Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

SYOK

Oleh :
Nurul Hidayah Hasanah Farida 2009730150
Dian Indriyani 2009730012
Nadia Nurfadillah 2009730099
Anggi Purnamasari 2009730126

Pembimbing :
Irwan, dr., Sp.An.

STAGE ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014

0
BAB I
PENDAHULUAN

Syok adalah suatu keadaan gawat darurat yang harus ditangani segera.
Syok disebabkan karena adanya penurunan perfusi ke jaringan. Penanganan syok
secara tepat akan sangat mempengaruhi prognosis pasien selanjutnya. Untuk
mengetahui terapi terbaik dalam penanganan syok, perlu terlebih dahulu di
ketahui sebelumnya patofisiologi dari terjadinya syok.
Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang mengakibatkan
hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh
hipoperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital.
Syok adalah gangguan sistemik yang mempengaruhi multiple organ system.
Perfusi mungkin menurun secara global atau terdistribusikan rendah seperti pada
syok septik. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik
jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ.
Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan
perfusi jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan
penyebab syok, adalah sangat penting untuk menstabilkan aliran darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki. Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial
pada pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga
diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh.
Dalam memberikan cairan sebagai terapi syok harus pula dipertimbangkan
tentang komposisi elektrolit yang terkandung dalam cairan tersebut. Tubuh
memiliki sistem regulasi yang berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit.
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat
terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit
masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan intravena dan
didistribusikan keseluruh bagian tubuh.

1
BAB II
SYOK
2.1 DEFINISI

Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan


perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. Syok dapat didefinisikan sebagai
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Gangguan yang
mendasarinya adalah adanya penurunan signifikan terhadap suplai darah
teroksigenasi ke seluruh jaringan tubuh yang kemudian menyebabkan perfusi
inadekuat. Syok membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat
memburuk dengan amat cepat.

2.2 ETIOLOGI
Tiga faktor yang mempertahankan tekanan darah normal:
1. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien
2. Volume sirkulasi darah
3. Tahanan pembuluh darah perifer
Dengan demikian, syok dapat disebabkan oleh kondisi apapun yang menurunkan
aliran darah termasuk:
1. Penyakit jantung
2. Penurunan volume darah (dapat karena dehidrasi atau perdarahan)
3. Perubahan pada pembuluh darah (seperti pada infeksi maupun reaksi alergi
berat)

2
2.3 KLASIFIKASI
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut (LANGE : Current Medical
Diagnosis and Treatment):
1. Syok hipovolemik
a. Kehilangan darah (syok hemoragik) eksternal maupun internal
b. Kehilangan plasma (luka bakar)
c. Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi)
2. Syok kardiogenik
a. Gangguan irama jantung
b. Kegagalan pompa jantung (sekunder terhadap penyakit jantung
iskemik atau kardiomiopati)
c. Disfungsi katup jantung akut
d. Ruptur septum ventricular atau dinding ventrikel
e. Obat-obat yang mendepresi jantung
3. Syok obstruktif
a. Pneumothoraks
b. Kelainan pericardial (tamponade jantung, konstriksi)
c. Kelainan vaskulasi pulmonal (emboli paru masif, HT pulmonal)
d. Tumor kardiak
e. Kelainan katup obstruktif (stenosis aorta atau stenosis mitral)
4. Syok distributif
a. Syok septik
b. Syok anafilaksis
c. Syok neurogenik
d. Cedera medulla spinalis atau batang otak
e. Obat-obatan
f. Insufisiensi adrenal akut

