan informasi
yang terbatas. Schedule yang direncanakan belum tentu dapat mengantisipasi
keadaan yang akan dialami proyek dalam proses pelaksanaan di kemudian hari.
Permasalahan yang tidak tampak atau tidak dapat diprediksi menjadi kendala
utama dalam penyusunan rencana kegiatan seperti perubahan cuaca, perubahan
lingkup pekerjaan, dan kesalahan yang diketahui setelah dilaksanakan di
lapangan. Kemungkinan tidak sesuainya antara rencana, durasi kegiatan, serta
waktu penyelesaian dengan pelaksanaan di lapangan adalah sangat besar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk mengaplikasikan schedule
yang telah disusun guna penyelesaian proyek, maka sudah seharusnya selalu
5 - 43
dilakukan updating serta reschedule (jika diperlukan) untuk mengantisipasi hal-
hal yang tidak dapat diprediksi tersebut di atas.
Schedule yang telah disesuaikan (update) sangat berarti bagi semua pihak
yang terlibat dalam proyek (tidak hanya kontraktor saja). Karena masing-masing
pihak mempunyai kepentingan tersendiri, sehingga harus mengetahui dengan
pasti tentang prestasi pekerjaan dari proyek tersebut. Pihak kontraktor
berkewajiban menginformasikan schedule yang telah disesuaikan (update)
kepada pihak-pihak yang terkait dalam proses pelaksanaan proyek. Jika prestasi
kontraktor melebihi dari rencana, maka pihak pemilik proyek harus mengetahui
akan hal itu, terutama berkaitan dengan rencana pembayaran kepada kontraktor.
Hal ini perlu disiapkan karena berkaitan dengan rencana penyediaan dana
pembayaran oleh owner. Sedangkan kegunaan pemahaman schedule yang telah
disesuaikan (bagi kontraktor) adalah untuk menentukan tindakan selanjutnya
agar prestasinya semakin baik, hal ini dapat dicermati dalam lintasan kritis yang
terjadi dalam schedule yang telah disesuaikan (update).
Pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan schedule rencana tidak hanya
mempercepat proses pengajuan termijn oleh kontraktor, namun juga akan
mempercepat pengembalian retensi yang ditahan oleh owner sebagai jaminan
bahwa kontraktor bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan spesifikasi. Bentuk kontrak tertentu memperbolehkan eliminasi atau
membagi dua retensi jika prestasi yang dicapai kontraktor lebih 50% dan posisi
prestasi di atas dari schedule rencana. Pembayaran yang cepat serta reduksi
retensi akan menambah modal kerja kontraktor, sehingga kontraktor dapat
membayar kepada sub kontraktor serta supplier sebagai kedua pihak yang
sangat menentukan dalam mencetak prestasi di lapangan. Dengan demikian
kondisi keuangan kointraktor dapat lebih baik guna penyelesaian proyek.
Jika salah satu kegiatan dalam rangkaian kegiatan mengalami keterlambatan
maka waktu yang hilang tersebut tidak dapat dikembalikan, pemulihan durasi
konstruksi dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan tertentu, sehingga
deviasi yang terjadi dapat diatasi. Tindakan yang dilakukan dengan cara
mereduksi durasi kegiatan berikutnya jika memungkinkan.
Jika waktu penyelesaian proyek tidak sesuai dengan kesepakatan yang
tertulis dalam kontrak maka harus ditinjau kembali penyebab terjadi
5 - 44
keterlambatan tersebut. Pihak yang bertanggung jawab terjadinya delay dapat
dikenakan denda. Kontraktor harus bertanggung jawab terhadap delay yang
terjadi kepada owner jika penyebab terjadinya delay adalah kontraktor. Demikian
pula owner harus bertanggung jawab kepada kontraktor jika owner adalah
penyebab terjadinya delay. Perencana juga harus bertanggung jawab kepada
kontraktor dan owner jika penyebab terjadinya delay adalah perencana. Semua
pihak yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya delay harus mengetahui
dengan pasti sebab-sebab serta harus dapat membuktikan bahwa mereka bukan
penyebabnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan schedule yang disesuaikan
(update) secara continue, sehingga pengaruh perubahan, kesalahan dan
penundaan dapat digunakan untuk menentukan pihak yang paling bertanggung
jawab terjadinya delay.
Schedule yang telah disesuaikan dapat membuktikan data-data yang penting
yang terjadi pada waktu tertentu. Jika tidak dilakukan updating maka berakibat
kontraktor kehilangan control terhadap proyeknya serta tidak dapat digunakan
sebagai dasar analisis untuk mengajukan perpanjangan waktu.
