Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DASAR – DASAR TATA KELOLA ETIKA BISNIS

“SIKAP ABAI PT KAMARGA KURNIA TEXTILE INDUSTRI


TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KEPADA LINGKUNGAN
SEKITAR”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Dasar – Dasar Tata
Kelola Etika Bisnis Kelas C

Disusun Oleh :

Imam Panji – 12030119130276

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

KOTA SEMARANG
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
iman, sehat wal’afiat, dan kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa dampingan-Nya tentunya saya belum
tentu dapat melewati berbagai rintangan yang saya hadapi selama pelaksanaan
pembuatan makalah ini. Shalawat dan salam juga tercurah untuk junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman penuh kegelapan menuju
zaman yang terang – benderang akan rahmat.

Syukur kembali saya panjatkan atas rezeki Allah yang telah memberi saya
kekuatan sehingga makalah ini dapat saya ajukan sebagai tugas individu mata
kuliah Dasar – Dasar Tata Kelola dan Etika Bisnis dengan judul “Sikap Abai PT
Kamarga Kurnia Textile Industri terhadap Tanggung Jawab Sosial kepada
Lingkungan Sekitar “.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata


kuliah Etika Bisnis yaitu Ibu Andri Prastiwi yang telah membimbing saya dalam
proses pembelajaran mata kuliah Etika Bisnis. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang sudah membantu saya dalam proses pembuatan
makalah, khususnya Ayah, Bunda, Tiara, Cantika, dan seluruh kawan – kawan
yang tidak bisa saya sebutkan satu – persatu.

Saya menyadari betul apapun yang dibuat manusia masih jauh dari kata
sempurna, termasuk juga makalah yang saya buat pasti terdapat kesalahan serta
kekurangan. Saya mohon maklum akan hal itu, dan saya juga berharap kritik serta
saran dari pembaca supaya kedepannya saya dapat membuat tulisan yang lebih
baik lagi.

Wassalaimualaikum Wr. Wb.

Semarang, 30 April 2021

Imam Panji.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i


Daftar Isi.................................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan ...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2
1.3 Tujuan .............................................................................................................2
Bab II Isi ...................................................................................................................3
2.1 Landasan Teori ...............................................................................................3
2.2 Pembahasan ....................................................................................................5
Bab III Penutup ........................................................................................................9
3.3 Kesimpulan .....................................................................................................9
3.2 Saran .............................................................................................................10
Daftar Pustaka ........................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia memiiki berbagai macam kebutuhan untuk hidupnya, tetapi
seperti yang kita tahu, yang paling penting adalah kebutuhan primer yang
terdiri dari sandang, pangan, dan papan. Tetapi, semakin hari hal ini semakin
berkembang, kompleks, dan rumit. Kebutuhan tidak hanya tentang harus
terpenuhi, namun juga harus modis, bergaya, dan fashionable. Dalam
kebutuhan pangan, tidak hanya sekedar makan supaya perut menjadi
kenyang, namun harus memperhatikan kualitas bahan makanan yang terbaik.
Kebutuhan papan bukan hanya sekedar memiliki rumah luas, namun desain
interior yang menarik dan unik juga harus diperhatikan. Begitu pula dengan
kebutuhan sandang, bukan hanya sekedar menutupi tubuh, tetapi juga harus
memperhatikan model, gaya, dan detail setiap pakaian yang akan kita
gunakan.
Dampak dari kebutuhan manusia yang semakin kompleks adalah banyak
perusahaan berlomba – lomba untuk memproduksi produk terbaik dan
unggulan supaya dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan meraup
keuntungan yang banyak. Salah satunya adalah yang berusaha dilakukan oleh
pabrik tekstil pencelupan kain bahan kaos yaitu PT Kamarga Kurnia Textile
Industri (PT KKTI). PT KKTI adalah sebuah perusahaan di daerah Cimahi
yang bergerak di bidang tekstil khususnya penyempurnaan kain. Layaknya
perusahaan pada umumnya, PT KKTI selalu berusaha untuk memproduksi
produk terbaik, meraup keuntungan, menghidupi karyawan dengan layak, dan
juga memenuhi tanggung jawab sosial lainnya yang harus dilakukan oleh
perusahaan.
Tetapi, kehidupan perusahaan tidak selalu berjalan mulus dan itu juga
yang dialami PT KKTI. Pada Februari 2020 lalu, PT KKTI mendapatkan
gugatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akibat
pencemaran limbah di Daerah Air Sungai (DAS) Citarum. Akibat gugatan
tersebut, PT KKTI diharuskan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 4,52