2.3.1 Syok Hipovolemik


Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume ekstravaskular
akibat kehilangan darah eksternal maupun internal, kehilangan plasma, atau
kehilangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan tubuh akan menyebabkan
vasokonstriksi sementara, sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah. Apabila kehilangan cairan tubuh tidak segera diatasi, akan terjadi
syok hipovolemik. Syok hipovolemik yang paling sering terjadi adalah syok
hemoragik.
Perbedaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak jelas terlihat
pada seorang penderita. Kelas perdarahan, berdasarkan persentase kehilangan
volume darah akut, berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan patofisiologi
keadaan syok.
Klasifikasi Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah (ml) s/d 750 (15%) 750 – 1500 1500 – 2000 > 2000 (> 40%)
- % volume darah (15% - 30%) (30% - 40%)
Denyut nadi < 100 > 100 > 120 > 140
Tekanan darah normal normal menurun Menurun
Tekanan nadi Normal/naik menurun Menurun Menurun
Frekuensi pernafasan 14 - 20 20 - 30 30 – 40 >35
Produksi urin (ml/jam) >30 20 - 30 5 – 15 Tidak berarti
Status mental Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung,lethargi
Penggantian cairan kristaloid kristaloid Kristaloid+darah Kristaloid+darah
(3:1)
Tabel 1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah (ATLS)

Patofisiologi
1. Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi tepi pada organ yang dapat
bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot dan tulang. PH arteri
normal. Terjadi vasokonstriksi tepi ringan, bermanifestasi sebagai kulit dingin,
pucat, basah.
2. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya
bertahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus dan ginjal) terjadi asidosis
metabolik
3. Pada syok berat, sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak,
asidosis metabolik berat dan mungkin pula terjadi asidosis respiratorik.
Mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ dan jantung. Sudah terjadi
anuria, penurunan kesaedaran dan sudah ada gejala hipoksia jantung.
Perdarahan massif 50% atau lebih dari volume darah dapat menyebabkan
henti jantung. Pada stadium akhir tekanan darah cepat menurun dan pasien
menjadi koma, lalu disusul masa sekarat (nadi tidak teraba, megap-magap)
dan akhirnya terjadi mati klinis. Henti jantung karena syok hemorhagik ialah
disosiasi electromagnet (kompleks gelombang EKG lasih ada, tetapi tidak
teraba denyut nadi), fibrilasi ventrikel dapat terjadi dengan pasien pada
penyakit jantung yang mendasar.

2.3.2 Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal akibat gangguan
fungsi pompa jantung. Definisi klinis disini mencakup curah jantung yang buruk
dan bukti adanya hipoksia dengan adanya volume darah intravaskular yang cukup.
Syok terjadi jika kerusakan otot jantung lebih dari 40% dan angka kematian lebih
dari 80%.
Patofisiologi
Syok kardiogenik terjadi akibat gagal ventrikel kiri untuk memompa
jantung, sehingga tekanan darah turun, tekanan wedge kapiler paru naik disertai
oligouria, vasokonstriksi perifer, kesadaran yang menurun dan asidosis metabolik.
Syok kardiogenik paling sering disebabkan oleh infark jantung akut dan
kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi
infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi
diantara 80-90%. Akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56%.
Walaupun demikian syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang
terpenting pada penderita infark yang dirawat dirumah sakit
Penyebab lain syok kardiogenik adalah toksik karena obat-obatan yang
mendepresi jantung, infeksi seperti miokarditis, gangguan irama jantung,
disfungsi katup jantung akut, dan ruptur septum ventricular atau dinding ventrikel.
Gejala klinis dan diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila tekanan sistol kurang dari 90 mmHg, disertai
adanya oligouri yaitu bila diuresis kurangdari 20-30 cc/jam. Tidak ada penyebab
lain dari hipotensi seperti perdarahan, diare, reaksi vagal, aritmia, obat-obatan dan
dehidrasi. Biasanya penderita tampak gelisah, pucat, ekstremitas dingin disertai
sianosi perifer, kulit biasanya lembab dan dingin.
Kemungkinan adanya infark jantung akut didapatkan dari riwayat penyakit
adanya sakit dada yang khas disertai perubahan gambaran EKG yang khas dengan
adanya gelombang q patologis dan segmen ST yang meningkat dan pemeriksaan
jantung, CPK, MBCK, SGOT dan LDH menunjukkan kenaikan.

