Anda di halaman 1dari 58

BAB V

USULAN TEKNIS DAN METODOLOGI KERJA

5.1 PENGERTIAN/DEFINISI
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai interaksi langsung antara individu-
individu dalam organisasi untuk mencapai kinerja dalam mencapai tujuan
organisasi.
Proses pengawasan ini berlangsung secara continue dari waktu ke waktu
guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai
prosedur yang ditetapkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kegiatan
pengawasan ini dilakukan baik oleh pihak pelaksana konstruksi maupun oleh
pihak pemilik proyek.
Pengawasan yang dilakukan oleh pelaksana konstruksi bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang telah ditetapkan oleh pemilik proyek, sedangkan
pengawasan oleh pemilik proyek bertujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa
apa yang akan diterimanya sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Semula pengawasan dari pihak pemilik proyek dilakukan sendiri oleh staf
proyek (swakelola), namun dalam beberapa tahun terakhir ini pengawasan
dilakukan oleh konsultan pengawasan dengan sistem kontrak.

5.2 FUNGSI PENGAWASAN


Fungsi pengawasan merupakan salah satu dari fungsi manajemen dimana
kegiatan ini harus dilakukan secara terus menerus atau secara berkala, selama
proses pelaksanaan baerjalan dalam rangka menentukan tingkat keberhasilan
baik dalam pelaksanaan maupun perencanaan.
Fungsi pengawasan ini sangat tergantung kepada pengumpulan data,
terutama data yang diperoleh dari monitoring berkala maupun melalui
pengamatan langsung. Untuk melaksanakan pengawasan suatu pekerjaan,
akhir-akhir ini dilaksanakan oleh konsultan pengawas melalui sistem kontrak.
Ada dua macam tugas konsultan supervisi :
1. Asistance Concept

5-1
Konsultan sebagai pembantu pemimpin proyek dan memberikan advice
untuk tindakan supervisi.
2. Task Concept
Sebagai Direksi/Engineer yang melakukan tugas supervisi langsung
kepada kontraktor, sebagaimana diatur dalam kontrak.

Tugas dan tindakan pengawasan tidak berarti hanya menyalahkan orang lain,
tetapi juga mencarikan dan memutuskan alternatif terbaik dalam tindakan
pencegahan dan perbaikan atas ketidaksesuaian yang terjadi. Harus dipahami
bahwa tindakan pengawasan tidak hanya bersifat check dan monitoring, tetapi
juga merupakan tindakan mengenai adanya jangkauan yang lebih luas dalam
pengendalian. Pada dasarnya pengawasan memiliki dua fungsi yang sangat
penting, yaitu :

 Fungsi Pemantauan
Dengan pemantauan yang baik terhadap semua kegiatan proyek akan
memaksa unsur-unsur pelaksana untuk bekerja secara cakap dan jujur.
Pemantauan yang baik akan menjadi motivasi utama untuk mencapai
performa yang tinggi, misalnya dengan memberi penjelasan kepada
pekerja mengenai apa saja yang harus mereka lakukan untuk mencapai
performa yang tinggi kemudian memberikan umpan balik terhadap
performa yang telah dicapainya, sehingga masing-masing mengetahui
sejauh mana prestasi yang telah dicapai.

 Fungsi Manjerial
Pada proyek-proyek yang kompleks dan mudah terjadi perubahan
(dinamis) pemakaian pengendalian dan sistem informasi yang baik akan
memudahkan manajer untuk segera mengetahui bagian-bagian pekerjaan
yang mengalami kejanggalan atau memiliki performa yang kurang baik.
Dengan demikian dapat segera dilakukan usaha untuk mengatasi atau
meminimalkan kejanggalan tersebut.

5.3 METODOLOGI PENGAWASAN

5-2
A. Tujuan
Tata laksana ini digunakan sebagai pedoman bagi Tim
Pengawasan/Supervisi untuk melaksanakan pekerjaan pengawasan/supervisi
konstruksi, sehingga lingkup pekerjaan yang ditugaskan dapat terpenuhi
dengan baik.

B. Ruang Lingkup
Lingkup layanan Jasa Konsultansi Pengawasan/Supervisi Konstruksi dapat
mencakup pekerjaan antara lain sebagai berikut :
a) Arsitektural yang meliputi :
 Arsitektur bangunan Rumah Sakit, gedung
 Arsitektur interior
 Arsitektur landscape
b) Pekerjaan tanah
c) Prasarana keairan
d) Prasaranan transportasi
e) Struktur bangunan telekomunikasi, gedung dan lain-lain
f) Mekanika dan elektrikal
g) Pekerjaan survey dan investigasi

C. Referensi yang digunakan dalam pengawasan pekerjaan :


1. ISO 9001 2008 Sistem Manajemen Mutu – Persyaratan
2. Kontrak Konsultan
3. Kontrak kontraktor
4. Lingkup dan tugas konsultan
5. Rencana kerja dan syarat (RKS)
6. Standar, SNI, Peraturan jika ada
7. Sertifikat produk
8. Hasil uji dan test

D. Ketentuan Umum
1) Tata laksana ini disampaikan kepada Tim Pengawasan/Supervisi di awal
setiap proyek Pengawasan/Supervisi Konstruksi akan dimulai.

5-3
2) Tata laksana ini harus dijalankan secara konsisten oleh Tim
Pengawasan/Supervisi di lapangan dan dimonitor/dikontrol secara berkala
oleh Divisi Operasional Konsultan yang bersangkutan.

E. Tugas dan Tanggung Jawab


Tugas dan tanggung jawab dalam pengawasan/supervisi pekerjaan
konstruksi adalah sebagai berikut :

Gambar 1
Kegiatan Konsultan Pengawas

Adapun rincian tiap-tiap kegiatan di atas adalah sebagai berikut :


a. Persiapan kegiatan
1) Membantu pengelola kegiatan dalam hal identifikasi dan
inventarisasi hasil perencanaan, sebagai referensi pelaksanaan
pekerjaan, jika diperlukan.

5-4
2) Membantu pengelola kegiatan dalam hal identifikasi dan
inventarisasi pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang harus
dilaksanakan
3) Mempelajari dan memahami kontrak pekerjaan konstruksi
4) Memahami lingkup pekerjaan konsultan pengawas/supervisi sesuai
dengan kontrak
5) Mempersiapakan administrasi pelaksanaan pekerjaan, seperti :
 Format Laporan Harian Kegiatan
 Format Laporan Mingguan Kegiatan
 Format Laporan Bulanan Kegiatan
 Format Permohonan Ijin Pelaksanaan (Request)
 Format Persetujuan Penggunaan Bahan/Material
 Format Gambar Kerja (Shop Drawing) dan Metode
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
 Format Pekerjaan Modifikasi
 Format Pekerjaan Tambah dan Kurang
 Format Formulir Pemeriksaan Pekerjaan
 Format Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan
 Format Rekomendasi Pembayaran Progres Fisik
 Format Berita Acara Rapat
 Format Gambar Konstruksi (As Built Drawing)

b. Pelaksanaan kegiatan meliputi :


1) Mengevaluasi program kegiatan pelaksanaan konstruksi fisik yang
disusun olek Pelaksana, meliputi program pencapaian sasaran
konstruksi, penyediaan/penggunaan tenaga kerja, perlengkapan dan
peralatan, lahan/material konstruksi, informasi, dana program QA/QC
dan program K3.
2) Mengendalikan program pelaksanaan konstruksi fisik, meliputi : sumber
daya, biaya, waktu sasaran (kuantitas dan kualitas), perubahan
pekerjaan, tertib administrasi, K3.
3) Melakukan evaluasi program terhadap penyimpangan teknis maupun
manajerial yang timbul, usulan koreksi program dan tindakan

5-5
penyelesaian, serta melakukan koreksi teknis bila terjadi
penyimpangan.
4) Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
pelaksanaan konstruksi fisik.
5) Merekomendasikan dilaksanakannya pembayaran progress fisik
6) Melakukan pengawasan yang terdiri dari :
 Memeriksa dan mempelajari dokumen pelaksanaan
 Mengawasi pemakaian bahan, peralatan dan metode
pelaksanaan, ketepatan waktu dan biaya konstruksi
 Mengawasi pelaksanaan konstruksi dari segi kuantitas, kualitas
dan laju pencapaian volume
 Mengumpulkan data dan informasi lapangan untuk pemecahan
masalah selama pelaksanaan konstruksi
 Membuat dokumentasi pelaksanaan lapangan
 Menyelenggarakan rapat-rapat lapangan berkala, membuat
laporan mingguan dan bulanan pengawasan dengan masukan
dari hasil rapat, laporan harian, mingguan dan bulanan pekerjaan
konstruksi
 Menyusun berita acara persetujuan kemajuan pekerjaan untuk
pembayaran angsuran, pemeliharaan pekerjaan, serah terima
pekerjaan
 Meneliti shop drawing yang diajukan pelaksana
 Meneliti as built drawing pelaksanaan sebelum serah terima
pertama
 Menyusun daftar cacat (defect list) sebelum serah terima pertama
 Menyusun petunjuk pemeliharaan dan penggunaan
bangunan/konstruksi
7) Menyusun Laporan Akhir (Final Report/Completion Supervision Report)
pekerjaan pengawasan./supervisi.

c. Pelaporan dan Filling Dokumen


1) Laporan Harian Kegiatan
2) Laporan Mingguan Kegiatan
3) Laporan Bulanan Kegiatan

5-6
4) Permohonan Ijin Pelaksanaan (Request)
5) Persetujuan Penggunaan Bahan/Material
6) Daftar Penggunaan Bahan/Material
7) Gambar Kerja (Shop Drawing) dan Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
8) Pekerjaan Modifikasi
9) Pekerjaan Tambah dan Kurang
10)Pemeriksaan Pekerjaan
11)Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan
12)Berita Acara Rapat
13)Persetujuan Pembayaran
14)Gambar Konstruksi (As Built Drawing)

5.4 HAK DAN KEWAJIBAN KONSULTAN PENGAWAS


1. Melaksanakan pengawasan pekerjaan dalam waktu yang telah
ditetapkan.
2. Membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam
pelaksanaan pekerjaan.
3. Melakukan perhitungan prestasi pekerjaan.
4. Mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta alur
informasi antar berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan berjalan
lancar.
5. Menghindari kesalahan yang mungkin terjadi sedini mungkin serta
menghindari pembengkakan biaya.
6. Mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul di lapangan agar
dicapai hasil akhir sesuai kualitas, kuantitas serta waktu pelaksanaan
yang telah ditetapkan.
7. Menerima atau menolak material/peralatan yang didatangkan kontraktor.
8. Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari peraturan yang
berlaku.
9. Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).
10. Menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan pekerjaan
tambah/kurang.

