Anda di halaman 1dari 55

PROSEDUR PEMERIKSAAN RADIOGRAFI PELVIS

PADA KLINIS DISLOKASI HIP JOINT : SERIAL KASUS

Proposal Karya Ilmiah

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Pendidikan Radiologi Program Diploma Tiga

Oleh :
Gora El Praba
NIM P1337430318039

PROGRAM STUDI RADIOLOGI PURWOKERTO PROGRAM DIPLOMA TIGA


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL

Judul Tugas Akhir : Prosedur Pemeriksaan Radiografi Pelvis Pada

Klinis Dislokasi Hip Joint


Nama : Gora El Praba
NIM : P1337430318039

Telah dilakukan Seminar Proposal dan diperbaiki sesuai saran-saran pembimbing

dan observer.

Banyumas, 21 Februari 2021


Pembimbing,

(Fatimah, S.ST, M.Kes.)


NIP 19750523 199803 2 003

ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Gora El Praba

NIM : P1337430318039

Judul Tugas Akhir : Prosedur Pemeriksaan Radiografi Pelvis Pada Klinis

Dislokasi Hip Joint

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah ini adalah karya asli penulis, apabila

dikemudian hari terbukti bahwa Karya Ilmiah ini tidak asli, maka penulis bersedia

mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Banyumas, 5 Januari 2020


Penulis,

(Gora El Praba)
NIM P1337430318039

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Prosedur Pemeriksaan Radiografi Pelvis pada Klinis

Dislokasi Hip Joint”.

Penyusunan Karya Ilmiah ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Teknik Radiodiagnostik

dan Radioterapi Purwokerto Jurusan Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang.

Penyusunan Karya Ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Marsum B.E., S.Pd, MHP, Direktur Politeknik Kesehatan

Kemenkes Semarang.

2. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes., Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang, sekaligus selaku

dosen pembimbing penyusun Karya Tulis Ilmiah.

3. Bapak Ardi Soesilo Wibowo, S.T, M.S., Ketua Prodi D III Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto.

4. Semua dosen serta staf dan karyawan Prodi DIII Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Purwokerto.

iv
5. Kedua Orang tua dan saudara-saudara saya yang menjadi support sistem saya

dan selalu memberikan dukungan moral, cinta kasih, material, dan selalu

memberikan doa yang tidak ternilai harganya agar dapat menyelesaikan

Karya lmiah ini.

6. Teman-teman angkatan XI Program Radiologi Purwokerto Program Diploma

Tiga yang telah berjuang bersama atas dukungan moral dan doa-doanya.

Penulis menyadari dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan Karya Ilmiah ini.. Penulis

berharap Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat sebagai acuan penyusunan Karya

Tulis Ilmiah dan dapat dijadikan wawasan studi pembaca khususnya dibidang

radiologi.

Banyumas, 5 Januari 2020


Penulis,

(Gora El Praba)
NIM P1337430318039

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL.......................................................................ii


PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...................................................................iii
A.Latar Belakang.......................................................................................................1
B.Rumusan Masalah..................................................................................................3
C.Tujuan Penelitian...................................................................................................3
D.Manfaat Penelitian.................................................................................................4
A.Anatomi dan Fisiologi............................................................................................5
1. Rongga pelvis.....................................................................................................5
2. Hip Joint.............................................................................................................6
B. Patologi Dislokasi Hip Joint...................................................................................7
C. Prosedur Pemeriksaan Radiografi Pelvis dan Hip..................................................9
1) Proyeksi Anteroposterior Pelvis Bilateral Hip (AP).........................................12
2) Proyeksi Antero Posterior (AP) Unilateral Hip................................................14
3) Proyeksi Axiolateral Inferosuperior.................................................................15
4) Proyeksi Antero Posterior Hip (AP) Unilateral Frog Leg...............................17
A. Desain Penelitian..................................................................................................20
B. Database yang Digunakan....................................................................................20
C. Keyword...............................................................................................................21
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi................................................................................21
A. Hasil.....................................................................................................................24
B. Pembahasan..........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................41
LAMPIRAN.....................................................................................................................43

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2 1 Empat tulang pada tulang pelvis (Lampignano & L. Kendrick, 2018) 5
Gambar 2 2 Bagian dari hip joint (Muqsith, 2018)..................................................7
Gambar 2 3 Pesawat sinar-x (Lampignano & L. Kendrick, 2018)........................10
Gambar 2 4 Meja pemeriksaan (Lampignano & L. Kendrick, 2018)....................10
Gambar 2 5 Imaging plate (Lampignano & L. Kendrick, 2018)...........................11
Gambar 2 6 Grid (et al Hyochol Ahn, 2017).........................................................11
Gambar 2 7 Marker (Lampignano & L. Kendrick, 2018).....................................11
Gambar 2 8 Gonad shield (Dauer et al., 2007)......................................................12
Gambar 2 9 Posisi pasien dan radiograf proyeksi AP pelvis bilateral hip joint
(Lampignano & L. Kendrick, 2018)......................................................................14
Gambar 2 11 Posisi pasien dan radiograf proyeksi AP unilateral hip (Lampignano
& L. Kendrick, 2018).............................................................................................15
Gambar 2 12 Posisi pasien dan radiograf proyeksi Axiolateral Inferosuperior
(Lampignano & L. Kendrick, 2018)......................................................................17
Gambar 2 13 Posisi pasien dan radiograf proyeksi AP Hip unilateral Frog Leg.18
Gambar 4 1 radiograf AP Pelvis Bilateral Hip Joint……………………………..36
Gambar 4 2 Radiograf AP Pelvis sebelum reduksi dan post reduksi.....................36
Gambar 4 3 Radiograf AP Pelvis pada diskoasi bilateral hip joint........................37
Gambar 4 4 Radiograf AP Pelvis, RAO, LAO post reduksi..................................37
Gambar 4 5 Radiograf pada AP pelvis bilateral hip joint dislokasi hip ‘’.............38
Gambar 4 6 Radiograf pada AP pelvis bilateral hip joint post reduksi.................38

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan..................................................................................26


Lampiran 2 Jurnal 1...............................................................................................27
Lampiran 3 Jurnal 2...............................................................................................28
Lampiran 4 Jurnal 3...............................................................................................29
Lampiran 5 Jurnal 4...............................................................................................30

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelvis merupakan organ yang berfungsi sebagai dasar dari rongga

abdomen dan sebagai penghubung antara columna vertebra dengan

ekstremitas bawah. Pelvis terdiri dari dua tulang pinggul, sacrum, coccyx.

Pelvis juga menghubungkan dengan femur yang disebut hip joint

(Lampignano & L. Kendrick, 2018).

Hip joint atau sendi panggul adalah sendi yang mengubungkan

caput femoralis dengan acetabullum. Permukaan sendi hip joint ditutupi

oleh synovial yang sangat kuat. Hip joint diklasifikasikan sebagai tipe

sendi synovial, yang dicirikan oleh capsul fibrosa besar yang berisi cairan

synovial. Hip joint merupakan sendi yang dapat bergerak bebas atau

diarthrodial. Caput femur membentuk lebih dari setengah bola yang relatif

dalam, sedangkan acetabullum berbentuk cangkair. Hip joint melekat kuat

karena berfungsi untuk menopang berat tubuh. Sekitar sendi capsul

articularkuat dan padat, dengan bagian paling tebal pada superior,

karena sendi panggul berfungsi untuk menahan beban dan tersebut

memiliki resiko dislokasi panggul (Lampignano & L. Kendrick, 2018).