5 - 45
c. Identifikasi durasi kegiatan untuk memberikan informasi sisa waktu dari
setiap kegiatan. Dapat juga sebagai dasar untuk mengevaluasi durasi yang
tersisa berdasarkan pengalaman di lapangan. Setelah dilakukan updating
sebaiknya network diagram ditampilkan sebagai dasar kontraktor untuk
menyelesaikan pekerjaan untuk memperbaiki metode pelaksanaan serta
untuk menunjukkan pengaruh perubahan yang terjadi dalam proyek.
DURASI
KEGIATAN DIDAHULUI OLEH
(hari)
A 10
B A 6
C A 18
D E, F 8
E B 17
F B 21
G D 11
H C, F 10
I D, H 6
J H 9
K G, I, J 4
5 - 46
Pada hari ke 18 data hasil pemantauan menunjukkan :
Kagiatan C akan dimulai 3 hari lagi
Kegiatan F sudah berjalan 5 hari, tetapi akan membutuhkan
tambahan waktu 3 hari dari jadwal semula
Kegiatan I tertunda waktu awalnya (ES) selama 10 hari karena
masalah pengiriman bahan
Kegiatan G harus dimulai bersamaan dengam mulainya kegiatan I
tetapi tidak boleh diselesaikan lebih cepat dari 2 hari sejak
selesainya kegiatan I
Kegiatan E tepat waktu
NETWORK DIAGRAM :
5 - 47
Waktu yang masih dapat diperpanjang tanpa mengganguu jadwal
penyelesaian proyek secara keseluruhan.
(LET 2 – EET 1 –DURASI)
Kegiata
Durasi ES EF LS LF TF FF IF
n
A 10 0 10 0 10 0 0 0
B 6 10 16 10 16 0 0 0
C 18 10 28 10 37 9 9 9
D 8 37 45 37 45 0 0 0
E 17 16 33 20 37 4 4 4
F 21 16 37 16 37 0 0 0
G 11 45 56 45 56 0 0 0
H 10 37 47 37 47 0 0 0
I 6 47 53 50 56 3 3 3
J 9 47 56 47 56 0 0 0
K 4 56 60 56 60 0 0 0
Kegiatan kritis A,B,D,F, G,H,J,K
5 - 48
UPDATING BAR CHART :
Dari bar chart yang telah mengalami penyesuaian (updating) didapat :
5 - 49
5.15 PROGRAM KERJA
A. Pekerjaan Persiapan
Dalam pelaksanaan pekerjaan layanan konsultansi, perlu adanya suatu
program kerja yang konsepsional, efektif dan efisien, sehingga setiap aktivitas
kerja untuk mencapai target sukses pekerjaan dapat terprogram dengan baik.
Program kerja yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan ketentuan dalam
Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Terms of Reference (TOR). Penyusunan
program kerja ini dilakukan berdasarkan :
Ruang lingkup pekerjaan;
Volume pekerjaan;
Batas waktu;
Keahlian personil;
Jumlah personil;
Peralatan yang dipakai;
Schedule mobilisasi;
Arahan Pengguna Jasa;
Aspek-aspek teknis dan non teknis lainnya.
5 - 50
Koordinasi konsultan dengan Pemimpin Pekerjaan;
Koordinasi dengan unsur pekerjaan;
Koordinasi team konsultan;
Koordinasi dengan instansi terkait;
Tahap pengawasan teknik.
5 - 51
3) Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan berdasarkan shop drawing
tersebut yang sebelumnya telah diajukan dan mendapat persetujuan
tertulis dari Konsultan Pengawas.
4) Pada dasarnya kontraktor diwajibkan membuat shop drawing apabila ada
persyaratan khusus dari pabrik/produksi bahan tertentu dan/atau belum
tercakup secara lengkap dalam gambar kerja, dan/atau disesuaikan
dengan kondisi lapangan.
5 - 52
4) Kontraktor diharuskan mengajukan daftar terperinci tentang peralatan yang
akan digunakannya untuk melaksanakan pekerjaan. Daftar tersebut harus
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan disetujui oleh Pengawas Lapangan
dalam hal fungsi dalam pekerjaan, kapasitas, jumlah, tahun pembuatan,
pabrik pembuat, kondisi dan rencana waktu tiba di tempat pekerjaan.