5-7
5.5. PENGENDALIAN PEKERJAAN (KONSTRUKSI)
Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak berulang. Proses
yang terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang pada proyek lainnya. Hal ini
disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu proyek konstruksi
berbeda satu sama lain. Misalnya kondisi alam seperti perbedaan letak
geografis, hujan, gempa, dan keadaan tanah merupakan faktor yang turut
mempengaruhi keunikan proyek konstruksi.
Pengendalian (control) diperlukan untuk menjaga kesesuaian antara
perencanaan dan pelaksanaan. Tiap pekerjaan yang dilaksanakan harus benar-
benar diinspeksi dan dicek oleh pengawas lapangan, apakah sudah sesuai
dengan spesifikasi atau belum. Misalnya pengankutan bahan harus diatur
dengan baik dan bahan-bahan yang dipesan harus diuji terlebih dahulu di
masing-masing pabrikannya. Dengan perencanaan dan pengendalian yang baik
terhadap kegiatan-kegiatan yang ada, maka terjadinya keterlambatan jadwal
yang mengakibatkan pembengkakan biaya proyek dapat dihindari.
Untuk mengatisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang tidak pasti
dan mengatasi kendala terbatasnya waktu manajemen dalam mengendalikan
seluruh unsur pekerjaan proyek, maka diperlukan suatu konsep pengendalian
yang efektif yang dikenal dengan nama Management By Exception (MBE).
Teknik yang diterapkan MBE adalah dengan membandingkan antara
perencanaan terhadap parameter proyek yang dapat diukur setiap saat. Laporan
hanya dilakukan pada saat-saat tertentu jika terdapat kejanggalan atau performa
tidak memenuhi syarat.
Ada tiga penilaian terhadap mutu suatu proyek konstruksi, yaitu penilaian atas
mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. Divisi pengendalian mutu fisik konstruksi
terpisah dengan divisi pengendalian jadwal dan biaya. Pengendalian terhadap
mutu fisik konstruksi dilakukan secara tersendiri oleh pengawasan teknik melalui
gambar-gambar rencana dan spesifikasi teknik. Pengendalian jadwal dan biaya
dimasukkan dalam divisi manajemen proyek yang mencakup pemantauan
kemajuan pekerjaan (progress), reduksi biaya, optimasi, model dan analisis.

5.6. PROSES PENGENDALIAN


Proses pengendalian berjalan sepanjang daur hidup proyek guna
mewujudkan performa yang baik di dalam setiap tahap. Perencanaan dibuat

5-8
sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan pekerjaan. Bahan acuan tersebut
selanjutnya akan menjadi standar pelaksanaan pada proyek yang bersangkutan,
meliputi spesifikasi teknis, jadwal dan anggaran.
Pemantauan harus dilakukan selama masa pelaksanaan proyek untuk
mengetahui prestasi dan kemajuan yang telah dicapai. Informasi hasil
pemantauan ini berguna sebagai bahan evaluasi performa yang telah dicapai
pada saat pelaporan. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan kemajuan
yang dicapai berdasarkan hasil pemantauan dengan standar yang telah dibuat
berdasarkan perencanaan.
Hasil evaluasi berguna untuk pengambilan tindakan yang akurat terhadap
permasalahan-permasalahan yang timbul selama masa pelaksanaan.
Berdasarkan hasil evaluasi ini pula tindak lanjut pelaksanaan pekerjaan dapat
diputuskan dengan tepat dengan melakukan koreksi terhadap performa yang
telah dicapai. Proses di atas diperlihatkan secara skematis pada gambar di
bawah ini :

Gambar 2
Gambar Siklus Pengendalian dalam Proyek Konstruksi

Sepanjanag daur hidup proyek hanya sekitar 20% kegiatan manajemen proyek
berupa perencanaan, selebihnya adalah kegiatan pengendalian. Perencanaan

5-9
sebagian besar dilakukan sebelum proyek dilaksanakan. Begitu proyek dimulai,
fungsi manajemen didominasi oleh kegiatan pengendalian.

5.7. FAKTOR PENGHAMBAT PROSES PENGENDALIAN


Walaupun secara teoritis pengendalain adalah sangat penting, namun tidak
jarang pada waktu pelaksanaannya pengendalian tersebut tidak berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Ada beberpa faktor yang menyebabkan pengendalian
menjadi tidak efektif, yaitu :
A. Keadaan Proyek
Keadaan proyek adalah gambaran proyek yang dibuat oleh perencana. Pada
proyek dengan ukuran dan kompleksitas yang amat besar, yang melibatkan
banyak organisasi ditambah lagi banyaknya kegiatan yang saling terkait,
maka akan timbul masalah kesulitan koordinasi dan komunikasi. Kesulitan
yang sama bisa juga timbul karena kerumitan pendefinisian struktur
organisasi proyek yang dibuat oleh perencana.

B. Faktor Tenaga Kerja


Pengawas atau inspektur yang kurang ahli di bidangnya atau kurang
berpengalaman dapat menyebabkan pengendalian proyek menjadi tidak
efektif dan kurang akurat.

C. Faktor Sistem Pengendalian


Penerapan sistem informasi dan pengawasan yang terlalu formal dengan
mengabaikan hubungan kemanusiaan akan timbul kekakuan dan
keterpaksaan. Oleh karena itu, perlu juga diterapkan cara-cara tertentu untuk
mendapatkan informasi secara tidak resmi misalnya ketika makan bersama,
saling mengunjungi, komunikasi lewat telepon, dan lain sebagainya.

5.8. FAKTOR PENDUKUNG PROSES PENGENDALIAN


Mutu suatu pengendalian tidak terlepas dari mutu informasi yang diperoleh.
Jika informasi yang diperoleh pengawas di lapangan dapat mewakili kondisi yang
sebenarnya maka solusi yang diambil akan lebih mengena sasaran. Ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pengendalian dan sistem informasi
berlangsung baik, yaitu :

A. Ketepatan Waktu

5 - 10
Ketelambatan pemantauan hanya akan menghasilkan informasi yang sudah
tidak sesuai lagi dengan kondisi

B. Akses Antar Tingkat


Derajat kemudahan untuk akses dalam jalur pelaporan performa sangat
dipengaruhi untuk menjaga efektifitas sistem pengendalian. Jalur pelaporan dari
tingkat paling atas hingga paling bawah harus mudah dan jelas. Sehingga
seorang manajer dapat melacak dengan cepat bila terdapat bagian yang
memiliki performa jelek.

C. Perbandingan Data Terhadap Informasi


Data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan harus mampu memberikan
informasi secara proporsional. Jangan sampai terjadi jumlah data yang didapat
berjumlah ribuan bahkan ratusan ribu, namun hanya memberikan satu dua
informasi, sedangkan untuk mengolah data tersebut membutuhkan tenaga dan
waktu yang tidak sedikit.

D. Data dan Informasi yang Dapat Dipercaya


Masalah ini menyangkut kejujuran dan kedisiplinan semua pihak yang terlibat
dalam proyek. Semua perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat seperti
waktu pengiriman peralatan dan bahan, waktu pembayaran harus benar-benar
ditepati.

E. Obyektifitas Data
Data yang diperoleh harus sesuai apa yang terjadi di lapangan. Pemakaian
asumsi kira-kira atau pendapat pribadi tidak boleh dimasukkan sebagai data
hasil pengamatan.

5.1
5.9 ALAT UKUR PENGENDALI PEKERJAAN (PROYEK)
5.9.1 Indikator Kinerja Proyek
Sebagai salah satu fungsi dan proses kegiatan dalam manajemen proyek
yang sangat mempengaruhi hasil akhir proyek, pengendalian mempunyai tujuan
utama meminimalisasi segala penyimpangan yang dapat terjadi selama proses
berlangsungnya proyek.

5 - 11
Bila terjadi penyimpangan diperlukan tolak ukur/alat ukur kinerja guna
melakukan tindakan koreksi. Alat ukur yang digunakan dapat berupa jadwal,
kualitas pekerjaan, standar mutu/spesifikasi pekerjaan satu standar kesalamatan
dan kesehatan kerja.
Untuk memudahkan pengendalian proyek, pengelola proyek seharusnya
mempunyai acuan sebagai sasaran dan tujuan pengendalian. Oleh karena itu
indikator-indikator tujuan akhir pencapaian proyek haruslah ditampillkan dan
dijadikan pegangan selama pelaksanaan proyek. Indikator-indikator yang
biasanya menjadi sasaran pencapaian tujuan akhir proyek adalah kinerja biaya,
mutu, waktu, dan keselamatan kerja. Berikut ini diuraikan indikator kinerja proyek
berupa tampilan grafik yang memudahkan pengelola proyek dalam membaca
serta menerapkannya.

A. Indikator Kinerja Waktu


Hal yang berlaku umum saat ini dalam monitor dan evaluasi proyek dalam
mengendalikan waktu adalah kurva S, yaitu ploting dari kumulatif persentase
bobot pekerjaan, yang dapat merepresentasikan kemajuan dari awal hingga akhir
proyek.

Gambar 3
Indikator Kinerja Waktu

Kurva S adalah alat monitor dan evaluasi yang informsinya paling mudah dan
jelas untuk dibaca, apabila dengan tampilan kombinasi menggunakan diagram
batang-sehingga pengelola proyek dapat cepat mengatisipasi bila ada

5 - 12
penyimpangan pada proyek. Untuk mempermudah monitoring dan evaluasi,
diberikan baseline setiap periode tertentu.

B. Indikator Kinerja Biaya dan Waktu


Bentuk lebih progresif yang ada dalam fasilitas perangkat lunak komputer
dalam monitor dan evaluasi proyek dalam mengendalikan waktu adalah bentuk
kurva S yang dimodifikasi dengan 3 indikator, yaitu :
1) Rencana dari volume dan biaya pekerjaan (BCWS)
2) Realisasi dari volume pekerjaan (BCWP)
3) Realisasi biaya pekerjaan (ACWP)

Gambar 4
Indikator Kinerja Biaya dan Waktu

Bentuk kurva di atas adalah kurva earned value yang dapat mengevaluasi
penggunaan biaya dan jadwal waktu proyek sekaligus dan lebih realistis dari
kedaan yang terjadi di lapangan. Bentuk kurva ini juga dapat memberikan prediksi
mengenai biaya dan jadwal proyek bila terjadi penyimpangan.

C. Indikator Kinerja Mutu


Dalam monitor dan evaluasi mutu proyek untuk mengendaliakn mutu adalah
bentuk kurva S sebagai persentase bobot kumulatif dengan 2 indikator yaitu :
1) Produk sesuai (PS) Mutu
2) Produk Tidak Sesuai (PTS) Mutu

5 - 13
Gambar 5
Indikator Kinerja Mutu

Gambar di atas menunjukkan presentase bobot kondisi mutu untuk setiap


kegiatan dari A sampai H untuk kategori produk yang sesuai mutu (PS mutu) dan
produk tidak sesuai mutu (PTS Mutu). Setiap proyek hendaknya mempunyai
dokumentasi indicator kinerja mutu, agar pekerjaan selanjutnya yang sejenis
dapat menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik serta memuaskan
pemilik proyek dan menghasilkan kinerja perusahaan.

D. Indikator Kinerja K3
Dalam memonitor dan mengevaluasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
proyek, bentuk kurva S dapat dijadikan indikator yang menunjukkan persentase
bobot kumulatif dari :
1) Kondisi Tanpa Kecelakaan (KTK)
2) Kondisi Dengan Kecelakaan (KDK)

Pada gambar di bawah kondisi tanpa kecelakaan dan dengan kecelakaan tugas
dievaluasi untuk memperbaiki metode kerja dari masing-masing kegiatan proyek
dengan mengutamakan keselamatan.

5 - 14
Gambar 6
Indikator Kinerja K3

Setiap proyek hendaknya mempunyai dokumentasi indikator kinerja KE, agar


pada pekerjaan selanjutnya yang sejenis dapat dihasilkan produk yang
kondisinya lebih baik serta memuaskan pemilik proyek dan meningkatkan kinerja

5.9.2 PENGENDALIAN JADWAL WAKTU DAN BIAYA PROYEK


Jadwal waktu pelaksanaan proyek yang telah direncanakan biasanya tidak
terlepas dari kesalahan-kesalahan yang dapat menyebabkan keterlambatan.
Hasil perencanaan jadwal waktu proyek hendaknya mempunyai kecermatan dan
akurasi yang tinggi untuk mempermudah pelaksanaannya. Setiap perubahan dari
rencana yang telah dibuat selalu dilakukan evaluasi dan pembaharuan
penjadwalan dengan tetap mengacu pada baseline yang telah ditetapkan. Bila
terjadi perubahan mendasar terhadap jadwal proyek yang dapat menyebabkan
keterlambatan, maka solusinya perlu diantisipasi dengan kompensasi paling
minimal.Agar hasil pengendalian jadwal optimal, maka dibuatlah diagram alir
untuk melakukan pengendalian jadwal yang berhubungan dengan kinerja waktu,
biaya, dan alokasi sumber daya.