1
Milyar, bagusnya jumlah ini lebih rendah dari gugatan yang diajukan oleh
KLHK yaitu sebesar Rp 18,2 Milyar. Lalu apakah hal ini sudah sesuai untuk
dilakukan ? Atau PT KKTI perlu melakukan pembelaan dengan bukti – bukti
yang dimiliki untuk membuktikkan bahwa perusahaan tidak mencemari
sungai ?

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana kasus pencemaran lingkungan oleh PT KKTI jika dilihat
dari sudut pandang etika berbisnis ?
1.2.2 Apakah berbagai faktor yang menyebabkan PT KKTI mencemari
lingkungan ?
1.2.3 Bagaimana evaluasi yang harus dilakukan oleh PT KKTI untuk
memperbaiki tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui kasus pencemaran lingkungan oleh PT KKTI dari sudut
pandang etika berbisnis.
1.3.2 Mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan PT KKTI mencemari
lingkungan.
1.3.3 Mengetahui evaluasi yang harus dilakukan oleh PT KKTI untuk
memperbaiki tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan.

2
BAB II
ISI

2.1 Landasan Teori


Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kebutuhan manusia yang
semakin kompleks berdampak kepada semakin banyaknya jumlah perusahaan
yang berlomba – lomba untuk memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Pihak
pemerintah mengerti kondisi ini dan mengantisipasi berbagai dampak buruk
dengan menerbitkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
bertujuan untuk mengendalikan berbagai kegiatan perusahaan supaya tidak
menimbulkan implikasi negatif untuk pihak luas. Lebih khusus, terkait
dengan topik ini di dalam BAB V UUPT juga sudah diatur mengenai
kewajiban perusahaan untuk melakukan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
atau Corporate Social Responsbility (CSR). Tanggung jawab sosial adalah
berbagai tanggung jawab yang wajib dilakukan oleh perusahaan kepada
berbagai stakeholders diantaranya, konsumen, karyawan, pemegang saham,
komunitas dan lingkungan alam dalam segala aspek operasional perusahaan
yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (Suparman, 2013).
Tentunya dalam pembahasan kali ini, saya akan mengerucutkan pembahasan
ke fokus tanggung jawab sosial kepada lingkungan. Sejalan dengan hal itu,
Tora J. Radin menyebutkan perusahaan memiliki 3 prinsip tanggung jawab
perusahaan kepada lingkungan yaitu perusahaan diwajibkan untuk
memperhatikan lingkungan alam, kewajiban dari perusahaan pada umumnya
bersifat diskresioner, dan yang terakhir kewajiban perusahan terhadap
lingkungan lebih dari sekedar mematuhi hukum yang berlaku (Rahardjo,
2018).
Seharusnya, perusahaan tidak mengalami jalan buntu untuk menunaikan
berbagai tanggung jawab ini, karena sebenarnya banyak cara yang dapat
dilakukan untuk memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan kepada
lingkungan sekitar, seperti pengolahan limbah dengan baik, pemisahan jenis –
jenis sampah di lingkungan perusahaan, dan banyak hal lainnya. Namun,