Dislokasi panggul kongenital (DDH) merupakan kelainan kongenital terjadi

dislokasi pada panggul karena asetabulum dan femoral head tidak berada

pada tempat seharusnya (Achmad & Ismiarto, 2018).

1
2

Menurut Lampignano & L. Kendrick (2018) proyeksi yang

digunakan pada kasus dislokasi Hip Joint antara lain : proyeksi AP

Unilateral Hip, Axiolateral Inferosuperior, serta proyeksi tambahan

Unilateral Frog-leg dan Modified Axiolateral. Pemeriksaan radiografi

pelvis dengan beberapa proyeksi dilakukan bertujuan untuk memperlihatkan

struktur anatomi dan kelainan pada Hip. Proyeksi AP Pelvis bilateral Hip

untuk pasien dengan traksi dapat digunakan untuk melihat penyempitan,

untuk membandingan hip joint kanan dan kiri pada pasien dengan traksi,

dapat menilai adanya dislokasi maupun subluksasi dan dapat menilai sendi

hip setelah post reposisi dalam posisi yang baik atau tidak (Krishna Shafira

& Indrati, 2017)

Menurut Nekkanti (2016) Pada kasus dislokasi hip joint dialami

oleh pasien yang terjadi karena tertabrak kendaraan roda empat dari

belakang dan mengakibatkan pasien tidak bisa berdiri. Pemeriksaan untuk

kasus dislokasi hip joint menggunakan pemeriksaan radiografi pelvis pada

kasus dislokasi hip join dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint. Hasil

radiograf menunjukan bahwa pasien mengalami dislokasi pada hip joint.

Dua jam setelah setelah pemeriksaan, kemudian dilakukakan reduksi

tertutup, setelah pasca reduksi tertutup kemudian dilakukan pemeriksaan

radiografi dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint untuk

mempelihatkan hasil dari reduksi tertutup.

Menurut Buckwalter et al (2015) Pada kasus dislokasi bilateral hip

joint pasien telah terpasang traksi pada dua hip joint lalu dilakukan
3

pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP pelvis bilateral Hip Joint,

kemudian pasien setelah pasca reduksi selama 16 bulan, dilakukan

pemeriksaan radiografi pasca reduksi dengan proyeksi AP pelvis bilateral

hip joint, RPO, dan LPO.

Menurut Redouane Hani (2015) Pada kasus dislokasi hip joint

Proyeksi AP pelvis bilateral hip joint menampakan dislokasi hip pada

obturator. Kemudian pasien setelah 6 minggu menahan beban dan 3 minggu

pasien ditraksi, dilakukan pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP

pelvis bilateral hip joint.

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat perbedaan pada hasil

radiograf, persiapan alat, dan posisi pasien pemeriksaan pelvis pada klinis

dislokasi hip joint. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih

lanjut dengan studi case series review tentang prosedur pemeriksaan pelvis

pada klinis dislokasi hip joint dan mengangkatnya dalam bentuk Karya

Ilmiah yang berjudul “Prosedur Pemeriksaan Radiografi Pelvis Pada

Klinis Dislokasi Hip Joint”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana prosedur pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis

dislokasi Hip Joint ?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui prosedur pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis

dislokasi Hip Joint.


4

D. Manfaat Penelitian

1. Teoristis

Hasil Studi case series dislokasi Hip Joint ini diharapkan dapat

menambah referensi tantang pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis

dislokasi Hip Joint terutama di bidang pelayanan radiologi konvensional.

2. Praktis

Adanya penelitian ini akan memberikan masukan yang dapat

diterapkan radiolog serta radiografer dalam melakukan teknik pemeriksaan

radiografi pelvis pada klinis dislokasi Hip Joint di bidang pelayanan

radiologi konvensional.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Rongga pelvis

Pelvis adalah organ bagian bawah yang berfungsi sebagai

penghubung antara tulang kolumna vertebra dan anggota gerak bagian

bawah (Lampignano & L. Kendrick, 2018). Tulang-tulang yang

membentuk pelvis terdiri atas dua buah os coxae, yang berada di bagian

ventral dan lateral, os sacrum dan os coccygeus di bagian dorsal.

Dalam posisi Anatomi, spina iliaca anterior superior dan tuberculum

pubicum terletak pada bidang frontal yang sama; ujung coccygeus dan

margo superior symphysis osseum pubis berada pada bidang horizontal

yang sama. Pelvis minor (= true pelvis ) membentuk apertura pelvis

superior, cavitas pelvis dan apertura pelvis inferior. Apertura pelvis

superior (= pelvic inlet ) dibentuk oleh tepi cranialis symphysis osseum

pubis, linea arcuata sinistra dan linea arcuata dextra, serta

promontorium (Rafiah, 2016).

Keterangan : 1
1. Dua tulang coxae
2. Sacrum 2
3. Coccygeus
3

Gambar 2 1 Empat tulang pada tulang pelvis (Lampignano & L. Kendrick, 2018)

5
6

2. Hip Joint

Hip joint adalah persendian yang dibentuk oleh caput femoris

dengan acetabulum dari coxae. Caput femoris berbentuk dua pertiga

dari sebuah bola. Seluruh permukaan dari caput femoris ditutupi oleh

cartilago articularis, kecuali daerah fovea capitis. Sedangkan

acetabulum adalah socket/cekungan yang dalam dan berbentuk cangkir

setengah bulat (Muqsith, 2018).

Hip joint merupakan jenis persendian enarthrosis (Synovial

ball/socket joint). Berdasarkan gerakan, hip joint termasuk persendian

multiaxial sehingga memungkinkan gerakan fleksi, abduksi, adduksi

dan rotasi. Hip joint memiliki banyak gambaran anatomis yang cocok

untuk stabilitas dan penyangga berat badan selama berdiri, berjalan, dan

berlari (Muqsith, 2018).

Hip joint melekat kuat karena berfungsi untuk menopang berat

tubuh. Sekitar sendi capsul articularkuat dan padat, dengan bagian

paling tebal pada superior, karena sendi panggul berfungsi

untuk menahan beban dan tersebut memiliki resiko dislokasi yang

besar (Lampignano & L. Kendrick, 2018).


7

Gambar 2 2 Bagian dari hip joint (Muqsith, 2018)


Keterangan:
1. Acetabulum
2. Acetabular labrum
3. Caput femoris

B. Patologi Dislokasi Hip Joint

1. Pengertian

Dislokasi mengacu pada perpindahan tulang yang tidak lagi

bersentuhan dengan artikulasi normalnya. Dislokasi dapat segera

diidentifikasi secara klinis dengan bentuk abnormal atau kesejajaran

bagian tubuh. Gerakan apa pun dari bagian-bagian ini bisa menyakitkan

dan harus dihindari. Seperti halnya fraktur, dislokasi harus dicitrakan

dalam dua bidang. Dislokasi yang paling umum ditemui dalam trauma

melibatkan bahu, jari tangan atau ibu jari, patela, dan pinggul. Jika

tulang telah berpindah tempatnya sendiri akibat cedera, kerusakan

mungkin masih terjadi, dan minimal dilakukan dua proyeksi diperlukan


8

untuk menilai kerusakan yang terjadi pada tulang (Lampignano & L.