5 - 15
Gambar 7
Diagram Alir Pengendalian Schedulling Proyek

Langkah-langkah pengendalian pada gambar di atas dilakukan bila hasil


perencanaan penjadwalan sudah maksimal, dilanjutkan dengan menentukan
baseline proyek yaitu batasan waktu yang digunakan untuk melakukan
monitoring dan up-dating seluruh kegiatan proyek.
Dari baseline ini, dengan memasukkan data-data progres proyek seperti
waktu penyelesaian kegiatan, penggunaan sumber daya serta biaya aktual yang
telah terpakai, dari awal hingga baseline yang telah ditetapkan, maka dapat
diketahui posisi sementara apakah proyek mengalami keterlambatan (schedule
overrun) serta apakah biaya yang telah dikeluarkan mengalami peningkatan dari
rencana semula proyek (cost overrun). Bila terjadi penyimpangan dari rencana
proyek, dilakukan tindakan koreksi dengan melakukan pembaharuan terhadap
durasi waktu, penggunaan jumlah sumber daya serta biaya yang dikeluarkan.

5 - 16
Proses di atas dilakukan secara intensif dengan menentukan baseline secara
periodik disesuaikan dengan tingkat keperluannya, seperti untuk waktu termijn
tagihan pembayaran, monitoring, dan tindakan koreksi terhadap progres proyek.

5.9.3 PEMBUATAN LAPORAN PENGENDALIAN WAKTU DAN BIAYA


Bentuk-bentuk pelaporan proyek diusahakan dengan prinsip-prinsip: mudah
dibaca dan diperbaharui, dan sederhana, dengan jumlah yang sesuai kebutuhan,
ada pemisahan terhadap laporan-laporan karena ada perhatian khusus terhadap
jadwal induk, jadwal material, jadwal peralatan, dan jadwal tenaga kerja.
Data-data pada tabel Bill of Quantity Proyek di bawah ini diambil sebagian
saja dari keseluruhan paket pekerjaan bangunan Rumah Sakit berlantai 3. Data
terdiri atas data kode kegiatan, uraian kegiatan, serta satuan volume pekerjaan.
Data dan informasi ini dapat juga dilengkapi dengan harga satu pekerjaan
berdasarkan kontrak serta biaya pelaksanaan aktual yang ditampilkan dalam
bentuk format laporan pengendalian proyek. Komponen-komponen pekerjaan
untuk masing-masing item pekerjaan perlu juga diperinci sehingga memudahkan
pengawasan dan evaluasi terhadap setiap langkah-langkah yang akan dan telah
dilakukan.

Tabel 2.1
Contoh Tabel Bill of Quantity Proyek

No Volume Satuan
Uraian Pekerjaan
Kegiatan Pekerjaan
I Pekerjaan Persiapan
A10 Pek. Perataan Tanah 500 m2
A20 Pek. Pembersihan 500 m2

II Pekerjaan Tanah
B10 Pek. Galian Tanah 96 m3
B20 Pek. Pondasi 30 m3
B30 Pek Timbunan Tanah 96 m3

III Pekerjaan Lantai Dasar


III1 Pek Sipil
C10 Pek. Balok sloof 6 m3
C20 Pek. Kolom 4.48 m3
C35 Pek. Plat Tangga 2.5 m3
III2 Pek. Arsitektur
C40 Pek Dinding, Plesteran dan Cat 832 m2

5 - 17
C50 Pek. Pintu, kusen dan Jendela 12 m3
C60 Pek. Plafond an Cat 480 m3
C70 Pek. Lantai Keramik 480 m2

III3 Pek. Mekanika/Elektrikal m


C80 Pek. Plumbing 40 m”
C90 Pek. Sanitair 8 unit
C100 Pek. Instalasi Listrik 80 m”

Pengendalian jadwal proyek yang dibuat secara administratif memudahkan


tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan. Agar proyek dapat diselesaikan
sesuai rencana, maka perlu ada laporan yang nantinya digunakan untuk
memonitor dan memperbaharui penjadwalan proyek aktual.

1. Data-data Umum Proyek Konstruksi Bangunan Rumah Sakit


Fungsi laporan ini nantinya sangat penting sebagai informasi dalam
pengambilan keputusan selanjutnya (decision support system) dalam kaitan
penjadwalan waktu, apakah perlu dilakukan tindakan untuk mempercepat
jadwal dari rencana dengan harapan adanya penghematan biaya atau hanya
tindakan seperlunya dalam rangka penyesuaian dengan jadwal rencana
ataukah perlu diambil tindakan dratis guna mengatasi keterlambatan proyek.

2. Laporan Progres Waktu


Progres waktu dibuat dalam bentuk laporan agar kemajuan aktual masing-
masing kegiatan dapat diketahui. Hal ini akan memudahkan proses
pengendalian jadwal waktu yang sangat mempengaruhi durasi proyek secara
keseluruhan. Biasanya fokus pengawasan kegiatan dilakukan pada jalur-jalur
kritis, namun tidak mengabaikan yang lainnya, dengan harapan tidak terjadi
keterlambatan proyek.

Tabel 2
Contoh Laporan Waktu Harian, Mingguan dan Bulanan

Mulai Jadwal Jadwal


Kode Uraian Penyelesaia Bobot
Belum Rencana Rencana
Kegiatan Kegiatan n Waktu Penyelesaian
Selesai Mulai Selesai
I Pek. Persiapan
A10 Pek. Meratakan Selesai 10/22/202 10/26/202 10/26/2021 100%
Tanah 1 1
A20 Pek. Selesai 10/22/202 10/25/202 10/25/2021 100%

5 - 18
Pembersihan 1 1

II Pekerjaan Tanah
B10 Pek. Galian Selesai 10/27/202 10/31/202 10/31/2021 100%
Tanah 1 1
B20 Pek. Pondasi Selesai 10/30/202 11/8/2021 11/8/2021 100%
1
B30 Pek. Timbunan Selesai 11/9/2021 11/10/202 11/10/2021 100%
Tanah 1

Format laporan ini dibuat secara berkala dalam basis harian, mingguan atau
bulanan. Hasil monitoring proyek diharapakan dapat menjadi input data yang
digunakan sebagai informasi untuk melakukan pembaharuan untuk
melakukan tindakan koreksi secara interaktif. Informasi tersebut dapat
digunakan untuk plotting pembuatan kurva S atau kurva Earned Value serta
diagram batang berdasarkan bobot penyelesaiannya dengan
membandingkannya terhadap rencana untuk memudahkan tindakan
selanjutnya.

3. Laporan Penggunaan Jumlah Penggunaan Sumber Daya


Penggunaan sumber daya berupa tenaga kerja, peralatan dan material
sangat mempengaruhi kinerja waktu proyek. Perencanaan sumber daya
biasanya telah terintegrasi dengan perencanaan jadwal proyek keseluruhan
krena semuanya saling berhubungan. Laporan aktual dibuat untuk
memudahkan pengendalian setiap sumber daya yang digunakan. Laporan ini
menjadi data pendukung untuk penggambilan keputusan berikutnya.

Tabel 3
Contoh Laporan Penggunaan Jumlah Sumber Daya

Kode Uraian Sumber Volume Satuan Proses Bobot


Kegiata Kegiatan Daya Rencana Aktual Penyelesaian
n
I Pekerjaan
Persiapan
A10 Pek. Labor 20 Orang 20 100%
Meratakan
Tanah
Material
Equipmen 1 Buah 1 100%
t

5 - 19
A20 Pek Labor 9 Orang 9 100%
Pembersiha
n
Material
Equipmen 2 buah 2 100%
t

II Pekerjaan
Tanah
B10 Pek. Labor 7 Orang 1/7/1900 100%
Penggalian
Tanah
Material
Equipmen 1 buah 1 100%
t
B20 Pek. Labor 5 Orang 5 100%
Pondasi
Material 4 M3 4 100%
Equipmen 1 Buah 1 100%
t
B30 Pek. Labor 3 orang 3 100%
Timbunan
Tanah
Material
Equipmen
t

Format laporan ini dibuat secara berkala dalam basis harian, mingguan, atau
bulanan, disesuaikan dengan kebutuhan proyek. Data kebutuhan sumber
daya menjadi input dalam menentukan metode-metode penjadwalan seperti
network planning dan diagram batang, yang dibuat secara manual atau
menggunakan software computer. Baris labor dapat dirinci lagi menjadi
pekerja, tukang, kepala tukang dan mandor atau lainnya dengan detail jumlah
penggunaannya, demikian pula dengan material dan equipment. Penggunaan
sumber daya dikendalikan setiap saat agar tidak melebihi kapasitas
maksimum yang ada. Dan bila melebihi, perataan sumber daya dapat
dilakukan dengan cara meratakan distribusi sumber daya di sepanjang
proyek.

4. Laporan Progres Biaya untuk Penggunaan Sumber Daya

5 - 20
Penjadwalan waktu untuk proyek biasanya dikaitkan dengan aliran biaya
selama proyek berlangsung yang digunakan untuk pembelian material, sewa
alat, upah tenaga kerja, biaya operasional kantor, dan lainnya. Informasi
tersebut nantinya digunakan sebagai masukan untuk proses penjadwalan
keseluruhan. Jadi dengan menentukan baseline pada periode tertentu, akan
dapat diketahui kondisi aktual aliran uang. Tindakan koreksi segera dilakukan
bila terjadi peningkatan jumlah biaya dari rencana semula

Tabel 4
Tabel Progress Biaya

Kode Uraian Sumber Progres Bobot Tingkat


Budget
Kegiatan Kegiatan Daya Aktual Penyelesaian Penyimpangan

I Pekerjaan Persiapan
A10 Pek. Labor 30000 30000 100%
Meratakan
Tanah
Material
Equipment
A20 Pek Labor 13500 13500 100%
Pembersihan
Material
Equipment

II Pekerjaan Tanah
B10 Pek. Labor 423390 423390 100%
Penggalian
Tanah
Material
Equipment
B20 Pek. Pondasi Labor 3504760 3504760 100%
Material 150000 150000 100%
Equipment 100%
B30 Pek. Labor 128000 6/13/2250 100%
Timbunan
Tanah
Material

Informasi dari table ini sangat berguna untuk membuat tampilan laporan
progress biaya, juga untuk pembuatan kurva S yang dapat dikonversikan
melalui bobot pekerjaan atau kurva earned value yang menunjukkan nilai
hasil biaya yang telah dikeluarkan pada periode-periode tertentu.

5 - 21
Semua bentuk laporan di atas dibuat dan diperbaharui setiap kali melakukan
monitoring terhadap kinerja biaya dan waktu dengan menentukan baseline
secara periodik. Untuk memudahkan proses pengadilan, pada kolom paket
kegiatan dapat dirinci lagi sesuai dengan spesifikasi kegiatan. Dengan
demikian hal-hal kecil namun penting dapat diidentifikasi dan dicatat sesuai
dengan kebutuhan informasi yang diinginkan.

5.9.4 ASPEK-ASPEK PENGENDALIAN SECARA KHUSUS


Pengukuran kemajuan aktual pekerjaan yang sudah dilakukan dapat dipakai
sebagai data input dalam pengendalian proyek. Caranya dengan menghitung
volume pekerjaan masing-masing kegiatan, lalu dibuatkan bobotnya dalam
persentase kumulatif dalam bentuk kurva S. Kurva S juga didapat dari plot bobot
kumulatif pekerjaan sebagai persentase dari biaya per item pekerjaan dibagi
dengan total anggaran proyek, dengan data-data yang ada pada format laporan
pengendalian.
Untuk mengetahui progress proyek, bobot kumulatif masing-masing kegiatan
diplotkan menjadi kurva S aktual, sehingga dapat dibandingkan dengan kurva S
rencana. Hasilnya dapat menggambarkan terjadinya keterlambatan atau
percepatan kinerja proyek dari segi waktu pelaksanaan proyek.

