KELOMPOK 8
LINDA RUMAPASSAL (120341812)
LENI KOSAPLAWAN (120121824)
NONSIATA REFWUTU (12011809)
KELAS/SEMESTER : V
2020/2021.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa atas rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal itu karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Oleh kerena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari Dosen pengajar.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan.
Ambon, Nov,2020
Kelompok 8
DAFTAR ISI
Daftar Isi......................................................................................................2
BAB I............................................................................................................3
Laporan Pendauluan...................................................................................4
BAB II...........................................................................................................5
BAB III..........................................................................................................7
Pengkajian...................................................................................................8
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel otak sehingga
mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.(Wahyudi
Nugroho, 2002, hal 176)
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang
menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan tingkah
laku.(Sylvia, A. Price, 2006, hal 1134)
Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.(Arif Muttaqin, 2008, hal 364)
Kesimpulannya, penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif yang menyerang sel otak secara
progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan memori, berpikir tingkah laku dan
kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
B. Etiologi
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum
satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai penyebabnya, yaitu :
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer(meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus
lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit
dibuktikan.Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang
menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer.
2. Proses Autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif terhadap otak
pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigaloid(suatu kompleks protein dengan ciri seperti
pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya
terdiri atas rantai-rantai IgG dan yang lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa komplek
antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan di dalam
lisosom.
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik, maka dapat
menyebabkan perubahan neuofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa
klien dengan penyakit Alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologi yang menyertai penyakit ini
berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium.
C. Patofisiologi
Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran sulci serebral,
penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.
Terjadinya penyakit Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan hilangnya
kemampuan selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel otak baik di kortikal maupun
struktur subkortikal misalnya sel cholinergik mengakibatkan menurunnya produksi neurotransmiter
acethylcoline sampai dengan 75 %.Hal ini yang kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro
transmiter lain yang mengalami penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.
Secara mikroskopik pasien alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang berupa “Neuritic
Plague, Neurofibrillary tangles” serta adanya degenerasi granulo vaskuler.Neuritic Plague mengelilingi
sel-sel saraf terminal baik akson maupun dendrit yang mengandung amiloid protein.Penumpukan
Neuritic Plague pada frontal korteks dan hipokampus mengakibatkan penurunan fungsi. Neurofibrillary
Tangles merupakan massa fibrosa pada sel saraf. Disamping itu kemungkinan degeneratif sel otak juga
terjadi akibat proses metabolisme. Dimana pada pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan
terjadi penurunan metabolisme sekitar 25 %.
D. Manifestasi Klinis
Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi secara
bertahap, termasuk :
Gejala stadium awal yang sering diabaikan dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian
normal dari proses otak menua. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :
Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Dan klien menunjukan gejala sebagai
berikut :
a. Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang
b. Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah
c. Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja
d. Sangat bergantung pada orang lain
e. Semakin sulit berbicara
f. Membutuhkan bantuan untuk membersihkan diri
g. Terjadi perubahan perilaku
h. Adanya gangguan kepribadian
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum
didapatkan:
· atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
2. Pemeriksaan neuropsikologik
· Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
· Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak
yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa..
3. CT Scan
· Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala
klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
4. MRI
· Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada
ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.Selain didapatkan kelainan di
kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus,
amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
· MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain,
dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
5. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer
didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer.Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat
kerusakan fungsional dan defisit kogitif.Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara
rutin.
8. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium
ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin,
B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
yang dilakukan secara selektif.
G. Komplikasi
· Pneumonia
· Kontraktur
· Dekubitus
H. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih
belum jelas.
a. Pengobatan Simptomatik
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik
penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki
memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-
obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita
Alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis
3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses
belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak
menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan
dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk
memperbaiki fungsi kognitif.
5. Haloperidol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku.
Pemberian oral haloperidol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila
penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-
100 mg/hari).