Kontraktor wajib mendatangkan alat-alat tersebut tepat pada waktunya sesuai
dengan jadwal pemakaian.
5) Kontraktor dalam keadaan apapun tidak dibenarkan untuk memindahkan alat-
alat tersebut sebagian atau seluruhnya, selama pelaksanaan pekerjaan tanpa
persetujuan Pengawas Lapangan.
6) Kontraktor diharuskan untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk
melaksanakan tiap-tiap bagian/komponen/tahap pekerjaan sebelum
pekerjaan tersebut dimulai. Penyediaannya di tempat pekerjaan dan
persiapannya harus terlebih dahulu mendapat pemeriksaan dan persetujuan
dari Pengawas.
F. Material/Bahan Bangunan
1) Kontraktor harus mengajukan contoh material dan daftar tertulis kepada
Pengawas untuk mendapat persetujuan tentang tempat asal/sumber dan
macam bahan bangunan yang dipesan untuk digunakan dalam pekerjaan,
yaitu : koral, split, pasir, besi beton, PC untuk mendapatkan persetujuan
Pengawas.
2) Contoh-contoh yang telah disetujui oleh Pengawas akan dipakai sebagai
standar/pedoman untuk memeriksa/menerima material yang dikirim oleh
Kontraktor ke lapangan.
3) Kontraktor diwajibkan untuk membuat tempat penyimpanan contoh-contoh
yang telah disetujui Pengawas.
4) Sebelum dilaksanakan pemasangan, Kontraktor diwajibkan memberikan
kepada Pengawas “certificate test” dari bahan-bahan besi dan portland
cement dari produsen/pabrik.
Persyaratan bahan bangunan yang digunakan antara lain adalah :
a) Portland cement
5 - 53
• Semen yang digunakan harus semen Portland jenis I atau II atau V
yang memenuhi Standard Semen Indonesia (NI-8-1964) dan ASTM
C-150.
• Umur semen yang akan digunakan tidak boleh lebih dan 2 bulan.
• Semen yang telah menggumpal tidak boleh digunakan.
• Kadar alkali maksimum 0,40%.
b) Agregat :
• Agregat beton dapat berupa agregat hasil desintegrasi alami atau
buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu, tetapi agregat
tersebut harus memenuhi test, standard laboratorium dan
mempunyai gradasi yang memenuhi persyaratan ASTM 0-33.
Agregat kasar harus mempunyai susunan gradasi yang baik, cukup
syarat kekerasannya dan padat (tidak porous). Selain itu, agregat
beton yang digunakan haruslah bersih, uncoated, keras dan
terbebas dan lumpur, garam, partikel pipih dan material-material
merusak lainnya seperti alkali, organik dan bahan-bahan lunak &
ekspansif.
• Sumber-sumber pengambilan agregat terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan Konsultan Pengawas. Kontraktor harus
menyediakan sample agregat seberat 25 kg untuk setiap ukuran dari
sumber pengambilan agregat yang akan digunakan untuk disetujui
pengawas. Jika pengawas memandang perlu untuk mengadakan
pemeriksaan di laboratorium, maka pemeriksaan tersebut sudah
harus diperhitungkan di dalam penawaran.
• Dimensi maksimum dari agregat kasar tidak lebih dari 20 mm dan
sesuai dengan ASTM Grade Size #67 (19,0 sampai 4,75 mm).
• Pasir harus terdiri dari butir-butir yang bersih, tajam dari bebas dan
bahan-bahan organik, tanah lempung dan sebagainya.
c) Air :
• Air yang digunakan harus air tawar yang bersih, segar dan tidak
mengandung minyak, asam, alkali, garam, dan bahan organik atau
bahan lain yang dapat menurunkan mutu pekerjaan dan sesuai
dengan pasal 3.6 P81 1971 dan pasal 9 PUBI – 1982.
5 - 54
• Apabila dipandang perlu, Pengawas dapat minta kepada Kontraktor
supaya air yang dipakai diperiksa di laboratorium pemeriksaan
bahan yang resmi dan sah atas biaya Kontraktor.
d) Baja tulangan :
• Besi beton harus bebas dari karat, sisik, oli, gemuk dan kotoran-
kotoran lain yang dapat mengurangi lekatannya pada beton dan
harus memenuhi persyaratan dalam PBI 1971.
• Baja tulangan harus mempunyai tanda standard SII dengan ukuran
sesuai dengan dokumen lelang.
• Kontraktor harus memberikan copy sertifikat dari pabrik mengenai
kekuatan dan ukuran baja tulangan.