Gambar 8
Diagram Batang dengan Kurva S Rencana dan Progress Aktual

5 - 22
Dari tabel di atas terlihat bahwa Kurva S aktual terdapat di bawah kurva S
rencana. Kondisi ini menunjukkan bahwa progress proyek mengalami
keterlambatan yang terlihat dari minggu pertama hingga baseline akhir minggu
ke-6. Karena informasi di atas sifatnya masih awal dan tidak ada cukup data
untuk dapat melakukan tindakan koreksi, maka diperlukan lagi data-data
mengenai total float dan kegiatan kritisnya untuk mempercepat durasi proyek;
caranya dengan Duration-Cost Trade Off dengan kombinasi metode Network.

5.10 ASPEK PENGENDALIAN SECARA UMUM

Progres pengendalian proyek konstruksi terkait banyak faktor yang saling


mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut seperti yang terlihat pada gambar di
bawah ini :

Gambar 9
Aspek dalam Pengendalian Proyek Konstruksi

5.11 ASPEK-ASPEK PENGENDALIAN SECARA KHUSUS

5 - 23
5.11.1 Umum
Pengendalian biaya konstruksi atau Construction Cost Control adalah
merupakan salah satu aspek dalam pengendalian proyek (Project Control). Ada 3
(tiga) variable penting yang harus dikendalikan selama proses pelaksanaan
suatu proyek, yaitu:
 Kualitas mutu proyek (M)
 Waktu penyelesaian proyek (W)
 Biaya pelaksanaan proyek (B)

Yang diharapkan oleh Manajemen adalah tercapainya kualitas pekerjaan


sesuai persyaratan yang ditetapkan, proyek dapat diselesaikan dalam waktu
yang telah ditetapkan, dan masih dalam bahas anggaran yang disediakan
(budget), bahkan kalau bisa dibawah budget yang ada.
Ketiga aspek tersebut di atas adalah saling terkait satu dengan yang lain, dan
terakhir bermuara ke biaya. Artinya kualitas dan waktu pelaksanaan juga
beresiko terhadap membengkaknya biaya, bila tidak dikendalikan dengan baik.
Mekanisme dasar dari fungsi control, dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 10
Mekanisme Fungsi Control

Dalam bagan tersebut di atas, cost budget adalah merupakan desired


performance (hasil yang diinginkan), kemudian dalam proses pelaksanaan
kegiatan diperoleh realisasi dari pelaksanaan. Secara periodik hasil kegiatan

5 - 24
tersebut dievaluasi dan dibandingkan dengan rencananya (desired performance).
Pada titik ini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu bila tidak terjadi
penyimpangan yang berarti, maka kegiatan dapat diteruskan dengan rencana
yang ada sampai dengan selesai. Tetapi bila terjadi suatu penyimpangan yang
cukup berarti, maka perlu dilakukan penyelidikan terhadap penyimpangan yang
terjadi dan dicari penyebabnya yang paling benar.
Dari penyebab penyimpangan yang telah ditemukan, dibuat suatu revisi
rencana yang ada, bila perlu sebagai program aksi, untuk tujuan agar sasaran
awal tetap dapat terjaga. Kemudian dilaksanakan program aksi yang telah dibuat
dan hasilnya dievaluasi kembali. Begitu seterusnya sampai kegiatan
diselesaikan.

5.11.2 Jenis-jenis Pengendalian


Untuk dapat berhasil mengendalikan biaya proyek dengan baik, maka perlu
dilakukan pengendalian terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi biaya
proyek. Aspek-aspek control yang dimaksud adalah :
 Time Controll
 Quality Controll
 Safety Controll
 Cost Controll

1. Time Controll
Yang dimaksud dengan time control adalah pengendalian waktu pelaksanaan
proyek, agar proyek dapat diselesaikan dalam batas waktu yang ditetapkan.
Keterlambatan penyelesaian proyek tentu akan membawa resiko bertambahnya
biaya.
Durasi tiap-tiap pekerjaan adalah merupakan tingkat produktivitas yang akan
dicapai oleh sejumlah sumber daya yang digunakan. Oleh karena itu bila dalam
realisasinya durasi yang diperlukan bertambah oleh berbagai sebab, maka ini
berarti tingkat produktivitas dari sejumlah sumber daya tersebut menurun, yang
akibatnya tentu saja biayanya menjadi naik. Belum lagi pengaruh dari biaya
tidak langsung yang akan bertambah sebanding dengan tambahnya waktu.
Namun demikian waktu dari kegiatan yang dipercepat dari waktu normalnya
juga dapat menyebabkan turunnya produktivitas atau kenaikan biaya. Bila suatu
kegiatan ditetapkan durasinya terlalu cepat, lebih cepat dari waktu normalnya,

5 - 25
maka produktivitasnya juga menurun karena walaupun lebih singkat tetapi
dengan pengerahan sumber daya yang berlebihan.
Oleh karena itu dalam pengendalian waktu pelaksanaan proyek, biasanya bila
proyek terlambat, perlu dilakukan percepatan waktu pelaksanaan salah satu
atau lebih dari satu kegiatan, agar durasi total dari proyek tidak terlampaui,
untuk menghindari pinalti berupa denda. Dengan demikian biasanya kita harus
memilih kegiatan mana saja dalam suatu lintasan kritis yang harus dipercepat
dengan resiko biaya yang paling kecil.
Jadi dalam kaitannya dengan pengendalian biaya, maka tindakan dalam
pengendalian waktu pelaksanaan ada beberapa alternatif sesuai dengan
kondisinya, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Menepati total durasi proyek yang telah ditetapkan untuk menghindari resiko
denda dan dampak lainnya yang merugikan, terutama adalah kesulitan
pengaturan sumber daya perusahaan (alat, tenaga, dan modal).
b. Mempercepat atau memperlambat suatu kegiatan tetapi masih dalam total
durasi yang ditetapkan, yang dapat menurunkan biaya.
c. Kalau terpaksa harus mempercepat durasi kegiatan atau beberapa kegiatan
untuk mengejar keterlambatan yang terjadi, maka harus dapat memilih
kegiatan yang mana, yang diputuskan untuk dipercepat, yang memilki
dampak kenaikan biaya terkecil.
Alat kendali waktu yang digunakan pelaksanaan proyek, pada dasarnya ada
tiga macam, yaitu :
a. Barchart atau Gantt Chart method, biasanya digunakan untuk proyek-
proyek yang sederhana
b. Vector Diagram Method, biasanya digunakan untuk proyek-proyek yang
sifat pelaksanaannya memanjang seperti : proyek jalan, saluran atau
terowongan
c. Arrow Diagram Method, biasanya digunakan untuk proyek-proyek yang
kegiatan satu dengan lain sangat saling berkaitan, seperti proyek gedung
bertingkat.

Jenis dari method scheduling tersebut, biasanya dipilih untuk dapat


memberikan informasi yang jelas tentang penyimpangan waktu yang terjadi.
Pada umumnya yang dilakukan adalah agar batas waktu akhir dari proyek tidak

5 - 26
dilampaui. Karena disamping menghindari pinalti denda, juga menghindari
fluktuasi harga yang cenderung naik.

2. Quality Controll
Quality Controll atau pengendalian mutu pekerjaan, penting untuk dilakukan
karena selain berpengaruh langsung terhadap biaya juga berpengaruh pada
performance (citra) perusahaan . Produk jasa konstruksi adalah berupa
bangunan yang pemanfaatannya berlangsung dalam jangka yang panjang. Oleh
karena itu, hasil pekrerjaan konstruksi adalah merupakan iklan (promosi) jangka
panjang yang gratis bagi pelaksananya (kontraktor). Hal ini yang jarang disadari
sehingga yang dipentingkan adalah pekerjaan dapat diterima oleh pemberi tugas
(pengguna jasa). Pekerjaan yang hasilnya kurang bagus mutunya tetapi dapat
diterima oleh pemberi jasa, karena berbagai alasan, maka bangunan tersebut
akan selalu menjadi iklan yang buruk bagi kontraktor pelaksananya. Citra yang
atas kejadian contoh di atas tidak mudah bahkan sangat sulit diperbaiki oleh
kontraktor yang bersangkutan.
Kualitas pekerjaan perlu dikendalikan agar menghasilkan pekerjaan yang
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Namun ditinjau dari sudut biaya,
disarankan juga bahwa mutu pekerjaan khususnya mutu yang bersifat obyektif
(dapat ukur) seperti kekuatan, dimensi dan lain-lain, perlu dikendalikan agar tidak
berlebihan karena akan merupakan waste yang menambah biaya saja.
Kalau diketahui bahwa standar mutu ada terlalu rendah, maka karena alasan
citra tersebut di atas, kontraktor dapat memberi saran kepada pemilik bangunan
agar persyaratan mutu yang ditetapkan dilakukan peningkatan.
Ada hubungan yang jelas antara mutu pekerjaan dengan biaya pelaksanaan
yang perlu disadari oleh para kontraktor, yang dapat digambarkan dengan
sebuah grafik seperti di bawah ini :

5 - 27
Gambar 11
Grafik Hubungan antara Mutu Pekerjaan dengan Biaya Pelaksanaan

Dari grafik tersebut di atas dapat dibaca bahwa bila mutu pekerjaan di bawah
standar, maka biaya akan naik, hal ini karena akan terjadi pembongkaran
pekerjaan untuk diulang lagi. Tetapi bila mutu pekerjaan lebih tinggi dari standar,
juga akan menaikkan biaya pelaksanaan terhadap biaya standarnya (cost
budget) sebagai misal persyaratan beton K-300 tetapi yang terjadi beton dengan
K-300. Untuk mutu subyektif (yang tidak dapat diukur secara obyektif), misal
mutu pekerjaan lebih bagus secara visual dari yang diharapkan, dalam hal ini
biayanya naik, karena standar pengawasannya terlalu tinggi. Dengan demikian
dalam rangka pengendalian biaya maka mutu pekerjaan pun juga harus
dikendalikan.
Pengelompokan biaya mutual
Total biaya mutu dalam prose pembukuan (akuntansi) dapat ditampilkan
dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :
 Biaya pengawasan mutu (appraisal cost)
 Biaya pencegahan atas kegagalan mutu (prevention cost)
 Biaya kegagalan mutu (Failure cost)

Jadi inti dari manajemen mutu adalah menyediakan budget untuk biaya
pengawasan dan pencegahan dengan tujuan untuk memperkecil kegagalan
mutu. Dalam pengendalian mutu pekerjaan konstruksi saat ini sudah banyak

5 - 28
yang menggunakan sistem yang modern. Bahkan saat ini telah digunakan
standar sistem mutu yang dikenal sebagai ISO 9001 versi 2000.
Khusus untuk pengendalian mutu produk dalam pengendalian mutu modern
meliputi: input, proses dan out put dalam kegiatan produksi (pelaksanaan
proyek). Inti dari pengendalian mutu pekerjaan yang berkaitan dengan biaya
adalah menekan sekecil mungkin terjadinya kegagalan produk, menuju kepada
tingkat ideal yaitu Zero Defect. Secara grafis upaya pengendalian mutu, dalam
manajemen mutu dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 12
Upaya Pengendalian Mutu dalam Manajemen Mutu