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC
transferace.Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase,
kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan,
disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
b. Terapi Nonfarmakologi
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis. Keluhan utama yang sering
menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat,
perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak ekstremitas.
Pada anamnesa, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada beberapa kasus,
keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan kacau serta sering
keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan
anggota keluarga yang menjaga klien.
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, penggunaaan obat-obatan anti ansietas dalam jangka waktu yang lama. Dan riwayat Sindrom
down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer pada usia empat puluhan.
Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas.Diperkirakan 10-30%
klien Alzheimer menunujukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer familiar
(FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan Diabetes mellitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya
penyakit.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam masyarakat.Adanya pperubahan hubungan dan peran kerana klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
6. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengrah pada keluhan-keluhan klien, oemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per
sistem dan terarah(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan pada B3(Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan klien.
1. Keadaan Umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi
neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubhan pada tanda vital meliputi bradikardi,
hipotensi, dan oenurunan frekuensi pernapasan.
a. B1 (BREATHING)
Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi , makanan atau saliva,
dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
1. Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
4. Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas.
b. B2 (BLOOD)
Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan
tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
c. B3 (BRAIN)
Pengkajian B3(brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan status kognitif klien.
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status
3. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
a. Saraf I. Biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.
b. Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia. Klien dengan
penyakit Alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
c. Saraf III, IV, VI. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak ditemukan adanya kelainan
pada nervus ini.
d. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
f. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan penurunan aliran
darah regional.
g. Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.
i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.Indra pengecapan
normal.
5. Sistem Motorik
· Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi
motorik secara umum.
· Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status
kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
6. Pemeriksaan Refleks
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks postural ,
apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan
dengan gaya berjalan seperti di dorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan(salah
satunya ke depan atau ke belakang) dapat menimbulkan sering jatuh.
7. Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan terhadap sensorik
secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati yang dihubungkan
dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
a. B4 (BLADDER)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer.Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat
progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.
b. B5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan
fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktifitas umum, klien sering mengalami
konstipasi
c. B6 (BONE)
Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum
dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan pemenuhan aktivitas
sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan
karena perubahan pada gay berjalan dan kaku seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma
fifik bila melakukan aktivitas
B. Diagnosa Keperawatan
2.Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan perubahan proses
pikir
3.Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan
perubahan proses pikir.
5.Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit
6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan komunikasi
7.Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan
C. Intervensi Keperawatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan memori dengan
kriteria hasil :Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan
berkurangnya gelisah
Intervensi Rasional
3. Pajang foto keluarga, teman, dan rumah mengingat diri dan keluarga
7. Pemberi perwatan sebaiknya orang yang sama mudah mengingat dan lebih kooperatif
2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan perubahan
proses pikir
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku
peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
· klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