2.3.3 Syok obstruktif


Adanya obstuksi sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal akan
mengurangi cardiac output sehingga dapat mengakibatkan syok. Tamponade
jantung, tension pneumothoraks, dan emboli pulmonal masif merupakan
kegawatdaruratan medis yang memerlukan diagnosis dan tindakan segera.
Penyebab lain syok obstruktif antara lain hipertensi pulmonal, tumor kardiak, dan
kelainan katup obstruktif (stenosis aorta atau stenosis mitral).

2.3.4 Syok distributif


Reduksi resistensi sistemik vaskular akan mengakibatkan cardiac output
yang tidak adekuat sehingga dapat mengakibatkan syok distributif.
1. Syok septik
Syok septik biasanya disebabkan oleh penyebaran endotoksin bakteri gram
negatif. Jarang terjadi karena toksin bakteri gram positif. Syok septik lebih mudah
timbul pada pasien dengan trauma, diabetes mellitus, leukemia, granulositopenia
berat, penyakit saluran genitourinaria, atau yang mendapat pengobatan
kortikosteroid, obat penekan kekebalan atau radiasi. Faktor yang mempercepat
syok septik adalah pembedahan, atau manipulasi saluran kemih, saluran empedu
dan ginekologi.
Patofisiologi
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteri-vena
kapiler. Selain itu terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas
vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan
intravaskuler ke interstitial yang terlihat sebagai edema. Pada syok septik,
hipoksia sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan
melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin
kuman.
1. Pada stadium awal, curah jantung meningkat, denyut jantung lebih cepat dan
tekanan arteri rata-rata turun. Kemudian perjalanannya bertambah progresif
dengan penurunan curah jantung. Karena darah balik berkurang (terjadi
bendungan darah dalam mikrosirkulasi dan keluabnya cairan dari ruangan
intravascular nkarena permeabilitas kapiler bertambah yaitu di tandai dengan
turunnya tekanan vena sentral.
2. Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah meningkat
disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler paru-paru. Pada pasien yang
sudah syok hipertensi paru-paru ditandai dengan gejala gagal paru-paru
progresif, PO2 arteri turun, hiperventilasi, dispnea dan asidosis.
3. Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) terjadi karena penacuan proses
pembekuan akibat lerusakan endothelium kapiler oleh infeksi bakteri.
Gejala klinik
1. Demam tinggi >38,9 oC. Sering diawali dengan menggigil, kemudian suhu
turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi)
2. Takikardi
3. Hipotensi (sistolik <90 mmHg)
4. Ptekie, leukositosis atau leukopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia.
5. Hiperventilasi dengan hipokapnia
6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, perirektal.
Syok sepsis harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi,
trombositopenia atau koagulasi intravascular yang tidak dapat diterangkan
penyebabnya. Sedangkan pada persangkaan infeksi harus segera dilakukan
pemeriksaan biakan kuman dan uji lainnya.
2. Syok anafilaktik
Reaksi anafilaktik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik
merupakan suntikan atau cara lain, yang dapat berkembang menjadi
kegawatdaruratan dalam hitungan menit, sehingga memerlukan diagnosis dan
tindakan segera. Kegawatdaruratan yang terjadi berupa syok, gagal nafas, henti
jantung dan kematian mendadak.
Obat-obatan yang sering memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan
antibiotic penisilin, ampisilin, cephalosporin, neomisin, tetrasiklin,
kloramphenikol, sulfonamide, kanamisin, serum anti tetanus, serum antidiphteri
dan anti rabies. Alergi terhadap gigitan serangga, kuman-kuman, insulin juga
dapat memberikan reaksi anafilaktik.
3. Syok neurogenik
Syok neurogenik adalah suatu kondisi hipotensi dan bradikardi akibat
gangguan system saraf simpatis medulla spinalis sehingga menyebabkan
hilangnya tonus simpatis kapiler. Gambaran klasik syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardia atau vasokonstriksi kulit. Tekanan nadi yang mengecil
tidak terlihat pada syok neurogenik.
BAB III
PENATALAKSANAAN SYOK