3. Safety Controll
Kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, menempati ranking yang
tinggi dalam kecelakaan kerja. Menutut banyak penelitian yang dilakukan telah
terbukti bahwa proses konstruksi memiliki resiko kecelakaan yang tinggi. Namun
hal ini, masih banyak belum disadari oleh para pelaksanaan proyek padahal
akibat kelalaian terhadap safety proyek, dapat menimbulkan tambahan biaya
yang cukup besar.
Hal ini terbukti bahwa kecelakaan di proyek konstruksi masih menempati
ranking tertinggi diantara industry-industri yang lain dan belum kelihatan adanya
penurunan trend yang berarti. Saat ini sudah mulai digalakkan construction
safety yang sangat dikenal dengan istilah K3 (keselamatan dan kesehatan kerja)
di lingkungan proyek konstruksi. Resiko kecelakaan ini menjadi semakin besar
dengan mulai bermunculan proyek-proyek besar untuk memenuhi kebutuhan
manusia dalam kehidupannya. Resiko yang dihadapi oleh proyek konstruksi

5 - 29
banyak disebabkan oleh sifat khusus/specific dari proses konstruksi antara lain
sebagai berikut:
a. Terdiri dari banyak kegiatan yang rawan kecelakaan
b. Kegiatan tidak standar, selalu berubah, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor dari luar
c. Perkembangan/kemajuan teknologi konstruksi yang selalu ada merupakan
suatu tantangan tersendiri
d. Tingginya turn over tenaga kerja konstruksi
e. Banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam proses konstruksi yaitu :
pemerintah, pengusaha jasa konstruksi, industri bahan-bahan konstruksi,
organisasi pekerja dan lain-lain

Construction safety (keamanan konstruksi) mempunyai dua aspek yang penting


yang harus diperhatikan secara bersamaan yaitu :

a. Aspek Kemanusiaan, yaitu keselamatan manusia baik manusia sebagai


pelaksana, pengguna bangunan maupun manusia yang berada di sekitarnya
b. Aspek Ekonomi, yaitu biaya maupun waktu yang hilang sebagai akibat dari
kecelakaan yang terjadi baik biaya secara langsung maupun biaya yang tidak
langsung.

Dengan demikian harus kita pahami dan kita kenali bahwa ada satu lagi yang
berkaitan dengan biaya konstruksi, yaitu “Cost of Safety”.

Cost of Safety
Cost of safety adalah merupakan biaya yang harus diperhitungkan sebagai
bagian biaya konstruksi karena biaya ini tidak dapat dihilangkan dan bahkan
merupakan suatu keharusan untuk mencegah terjadinya tambahan biaya yang
tidak diinginkan dari suatu kecelakaan yang terjadi.Cost of safety ini dapat
digambarkan dalam dua tampilan yaitu berdasarkan jenis atau golongan dan juga
dapat berdasarkan unsur-unsurnya. Untuk keperluan cost budgeting dari cost
controlling, biasanya menggunakan yang berdasarkan atas unsur-unsurnya. Dua
tampilan tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini :

5 - 30
Gambar 13
Unsur-unsur untuk Keperluan Cost Budgeting dari Cost Controlling

Sasaran Pengendalian
Dengan melaksanakan safety system diharapkan cost of safety dapat
dikendalikan ini juga berarti mengendalikan biaya proyek.

Sasaran mengendalikan biaya keamanan, adalah menekan unsur


“Accident Cost” sekecil mungkin, menuju kondisi “zero accident” melalui
peningkatan efektifitas kegiatan inspection dan prevention. Pengurangan total
biaya keamanan dapat digambarkan seperti di bawah ini :

5 - 31
Gambar 14
Pengurangan Total Biaya Keamanan

Inspection dan prevention cost ini di dalam penyusunan cost budget harus
disediakan. Sedang accident cost bila terjadi adalah merupakan suatu resiko
yang diterima.

Pada saat penyusunan safety plan. Ujudnya rencana pengawasan dan


rencana pencegahan yang keduanya dianggarkan di cost budget sebagai
inspection cost dari prevention cost. Safety plan ini disusun berdasrkan atas
pertimbangan-pertimbangan terhadap penyebab dari kecelakaan yang telah
diuraikan di depan.

Tindakan dalam Safety


Dalam construction safety system, diperlukan dua macam tindakan yaitu
tindakan pencegahan dan tindakan penyelamatan/ evakuasi bila terjadi
kecelakaan.
a) Tindakan Pencegahan antara lain adalah :
– Pemakaian alat pelindung/pengaman
– Pemasangan rambu-rambu bahaya
– Penjagaan kesehatan kerja
– Penggunaan tenaga kerja yang diseleksi lebih dulu

5 - 32
– Menyiapkan semua kebutuhan untuk evakuasi korban kecelakaan
– Penggunaan material sesuai persyaratan yang ditetapkan
– Pembuangan material sisa/sampah pada ketinggian dengan cara
yang aman dan bersih
– Penggunaan alat pengangkut yang masih layak pakai
– Penggunaan metode kerja yang aman
– Melakukan pengawasan secara terus manerus
– Dan lain-lain
b) Tindakan Penyelamatan
Bila terjadi kecelakaan maka harus dilakukan tindakan evakuasi /
penyelamatan secara cepat terhadap :
– Korban kecelakaan
– Kondisi bangunan (keamanan struktur bangunan)

Untuk tindakan evakuasi ini, harus dilakukan oleh orang-orang yang sudah
terlatih dan mampu bertindak secara cepat dan tepat.

Untuk pengawasan sistem yang ada, maka perlu adanya petugas khusus
menangani tentang keamanan (safety), baik yang berkedudukan di
lapangan, maupun di kantor Pusat/Cabang.

4. Cost Control
Dalam kegiatan usaha jasa kontruksi pengendalian biaya sangat penting
artinya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini disebabkan
oleh sifat usaha jasa konstruksi (kontraktor) yang selalu menghadapi dilema,
yaitu:
 Harga jual (nilai kontrak) yang bersifat konservatif (relative tetap
nilainya)
 Biaya produksi (biaya pelaksanaan proyek) yang bersifat fluktuatif
selama proses pelaksanaan dan cenderung membesar bila
dikendalikan.

Untuk menghadapi kondisi yang dilematis tersebut diperlukan dua


kemampuan yang sangat mendasar agar perusahaan dapat bertahan hidup
dan dapat berkembang yaitu:

5 - 33
 Kemampuan tentang Construction Cost untuk memenangkan
persaingan harga secara aman (cost estimate)
 Kemampuan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya (cost
control)

Akibat dari kurangnya kedua kemampuan tersebut, dapat menyebabkan


kerugian proyek yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
 Low bid (under bid) yaitu salah dalam cost estimating
 Informasi/pengetahuan yang kurang tentang keadaan/kondisi
pekerjaan.
 Naiknya harga dari sumber daya yang digunakan di proyek selama
proses konstruksi yang tidak diamankan dalam kontrak kontruksi
(response terhadap resiko)
 Kedaan lapangan/cuaca yang buruk yang tidak dapat diperkirakan.
 Pemilihan metode konstruksi (construction method) yang keliru atau
kurang tepat
 Pengawasan dan manajemen yang tidak efektif

Butir pertama sampai dengan keempat adalah merupakan akibat dari


kurangnya pengetahuan tentang construction cost, sedang selebihnya adalah
merupakan akibat dari kurangnya kemampuan dalam kontrol.
Kegagalan akibat kelompok yang pertama tidak dapat diperbaiki setelah
proyek dimulai, tetapi kelemahan kelompok yang kedua masih ada
kesempatan untuk memperbaiki selama proses konstruksi.

Unsur-unsur Biaya
Dalam cost budget, biasanya biaya langsung proyek dirinci menjadi
sebagai berikut :

 Biaya bahan/material
 Biaya upah
 Biaya alat
 Biaya subkontrak

Keempat unsur tersebut adalah sebagai kelompok yang dominan dan


unsur sisanya yang merupakan kelompok minor adalah :

5 - 34
 Biaya overhead proyek (lapangan)
 Biaya umum

Yang menjadi fokus pengendalian biasanya adalah kelompok empat


tersebut di atas, walaupun tidak meninggalkan sama sekali kelompok
minornya. Uraian unsur-unsur biaya tersebut lebih dipengaruhi oleh sistem
akuntansi, yaitu didasarkan atas bukti transaksi biaya yang terjadi. Sedang
dalam cost estimating, biaya dirinci atas item-item pekerjaan seperti format
bid price pada umumnya.

Oleh karena itu cost control disamping berfungsi mengendalikan transaksi


yang ada, hasil akhirnya juga diharapkan dapat memberikan umpan balik
kepada estimator, berapa sebenarnya real cost yang terjadi untuk tiap item
pekerjaan terutama item pekerjaan yang sifatnya dominan.

Dengan kata lain pada saat melakukan tindakan pengendalian


menggunakan unsur-unsur biaya dalam cost budget, sedang dalam
melakukan evaluasi biaya, dilengkapi dengan tinjauan terhadap rincian biaya
dalam cost estimating, yaitu item-item pekerjaan. Namun demikian untuk
proyek yang memiliki item pekerjaan yang banyak sekali, seperi proyek
gedung bertingkat, maka rasanya tidak mungkin bila seluruh item pekerjaan
dievaluasi, karena akan memakan energi yang besar. Bila hal tersebut
ditemui, umumnya pada proyek gedung, maka bila tetrap dikehendaki
evaluasi terhadap real cost dari item pekerjaan, maka dapat ditempuh jalan
sebagai berikut :

 Membagi-bagi cost budget menjadi beberapa bagian dari proyek, yang


secara teknis mudah dipisahkan. Misal untuk proyek gedung, dapat
dibagi-bagi menjadi struktur, finishing dan M/E. Atau misal proyek
terdiri dari lima buah bangunan, maka dibuat lima cost budget untuk
masing-masing bangunan.

 Mengelompokkan item-item yang bernilai kecil (minor) menjadi satu


kelompok kode (satu code item) untuk menyederhanakan cost budget,
dengan demikian pengendalian biaya difokuskan kepada item

5 - 35
pekerjaan yang dominan saja. Sedang item-item pekerjaan yang kecil
pengendaliannya digabung menjadi satu kelompok, kecuali kalau
terjadi penyimpangan yang cukup berarti.

Faktor biaya
Pada dasarnya setiap biaya item terdiri dari dua factor yang dikalikan, yaitu :
 Quantity pekerjaan
 Harga satuan pekerjaan

Namun demikian pada kenyataannya memang ada item pekerjaan yang


tidak memiliki quanty, karena sulit untuk dihitung secara persis, dalam hal ini
biasanya untuk item tersebut quantity sebagai 100% dari harganya
dinyatakan sebagai harga lump sum. Item seperti ini banyak terdapat pada
preliminaries. Untuk keperluan evaluasi terhadap realisasi item ini, biasanya
menggunakan pendekatan prosentase penyelesaian. Misal, bila item
pekerjaan tersebut diperkirakan selesai separuh, berarti nilainya adalah 50%
dari harga lump sum yang ada. Dengan demikian maka sasaran control yang
harus dipahami adalah :
 Tiap unsur dari biaya yaitu biaya bahan, upah, alat, subkontrak, dan
seterusnya
 Faktor dari masing-masing unsure biaya, yaitu quantity dan harga
satuan.

Sering seorang pengendali biaya terjebak hanya pada total biaya saja,
dan pengendalian yang dilakukan hanya terhadap harga satuan saja, pada
hal sering terjadi membengkaknya biaya bisa saja terjadi karena factor
quantitynya yang tidak terkendali dengan baik. Hal ini perlu dipahami benar,
karena kedua hal tersebut berbeda sekali cara pengendalian.
Oleh karena itu, setiap ada penyimpangan biaya, unsur biaya apapun,
harus dapat dipastikan penyimpangan yang terjadi akibat faktor quantity atau
harga satuan atau bahkan karena keduanya.