· Mengidentifikasikan individu / keluarga yang dapat membantu
Intervensi Rasional
1. Hindari aktifitas yang tidak dapat dilakukan Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal ini
klien dan bantu bila perlu dilakaukan untuk mencegah frustasi dan harga diri
klien
2. Ajarkan dan dukung klien selama aktifitas Dukungan pada klien selama aktifitas dapat
meningkatkan perawatan diri
3. Gunakan pagar disekeliling tempat tidur Memberi bantuan dalam mendorong diri untuk
bangun tanpa bentuan orang lain serta mencegah
klien mengalami trauma
5. Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum, Menigkatkan latihan dan menolong mencagah
dan meningkatkan aktifitas konstipasi
3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
dan perubahan proses pikir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
Intervensi Rasional
2. Observasi / timbang berat badan jika Tanda kehilangan berat badan dan kekurangn
memungkinkan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah
katabolisme
3. Kaji fungsi sistem Gastrointestinal yang Fungsi sistem gastrointestinal sangant penting
meliputi suara bising usus untuk makanan
4. Anjurkan pemberian cairan 2500 cc / hari Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan
selama tidak terjadi gangguan jantung ventilator selama tidak sadar dan mencegah
terjadinya konstipasi
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang efektif dengan
kriteria hasil:
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi Gangguan bicara ada pada banyak klien yang
mengalami penyakit Alzheimer
3. Letakkan bel/lampu panggilan ditempat yang Ketergantungan klien pada ventilator akan lebh
mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara baik, rileks, perasaan aman, dan mengerti bahwa
menggunakannya selama menggunakan ventilator perawat akan
memenuhi segala kebutuhannya
4. Buatlah catatan dikantor perawatan tentang Mengingatkan staf perawat untuk berespons
keadaan klien yang tak dapat berbicara dengan klien selama memberikan perawatan
5. Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat Keluarga dapat merasakan akrab dengan berada
dengan klien untuk berbicara dengan klien dekat klien selama berbicara
memberikan informasi tentang keluarganya
6. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu dalam
membentuk peningkatan latihan percakapan dan
membantu patugas kesehatan untuk
mengembangkan metode komunikasi
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, koping menjadi efektif dengan kriteria hasil :
· mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang situasi yang terjadi
· Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi Rasional
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
Menentukan bantuan individual dalam menyusun
rencana perawatan
3. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh Mendukung penolakan terhadap perasaan negatif
seperti sekarat terhadap gambaran tubuh
4. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh Klien Alzheimer sering merasakan malu, sehingga
klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan
5. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
hari untuk mencegah waktu tidur yang terlalu banyak
yang dapat mengarah pada tidak adanya keinginan
dan apatis.
6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri pada pasien dengan kriteria hasil :
Intervensi Rasional
1. Monitor fungsi motorik dan keseimbangan Menetapkan kemungkinan jatuh
berjalan
2. Berikan alat bantu tongkat atau kursi roda Membantu melakukan pergerakan dan
mengurangi resiko jatuh
3. Jelaskan pada pasien setelah bangun tidur Postural hipotensi kemungkinan terjadi sehingga
tidak langsung melakukan pergerakan dapat mengakibatkan pasien jatuh
4. Penerangan yang cukup dan lantai tidak licin Mengurangi resiko jatuh
6. Letakkan benda-benda pada tempat semula Tidak membingungkan pasien dan meningkatkan
dan hindari merubah-rubah tempat daya ingat
7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil:
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat gangguan kemampuan atau Mengidentifikasi resiko potensial dilingkungan dan
kompetensi, munculnya tingkah laku yang impulsif. mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan
lebih sadar akan bahaya
2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya Seseorang dengan gangguan kognitif merupakan
dalam lingkungan. awal untuk mengalami trauma sebagai akibat
ketidakmampuan untuk bertanggung jawab
terhadap keamanan
4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau Perlambatan proses metabolisme secara umum
kebutuhan individu mengakibatkan penurunan suhu tubuh
5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping Pasien mungkin tidak dapat melaporkan tanda
obat atau gejala dan obat dapat dengan mudah
menimbulkan kadar toksisitas pada lansia.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Contoh kasus :
Ny. X berusia 70 tahun mempunyai riwayat diabetes mellitus dan kolesterol tinggi.
Saat ini beliau datang ke rumah sakit dengan keluhan mudah lupa dalam mengingat sesuatu,
kesulitan bicara. Pasien juga mengatakan juga bermasalah dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-harinya seperti mandi dan berpakain dan suami pasien juga mengatakan Ia menjadi
semakin keras kepala dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain
ketika ia merasa terganggu. Hasil pemeriksaan terdapat gangguan neurologis yaitu disorientasi
waktu, tempat, dan orang . Pemeriksaan fisik S: 37°C, TD: 130/90, RR: 15 x/menit, N: 65
x/menit. Diagnosa medis menyataka bahwa Ny. X menderita alzheimer.
F9
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
peNo. RM :…………………..............