Kendrick, 2018).

Dislokasi panggul adalah femoral head berada diluar dari

acetabulum tetapi masih didalam kapsul. Subluksasi panggul adalah

femoral head bergeser ke samping juga atas dan masih bersentuhan

dengan bagian dari acetabulum. Saat panggul mengalami dislokasi atau

subluksasi, perkembangan tulang femoral head dan acetabulum

menjadi tidak normal, yang akan menyebabkan dysplasia (Artha, 2012)

Dislokasi panggul kongenital (DDH) merupakan kelainan

kongenital terjadi dislokasi pada panggul karena asetabulum dan

femoral head tidak berada pada tempat seharusnya. Tidak semua

dislokasi panggul dapat direduksi. Dalam subluksasi panggul, kepala

femoralis sebagian bergeser posisinya, tetapi masih terdapat kontak

dengan acetabulum yang masih tersisa (Achmad & Ismiarto, 2018).

2. Penyebab

Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu

atau siku. Mekanisme terjadinya dislokasi yaitu saat kaput yang 

terletak di belakang asetabulum, kemudian segera berpindah ke dorsum

illium. Biasanya juga mengalami cedera serius misalnya trauma

benturan depan mobil akibat tabrakan mobil frontal (Andriansa, 2014)

3. Klasifikasi

Menurut Buckwalter et al (2015) Jika kepala femoralis berada di

bawah garis Roser-Nélaton, itu dianggap anterior dan jika terletak di


9

atas garis Rosen-Nélaton itu dianggap posterior. Perbedaan ini

selanjutnya dapat dibedakan menjadi superior dan inferior dengan

dislokasi anterior superior disebut dislokasi pubis dan anterior inferior

yang biasa disebut obturator. Dislokasi posterior superior paling sering

disebut iliaka, sedangkan dislokasi posterior inferior disebut ischiadic.

Dislokasi perineum adalah dislokasi anterior yang terletak di bawah

foramen obturator dan masih dianggap dislokasi anterior.

4. Tindakan Diagnosa

Tindakan diagnosa pada kasus dislokasi hip joint yaitu

dilakukannya pemeriksaan radiografi dengan proyeksi yang digunakan

pada kasus dislokasi Hip Joint antara lain : proyeksi AP Unilateral Hip,

Axiolateral Inferosuperior, serta proyeksi tambahan Unilateral Frog-

leg dan Modified Axiolateral (Lampignano & L. Kendrick, 2018)

5. Tindakan Pengobatan

Reduksi tertutup (Close reduction) adalah tindakan non bedah

atau manipulasi untuk mengembalikan posisi tulang yang patah,

tindakan tetap memerlukan lokal anestesi ataupun umum (Aditya

Asrizal, 2014)

C. Prosedur Pemeriksaan Radiografi Pelvis dan Hip

Prosedur pemeriksaan radiografi pelvis (Lampignano & L.

Kendrick, 2018).:
10

1. Pengertian

Teknik radiografi pelvis adalah teknik penggambaran pelvis

dengan menggunakan sinar X untuk memperoleh radiograf guna

membantu menegakkan diagnosa.

2. Persiapan Pasien

Persiapan pasien pada pemeriksaan radiografi pelvis hanya

melepas benda-benda logam yang dapat mengganggu radiograf dan

pasien menggunakan baju pasien.

3. Persiapan Alat dan Bahan

a. Pesawat sinar-x

Gambar 2 3 Pesawat sinar-x (Lampignano & L. Kendrick, 2018)


b. Meja pemeriksaan

Gambar 2 4 Meja pemeriksaan (Lampignano & L. Kendrick, 2018)

c. Imaging Plate ukuran 35 x 43 cm untuk pemeriksaan pelvis, dan

ukuran 24 X 30 cm untuk pemeriksaan hip


11

Gambar 2 5 Imaging plate (Lampignano & L. Kendrick, 2018)

d. Grid

Gambar 2 6 Grid (et al Hyochol Ahn, 2017)

e. Marker

Gambar 2 7 Marker (Lampignano & L. Kendrick, 2018)


12

f. Gonad Shield

Gambar 2 8 Gonad shield (Dauer et al., 2007)

1) Proyeksi Anteroposterior Pelvis Bilateral Hip (AP)

a) Tujuan

Untuk memperlihatkan fraktur, dislokasi, penyakit

degenerative, lesi tulang.

b) Posisi pasien

Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, kedua

lengan diletakkan di samping tubuh atau disilangkan diatas dada,

letakkan bantal dibawah kepala dan dibawah lutut, boleh dilakukan

berdiri dengan koreksi posisi tungkai bawah tepat untuk rotasi

proksimal sampai ke posisi anatomi, dan tidak ada dugaan fraktur.

c) Posisi obyek

Midsagital plane tubuh pasien diposisikan tegak lurus

dengan pertengahan meja pemeriksaan, tidak ada rotasi pada pelvis

ditandai dengan kedua SIAS berjarak sama dengan meja


13

pemeriksaan, pisahkan kaki kanan dan kaki kiri, lalu rotasikan

secara internal telapak kaki dan semua tubuh bagian bawah sebesar

150 sampai 200 jika tidak curiga fraktur dan dislokasi.

d) Pengaturan sinar

Arah sinar tegak lurus terhadap IR, diarahkan ditengah

antara pertengahan SIAS dengan simfisis pubis, kira-kira 2 inci

(5cm) di bawah SIAS.

e) Kaset : 35 x 43 cm, grid

f) SID (Source Image Distane) : menggunakan 102 cm.

g) Kriteria Radiograf

Terlihat seluruh pelvis, L5, sacrum dan coccygeus, caput dan

collum femur, trochanter mayor. Trochanter minor tidak

seharusnya terlihat, untuk beberapa pasien hanya sedikit yang

terlihat. Kedua trochanter mayor harus sama bentuk dan

ukurannya. Tidak ada rotasi ditandai dengan simestrisnya kedua ala

iliac, tulang ilium, dan kedua foramen obturator. Foramen

obturator yang tertutup atau menyempit menunjukkan rotasi ke

arah tersebut. Tulang ischial kanan dan kiri (jika terlihat) harus

tampak berukuran sama. Eksposi yang optimal mampu

memvisualisasikan daerah L5 dan sacrum, menampakkan batas

caput femur dan acetabulum. Ditandai trabecular tulang proksimal

femur tampak tajam menunjukkan tidak ada pergerakkan.