Sebab-sebab Penyimpangan

5 - 36
Sebab-sebab penyimpangan biaya terhadap budgetnya, untuk masing-
masing unsur biaya dapat dirinci, baik dari faktor quantity maupun dari faktor
harga satuan,antara lain sebagai berikut :
 Biaya bahan/material
Penyimpangan biaya bahan dari faktor quantity dapat disebabkan oleh
hal-hal di bawah ini :
– Kesalahan pengukuran pada saat penerimaan
– Kerusakan bahan yang telah diterima
– Bahan yang telah diterima ternyata tidak sesuai dengan
persyaratan yang ada atau ditolak/direject oleh konsultan
pengawas
– Pemborosan dalam penggunaan di lapangan
– Kesalahan metode pelaksanaan (construction method)
– Kehilangan

Penyimpangan biaya bahan dari nfaktor harga dsatuan dapat


disebabkan oleh hal-hal di bawah ini :
– Kelemahan atau kekalahan dalam negosiasi harga satuan
dengan pihak supplier
– Kelemahan dalam pasal-pasal dalam surat perjanjian pembelian
bahan
– Kekurangan alternatif sumber bahan
– Mutu arang melebihi persyaratan yang diminta karena
keterpaksaan atau kurangnya pengetahuan.

 Biaya upah
Penyimpangan biaya upah dari faktor quantity dapat disebabkan oleh
hal-hal di bawah ini :
– Kesalahan dalam mengopname hasil pekerjaan
– Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan
(terlalu besar/lebih besar dari gambar design)
– Ada pekerjaan ulang (rework)

Penyimpangan biaya upah dari faktor harga satuan, dapat disebabkan


oleh hal-hal di bawah ini :

5 - 37
– Kelemahan dalam negosiasi harga dengan mandor borong
– Kelemahan dalam pasal-pasal/persyaratan yang ada dalam
surat perjanjian
– Kekurangan alternatif sumber tenaga kerja
– Metode pelaksanaan yang tidak efisien
– Produktifitas kerja yang rendah

 Biaya alat
Penyimpangan biaya alat ditinjau dari faktor quantity, dapat
disebabkan oleh hal-hal di bawah ini :
– Kelemahan pengelolaan bahan bakar dan pelumas
– Kelemahan pengadaan dan pengelolaan suku cadang
– Kelebihan menghitung “hour meter” (jam kerja alat), untuk alat
yang disewa berdasarkan jam kerja alat
– Kesalahan memilih metode pelaksanaan
– Kelemahan pengaturan alat di lapangan, sehingga idle

Penyimpangan biaya alat ditinjau dari faktor harga satuan, dapat


disebabkan oleh hal-hal di bawah ini :
– Kelemahan dalam negosiasi dengan pemilik alat yang disewa,
dan supplier suku cadang
– Kelemahan dalam pasal-pasal dalam surat perjanjian sewa alat
dan pembelian suku cadang
– Kesalahan dalam memilih jenis alat
– Kesalahan dalam menetapkan kombinasi dan jumlah komposisi
alat yang bekerja dalam kelompok (grup)
– Kesalahan atau kelemahan dalam pengaturan alat di lapangan
– Kondisi alat yang produktifitasnya rendah.

 Unsur biaya yang lain


Unsur biaya subkontraktor pada umumnya adalah kelemahan dalam
negosiasi, menerima hasil pekerjaan sub, surat perjanjian sub kontrak,
dan kekurangan alternatif pemilihan subkontraktor. Sedang biaya
persiapan/penyelesaian dan biaya overhead, pada umumnya,

5 - 38
cenderung membesar, bila penyelesaian proyek terlambat dan
berlarut-larut, melewati batas waktu yang telah ditetapkan.

Tindakan Pengendalian
Tindakan pengendalian, pada dasarnya adalah mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan pada semua unsur biaya seperti yang
diuraikan di atas. Termasuk melakukan tindakan perbaikan apabila terjadi
penyimpangan.
Tindakan tersebut dilakukan sepanjang proses waktu pelaksanaan
proyek, sampai dengan proyek selesai baik secara fisik maupun administratif.
Yang dimaksud selesai secara administratif adalah sampai dengan proyek
tersebut diserahterimakan kepada pemilik bangunan (serah terima terakhir).
Pada saat serah terima yang pertama, yang biasanya persyaratannya
adalah proyek selesai secara fisik, pelaksanaan proyek masih ada kewajiban
sampai dengan masa pemeliharaan selesai. Selama masa pemeliharaan
tersebut, biaya masih terjadi, khususnya untuk kegiatan pemeliharaan atau
kegiatan perbaikan, bila ada bagian-bagian dari proyek harus diperbaiki.
Pada masa pemeliharaan ini perhatian manajemen (pelaksana
bangunan) kepada proyek tidak berkurang, karena hal tersebut dapat
menyebabkan tidak lancarnya proses penyerahan terakhir dari bangunan.
Sehingga kewajiban untuk memelihara proyek berlarut-larut dan akan
menambah biaya proyek. Dan tidak hanya itu, tetapi ada hal lagi yang sangat
penting, yaitu harus dapat menjaga performance (citra) perusahaan sebagai
pelaksana bangunan.
Semua tindakan dan keputusan yang diambil dalam proses
pengendalian harus mempertimbangkan aspek-aspek biaya, mutu, waktu,
dan keamanan.
Sebenarnya tindakan dan keputusan pengendalian proyek konstruksi
adalah merupakan rangkaian kegiatan panjang (dari penunjukan Mitra kerja
sampai dengan pembayaran jasanya) dan melibatkan banyak personil
bahkan dari tingkat bawah sampai ke tingkat tinggi. Dengan demikian
pengertian pengendalian adalah suatu “team”, bukan perorangan.
Oleh karena itu kekompakan team sangat penting peranannya dalam
kegiatan pengendalian. Ini berate pada saat membentuk organisasi di

5 - 39
lapangan dan mengisin orang-orangnya, harus dipertimbangkan secara
masak. Sebaiknya bila tidak karena terpaksa agar dihindari adanya
perubahan personil atau organisasi selama dalam proses konstruksi.
Bila terjadi kelemahan dalam pelaksanaan maka lebih baik
memperkuat organisasi yang ada daripada harus mengganti personil, yang
tentunya akan memberikan dampak yang merugikan.
Kegiatan pengendalian secara lengkap dapat digambarkan dengan
bagan sebagai berikut :

5 - 40
Gambar 15
Alur Kegiatan Pengendalian

Yang dimaksud Mitra kerja adalah: supplier, subkontraktor, penyewa alat dan
mandor borong

5 - 41
Evaluasi Biaya
Biaya yang terjadi pada proses pelaksanaan, perlu dievaluasi pada
setiap periode tertentu, misal tiap satu bulan. Hal tersebut dilakukan untuk
dapat mengetahui bagaimana hasil tindakan pengendalian pelaksanaan
proyek, pada periode tersebut, bila dibandingkan dengan budgetnya.
Bila terjadi penyimpanan maka masih ada kesempatan untuk dapat
melakukan tindakan perbaikan agar sasaran yang telah ditetapkan tetap
dapat dicapai, setidak-tidaknya mendekati dari budgetnya. Contoh formulir
evaluasi biaya dapat dilihat di bawah ini :

5.12 ARTI PENTING UPDATING


Jarang ditemui suatu kedaan dimana suatu rencana schedule (jadwal) dapat
tepat dengan pelaksanaan di lapangan. Untuk dapat mencapai kondisi demikian
dibutuhkan suatu perencanaan yang amat cermat dan didukung oleh faktor luar
(alam), supaya hal tersebut dapat dicapai. Penandaan prestasi pekerjaan dalam

5 - 42
alat pengendalian (schedule) dilanjutkan dengan penyesuaian urutan kegiatan
disebut dengan updating. Pada umumnya kegiatan ini didukung oleh piranti
komputer dikarenakan proses ini cukup rumit dan membutuhkan ketelitian.
Jika prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan rencana kegiatan, perubahan
konstruksi di lapangan, terjadi permasalahan di lapangan yang belum
terselesaikan dapat menyebabkan terjadinya penundaan pekerjaan (delay).
Untuk mengembalikan prestasi sesuai rencana schedule semula, maka
dibutuhkan revisi schedule untuk memperbaiki deviasi yang terjadi. Kegiatan
revisi schedule ini adalah bagian dari kegiatan rescheduling. Pada umumnya
reschedule dilakukan bersama-sama dengan proses updating. Proses updating
diperlukan terutama untuk mengetahui pengaruh yang terjadi akibat pelaksanaan
di lapangan terhadap rencana schedule penyelesaian pekerjaan/proyek.
Perubahan ini kemungkinan dapat menimbulkan perubahan rangkaian kegiatan
atau terjadinya perbedaan prestasi/progress pekerjaan dari durasi rencana.
Reschedule dilakukan dengan cara menyesuaikan original schedule dengan
kondisi saat ini dan bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya pergeseran konsep
pelaksanaan kontraktor, memperbaiki prestasi kontraktor yang kurang baik dan
untuk melakukan analisis delay.
Kontraktor melakukan updating schedule dengan mempertimbangkan
berbagai faktor. Dalam industri prestasi/progress diciptakan di lokasi proyek
dengan berbagai kendala di lapangan yang harus dihadapi. Situasi ini akan
berbeda dengan seorang scheduler yang mencoba menyusun rangkaian
kegiatan yang dituangkan dalam sebuah schedule hanya berdasarkan informasi
yang terbatas. Schedule yang direncanakan belum tentu dapat mengantisipasi
keadaan yang akan dialami proyek dalam proses pelaksanaan di kemudian hari.
Permasalahan yang tidak tampak atau tidak dapat diprediksi menjadi kendala
utama dalam penyusunan rencana kegiatan seperti perubahan cuaca, perubahan
lingkup pekerjaan, dan kesalahan yang diketahui setelah dilaksanakan di
lapangan. Kemungkinan tidak sesuainya antara rencana, durasi kegiatan, serta
waktu penyelesaian dengan pelaksanaan di lapangan adalah sangat besar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk mengaplikasikan schedule
yang telah disusun guna penyelesaian proyek, maka sudah seharusnya selalu

5 - 43
dilakukan updating serta reschedule (jika diperlukan) untuk mengantisipasi hal-
hal yang tidak dapat diprediksi tersebut di atas.
Schedule yang telah disesuaikan (update) sangat berarti bagi semua pihak
yang terlibat dalam proyek (tidak hanya kontraktor saja). Karena masing-masing
pihak mempunyai kepentingan tersendiri, sehingga harus mengetahui dengan
pasti tentang prestasi pekerjaan dari proyek tersebut. Pihak kontraktor
berkewajiban menginformasikan schedule yang telah disesuaikan (update)
kepada pihak-pihak yang terkait dalam proses pelaksanaan proyek. Jika prestasi
kontraktor melebihi dari rencana, maka pihak pemilik proyek harus mengetahui
akan hal itu, terutama berkaitan dengan rencana pembayaran kepada kontraktor.
Hal ini perlu disiapkan karena berkaitan dengan rencana penyediaan dana
pembayaran oleh owner. Sedangkan kegunaan pemahaman schedule yang telah
disesuaikan (bagi kontraktor) adalah untuk menentukan tindakan selanjutnya
agar prestasinya semakin baik, hal ini dapat dicermati dalam lintasan kritis yang
terjadi dalam schedule yang telah disesuaikan (update).
Pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan schedule rencana tidak hanya
mempercepat proses pengajuan termijn oleh kontraktor, namun juga akan
mempercepat pengembalian retensi yang ditahan oleh owner sebagai jaminan
bahwa kontraktor bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan spesifikasi. Bentuk kontrak tertentu memperbolehkan eliminasi atau
membagi dua retensi jika prestasi yang dicapai kontraktor lebih 50% dan posisi
prestasi di atas dari schedule rencana. Pembayaran yang cepat serta reduksi
retensi akan menambah modal kerja kontraktor, sehingga kontraktor dapat
membayar kepada sub kontraktor serta supplier sebagai kedua pihak yang
sangat menentukan dalam mencetak prestasi di lapangan. Dengan demikian
kondisi keuangan kointraktor dapat lebih baik guna penyelesaian proyek.
Jika salah satu kegiatan dalam rangkaian kegiatan mengalami keterlambatan
maka waktu yang hilang tersebut tidak dapat dikembalikan, pemulihan durasi
konstruksi dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan tertentu, sehingga
deviasi yang terjadi dapat diatasi. Tindakan yang dilakukan dengan cara
mereduksi durasi kegiatan berikutnya jika memungkinkan.
Jika waktu penyelesaian proyek tidak sesuai dengan kesepakatan yang
tertulis dalam kontrak maka harus ditinjau kembali penyebab terjadi