• Untuk mendapatkan jaminan akan kualitas besi yang diminta, maka
disamping adanya sertifikat dari pabrik, juga harus ada/dimintakan
sertifikat dari laboratorium baik pada saat pemesanan maupun
secara periodik minimum masing-masing 2 (dua) contoh percobaan
(stress strain) dan pelengkung untuk setiap 20 ton besi. Pengetesan
dilakukan pada laboratorium-laboratorium yang disetujui oleh
Pengawas.
e) Admixture :
• Untuk setiap penggunaan admixture yang dianggap perlu,
Kontraktor diminta terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari
Pengawas mengenai hal tersebut.
• Untuk itu Kontraktor diharapkan memberitahukan nama
perdagangan admixture tersebut dengan keterangan mengenai
tujuan, data-data bahan, nama pabrik produksi, jenis bahan mentah
utamanya, cara-cara pemakaiannya, resiko-resiko dan keterangan-
keterangan lain yang dianggap perlu.
• Admixture yang mengandung unsur clorida, flourida, ion sulfide, ion
nitrat dan unsur-unsur lainnya yang dapat merusak bahanbahan
beton dan tulangan baja tidak boleh digunakan pada pekerjaan ini.
• High-range water-reducing, jika diijinkan untuk digunakan, harus
sesuai dengan persyaratan ASTM C494 type F atau G.
5 - 55
5.16 ORGANISASI DAN PERSONIL
A. Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan
Berdasarkan metodologi dan pendekatan penanganan pekerjaan sebagaimana
telah diuraikan, maka disusun organisasi pelaksana pekerjaan dalam rangka
koordinasi, pertukaran informasi, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan
pekerjaan secara makmimal serta struktur organisasi tim konsultan. Untuk itu,
sistem koordinasi pekerjaan ini dengan struktur organisasi seperti diperlihatkan
pada Gambar 16, yang mempunyai sasaran pokok sebagai berikut :
Gambar 16
Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan
B. Sasaran eksternal
Dalam arti tujuan koordinasi, pertukaran informasi, evaluasi dan pengendalian
pelaksanaan pekerjaan antara Tim Konsultan dengan Suku Dinas Kesehatan
Kabupaten Kotabaru.
C. Sasaran internal
Dalam arti koordinasi, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan di dalam Tim
Konsultan sendiri, baik dalam tahap persiapan maupun tahap pengawasan.
Koordinasi dilakukan antara anggota tim dan angota tim dengan ketua tim sesuai
tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota tim.
5.17 PELAPORAN
1. Laporan Mingguan Laporan Bulanan
5 - 56
memuat :
Evaluasi pelaksanaan pekerjaan fisik
pembangunan dan pengawasan yang harus dicocokkan dengan
rencana kerja Network Planning dalam jangka waktu
pelaksanaan selama 1 (satu) minggu;
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya : setiap 7 (tujuh)
hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 (lima) buku
laporan.
2. Laporan Bulanan Laporan Bulanan
memuat :
Evaluasi pelaksanaan pekerjaan fisik
pembangunan dan pengawasan yang harus dicocokkan dengan
rencana kerja Network Planning dalam jangka waktu
pelaksanaan selama 1 (satu) bulan;
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya : setiap 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 (lima) buku
laporan.
3. Laporan Akhir Laporan Akhir
memuat :
Laporan Akhir (Final Report) yang isinya
mengenai ringkasan pekerjaan konstruksi yang telah
dilaksanakan;
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya : 210 (Dua Ratus
Sepuluh) hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 (lima)
buku laporan dan cakram padat (compact disc) atau Flashdisk (jika
diperlukan).
4. RKK Konsultansi Konstruksi Pengawasan RKK Konsultansi Konstruksi
Pengawasan memuat : Rencana Keselamatan Konstruksi yang akan
dilaksanakan oleh Konsultan Konstruksi Pengawasan;
5.18 KESIMPULAN
5 - 57
a. Owner diajak memahami tentang pengertian, prosedur dalam
pelaksanaannya, lingkup tugas, hak dan kewajibannya sebagai anggota
konsultan supervisi.
b. Diperkenalkan juga tentang indikator/kinerja proyek yang bisa dipakai
sebagai alat ukur atas keberhasilan pelaksanaan proyek.
c. Juga diperkenalkan aspek-aspek pengendalian yang perlu dilakukan oleh
seorang supervisi.
5 - 58