14

Gambar 2 9 Posisi pasien dan radiograf proyeksi AP pelvis bilateral hip joint
(Lampignano & L. Kendrick, 2018)

2) Proyeksi Antero Posterior (AP) Unilateral Hip

a) Tujuan

Proyeksi ini digunakan untuk pemeriksaan untuk

menunjukkan acetabullum, kepala femoralis, leher, dan trochanter

yang lebih besar.

b) Posisi pasien

Pasien supine di atas meja pemeriksaan, kedua tangan

diletakkan di samping tubuh atau menyilang di atas dada.

c) Posisi obyek

Collum femoris ditempatkan sejajar dengan garis tengah meja

pemeriksaan. Dipastikan tidak ada rotasi panggul, jarak dari meja

ke masing-masing SIAS (Spina Iliaca Anterior Superior) harus

sama. Rotasikan kaki yang sakit secara internal 15o-20o jika tidak

ada curiga fraktur.


15

d) Pengaturan sinar

CR tegak lurus dengan leher femur bisa juga leher

femoralis terletak sekitar 1 sampai 2 inci (2,5 sampai 5 cm) medial

dan 3 sampai 4 inci (8 hingga 10 cm) distal ke ASIS.

e) SID (Source Image Distane) : menggunakan 102 cm.

e) Kaset : 24 x 30 cm, grid

f) Kriteria Radiograf

Tampak sepertiga proksimal femur, acetabullum, pubis, ischium

dan ilium. Trochanter major, caput dan collum femoris harus tampak

tanpa foreshortening.

Gambar 2 10 Posisi pasien dan radiograf proyeksi AP unilateral hip (Lampignano


& L. Kendrick, 2018)

3) Proyeksi Axiolateral Inferosuperior

a) Tujuan

Proyeksi umum untuk trauma, pasien operasi, dan pasca

operasi, serta untuk pasien lain yang tidak bisa bergerak atau

memutar kaki pada lateral frog-leg.

b) Posisi pasien
16

Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, diberi

bantal dikepala pasien, pelvis ditinggikan 3-5 cm jika

memungkinkan.

c) Posisi obyek

Kaki yang sehat di tekuk agar tidak masuk ke lapangan

kolimasi, tidak ada rotasi pada pelvis, IR diletakkan di lipatan atas

krista iliaka dan disesuaikan sehingga sejajar collum femur dan

tegak lurus arah sinar, jika tersedia digunakan tempat kaset atau

sandbag untuk menahan kaset di tempatnya. Kaki yang sakit

dirotasikan 150 – 200 jika tidak ada curiga fraktur.

d) CR (Central Ray) : CR tegak lurus terhadap femoral neck dan IR.

f) SID (Source Image Distane) : menggunakan 102 cm.

g) IR (Image Receptor) : 24 x 30 cm. Grid

h) Kriteria Radiograf

Tampak sisi lateral oblique dari acetabullum, caput dan

collum femoris, serta daerah trochanter. Trochanter minor sedikit

terlihat karena kaki dalam posisi netral atau posisi anatomi.


17

Gambar 2 11 Posisi pasien dan radiograf proyeksi Axiolateral Inferosuperior


(Lampignano & L. Kendrick, 2018)

4) Proyeksi Antero Posterior Hip (AP) Unilateral Frog Leg

a) Tujuan

Untuk memperlihatkan fraktur, dislokasi, penyakit

degeneratif, lesi tulang.

b) Posisi pasien

Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, kedua

lengan diletakkan di samping tubuh atau disilangkan diatas dada,

letakkan bantal dibawah kepala dan dibawah lutut, boleh dilakukan

berdiri dengan koreksi posisi tungkai bawah tepat untuk rotasi

proksimal sampai ke posisi anatomi, dan tidak ada dugaan fraktur.

c) Posisi obyek

Lenturkan lutut dan pinggul di sisi yang terkena, seperti

yang ditunjukkan, dengan telapak kaki terhadap bagian dalam kaki

yang berlawanan, dekat lutut jika memungkinkan. Abduktus femur

45 ° dari vertikal untuk femur proksimal umum. Pusatkan leher

femoralis yang terkena ke CR dan garis tengah IR dan op table.

Terapkan metode pelokalan pinggul untuk menentukan lokasi dari

leher femoralis.

d) CR (Central Ray) : CR tegak lurus terhadap femoral neck dan IR.

e) SID (Source Image Distane) : menggunakan 102 cm.

f) IR (Image Receptor) : 24 x 30 cm. Grid


18

g) Kriteria Radiograf

Tampilan lateral acetabulum dan kepala dan leher femoralis,

daerah trokanterik, dan proksimal sepertiga dari tulang paha

terlihat.

Gambar 2 12 Posisi pasien dan radiograf proyeksi AP Hip unilateral Frog Leg
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian deskriptif

dengan pendekatan case series review tentang Prosedur Pemeriksaan

Radiografi Pelvis pada klinis Dislokasi Hip Joint.

Penelitian deskriptif adalah Peneliti yang terdorong untuk memahami

fenomena secara menyeluruh tentunya harus memahami segenap konteks

dan melakukan analisis yang holistik, yang tentu saja perlu dideskripsikan

(Ahyar et al., 2020).

Case series adalah studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus,

yang berguna untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi

klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus (Murti, 2012).

B. Database yang Digunakan

Data yang digunakan adalah Repostory Poltekkes Semarang, Repostory,

Jurnal yang berasal dari Google Scholar dan NCBI.

Database adalah kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer

secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program

komputer untuk memperoleh informasi dari basis data tersebut (Intan,

2019).

20
21

C. Keyword

Keyword merupakan ringkasan yang sangat ringkas dari sebuah dokumen

dan membantu kami dalam mengatur dokumen dengan mudah dan

mengambilnya berdasarkan isinya (Siddiqi & Sharan, 2015).

Keyword yang digunakan penulis dalam memperoleh jurnal atau artikel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Dislokasi Hip Joint, Prosedur

Pemeriksaan Bilateral Dislokasi Hip Joint, Pemeriksaan Radiografi

Pelvis Bilateral Hip Joint.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Penelitian ini digunakan berbagai sumber data yang berasal dari jurnal dan

repository, yang kemudian diseleksi dengan berbagai kriteria inklusi yang

telah ditentukan. Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring

anggota populasi menjadi sampel yang memenuhi kriteria secara teori

yang sesuai dan terkait dengan topik dan kondisi penelitian. Atau dengan

kata lain, kriteria inklusi merupakan ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel, dan kriteria

ekslusi adalah kriteria yang dapat digunakan untuk mengeluarkan anggota

sampel dari kriteria inklusi atau dengan kata lain ciri-ciri anggota populasi

yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Imas & Anggita, 2018). Berikut

kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini:


22

1. Tabel kriteria inklusi


Kriteria Inklusi

Tahun publikasi maksimal 10 tahun terakhir,


1. Jangka Waktu
dimulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2021

1.
2. Artikel atau jurnal merupakan hasil riset asli yang
2. Bahasa telah dikaji dan ditulis dalam bahasa Indonesia
maupun Bahasa Inggris

3. Subjek Pasien Dewasa

4. Jenis Artikel Jurnal dan karya ilmiah


Artikel atau jurnal yang dipakai merupakan sebuah
penelitian yang berisi tentang teknik pemeriksaan
5. Tema isi Jurnal
radiografi Pelvis pada klinis Dislokasi Hip Joint.