3.1 PENATALAKSANAAN
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Degera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.
Prinsip dasar penanganan syok
Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal untuk :
1. Menstabilkan kondisi pasien.
2. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
3. Mengefisiensikan system sirkulasi darah
4. Setelah pasien stabil , temukan penyebab syok

3.2 Terapi inisial


Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama
dalam menghadapi syok:
Penaganan awal
1. Mintalah bantuan segera mobilisaasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat
2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum dan harus dipastikan bahwa
jalan nafas bebas.
3. Mengukur tanda vital
4. Jangan berikan cairan melalui mulut
5. Jagalah penderita agar tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini
akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ
vitalnya.
Posisi tubuh:
1. Secara umum posisi penderita dibaringkan terlentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2. Penanganan yang sangan penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
3. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita terlentang
dengan kaki ditinggikan 20 cm, sehingga aliran darah balik ke jantung lebih
besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi
lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan, segera turunkan
kakinya kembali.
Pertahankan respirasi
1. Bebaskan jalan nafas, lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah
2. Tengadah kepala, topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
3. Berikan oksigen 6 l/mnt
4. Bila pernafasan atau ventilasi tidak kuat, berikan oksigen dengan pompa
sungkup (ambu bag) atau ETT.
Pertahankan sirkulasi
Segera pasang infus intra vena, bisa lebih dari satu infus, pantau nadi, tekanan
darah, warna kulit, isi vena, produksi urin dan CVP. Cari dan atasi penyebab.

3.3 Terapi Kausal


1. Syok hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak
terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari
tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat misalnya perdarahan dari saluran
cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan diluar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat. Kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat kurang. Respon
tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan dan lama
perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha
untuk memepertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati dan kulit. Akan terjadi
perubahan-perubahan hormonal melalui system renin-angiotensin-aldosteron,
system ADH dan system syaraf simpstis, cairan interstitial akan masuk kedalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat
terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume
interstitial hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial itu hanya
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid, darah, dan cairan garam
seimbang. Infus cairan tetap menjadi pilihan pertama dalam menangani pasien.
Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus
dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah edema paru, terutama pasien tua.
Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Penanganan khusus
1. Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter/menit dengan sungkup atau kanula
hidung untuk mengoptimalkan ventilasi dan oksigenisasi
2. Kendalikan perdarahan yang jelas terlihat dengan tekanan langsung pada
tempat perdarahan. Jangan menggunakan tornikuet, karena dapat
menyebabkan nekrosis jaringan.
3. Mulailah akses ke sistem pembuluh darah, sebaiknya dengan dua infus
intravena menggunakan kanula atau jarum terbesar (minimum 16 Gauge).
Gunakan kateter yang pendek. Darah diambil sebelum pemberian cairan infus
untuk pemeriksaan golongan darah atau uji kecocokan (cross match).
Pemeriksaan Hb, Ht, dan jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap
termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostatis,
uji pembekuan.
4. Kemudian lakukan penggantian cairan :
a. Larutan elektrolit isotonis digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
dapat mengisi cairan intravascular dalam waktu singkat dan juga
menstabilkan volume vascular dengan cara menggantikan kehilangan
cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraselular. Segera
berikan cairan infus (RL atau NaCl) awalnya dengan kecepatan 1L dalam
15-20 mnt, atau sesuai kelas perkiraan kehilangan cairan dan darah.
b. Berikan paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini
melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan yang
sedang berjalan.
c. Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan infus dipertahankan
dalam kecepatan 1 liter/6-8 jam.
d. Infus dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan dalam
penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan untuk mengganti 2-3x
lipat jumlah cairan yang diperkirakan hilang.
3. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lakukan venous-cut down.
4. Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 mnt) dan darah yang hilang. Apabila
kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberi cairan. Nafas
pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan pemberian
cairan.
5. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan
jumlah urin yang keluar, produksi urin harus diukur dan dicatat.