Tanggal : 21 november 2016
Tempat :
I. DATA UMUM
1. Identitas Klien
Nama : Ny. X Umur : 70 tahun
Tempat/Tanggal lahir : Jenis kelamin : L / P / ( perempuan )
Status perkawinan : M / BM / J / D Agama :Islam
Pendidikan terakhir : SD ( tamat ) Suku : Jawa
Pekerjaan : petani Lama bekerja : -
Alamat : jln.kaliurang gang nangka no.57
Telp :-.
Tanggal masuk RS : 21 november 2016 Ruangan :-
Golongan darah : - Sumber Info :-
V. RIWAYAT PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
1. Pola koping : Pasien dibantu oleh keluarganya untuk kembali sembuh
2. Harapan klien thd keadaan penyakitnya : Pasien berharap dapat seembuh dari penyakitnya
3. Faktor stressor : Pasien mengalami stres akibat penyakitnya
4. Konsep diri : Baik, dapat menerima kenyataan dan berusaha sembuh
5. Pengetahuan klien ttg penyakitnya : Kurangnya pengetahuan
6. Adaptasi : Pasien dapat menyesuaikan diri dengan baik dilingkungan rumah sakit
7. Hubungan dengan anggota keluarga : Hubungan pasien dengan anggota keluarga sangat baik
8. Hubungan dengan masyarakat : Hubungan pasien dengan masyarakat Baik
9. Perhatian thd org lain & lawan bicara : Baik
10. Aktifitas sosial : Pasien menjalankannya dengan baik
11. Bahasa yang sering digunakan : Bahasa Indonesia
12. Keadaan lingkungan : Bersih dan nyaman
13. Kegiatan keagamaan / pola ibadah : Pasien melakukan peribadahan dengan baik
14. Keyakinan tentang kesehatan : Pasien dan keluarga yakin akan kesembuhannya
Sebelum MRS : nafsu makan klien menurun, jumlah makan klien 2x sehari, jumlah
makan klien yang masuk kurang satu porsi.
Setelah MRS : nafsu makan klien meningkat, jumlah makan klien 4x sehari jumlah
makan klien yang masuk lebih dari 2 porsi.
Klien sering makan makanan yang banyak mengandung karbohidrat,
dan mengandung kalsium untuk menjaga kesehatan klien serta
meningkat status klien.
2. Minum
Sebelum MRS : jumlah minum klien 1000cc/ hari dengan air mineral.
Setelah MRS : jumlah minum klien masih sama 1000cc/hari dengan air mineral.
3. Tidur
4. Eliminasi Fekal/BAB
Sebelum MRS : frekuensi BAB 1x 24 jam, warna feses kuning, bau khas,
Setelah MRS : frekuensi BAB 3x 24 jam, warna feses kuning ,bau khas.
5. Eliminasi urine/BAK
Sebelum MRS : frekuensi BAK 2x 24 jam, volume urine 400cc, warna kuning bau urine
khas.
Setelah MRS : frekuensi BAK 3x 24 jam, volume cairan 400cc, warna kuning, bau
urine khas.
Sebelum MRS : klien makan, mandi, berpakain, kerapian, buang air besar, buang air
kecil, dibantu oleh suami/keluarga.
Setelah MRS : klien makan, mandi, berpakaian, kerapian, buang air besar, buang air
kecil, dibantu oleh orang/perawat.
7. Personal hygiene
Sebelum MRS : klien mandi, mencuci rambut, memotong kuku, kerapian, penampilan
biasanya dibantu oleh keluarga/suami.
Setelah MRS : klien mandi, mencuci rambut, memotong kuku, kerapian, penampilan
dibantu oleh orang/perawat.
1. Keadaan umum
Kelemahan :-
Perubahan mood : -
Vital sign :-
Tingkat kesadaran : klien mampu membuka mata, klien mampu berbicara, klien mampu untuk
bergerak berdasarkan instruksi.
Ciri-ciri tubuh : TB : 150 cm.BB 45 kg,kulit keriput, rambut berwarna putih, muncul bercak hitam dan
putih pada kulit.