2. Tabel kriteria eksklusi


Kriteria Eksklusi
23

1. Tahun publikasi artikel lebih dari 10 tahun terakhir


2. Publikasi berbasis studi literature
3. Artikel penelitian dengan subjek anak-anak
4. Artikel penelitian berisi tentang teknik pemeriksaan radiografi
unilateral dislokasi hip joint
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Kajian literatur dilakukan pada bulam desember 2020 sampai bulan

maret 2021. Literatur berupa artikel yang didapatkan dari pencarian

menggunakan kata kunci: Dislokasi Hip Joint, Prosedur Pemeriksaan

Bilateral Dislokasi Hip Joint, Pemeriksaan Radiografi Pelvis Bilateral

Hip Joint. Proses pencarian literatur terkait teknik pemeriksaan

radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint dilakukan terhadap 19

literatur yang terdiri dari 18 jurnal, dan 1 Karya Tulis Ilmiah. Basis

data yang digunakan adalah Google Scholar, NCBI dan repository

Poltekkes Kemenkes Semarang.

Pencarian tersebut tersaring sebanyak dari 19 literatur,

menghasilkan 4 literatur yang akan dipakai dalam Karya Tulis Ilmiah

ini. Literatur yang dipilih adalah literatur yang diterbitkan tidak lebih

dari sepuluh tahun terakhir.

24
25

Pencarian literature
Basis data : Google Scholar, NCBI, dan Repository poltekkes Kemenkes Semarang
Batas Pencarian : Artikel Berbahasa Inggris & Berbahasa Indonesia 10 tahun
terakhir (2011-2021)

Hasil Pencarian (n=19)


Artikel jurnal : 18 & Repository :1

Artikel disaring atas dasar judul, abstrak, dan kata kunci

Artikel tidak dapat diakses Hasil pencarian yang Hasil pencarian yang
secara menyeluruh oleh Akan diproses kembali Tidak diproses kembali
Peneliti (n =3) (n =7) (n =9)

Artikel disaring dengan melihat keseluruhan teks

Hasil pencarian yang Hasul pencarian yang


Akan diproses kembali Tidak diproses kembali
(n = 4) (n =3)

Penyaringan daftar referensi dari artikel yang akan di proses

Hasil pencarian
Studi terdahulu yang relevan dangan penelitian ini
(n =4)
26

NO TOPIK KASUS 1 KASUS 2 KASUS 3 KASUS 3


Informasi Prosedur A Rare Case of Asymmetric Dislokasi
Artikel, Judul, Pemeriksaan Morel-Lavallee Bilateral Hip obturator
Peneliti, Tahun, Radiografi Syndrome Dislocations: traumatis pada
nama Pelvis Pada Complicating an A Case Report sendipanggu,
jurnal/repository Kasus Post Anterior And Historical Redouane
Reposisi Dislocation of Review Of The Hani, , tahun
Dislokasi Hip Hip Joint, Literature,Buc 2015,
Joint Pada Nekkanti et al., kwalter et al., artikeljurnal
Pasien Dengan tahun 2016, tahun 2015,
Traksi Di artikel jurnal artikel jurnal
Instalasi
Radiologi Rsud
Dr.Moewardi,
Krishna Shafira
& Indrati, tahun
2017, repository
Riwayat Pasien Pasien Pasien Pasien
penyakit mengalami mengalami mengalami mengeluh sakit
pasien/keluhan dislokasi hip kecelakan dan nyeri pada parah di
fisik/hasil dengan traksi di pasien tidak bisa pinggul pinggul dan
anastesi/hasil kaki berdiri setelah ketidak
pemeriksaan kecelakaan mampuan
pendukung untuk
menggerakkan
tungkai kanan
bawah
Persiapan pasien Pasien
menggunakan
baju pasien,
melepas benda
benda yang - - -
dapat
mengganggu
gambaran
radiograf
Persiapan alat sinar-x, image Marker, pesawat Gonad shield, -
dan bahan receptor ukuran C Arm Marker
35 x 43 cm, flouroscopy
computed
radiography
(CR) dan alat
pencetak film
radiografi, tanpa
menggunakan
grid stasioner
27

dan gonad
shield.
Teknik a. Proyeksi AP a. Proyeksi AP a. Proyeksi AP a. Proyeksi
pemeriksaan pelvis Pelvis pelvis AP pelvis
a. Proyeksi bilateral hip b. Proyeksi b. Proyeksi b. Proyeksi
b. Posisi joint pasca reduksi pasca pasca
pasien/obyek b. Pasien AP Pelvis reduksi AP reduksi AP
c. CR Supine c. Pasien pelvis, LAO, Pelvis
d. CP c. FFD 100cm melakukan RAO c. Pasien
rotasi c. Pasien rotasi
eksternal melakukan eksternal
rotasi. kanan dan sendi
rotasi panggul
eksternal, difleksikan
dan kiri
rotasi
internal
Penerapan Pasien Pasien
Proteksi Radiasi menggunakan - menggunakan -
gonad shield gonad shield
Hasil Radiograf

Hasilnya tampak
dislokasi pada
hip, tampak kaki
yang ditraksi
Hasilnya tampak
dislokasi Hasil
anterior pada Radiograf
hip joint, Pemeriksaan
tampak kaki radiografi
yang ditraksi panggul
menunjukan
Hasilnya dislokasi
Radiografi AP obturator pada
panggul pinggul kanan.
menunjukkan Tidak ada
dislokasi fraktur.
pinggul kanan
posterior,
superior dan
anterior kiri
Tabel 4 1 Hasil presentasi kasus
28

B. Pembahasan

1. Persiapan pasien

Menurut (Lampignano & L. Kendrick, 2018) Persiapan pasien pada

pemeriksaan radiografi pelvis hanya melepas benda-benda logam yang

dapat mengganggu radiograf dan pasien menggunakan baju pasien.

Menurut karya tulis ilmiah Krishna Shafira & Indrat (2017) Pasien

sudah menggunakan baju pasien dan tidak menggunakan benda-benda

yang dapat mengganggu gambaran radiograf seperti resleting, kancing

celana dan sabuk.

Menurut penelitian Nekkanti et al., (2016), Redouane Hani, (2015),

dan (Buckwalter et al., 2015) pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis

dislokasi hip joint tidak dijelaskan tentang persiapan pasien.

Menurut pendapat penulis, sebelum dilakukannya pemeriksaan

pelvis, diperlukan persiapan pasien seperti pasien melepas celana yang

ada resleting, ikat pinggang, kancing, uang koin, dan handphone di

saku celana, atau pasien menggunakan baju pasien yang bertuujuan agar

tidak menimbulkan artefak yang menggangu gambaran radiograf. Akan

tetapi, tiga artikel dari keempat penelitian yang telah dilakukan oleh

Nekkanti et al., (2016), Redouane Hani, (2015), dan (Buckwalter et al.,

2015) tidak disebutkan atau dijelaskan mengenai persiapan pasien pada

pemeriksaan pelvis pada klinis dislokasi hip joint. Sedangkan pada

artikel penelitian yang dilakukan oleh Krishna Shafira & Indrat (2017)

disebutkan persiapan pasien anatara lain pasien sudah menggunakan


29

baju pasien dan tidak menggunakan benda-benda yang dapat

mengganggu gambaran radiograf seperti celana yang ada resleting,

kancing celana dan sabuk. Hal tersebut sudah cukup baik dan sesuai

dengan literature menurut (Lampignano & L. Kendrick, 2018) yang

bertujuan agar tidak menimbulkan artefak yang menggangu gambaran

radiograf.