Terapi pengganti intravena merupakan terapi baris pertama untuk


pengobatan hipovolemia. Pengobatan awal dengan cairan ini dapat menolong
nyawa seseorang dan dapat memberikan waktu untuk mengendalikan perdarahan
dan mendapatkan darah untuk tranfusi jika dibutuhkan.
Untuk mengganti cairan yang hilang, infus NaCl atau RL cukup efektif,
misalnya pada syok perdarahan atau kehilangan cairan pada pembedahan. Larutan
dekstrose merupakan cairan pengganti yang buruk. Jangan gunakan cairan ini
untuk mengobati kasus hipovolemia kecuali tidak ada alternatif lain. Banyak
kontroversi yang berhubungan dengan penggunaan kristaloid dan koloid sebagai
terapi cairan. Penggunaan kristaloid dapat menyebabkan dilusi protein plasma dan
berkurangnya tekanan onkotik plasma sehingga menyebabkan perembesan cairan
dari ruang intravascular ke ruang interstisial dan terbentuknya edema paru.
Namun, dalam kasus tertentu, molekul koloid dapat berpindah ke ruang
interstisial, menyebabkan edema jaringan karena adanya perbedaan tekanan
onkotik dan drainase koloid melalui sistem limfatik. Pemindahan koloid dari
ruang interstisial membutuhkan waktu lebih lama dari kristaloid.
Larutan kristaloid
Kristaloid adalah larutan yang mengandung air dan elektrolit Kristaloid
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, juga untuk
menambah cairan intravascular. Penggunaan kristaloid untuk menggantikan
kehilangan cairan intravaskular dengan perbandingan 1:3 sampai 1:4, dimana tiap
1ml kehilangan darah digantikan dengan 4 ml kristaloid. Kristaloid dibagi
menjadi :
1. Kristaloid isotonik, memiliki komposisi elektrolit mirip dengan cairan
ekstraseluler, misalnya RL, PlasmaLyte, Normosol. NaCl adalah
kristaloid isotonis dan isoosmotik dengan ECF, tetapi mengandung lebih
banyak klorida, sehingga bila digunakan dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan hiperkloremia ringan.
2. Kristaloid hipotonik
3. Kristaloid hipertonik, jarang digunakan, terlebih untuk terapi cairan karena
dapat menyebabkan hemolisis. Waktu paruh larutan hipertonis dalam
pembuluh darah tidak jauh berbeda dengan kristaloid isotonik.
Larutan koloid :
Larutan koloid terdiri dari suspensi partikel-partikel yang lebih besar
dibandingkan kristaloid. Volume distribusi inisial koloid ekuivalen dengan
volume plasma. Koloid diberikan dengan volume sesuai dengan jumlah darah
yang hilang (1:1) terutama pada kondisi dimana permeabilitas kapiler meningkat
(trauma dan sepsis). Waktu paruh koloid dalam sirkulasi pembuluh darah
lebih lama dari larutan kristaloid. Koloid sintetis, albumin terproses, dan fraksi
protein memiliki risiko infeksi yang minimal.
Penting untuk diingat :
1. Gunakan cairan kristaloid untuk pemeliharaan, mengganti cairan yang keluar
melalui kulit, feses dan urin. Jika dapat diketahui bahwa penderita tersebut
akan menerima cairan i.v selama 48 jam atau lebih, infuslah dengan larutan
elektrolit yang seimbang. Hanya garam fisiologis (NaCl 0.9%) atau cairan
garam seimbang lainnya yang memiliki konsentrasi yang sama dengan
natrium pada plasma yang merupakan cairan pengganti yang efektif
2. Plasma manusia sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan pengganti. Semua
bentuk plasma mempunyai resiko yang sama dengan darah lengkap yang
dapat menularkan infeksi seperti HIV dan hepatitis.
3. Air murni tidak pernah digunakan untuk infuse i.v karena akan menyebabkan
hemolisis dan akan berakibat fatal.
4. Sebelum memberikan cairan perinfus, cek segel botol kantong cairan tidak
sobek dan waktu kadaluarsa. Periksa bahwa cairan terlihat jernih dan bebas
dari partikel-partikel.
Pemberian tranfusi darah
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan darah untuk
mengangkut oksigen dari volume darah. Sangat penting untuk menggunakan
darah, produk darah atau cairan pengganti yang sesuai dan perhatikan prinsip
penting yang dibuat untuk membantu tenaga medis dalam memutuskan kapan
tranfusi dan kapan tidak dilakukan. Penggunaan produk darah yang sesuai
didefinisikan sebagai tranfusi produk darah yang aman untuk mengobati kondisi-
kondisi yang akan mengarah morbiditas yang tidak dapat dihindarkan atau
ditangani secara efektif oleh cara lain. Darah yang diberikan dapat berupa darah
biasa (Whole Blood) maupun komponen darah. Untuk mendapatkan hasil optimal,
lebih baik digunakan komponen darah seperti packed red cell, trombosit, fresh
frozen plasma, dan lainnya.

