Anda di halaman 1dari 4

REVIEW KLINIK

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut : Sebuah Evidence-


Based Update
Vorapaxar

Penambahan terbaru ke dalam golongan agen anti-platelet adalah vorapaxar, merupakan


antagonis oral berafinitas tinggi yang secara selektif menghambat trombin dari mengaktifkan
platelet melalui reseptor yang diaktifkan protease 1. Vorapaxar diindikasikan untuk pengurangan
trombotik kardiovaskuler yang terjadi pada pasien dengan riwayat MI atau dengan penyakit
arteri perifer (PAD). Agen baru ini disetujui oleh FDA pada tahun 2014 berdasarkan hasil uji
coba terkontrol acak fase III yang besar. Percobaan ini melibatkan 26.449 pasien dengan riwayat
MI, stroke iskemik, atau PAD yang secara acak menerima vorapaxar (2.5 mg setiap hari) atau
plasebo sebagai tambahan untuk terapi anti platelet standar selama rata-rata 30 bulan. Vorapaxar
dikaitkan dengan penurunan risiko absolut 1,2% pada titik akhir komposit primer kematian
akibat kardiovaskular, MI, atau stroke dibandingkan dengan plasebonya. Peran vorapaxar dalam
pengelolaan ACS belum sepenuhnya dijelaskan dan kemungkinan akan berkembang di tahun-
tahun mendatang.

Antikoagulan

Keputusan untuk menggunakan antikoagulan selain pengobatan standar pasca-ACS


merupakan sebuah tantangan karena keseimbangan yang rumit antara keamanan dan
kemanjuran. Selama pengelolaan awal ACS, antikoagulan parenteral digunakan dalam
kombinasi dengan agen antiplatelet (kekuatan rekomendasi A). Antikoagulan parenteral yang
dapat digunakan selama waktu ini termasuk unfractionated heparin (UFH), heparin dengan berat
molekul rendah, fondaparinux, atau bivalirudin. Pilihan agen antikoagulan tergantung pada
strategi manajemen awal dan durasi terapi yang direkomendasikan bervariasi berdasarkan agen
yang dipilih. Meskipun pedoman saat tidak merekomendasikan antikoagulan untuk manajemen
pasca-ACS namun penggunaan warfarin dan aspirin ditemukan memberikan pengurangan yang
signifikan dari kerugian utama peristiwa termasuk semua penyebab kematian, MI nonfatal dan
nonfatal stroke tromboemboli. Warfarin telah disetujui oleh FDA yang menyatakan bahwa
golongan ini dapat mengurangi risiko kematian. Dalam beberapa tahun terakhir, tiga
antikoagulan oral telah diberikan di AS, termasuk dabigatran (Pradaxa), rivaroxaban (Xarelto),
dan apixaban (Eliquis).  

Adjuvant Agents

Beta-Blocker
 

Terapi beta-blocker oral harus dimulai 24 jam dari onset untuk pasien yang mengalami
UA, NSTEMI, dan STEMI dan tidak termasuk tanda gagal jantung, peningkatan risiko syok
kardiogenik, atau kontraindikasi lain terhadap terapi. Penggunaan intravena beta-blocker sangat
wajar diberikan pada pasien yang mengalami hipertensi. Beta-blocker bekerja dengan
mengurangi kontraktilitas miokard,  frekuensi simpul sinus, dan kecepatan konduksi node AV
dengan memblokir efek katekolamin pada reseptor terletak di miokardium. Manfaat dari di beta-
blocker berhubungan dengan penurunan kerja jantung dan penurunan permintaan oksigen di
miokard. Studi di US menyatakan bahwa beta-blocker memiliki hasil yang bervariasi
berdasarkan perbedaan dalam rute pemberian, waktu pemberian dari onset kejadian, dan populasi
pasien terhadap pasien yang mengalami ACS.
2
Namun, ada cukup bukti untuk merekomendasikan beta-blocker jangka panjang
disarankan pada pasien pasca-MI. Data menunjukkan bahwa manfaat dari beta-blocker muncul
di tahap awal setelah MI dan manfaat umum di kalangan pasien berisiko tinggi. Jika terdapat
efek samping dari penggunaan beta-blocker maka terapi harus segera dihentikan.