2. Persiapan alat dan bahan

Menurut literatur Lampignano & L. Kendrick, (2018) persiapan

alat dan bahan pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip

joint pesawat sinar x, meja pemeriksaan, marker, Imaging Plate ukuran

35 x 43 cm, grid, gonad shield.

Menurut karya tulis ilmiah Krishna Shafira & Indrati (2017)

persiapan alat dan bahan pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis

dislokasi hip joint meliputi; pesawat sinar-x, image receptor ukuran 35

x 43 cm, computed radiography (CR) dan alat pencetak film radiografi,

tanpa menggunakan grid stasioner dan gonad shield. Untuk pasien di

traksi dengan menggunakan botol aqua ukuran 1.500 ml sebanyak 10

botol.

Menurut artikel Buckwalter et al., (2015) persiapan alat dan

bahan pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint

pasien menggunaka marker dan gonad shield.

Menurut artikel Nekkanti et al., (2016) persiapan alat dan bahan

pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint pasien


30

menggunaka marker. Penggunaan pesawat x ray pada pemeriksaan

radiografi pelvis pada dislokasi hip joint dijelaskan pesawat x ray yang

di gunakan adalah pesawat C Arm flouroscopy.

Menurut artikel Redouane Hani (2015) pemeriksaan radiografi

pelvis pada klinis dislokasi hip joint tidak dijelaskan tentang persiapan

alat dan bahan.

Menurut penulis, persiapan alat dan bahan untuk pemeriksaan

radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint seperti pesawat sinar x,

meja pemeriksaan, marker, Imaging Plate ukuran 35 x 43 cm, grid,

gonad shield. Namun, salah satu dari keempat artikel penelitian yang

dilakukan oleh Redouane Hani (2015), tidak disebutkan atau dijelaskan

mengenai persiapan alat dan bahan pada pemeriksaan radiografi pelvis

pada klinis dislokasi hip joint. Sedangkan pada artikel penelitian

menurut Nekkanti et al., (2016) menunjukan marker pada pemeriksaan

radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint, kemudian menurut

Menurut Buckwalter et al., (2015) persiapan alat dan bahan

pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint pasien

menggunaka marker dan gonad shield, dan pada artikel penelitian yang

dilakukan oleh Krishna Shafira & Indrati (2017) disebutkan persiapan

alat dan bahan pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip

joint meliputi; pesawat sinar-x, image receptor ukuran 35 x 43 cm,

computed radiography (CR) dan alat pencetak film radiografi, dan

gonad shield. Hal tersebut sudah cukup baik dan sesuai dengan
31

literature menurut Lampignano & L. Kendrick (2018). Akan tetapi

pada artikel penelitian menurut Krishna Shafira & Indrati (2017)

dijelaskan bahwa dalam persiapan alat dan bahan pada pemeriksaan

radiografi pelvis pada dislokasi hip joint tanpa menggunakan grid dan

pasien di traksi dengan menggunakan botol aqua ukuran 1.500 ml

sebanyak 10 botol. Hal tersebut berbeda dengan literature menurut

(Lampignano & L. Kendrick, 2018). Sebaiknya menggunakan grid pada

pemeriksaan radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint yang

bertujuan agar menyerap radiasi hambur dan gambaran radiograf bagus.

Untuk penggunaan traksi pada pasien yang menggunakan botol aqua

ukuran 1.500 ml sebanyak 10 botol Sebaiknya pada penggunaan traksi

menggunakan weight carrier agar tidak mudah goyang dan pasien tidak

merasa kesakitan dikarenakan botol aqua yang terpasang tersebut

mudah goyang sehingga pasien merasa kesakitan. Pesawat x ray yang

dijelaskan pada artikel menurut Nekkanti et al., (2016) adalah pesat c

arm fluoroscopy. Hal tersebut berbeda menurut (Lampignano & L.

Kendrick, 2018) yang mengunakan pesawat x ray konvensional.

3. Teknik pemeriksan

Menururt loteratur Lampignano & L. Kendrick (2018) teknik

pemeriksaan radiografi pelvi untuk menegakan mendiagnosa dislokasi

pada hip joint pada umumnya menggunakan proyeksi AP pelvis

bilateral hip joint, Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan,

kedua lengan diletakkan di samping tubuh atau disilangkan diatas dada,


32

letakkan bantal dibawah kepala dan dibawah lutut, boleh dilakukan

berdiri dengan koreksi posisi tungkai bawah tepat untuk rotasi

proksimal sampai ke posisi anatomi, dan tidak ada dugaan fraktur.

Midsagital plane tubuh pasien diposisikan tegak lurus dengan

pertengahan meja pemeriksaan, tidak ada rotasi pada pelvis ditandai

dengan kedua SIAS berjarak sama dengan meja pemeriksaan, pisahkan

kaki kanan dan kaki kiri, lalu rotasikan secara internal telapak kaki dan

semua tubuh bagian bawah sebesar 150 sampai 200 jika tidak curiga

fraktur dan dislokasi. Arah sinar tegak lurus terhadap IR, diarahkan

ditengah antara pertengahan SIAS dengan simfisis pubis kira-kira, 2

inci (5cm) di bawah SIAS. SID (Source Image Distane) : menggunakan

102 cm.

Menurut karya tulis ilmiah Krishna Shafira & Indrati (2017)

teknik pemeriksaan radiografi pelvi pada klinis dislokasi hip joint

menggunakan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint untuk digunakan

untuk melihat penyempitan, untuk membandingan hip joint kanan dan

kiri pada pasien dengan traksi, dapat menilai adanya dislokasi maupun

subluksasi dan dapat menilai sendi hip setelah post reposisi dalam

posisi yang baik atau tidak, posisi pasien supine , dan FFD 100cm

Menurut Buckwalter et al., (2015) teknik pemeriksaan radiografi

pelvis pada klinis dislokasi hip joint menggunakan proyeks AP pelvis

bertujuan memperlihatkan dislokasi bilateral hip joint, dan posisi

obyek. Kemudian pasien setelah pasca reduksi selama 16 bulan,


33

dilakukan pemeriksaan radiografi pasca reduksi dengan proyeksi AP

pelvis bilateral hip joint, RAO, dan LAO bertujuan untuk

memperlihatkan hasil setelah pasca reduksi selama 16 bulan.

Menurut Redouane Hani (2015) teknik pemeriksaan radiografi

pelvis pada klinis dislokasi hip joint menggunakan proyeks AP pelvis

menampakan dislokasi hip pada obturator, posisi obyek pasien

melakukan adduksi dan rotasi eksternal. Kemudian pasien setelah 6

minggu menahan beban dan 3 minggu pasien ditraksi, dilakukan

pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint

bertujuan untuk memperlihatkan hasil dari reduksi.