Efek Samping pemberian terapi cairan


Pemberian cairan secara massive beresiko menyebabkan edema paru. Paru
memiliki mekanisme yang bervariasi untuk mencegah edem paru. Hal ini
termasuk meningkatkan aliran limfe, menurunkan tekanan onkotik interstitial paru
dan meningkatkan tekanan hidrostatik. Namun jika pemberian cairan berlebihan,
mekanisme ini tidak dapat mengkompensasinya sehingga terjadi edem paru. Hal
ini dapat dicegah dengan pemberian cairan yang rasional dan memperhatikan
timbulnya gejala klinis edem paru seperti sesak dan bising usus.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:


Respon penderita terhadap resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi selanjutnya.
1. Nadi
Nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemik
2. Tekanan Darah
Bila TD <90 mmHg pada pasien normotensi atau TD turun > 40mmHg pada
pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya tranfusi cairan.
3. Produksi urin
Pemasangan kateter urin diperlukan untk mengukur produksi urin.
Produksi urin harus dipertahankan minimal 1,2 ml/kgBB/jam. Bila kurang
menunjukkan adanya hipovolemia.
Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila
volume intravaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin <0,5 ml/kgBB/jam
bisa diberikan lasik 20-40mg untuk mempertahankan produksi urin. Dopamin 2-5
µgr/kgBB/menit bias juga digunakan. Pengukuran tekanan vena sentral
(normalnya 8-12 cm H20) dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti
gelisah, haus, sesak, pucat dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu
transfusi cairan.