2. Head to toe
o Kulit/integumen : Warna kulit telinga luar sawo matang, tekstur keriput, suhu kulit normal
/alamiah.
o Mata/penglihatan : ketajaman penglihatan klien kabur, sclera putih dan jernih, ukuran
isocor, warna gelap, reaksi terhadap cahaya miosis. Reflex pupil sama besar, dan bereaksi terhadap
cahaya, kunjungtiva anemis, lapang pandangan kurang jelas, penglihatan klien terasa kabur apabila tidak
menggunakan kacamata.
o Hidung/penghiduan : Bentuk simetris, struktur bagian dalam merah muda, fungsi penciuman
klien kurang baik.
o Telinga/pendengaran : Bentuk simetris, struktur bagian luar sawo matang, tidak terdapatlesi,
kulit telinga berkurang elastisitasnya. Fungsi pendengaran kurang baik, tidak ada nyeri, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
o Mulut dan gigi : Bibir berwarna pucat, simetris,kelembaban baik, mukosa mulut merahmuda
baik, gigi kurang bersih, ada caries, gigi tidak lengkap, keadaan gusi kurang baik, tidak ada peradangan.
Fungsi mengunya kurang baik, fungsi pengecapan tidak begitu baik, fungsi bicara kurang jelas, bau
mulut, reflex menelan juga kurang baik.
o Leher : saat diraba tidak terdapat pembengkakan kelenjar getah bening, kelenjar tryroid dan
sub mandi bulalis baik, kaku kuduk dan sulit menelan tidak ada.
o Dada :
I :Bentuk dada simetris , kwalitas nafas cepat, klien tidak ada batuk dan tidak
menggunakan alat bantu pernapasan.
o Abdomen :
o Perineum & genitalia : Kebersihan klien terjaga, klien tidak pernameng alami, peradangan,
perdarahadan ,pembengkakan.
o Extremitas atas & bawah : bentuk tangan simetris, terdapat kontraksi otot, rentang gerak
melawan gaya gravitasi. Bentuk kaki simetris, terdapat kontraksi otot, dan rentang gerak melawan gaya
gravitasi.
A. ANALISA DATA
DS : Klien mengatakan ia sering mengalami mudah lupa dalam mengingat Ketidak adekuat Gangguan memori
sesuatu anstimulasi intelektual (D.0062)
DO:
Pada pemeriksaan neorologis menunjukan bahwa ia mengalami
disorentasi terhadap tempat dan waktu, pesien juga mengalami kesulitan
dalam test ingatan sederhana gagal mengingat sesuatu dari enam objek
yang diperlihatkan padanya, sepuluh menit sebelumnya tidak dapat
mengingat nama orang tua atau saudara kandungnya.
Vital sign :
TD : 125/85 mmHg
S : 35,50C
N : 75x/ menit
R : 18x/ menit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
GANGGUAN MEMORI
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
Observasi:
D. IMPLEMENTASI
Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang terakir kali diucapkan, jika perlu
Jam Koreksi kesalahan orientasi Fasilitas meningat kembali masa lalu, jika perlu.
08: 10 Edukasi:
Perkenalkannamasaatmemulaiinteraksi.
Jam
Orientasitempat, otrang, danwaktu.
08: 40
Berikanwaktuistirahatdantidur yang cukupsesuaikebutuhan.
Edukasi :
Jam
08: 50
Jam
08: 55
Jam
08:59
E. EVALUASI
Vital sign :
TD : 120/85 mmHg
S : 36,50C
N : 86x/ menit
R : 18x/ menit
A : Masalahteratasi
P : Lanjutkanintervensi
-Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel otak sehingga
mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum
satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai penyebabnya, yaitu virus
lambat, proses autoimun, dan keracunan aluminium.
-Saran
Apabila anggota keluarga megalami gejala-gejala seperti diatas, harus segera di konsultasikan kepada
dokter agar masalahnya dapat segera teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2002. Asuhan Keprawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba
Medika
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Tarwoto dan Wartonah, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Sagung Seto