Inhibitors Dari Sistem Renin-Angiotensin


Angiotensin-converting enzyme (ACE) atau penghambat reseptor angiotensin (ARB)
harus dimulai dalam 24 jam pertama setelah pasien datang dengan ACS yang mengalami
kongesti paru, HF, STEMI dengan lokasi anterior, atau fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) 40%
tanpa adanya kontraindikasi terhadap terapi. ACE inhibitor telah terbukti mengurangi mortalitas
pada spektrum luas pasien setelah MI, termasuk mereka dengan dan tanpa disfungsi ventrikel
kiri. ACE inhibitor juga telah dipelajari pada pasien dengan CAD stabil, yang menunjukkan efek
yang bertentangan pada mortalitas dan kejadian vascular. Pasien dengan CAD stabil yang tidak
dioptimalkan secara medis (yaitu tidak dapat mentolerir beta-blocker atau statin), yang tidak
dapat direvaskularisasi, dan / atau yang memiliki diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
telah menunjukkan manfaat angka kematian yang rendah dengan pengobatan berkelanjutan
dengan penghambat ACE. Sebaliknya, pasien revaskularisasi dengan CAD stabil, tanpa
komorbiditas yang signifikan yang menjalani manajemen pengobatan optimal, tidak
menunjukkan manfaat jangka panjang. Keputusan untuk melanjutkan penghambat ACE jangka
panjang pada pasien dengan riwayat ACS harus berdasarkan individu dengan
mempertimbangkan status penyakit yang menyertai.
Antagonis aldosteron (yaitu, spironolakton, eplerenon) juga telah dipelajari dalam
pengaturan pasca-ACS dan telah ditemukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada
populasi pasien tertentu. Inisiasi antagonis aldosteron direkomendasikan setelah kejadian ACS
untuk pasien yang menggunakan dosis peutic inhibitor ACE atau ARB dan -blocker dengan
LVEF 40% dan HF simptomatik atau diabetes mellitus. Saat memulai inhibitor sistem renin-
angiotensin, penting untuk memantau efek samping yang terkait dengan agen ini termasuk
hiperkalemia, peningkatan kreatinin serum, dan hipotensi.

HmG- koenzim A Reduktase Inhibitor


Dianjurkan untuk memulai atau melanjutkan terapi statin pada semua pasien dengan ACS
dan tidak ada kontraindikasi untuk penggunaannya. Terapi statin intensitas tinggi setelah
kejadian ACS terbukti memberikan pengurangan risiko absolut sebesar 3,9% dibandingkan
dengan statin intensitas sedang untuk titik akhir komposit kematian dari setiap penyebab seperti
MI yang berulang, UA yang membutuhkan rehospitalisasi, revaskularisasi, dan stroke. Terapi
statin memiliki banyak manfaat terhadap ACS bahkan di pasien dengan dasar low-density
lipoprotein cholesterol tingkat 70 mg / dL. Baru diterbitkan oleh American College of
Cardiology dan American Heart Association merekomendasikan statin intensitas tinggi (yaitu,
atorvastatin 40 mg sehari atau rosuvastatin 20 mg setiap hari) untuk pasien berisiko tinggi,
termasuk pada klien yang memiliki penyakit ACS.

Kesimpulan
ACS adalah kondisi yang berpotensi mengancam nyawa yang mempengaruhi jutaan
orang setiap tahun. Meskipun penurunan tingkat rawat inap untuk MI, identifikasi dan
pencegahan ACS terus menjadi masalah  masyarakat yang penting. Selama beberapa tahun,
banyak penelitian telah mengungkapkan peningkatan pemahaman patofisiologi ACS dan
kemajuan telah dibuat di bidang medis. Manajemen awal ACS harus mencakup stratifikasi
risiko, manajemen farmakologi yang tepat dan keputusan untuk menangani kasus invasive
maupun sederhana terhadap strategi pengobatan. Manajemen jangka panjang dan follow-up ACS
harus mengikuti rekomendasi berdasarkan evidence-based dan berbeda terhadap masing-masing
pasien.
 

Anda mungkin juga menyukai