Menurut penelitian Nekkanti et al., (2016) teknik pemeriksaan

radiografi pelvis pada klinis dislokasi hip joint menggunakan proyeksi

AP pelvis bertujuan untuk memperlihatkan dislokasi anterior hip joint.

Dua jam setelah setelah pemeriksaan, kemudian dilakukakan reduksi

tertutup, setelah pasca reduksi tertutup kemudian dilakukan

pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint

untuk mempelihatkan hasil dari reduksi tertutup.

Menurut penulis, teknik pemeriksaan radiografi pelvis pada

dislokasi hip joint yang di jelaskan pada artikel menurut Krishna

Shafira & Indrati (2017), Buckwalter et al., (2015), Redouane Hani

(2015) sebelum post reduksi dan setelah post reduksi pemeriksaan

radiografi mengunakan proyeksi proyeksi AP pelvis untuk menegakan

diagnosa dislokasi hip bertujuan untuk memperlihatkan kelainan pada


34

hip joint, membandingkan kedua hip joint, dan setelah post reduksi

untuk memperlihatkan hasil setelah dilakukannya reduksi. Hal ini hasil

radiograf sudah cukup baik dan sesuai dengan literature menurut

Lampignano & L. Kendrick (2018). Akan tetapi pada artikel penelitian

menurut Buckwalter et al., (2015) proyesik pada pemeriksaan radiograf

pelvis setelah post reduksi selama 16 bulan, dilakukan pemeriksaan

radiografi pasca reduksi dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint,

RAO, dan LAO bertujuan untuk memperlihatkan hasil setelah pasca

reduksi selama 16 bulan, dan menurut penelitian Krishna Shafira &

Indrati (2017) FFD pada pemeriksaan radiografi pelvis dijelaskan FFD

100 cm. Hal ini berbeda dengan literature Lampignano & L. Kendrick

(2018) yang menggunakan proyeksi AP pelvis pada pemeriksaan pelvis

pada klinis dislokasi hip dan menggunakan FFD 102 cm.

Posisi pasien obyek pada pemeriksaan radiograf pelvis

dislokasi hip joint tiga dari keempat artikel penelitian yang telah

dilakukan menurut Nekkanti et al., (2016), Redouane Hani, (2015), dan

(Buckwalter et al., 2015) tidak menjelaskan tentang posisi pasien pada

periksaan radiografi pelvis pada dislokasi hip joint. Sedangkan artikel

penelitian menurut Krishna Shafira & Indrati (2017) dijelaskan posisi

pasien pada pemeriksaan radiografi pelvis. Hal ini posisi pasien sudah

cukup baik dan sesuai dengan literature menurut Lampignano & L.

Kendrick (2018) yang menjelaskan posisi pasien yaitu Pasien

diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan diletakkan di


35

samping tubuh atau disilangkan diatas dada, letakkan bantal dibawah

kepala dan dibawah lutut

Posisi obyek pada pemeriksaan radiograf pelvis dislokasi hip

joint satu dari keempat artikel penelitian yang telah dilakukan menurut

Krishna Shafira & Indrati (2017) tidak di jelaskan mengenai posisi

obyek pada pemerikasaan pelvis pada klinis dislokasi hip joint.

Sedangkan pada artikel penelitian menurut Buckwalter et al., (2015),

Redouane Hani (2015), dan Nekkanti et al., (2016) disebutklan posisi

obyek eksternal. Penelitian menurut Buckwalter et al., (2015)

menjelaskan posisi obyek pada pasien yaitu dengan rotasi eksternal dan

internal dikarenakan pasien mengalami dislokasi pada kedua hip joint.

Hal ini berbeda dengan literature Lampignano & L. Kendrick (2018)

menggunakan rotasi interal pada pemeriksaan pelvis klonis dislokasi

hip joint yang bertujuan untuk memperlihatkan caput dan collum femur,

trochanter mayor. Trochanter minor tidak seharusnya terlihat, untuk

beberapa pasien hanya sedikit yang terlihat. Kedua trochanter mayor

harus sama bentuk dan ukurannya.

4. Hasil radiograf

Menurut Krishna Shafira & Indrati (2017) pemeriksaan radiografi

dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint menunjukan bahwa

hasilnya tampak dislokasi pada hip joint, dan pada radiograf tampak

kaki dengan rotasi eksternal dibantu dengan teknik traksi.


36

Gambar 4 1 radiograf AP Pelvis Bilateral Hip Joint


(Krishna Shafira & Indrati,2017)

Menurut Nekkanti et al., (2016) pemeriksaan radiografi dengan

proyeksi AP pelvis menunjukan bahwa hasilnya tampak dislokasi

anterior pada hip joint, dan pada radiograf tampah kaki dengan rotasi

eksternal dibantu dengan teknik traksi. Setelah pasca reduksi tertutup

kemudian dilakukan pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP pelvis

bilateral hip joint untuk mempelihatkan hasil dari reduksi tertutup.

Gambar 4 2 Radiograf AP Pelvis sebelum reduksi dan post reduksi


(Nekkanti et al., 2016)

Menurut Buckwalter et al., (2015) pemeriksaan radiografi dengan proyeksi

AP pelvis dengan hasil menunjukkan adanya dislokasi hip joint kanan

posterior, superior dan hip joint kiri menunjukan dislokasi anterior.

Setelah pasca reduksi selama 16 bulan, dilakukan pemeriksaan radiografi


37

pasca reduksi dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint, RAO, dan

LAO untuk mempelihatkan hasil dari reduksi tertutup.

Gambar 4 3 Radiograf AP Pelvis pada diskoasi bilateral hip joint


(Buckwalter et al., 2015)

Gambar 4 4 Radiograf AP Pelvis, RAO, LAO post reduksi


(Buckwalter et al., 2015)

Menurut Redouane Hani (2015) Buckwalter et al., (2015) pemeriksaan

radiografi dengan proyeksi AP pelvis menunjukan bahwa hasilnya

menampakan dislokasi hip pada obturator. Kemudian pasien setelah 6

minggu menahan beban dan 3 minggu pasien ditraksi, dilakukan

pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint

bertujuan untuk memperlihatkan hasil dari reduksi.


38

Gambar 4 5 Radiograf pada AP pelvis bilateral hip joint dislokasi hip ‘’


Redouane Hani (2015)

Gambar 4 6 Radiograf pada AP pelvis bilateral hip joint post reduksi


Redouane Hani (2015)

5. Proteksi Radiasi

Menururt Lampignano & L. Kendrick (2018) proteksi radiasi pada

pemeriksan radiografi pelvis, pasien menggunakan gonad shield yang

bertujuan untuk melindungi tubuh bagian bawah (sistem reproduksi)

gonad atau ovarium.

Menurut Krishna Shafira & Indrati (2017) pada pemeriksaan

radiografi pelvis di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi dijelaskan

untuk proteksi radiasi yaitu pasien pada pemeriksaan radiografi pelvis

menggunakan gonad shield.


39

Menurut Buckwalter et al., (2015) pada pemeriksaan radiografi

pelvis pada klinis dislokasi hip joint menunjukan pasien menggunakan

proteksi radiasi gonad shield.