5 - 44
keterlambatan tersebut. Pihak yang bertanggung jawab terjadinya delay dapat
dikenakan denda. Kontraktor harus bertanggung jawab terhadap delay yang
terjadi kepada owner jika penyebab terjadinya delay adalah kontraktor. Demikian
pula owner harus bertanggung jawab kepada kontraktor jika owner adalah
penyebab terjadinya delay. Perencana juga harus bertanggung jawab kepada
kontraktor dan owner jika penyebab terjadinya delay adalah perencana. Semua
pihak yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya delay harus mengetahui
dengan pasti sebab-sebab serta harus dapat membuktikan bahwa mereka bukan
penyebabnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan schedule yang disesuaikan
(update) secara continue, sehingga pengaruh perubahan, kesalahan dan
penundaan dapat digunakan untuk menentukan pihak yang paling bertanggung
jawab terjadinya delay.
Schedule yang telah disesuaikan dapat membuktikan data-data yang penting
yang terjadi pada waktu tertentu. Jika tidak dilakukan updating maka berakibat
kontraktor kehilangan control terhadap proyeknya serta tidak dapat digunakan
sebagai dasar analisis untuk mengajukan perpanjangan waktu.

5.13 FREKUENSI UPDATING


Penyesuaian schedule dapat dilakukan setiap hari, setiap minggu, setiap
bulan, hal ini tergantung dari ukuran proyek, kompleksitas proyek dan
karakteristik proyek. Pada umumnya updating dilakukan setiap bulan sekali,
namun ini bukan merupakan aturan yang mutlak, tetapi lebih ditentukan oleh
pengelola proyek.
Updating schedule dapat digunakan sebagai bahan pertemuan antara pihak
yang terlibat dalam proyek untuk membahas prestasi pekerjaan serta
perencanaan yang akan datang (tindakan koreksi), Dari pertemuan ini
diharapkan masing-masing pihak selalu ingat akan janji dan tanggung jawabnya.
Updating dapat dilakukan berbagai cara misalnya :
a. Identifikasi tanggal mulai dan selesainya suatu kegiatan (actual) atau hanya
menunjukkan bahwa kegiatan tersebut telah selesai (jika tanggal actual tidak
diketahui)
b. Mengestimasi prestasi pekerjaan (persentase) yang telah dicapai, hal ini
dapat digunakan sebagai dasar penentuan prestasi yang telah dicapai untuk
penagihan pembayaran (progress payment)

5 - 45
c. Identifikasi durasi kegiatan untuk memberikan informasi sisa waktu dari
setiap kegiatan. Dapat juga sebagai dasar untuk mengevaluasi durasi yang
tersisa berdasarkan pengalaman di lapangan. Setelah dilakukan updating
sebaiknya network diagram ditampilkan sebagai dasar kontraktor untuk
menyelesaikan pekerjaan untuk memperbaiki metode pelaksanaan serta
untuk menunjukkan pengaruh perubahan yang terjadi dalam proyek.

5.14 CONTOH UPDATING BAR CHART DAN UPDATING NETWORK


DIAGRAM
5.14.1 Updating Bar Chart
Proses yang selalu berkaitan dengan updating adalah penyesuaian bar chart
didasarkan pada kegiatan yang telah dilaksanakan dan sisa pekerjaan yang
belum dilaksanakan. Proses ini akan memberikan informasi mengenai float yang
masih tersedia.

5.14.2 Updating Network Diagram


Untuk melihat karakteristik proyek yang sedang dilaksanakan serta untuk
mengantisipasi deviasi yang terjadi akibat tidak sesuainya pelaksanaan dengan
perencanaan harus dilakukan updating network diagram berdasarkan float tyang
tersisa.
Contoh : Suatu proyek mempunyai data kegiatan sebagai berikut :

DURASI
KEGIATAN DIDAHULUI OLEH
(hari)
A 10
B A 6
C A 18
D E, F 8
E B 17
F B 21
G D 11
H C, F 10
I D, H 6
J H 9
K G, I, J 4

 Gambarkan jaringan kerjanya kemudian hitung waktu-waktu kejadian serta


waktu tenggangnya (float)

5 - 46
 Pada hari ke 18 data hasil pemantauan menunjukkan :
 Kagiatan C akan dimulai 3 hari lagi
 Kegiatan F sudah berjalan 5 hari, tetapi akan membutuhkan
tambahan waktu 3 hari dari jadwal semula
 Kegiatan I tertunda waktu awalnya (ES) selama 10 hari karena
masalah pengiriman bahan
 Kegiatan G harus dimulai bersamaan dengam mulainya kegiatan I
tetapi tidak boleh diselesaikan lebih cepat dari 2 hari sejak
selesainya kegiatan I
 Kegiatan E tepat waktu

Lakukan penyesuaian (updating) dari jaringan Anda dan hitunglah waktu-


waktu kejadian dan waktu-waktu tenggang yang baru serta tentukan jalur
kritis untuk kegiatan-kegiatan sisa.

NETWORK DIAGRAM :

Pengertian jenis float

 Total Float (TF)

5 - 47
Waktu yang masih dapat diperpanjang tanpa mengganguu jadwal
penyelesaian proyek secara keseluruhan.
(LET 2 – EET 1 –DURASI)

 Free Float (FF)


Waktu yang masih dapat digunakan/tersedia dalam suatu kegiatan
tanpa mengganguu kegiatan yang mengikutinya
(EET 2 – EET 1 –DURASI)

 Independent Float (IF)


Waktu yang tersedia dari suatu kegiatan tanpa mengganguu
kegiatan yang ada di depan dan di belakangnya
(EET 2 – EET 1 –DURASI)

Tabel Perhitungan Float

Kegiata
Durasi ES EF LS LF TF FF IF
n
A 10 0 10 0 10 0 0 0
B 6 10 16 10 16 0 0 0
C 18 10 28 10 37 9 9 9
D 8 37 45 37 45 0 0 0
E 17 16 33 20 37 4 4 4
F 21 16 37 16 37 0 0 0
G 11 45 56 45 56 0 0 0
H 10 37 47 37 47 0 0 0
I 6 47 53 50 56 3 3 3
J 9 47 56 47 56 0 0 0
K 4 56 60 56 60 0 0 0
Kegiatan kritis A,B,D,F, G,H,J,K

5 - 48
UPDATING BAR CHART :
Dari bar chart yang telah mengalami penyesuaian (updating) didapat :

Durasi yang terisa


Kegiatan
(hari)
A 0
B 0
C 18
D 8
E 15
F 19
G 11
H 10
I 6
J 9
K 4

UPDATING NETWORK DIAGRAM

5 - 49
5.15 PROGRAM KERJA
A. Pekerjaan Persiapan
Dalam pelaksanaan pekerjaan layanan konsultansi, perlu adanya suatu
program kerja yang konsepsional, efektif dan efisien, sehingga setiap aktivitas
kerja untuk mencapai target sukses pekerjaan dapat terprogram dengan baik.
Program kerja yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan ketentuan dalam
Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Terms of Reference (TOR). Penyusunan
program kerja ini dilakukan berdasarkan :
 Ruang lingkup pekerjaan;
 Volume pekerjaan;
 Batas waktu;
 Keahlian personil;
 Jumlah personil;
 Peralatan yang dipakai;
 Schedule mobilisasi;
 Arahan Pengguna Jasa;
 Aspek-aspek teknis dan non teknis lainnya.

Agar tujuan dan sasaran pekerjaan dapat dicapai sebagaimana yang


diharapkan, maka program kerja akan disusun secara sistematis dan
dilaksanakan berdasarkan urutan pekerjaan efektif dan waktu pelaksanaannya.
Untuk mendapatkan efektivitas yang tinggi atas input konsultan, dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia secara efisien, dibutuhkan suatu
perencanaan dan pelaksanaan sistem layanan konsultansi yang ketat. Hanya
dengan cara ini kualitas maupun kuantitas pekerjaan dapat dikontrol, seraya
menghindari beban pekerjaan puncak yang cukup besar. Beban puncak dalam
pekerjaan memerlukan mobilisasi staf tambahan dan pengenalan terhadap
pekerjaan. Aktivitas yang mengakibatkan berkurangnya kualitas pekerjaan
diupayakan untuk dihindari.

Aktivitas pokok pekerjaan pengawasan teknik meliputi tahapan utama sebagai


berikut :

 Persiapan awal, studi terdahulu;

5 - 50
 Koordinasi konsultan dengan Pemimpin Pekerjaan;
 Koordinasi dengan unsur pekerjaan;
 Koordinasi team konsultan;
 Koordinasi dengan instansi terkait;
 Tahap pengawasan teknik.

B. Evaluasi Gambar Kerja


Dalam evaluasi gambar kerja, beberapa hal yang dijadikan perhatian adalah :
1) Apabila ada keragu-raguan mengenal dimensi satuan, Penyedia Jasa
Pemborongan wajib menanyakan terlebih dulu kepada Konsultan
Pengawas.
2) Dasarnya bila ada perbedaan/konflik antara gambar dan uraian pekerjaan
dan persyaratan pelaksanaan, maka yang berlaku adalah yang tertulis.
Ketentuan tersebut berlaku bila tidak ada ketentuan lain dari Konsultan
Pengawas dan atau Konsultan Perencana.
3) Meskipun demikian, setiap kali ada perbedaan, ketidaksesuaian atau
keraguraguan di antara gambar kerja, maka sebelum melaksanakan
pekerjaan tersebut, Kontraktor harus melaporkan secara tertulis kepada
Konsultan Pengawas, dan Konsultan Pengawas memberikan keputusan
gambar mana yang akan dijadikan pegangan, sesudah berunding dengan
Konsultan Perencana.
4) Perbedaan-perbedaan tersebut tidak boleh dijadikan alasan bagi
Kontraktor untuk mengadakan claim pada waktu pelaksanaan.

C. Pembuatan Shop Drawing


1) Shop drawing merupakan gambar detail pelaksanaan yang harus dibuat
kontraktor berdasarkan gambar perencanaan/gambar kerja yang
disesuaikan dengan keadaan lapangan dan/atau persyaratan pabrik dan
bahan yang dipakai.
2) Shop drawing ini harus memberikan semua data yang diperlukan
termasuk keterangan produksi, bahan, cara pemasangan, dimensi dan
lain-lainnya.

5 - 51
3) Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan berdasarkan shop drawing
tersebut yang sebelumnya telah diajukan dan mendapat persetujuan
tertulis dari Konsultan Pengawas.
4) Pada dasarnya kontraktor diwajibkan membuat shop drawing apabila ada
persyaratan khusus dari pabrik/produksi bahan tertentu dan/atau belum
tercakup secara lengkap dalam gambar kerja, dan/atau disesuaikan
dengan kondisi lapangan.