2. Syok kardiogenik
Semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard akut sebaiknya di
kirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kateterisasi angioplasti dan operasi
kardiovaskuler.
1. Letakkan pasien pada posisi telentang, kecuali bila terdapat oedem paru
berat.
2. Beri oksigen sebanyak 5-10 L/mnt dengan kanul nasal atau sungkup muka
dan ambil darah arteri untuk pemeriksaan analisis gas darah (AGD).
3. Intubasi trachea perlu dipertimbangkan bila terdapat asidosis respiratorik
dan hipoksia berat.
4. Lakukan kanulasi tepi vena dengan kateter no.20 dan berikan infuse
dekstrosa 5 % perlahan-lahan.
5. Keluarkan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum,
kreatinin dan enzim-enzim jantung, seperti CPK, LDH dan SGOT.
6. Buat rekaman EKG dan monitor irama jantung.
7. Beri natrium bikarbonat 1-2 ampul (44 mEq/ampul) perlahan-lahan untuk
mengoreksi asidosis metabolik (> 5 menit) dan mempertahankan PH darah
diatas 7,2. Periksa kembali AGD.
8. Bila klinis maupun radiologist tidak menunjukkan oedem paru, beri cairan
garam fisiologis 100 ml perlahan-lahan untuk mengoreksi hipovolemik.
Bila terdapat tanda-tanda perbaikan fungsi miokardium, teruskan infuse
sehingga syok dapat diatasi.
9. Bila terapi cairan tidak memberi respon yang sesuai berikan dopamine
dengan dosis permulaan < 5 µgr/kgBB/menit. Dengan dosis ini diharapkan
aliran ginjal dan mesenteric meningkat serta memperbanyak produksi urin.
Dosis dopamine 5-10µgr/kgBB/menit akan menimbulkan efek β
adrenergic, sedangkan pada dosis > 10 µgr/kgBB/menit, dopamine tidak
efektif dan yang menonjol adalah efek α adrenergic.
10. Bila terjadi oedem paru, beri furosemid dengan dosis 20 mg intravena dan
bila tidak menunjukkan perbaikan setelah 30 menit, tingkatkan dosis
menjadi 40 mg. Pertimbangkan juga untuk segera memberi salep
nitrogliserin 0.5-1 % sebagai vena dilator sentral yang bermanfaat untuk
menurunkan preload.
3. Syok Obstruktif
Tension pneumothoraks terjadi bila ada udara yang masuk ke rongga
pleura, yang karena suatu mekanisme ventil mencegah aliran keluarnya. Tekanan
intrapleural meningkat, menyebabkan paru-paru kolaps. Untuk sementara, tension
pneumothoraks dapat diatasi dengan menusukkan jarum ke ruang pleura.
Tamponade jantung dapat diatasi dengan menusukkan jarum ke dalam kantung
perikardial. Pada emboli pulmonal masif dapat dilakukan pemberian antikoagulan
atau trombolitik.

4. Syok septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi. Pada pasien trauma syok
septik bisa terjadi jika pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok
septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritoneum dengan isi usus.
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan
syok hipovolemia (takikardi, vasokonstriksi perifer, produksi urin <0,5
ml/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi).
Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal
mempunyai gejala takikardi, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal dan
tekanan nadi yang melebar. Penanggulangannya dengan optimalisasi volume
intravaskuler dan pemberian antibiotik, dopamin serta vasopresor.
Penanganan medikamentosa pada syok septic.
1. Terapi cairan.
Pemberian cairan garam berimbang harus segera diberikan pada saat
ditegakkan diagnosis syok septik. Pemberian cairan ini sebanyak 1-2 liter
selama 30-60 menit dapat memperbaiki sirkulasi tepi dan produksi urin.
Pemberian cairan selanjutnya tergantung pengukuran tekanan vena sentral.
2. Obat-obat inotropik
Dopamin sebaiknya diberikan bila keadaan syok tidak dapat diatasi dengan
pemberian cairan tetapi tekanan vena sentral telah kembali normal. Dopamin
permulaan diberikan kurang dari 5 µgr/kgBB/menit. Dengan dosis ini
diharapkan aliran ginjal dan mesenteric meningkat serta memperbanyak
produksi urin. Dosis dopamine 5-10µgr/kgBB/menit akan menimbulkan efek
β adrenergic, sedangkan pada dosis > 10 µgr/kgBB/menit, dopamine tidak
efektif dan yang menonjol adalah efek α-adrenergic.
3. Antibiotik
Pemberian dosis antibiotik harus lebih tinggi dari dosis biasa dan diberikan
secara i.v. Kombinasi pemberian dua antibiotik spektrum luas sangat
dianjurkan karena dapat terjadi efek yang sinergis.