Menurut Nekkanti et al., (2016), dan Redouane Hani, (2015) pada

pemeriksaan radiografi pelvis dislokasi hip joint tidak dijelaskan atau

menyebutkan tentang proteksi radiasi.

Menurut penulis, sebelum dilakukannya pemeriksaan radiografi

pelvis pada klinis dislokasi hip joint diperlukan persiapan untuk

melakukan proteksi radiasi terhadap pasien seperti pasien menggunakan

gonad shield pada bagian alat kelamin (sistem reproduksi) yang

bertujuan melindungi organ reproduksi agar tidak terpapar radiasi

dikarenakan organ reproduksi termasuk organ yang sensitif. Namun,

dua dari keempat literatur penelitian yang telah dilakukan Nekkanti et

al., (2016), dan Redouane Hani, (2015) tidak disebutkan atau dijelaskan

mengenai proteksi radiasi yang dilakukan pada pemeriksaan radiografi

pelvis pada klinis dislokasi hip joint. Sedangkan pada artikel penelitian

yang dilakukan Krishna Shafira & Indrati (2017), dan Buckwalter et al.,

(2015) di sebutkan proteksi radiasi pasien menggunakan gonad shield.

Hal tersebut sudah cukup baik dan sudah sesuai dengan literatur

menurut Lampignano & L. Kendrick (2018) yang bertujuan melindungi

organ reproduksi agar tidak terpapar radiasi karena organ tersebut

sangat sensitif terhadap radiasi.


40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis terhadap empat jurnal yang relevan

dengan studi kasus, didapat kesimpulan dan dapat menjawab rumusan

masalah. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat

diketahui bahwa prosedur pemeriksaan pelvis pada klinis dislokasi hip

joint menggunakan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint sebelum dan

setelah post reduksi, persiapan pasiennya yaitu pasien menggunakan baju

pasien atau melepas celana yang beresleting, kancing celana dan sabuk

Posisi pasien supine, posisi obyek pasien melakukan rotasi internal

maupun eksternal tergantung dengan letak dislokasi pada hip joint

kenyaman pada pasien, FFD 100 cm, proteksi radiasi pasien menggunakan

gonad shield pada bagian organ sensitif atau alat kelamin pada pasien.

B. Saran
Sebaiknya proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan radiografi

pelvis setelah post reduksi yaiutu proyeksi AP pelvis bilateral hip joint,

dikarenakan proyeksi AP pelvis bilateral hip joint sudah cukup baik untuk

manampilkan hasil setelah pasien post reduksi.

Sebaiknya pasien menggunakan weight carrier sebagai beban

traksi, karena alat tersebut tidak mudah goyang dibandingkan dengan botol

aqua, apabila menggunakan weight carrier pasien tidak merasa kesakitan.


41

Sebaiknya pasien menggunakan alat proteksi radiasi yaitu

menggunaka gonad shield bertujuan melindungi organ reproduksi agar

tidak terpapar radiasi karena organ tersebut sangat sensitif terhadap

radiasi.
42

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, I. H., & Ismiarto, Y. D. (2018). Hasil Fungsional Pascaoperasi Pasien


dengan Dislokasi Panggul Kongenital pada Kelompok Usia Berjalan.
Majalah Kedokteran Bandung, 50(4), 254–258.
https://doi.org/10.15395/mkb.v50n4.1359
Aditya Asrizal, R. (2014). Close Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung Medula, 2(3), 94–100.
Ahyar, H., Maret, U. S., Andriani, H., Sukmana, D. J., Mada, U. G., Hardani,
S.Pd., M. S., Nur Hikmatul Auliya, G. C. B., Helmina Andriani, M. S.,
Fardani, R. A., Ustiawaty, J., Utami, E. F., Sukmana, D. J., & Istiqomah, R.
R. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Issue March).
Andriansa, Z. (2014). Dislokasi pada hip joint.
Artha, I. A. R. D. A. (2012). DEVELOPMENTAL DISPLACEMENT OF THE
HIP. 2012, 9.
Buckwalter, J., Westerlind, B., & Karam, M. (2015). Asymmetric Bilateral Hip
Dislocations: A Case Report and Historical Review of the Literature. The
Iowa Orthopaedic Journal, 35, 70–91.
Dauer, L. T., Casciotta, K. A., Erdi, Y. E., & Rothenberg, L. N. (2007). Radiation
dose reduction at a price: The effectiveness of a male gonadal shield during
helical CT scans. BMC Medical Imaging, 7, 1–7.
https://doi.org/10.1186/1471-2342-7-5
et al Hyochol Ahn. (2017). x ray grid. Physiology & Behavior, 176(10), 139–148.
https://doi.org/10.1117/12.2216248.Design
Imas, & Anggita. (2018). Metodologi penelitian kesehatan. 6.
Intan, U. (2019). Artikel sistem manajemen berbasis data. April.
Krishna Shafira, & Indrati, R. (2017). PROSEDUR PEMERIKSAAN
RADIOGRAFI PELVIS PADA.
Lampignano, J. P., & L. Kendrick. (2018). Bontrager’s (NINTH).
Muqsith. (2018). ANATOMI DAN BIOMEKANIKA SENDI PANGGUL. E-
Conversion - Proposal for a Cluster of Excellence.
Murti, B. (2012). Desain studi. Matrikulasi Program Studi Doktoral Kedokteran -
FKUNS, 1–13.
Nekkanti, S., Vijay, C., Theja, S., Shankar, R. R., & Verma, A. (2016). A Rare
Case of Morel-Lavallee Syndrome Complicating an Anterior Dislocation of
Hip Joint. Journal of Orthopaedic Case Reports, 6(4), 73–76.
https://doi.org/10.13107/jocr.2250-0685.578
43

Rafiah, S. (2016). pelvis dan dinding pelvis.


http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf
Redouane Hani. (2015). Dislokasi obturator traumatis pada sendi panggul.
8688(April), 89–95.
Siddiqi, S., & Sharan, A. (2015). Keyword and Keyphrase Extraction Techniques:
A Literature Review. International Journal of Computer Applications,
109(2), 18–23. https://doi.org/10.5120/19161-0607
44

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan

No KALENDER TENTATIVE
KEGIATAN
TANGGAL WAKTU
1 Pengajuan Topik Praproposal 14-25 November 2020 12 hari

2 Pengumuman Praproposal dan 1 hari


28 November 2020
Pembimbing
3 Penyusunan Proposal dan 4 mgg
30 November 2020
Bimbingan
4 Pengumpulan Proposal 25-26 Desember 2020 2 hari
5 Seminar Proposal 4-15 Januari 2021 2mgg
6 Revisi Proposal 7-18 Januari 2021 1 mgg

7 Pengumpulan Data dan 3 bln


25 Januari-3April 2021
Penyusunan Tugas Akhir
8 Pengumpulan Tugas Akhir 1-5 April 2021 3 hari
9 Pelaksanaan Ujian Tugas Akhir 7-20 April 2021 2 mgg
10 Revisi Tugas Akhir 8-25 April 2021 3 ngg

\
Lampiran 2 Jurnal 1
45

Lampiran 3 Jurnal 2
46

Lampiran 4 Jurnal 3
47
48

Lampiran 5 Jurnal 4

Anda mungkin juga menyukai