D. Dokumentasi Pelaksanaan Konstruksi


Kontraktor harus membuat foto-foto berwarna dari bagian-bagian pekerjaan
yang sedang dilaksanakan atau yang telah selesai dilaksanakan seperti yang
diminta oleh Direksi/Pengawas Lapangan. Contoh-contoh foto harus diserahkan
kepada Direksi/Pengawas Lapangan pada akhir setiap bulan. Ukuran foto
sekurang-kurangnya ukuran postcard dan dipasang pada album. Keterangan
yang menyebutkan kegiatan/macam pekerjaan dan tanggal pengambilan harus
disertakan ukuran masing-masing foto.
Dari contoh yang dipilih Direksi/Pengawas Lapangan, Kontraktor harus
membuat foto dokumentasi 3 (tiga) set dalam waktu 2 (dua) hari sesudahnya.
Negatif foto dokumentasi tersebut menjadi milik Pemberi Tugas atau
Konsultan Pengawas/Pengawas Lapangan dan tidak diijinkan untuk membuat
cetakan dan negatif tanpa persetujuan tertulis dari Pemberi Tugas atau Konsultan
Pengawas/Pengawas Lapangan untuk diserahkan kepada siapa pun.

E. Mobilisasi dan Demobilisasi


Yang dimaksud dengan mobilisasi dan demobilisasi mencakup :
1) Pembongkaran dan pemindahan semua instalasi sementara, peralatan
pembangunan dan peralatan lainnya, sedemikian rupa sehingga lokasi
kegiatan bersih dan teratur kembali dan diterima baik oleh Pengawas.
2) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah Kontraktor menerima surat pelulusan,
Kontraktor harus memasukkan rencana kepada Konsultan Pengawas/
Pengawas Lapangan mengenai prosedur mobilisasi.
3) Hal ini harus menjamin dilaksanakannya mobilisasi di atas dalam waktu 10
(sepuluh) hari setelah Konsultan Pengawas/Pengawas Lapangan
memberikan nota dimulainya pekerjaan, peralatan harus sudah berada di
lokasi kegiatan sesuai dengan jadwal dibutuhkannya alat-alat tersebut.

5 - 52
4) Kontraktor diharuskan mengajukan daftar terperinci tentang peralatan yang
akan digunakannya untuk melaksanakan pekerjaan. Daftar tersebut harus
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan disetujui oleh Pengawas Lapangan
dalam hal fungsi dalam pekerjaan, kapasitas, jumlah, tahun pembuatan,
pabrik pembuat, kondisi dan rencana waktu tiba di tempat pekerjaan.
Kontraktor wajib mendatangkan alat-alat tersebut tepat pada waktunya sesuai
dengan jadwal pemakaian.
5) Kontraktor dalam keadaan apapun tidak dibenarkan untuk memindahkan alat-
alat tersebut sebagian atau seluruhnya, selama pelaksanaan pekerjaan tanpa
persetujuan Pengawas Lapangan.
6) Kontraktor diharuskan untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk
melaksanakan tiap-tiap bagian/komponen/tahap pekerjaan sebelum
pekerjaan tersebut dimulai. Penyediaannya di tempat pekerjaan dan
persiapannya harus terlebih dahulu mendapat pemeriksaan dan persetujuan
dari Pengawas.

F. Material/Bahan Bangunan
1) Kontraktor harus mengajukan contoh material dan daftar tertulis kepada
Pengawas untuk mendapat persetujuan tentang tempat asal/sumber dan
macam bahan bangunan yang dipesan untuk digunakan dalam pekerjaan,
yaitu : koral, split, pasir, besi beton, PC untuk mendapatkan persetujuan
Pengawas.
2) Contoh-contoh yang telah disetujui oleh Pengawas akan dipakai sebagai
standar/pedoman untuk memeriksa/menerima material yang dikirim oleh
Kontraktor ke lapangan.
3) Kontraktor diwajibkan untuk membuat tempat penyimpanan contoh-contoh
yang telah disetujui Pengawas.
4) Sebelum dilaksanakan pemasangan, Kontraktor diwajibkan memberikan
kepada Pengawas “certificate test” dari bahan-bahan besi dan portland
cement dari produsen/pabrik.
Persyaratan bahan bangunan yang digunakan antara lain adalah :
a) Portland cement

5 - 53
• Semen yang digunakan harus semen Portland jenis I atau II atau V
yang memenuhi Standard Semen Indonesia (NI-8-1964) dan ASTM
C-150.
• Umur semen yang akan digunakan tidak boleh lebih dan 2 bulan.
• Semen yang telah menggumpal tidak boleh digunakan.
• Kadar alkali maksimum 0,40%.

b) Agregat :
• Agregat beton dapat berupa agregat hasil desintegrasi alami atau
buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu, tetapi agregat
tersebut harus memenuhi test, standard laboratorium dan
mempunyai gradasi yang memenuhi persyaratan ASTM 0-33.
Agregat kasar harus mempunyai susunan gradasi yang baik, cukup
syarat kekerasannya dan padat (tidak porous). Selain itu, agregat
beton yang digunakan haruslah bersih, uncoated, keras dan
terbebas dan lumpur, garam, partikel pipih dan material-material
merusak lainnya seperti alkali, organik dan bahan-bahan lunak &
ekspansif.
• Sumber-sumber pengambilan agregat terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan Konsultan Pengawas. Kontraktor harus
menyediakan sample agregat seberat 25 kg untuk setiap ukuran dari
sumber pengambilan agregat yang akan digunakan untuk disetujui
pengawas. Jika pengawas memandang perlu untuk mengadakan
pemeriksaan di laboratorium, maka pemeriksaan tersebut sudah
harus diperhitungkan di dalam penawaran.
• Dimensi maksimum dari agregat kasar tidak lebih dari 20 mm dan
sesuai dengan ASTM Grade Size #67 (19,0 sampai 4,75 mm).
• Pasir harus terdiri dari butir-butir yang bersih, tajam dari bebas dan
bahan-bahan organik, tanah lempung dan sebagainya.

c) Air :
• Air yang digunakan harus air tawar yang bersih, segar dan tidak
mengandung minyak, asam, alkali, garam, dan bahan organik atau
bahan lain yang dapat menurunkan mutu pekerjaan dan sesuai
dengan pasal 3.6 P81 1971 dan pasal 9 PUBI – 1982.

5 - 54
• Apabila dipandang perlu, Pengawas dapat minta kepada Kontraktor
supaya air yang dipakai diperiksa di laboratorium pemeriksaan
bahan yang resmi dan sah atas biaya Kontraktor.

d) Baja tulangan :
• Besi beton harus bebas dari karat, sisik, oli, gemuk dan kotoran-
kotoran lain yang dapat mengurangi lekatannya pada beton dan
harus memenuhi persyaratan dalam PBI 1971.
• Baja tulangan harus mempunyai tanda standard SII dengan ukuran
sesuai dengan dokumen lelang.
• Kontraktor harus memberikan copy sertifikat dari pabrik mengenai
kekuatan dan ukuran baja tulangan.
• Untuk mendapatkan jaminan akan kualitas besi yang diminta, maka
disamping adanya sertifikat dari pabrik, juga harus ada/dimintakan
sertifikat dari laboratorium baik pada saat pemesanan maupun
secara periodik minimum masing-masing 2 (dua) contoh percobaan
(stress strain) dan pelengkung untuk setiap 20 ton besi. Pengetesan
dilakukan pada laboratorium-laboratorium yang disetujui oleh
Pengawas.

e) Admixture :
• Untuk setiap penggunaan admixture yang dianggap perlu,
Kontraktor diminta terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari
Pengawas mengenai hal tersebut.
• Untuk itu Kontraktor diharapkan memberitahukan nama
perdagangan admixture tersebut dengan keterangan mengenai
tujuan, data-data bahan, nama pabrik produksi, jenis bahan mentah
utamanya, cara-cara pemakaiannya, resiko-resiko dan keterangan-
keterangan lain yang dianggap perlu.
• Admixture yang mengandung unsur clorida, flourida, ion sulfide, ion
nitrat dan unsur-unsur lainnya yang dapat merusak bahanbahan
beton dan tulangan baja tidak boleh digunakan pada pekerjaan ini.
• High-range water-reducing, jika diijinkan untuk digunakan, harus
sesuai dengan persyaratan ASTM C494 type F atau G.

5 - 55
5.16 ORGANISASI DAN PERSONIL
A. Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan
Berdasarkan metodologi dan pendekatan penanganan pekerjaan sebagaimana
telah diuraikan, maka disusun organisasi pelaksana pekerjaan dalam rangka
koordinasi, pertukaran informasi, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan
pekerjaan secara makmimal serta struktur organisasi tim konsultan. Untuk itu,
sistem koordinasi pekerjaan ini dengan struktur organisasi seperti diperlihatkan
pada Gambar 16, yang mempunyai sasaran pokok sebagai berikut :

Gambar 16
Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan

B. Sasaran eksternal
Dalam arti tujuan koordinasi, pertukaran informasi, evaluasi dan pengendalian
pelaksanaan pekerjaan antara Tim Konsultan dengan Suku Dinas Kesehatan
Kabupaten Kotabaru.

C. Sasaran internal
Dalam arti koordinasi, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan di dalam Tim
Konsultan sendiri, baik dalam tahap persiapan maupun tahap pengawasan.
Koordinasi dilakukan antara anggota tim dan angota tim dengan ketua tim sesuai
tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota tim.

5.17 PELAPORAN
1. Laporan Mingguan Laporan Bulanan

5 - 56
memuat :
 Evaluasi pelaksanaan pekerjaan fisik
 pembangunan dan pengawasan yang harus dicocokkan dengan
 rencana kerja Network Planning dalam jangka waktu
 pelaksanaan selama 1 (satu) minggu;
 Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya : setiap 7 (tujuh)
 hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 (lima) buku
laporan.
2. Laporan Bulanan Laporan Bulanan
memuat :
 Evaluasi pelaksanaan pekerjaan fisik
 pembangunan dan pengawasan yang harus dicocokkan dengan
 rencana kerja Network Planning dalam jangka waktu
 pelaksanaan selama 1 (satu) bulan;
 Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya : setiap 30 (tiga
 puluh) hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 (lima) buku
laporan.
3. Laporan Akhir Laporan Akhir
memuat :
 Laporan Akhir (Final Report) yang isinya
 mengenai ringkasan pekerjaan konstruksi yang telah
 dilaksanakan;
 Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya : 210 (Dua Ratus
 Sepuluh) hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 (lima)
 buku laporan dan cakram padat (compact disc) atau Flashdisk (jika
diperlukan).
4. RKK Konsultansi Konstruksi Pengawasan RKK Konsultansi Konstruksi
Pengawasan memuat : Rencana Keselamatan Konstruksi yang akan
dilaksanakan oleh Konsultan Konstruksi Pengawasan;

5.18 KESIMPULAN

5 - 57
a. Owner diajak memahami tentang pengertian, prosedur dalam
pelaksanaannya, lingkup tugas, hak dan kewajibannya sebagai anggota
konsultan supervisi.
b. Diperkenalkan juga tentang indikator/kinerja proyek yang bisa dipakai
sebagai alat ukur atas keberhasilan pelaksanaan proyek.
c. Juga diperkenalkan aspek-aspek pengendalian yang perlu dilakukan oleh
seorang supervisi.

5.19 TINDAK LANJUT


Untuk bisa menjadi supervisor yang profesional, peserta diminta untuk :
1. Mempelajari dan memahami dari apa yang tertulis di dalam modul, syukur
syukur juga dipelajari buku-buku referensi yang digunakan dalam modul ini.
2. Mengamati proses pelaksanaan pekerjaan di lapangan dan menerapkan apa
yang sudah diperoleh selama mengikuti pelatihan dan membandingkan untuk
memperkaya atau meningkatkan kompetensinya di bidang pengawasan.
3. Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan bagian-bagian yang terkait
agar diperoleh hasil yang optimal dalam pengawasan pekerjaan

5 - 58

Anda mungkin juga menyukai