5. Syok anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik tergantung tingkat keparahan. Namun
yang terpenting harus segera dilakukan evaluasi jalan nafas, jantung dan respirasi.
Bila ada henti jantung dan respirasi, lakukan resusitasi jantung paru. Terapi awal
diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Untuk terapi awal diberikan adrenalin 1:1000 0,3 ml sampai maksimal 0,5
ml s.c atau i.m. Dapat diulang 2-3 kali dengan jarak 15 menit. Pasang tourniquet
pada proksimal dari suntikan infiltrasi dengan 0,1-0.2 ml adrenalin 1:1000.
Lepaskan tourniquet setiap 10-15 menit. Tempatkan pasien dalam posisi
terlentang dengan elevasi ekstermitas bawah (kecuali kalau pasien sesak). Awasi
jalan nafas pasien, periksa tanda-tanda vital setiap 15 menit. Bila efek terhadap
adrenalin kurang, berikan difenhidramin klorida 1mg/kgBB sampai maksimal 50
mg i.m atau i.v secara perlahan-lahan.
Bila terjadi hipotensi segera berikan cairan i.v yang cukup. Bila tidak ada
respon, berikan dopamine 400 µgr (2 ampul) dalam cairan infuse glukosa 5 %
atau RL atau NaCl 0,9 % untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 90-100
mmHg.
Bila terjadi bronkospasme persisten berikan oksigen 4-6 liter/menit. Bila
tidak terjadi hipotensi berikan aminophilin dosis 0,5-0,9 mg/kgBB/jam. Berikan
aerosol β2 agonis tiap 2-4 jam.
Untuk mencegah relaps (reaksi fase lambat), berikan hidrokortison 7-10
mg/kgBB i.v lalu dilanjutkan hidrokortison suntikan 5 mg/kgBB i.v setiap 6 jam
sampai 48-72 jam.
Awasi adanya edema laring jika perlu dilakukan trakeostomi. Bila kondisi
pasien stabil, berikan terapi supportif dengan cairan selama beberapa hari, pasien
harus diawasi karena kemungknan gejala berulang minimal selama 12-24 jam.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam pertama.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat tubuh tidak
mendapatkan aliran darah yang adekuat. Hal ini dapar merusak banyak organ.
Syok membutuhkan penaganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk,
dengan amat cepat.
2. Penyebab syok pada kasus gawat darurat biasanya perdarahan (syok
hipovolemik)
3. Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan
mempertahankan suhu tubuh. Untuk mengganti cairan yang hilang, infus NaCl
atau RL cukup efektif.
4. Pemberian cairan secara masif beresiko menyebabkan edema paru. Hal ini
dapat dicegah dengan pemberian cairan yang rasional dan memperhatikan
timbulnya gejala klinis edema paru seperti sesak dan bising paru.
DAFTAR PUSTAKA

Ar Rifki. Syok Penanggulangannya : Simposium sehari beberapa aspek klinis


pemberian cairan perenteral secara rasional, PAPDI.1999. www.yahoo.com.
Hanafi, B. Trisna H, Suhendro, Djauzi, Samsuridjal. Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Ed.2. 2001. Jakarta : Pusat
Informasi dan Penerbit bagian IPD FKUI.
Hart, Jacqueline A. Syok. 2004. www.nlm.nh.gov/medlineplus/ency
IKABI. ATLS: Student Course Manual. 6th ed. 1998.
Kaye AD, Kucera IJ. Intravascular Fluid and Electrolyte Physiology dalam
Miller’s Anesthesia. 2005. Philadelphia : Churchill-Livingstone
Kolecki,Paul.Shock,Hypovolemic.2005.www.emedicine.com/emerg/topic532.htm.
Messina LM, Tierney LM. Blood Vessel and Lymphatics dalam Current Medical
Diagnosis and Treatment. 2002. New York : Lange Medical
Books/McGraw- Hill
Muhiman, Muhardi, dkk.editor. Anestesiologi. 1989. Jakarta:C.V Infomedika.
Noer HMS,Waspadi, Rachman AM.Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I,
ed.3. 1996. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia A,Wilson L. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Ed.4.
1994. Jakarta : EGC.
Tegtmeyer,Ken.MD.Shock.2001.www.homepage.mac.com/tegtmeyer/resident/sh
o
ck.html. www.wikipedia.org/wiki/shock.
www.healthatoz.com/healthatoz/atoz/ency/shock.jsp.

Anda mungkin juga menyukai