3
yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya adalah masih banyak
perusahaan yang menganggap tanggung jawab sosial kepada lingkungan
sepele dan terkesan rumit, pemikiran banyak perusahaan yang juga hanya
sekedar mengejar keuntungan dan memberikan profit bagi pemilik juga
menjadi masalah besar dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial kepada
lingkungan (Suastuti, 2014). Padahal manfaat dari menjaga lingkungan bukan
hanya sekedar memenuhi kewajiban terhadap undang – undang tetapi juga
turut andil dalam kelangsungan hidup berbagai makhluk hidup. Selain itu,
cara lain yang dapat dilakukan sebuah perusahaan dalam melaksanakan
tanggung jawab sosial kepada lingkungan adalah turun langsung dalam
bantuan pendidikan, mengajak masyarakat membuat kreativitas yang bisa
dikomersilkan, membantu masyarakat dalam pengelolaan lingkungan seperti
penanaman pohon, hingga memaksimalkan bank sampah sesuai jenisnya, dan
sebagainya (Feronika, 2020). Kerja sama yang dilakukan bersama masyarakat
juga akan membangun hubungan dan citra baik di antara perusahaan dengan
masyarakat sekitar. Penerapan CSR yang baik juga bisa dijadikan strategi
untuk bersaing dengan perusahaan lainnya. Karena di masa saat ini, selain
berlomba – lomba memenuhi kebutuhan orang banyak, banyak perusahaan
yang juga berlomba – lomba untuk mewujudkan program CSR yang baik
untuk meningkatkan reputasi dan kredibilitas perusahaan (Oktina, 2020).
Sedangkan, jika perusahaan tidak berhasil menjaga lingkungan, apalagi
sampai mencemari ‘fasilitas’ warga yang dalam hal ini Daerah Aliran Sungai,
tentunya hal ini akan merugikan perusahaan dari berbagai aspek, citra
perusahaan menurun, perusahaan terjerat kasus, dan tidak menutup
kemungkinan perusahaan akan mengalami penurunan profit bahkan sampai
merugi.
Kemudian jika perusahaan tidak mengolah limbah yang dihasilkan dengan
baik, hal ini akan berdampak langsung kepada lingkungan terutama aliran
sungai. Beberapa komponen di dalam limbah industri cair dapat memberikan
pencemaran fisik seperti padatan terapung, buih, zat warna, bahan yang
menyebabkan kekeruhan, dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas
flora dan fauna yang terdapat di dalam sungai, bahkan yang terburuk dapat

4
menyebabkan kematian massal biota sungai (Supraptini, 2002). Ditambah
jika air sungai digunakan masyarakat untuk kebutuhan Mandi, Cuci, Kakus
(MCK), dan hewan di sungai juga dikonsumsi oleh masyarakat sekitar,
tentunya hal ini akan lebih berbahaya jika terjadi. Di dalam air yang tercemar,
dapat dengan mudah menjadi sarang berkembang biak banyak
mikroorganisme, salah satunya adalah mikroba patogen. Mikroba patogen
yang berkembang biak di dalam air tercemar dapat menyebabkan timbulnya
berbagai penyakit sangat banyak dan semuanya merupakan penyakit yang
dapat menular dengan mudah. Berbagai penyakit menular yang diakibatkan
oleh pencemaran air adalah : Hepatitis A, Poliomyelitis, Cholera, Typus
Abdominalis, Dysentri Amoeba, Ascariasis, Trachoma, dan Scabies (Trisna,
2018). Tentunya penyakit tersebut sangat berbahaya jika menjangkit manusia
dan masyarakat sekitar, lagipula jika ada masyarakat yang terinfeksi oleh
penyakit akibat mengonsumsi air sungai yang tercemar akibat aktivitas
industri, belum tentu perusahaan terkait akan memberi pertanggungjawaban
yang layak. Dengan berbagai fakta yang sudah kita dapatkan mulai dari dasar
kewajiban perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosialnya, kemudian
dampak positif maupun negatif jika perusahaan patuh atau tidak dalam
menjalankan tanggung jawab sosial, dan juga manfaat lanjutan jika
perusahaan berhasil dalam melaksanakan tanggung jawab sosial terutama
terhadap lingkungan. Sekarang, mari memasuki tahap pembahasan lebih rinci
terkait kasus yang menimpa PT KKTI.

2.2 Pembahasan
Sudah dibahas di bagian sebelumnya, setiap perusahaan memang memiliki
tanggung jawab sosial kepada para stakeholders dan diatur dalam UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Di dalam stakeholders terdapat juga
salah satu pihak yang juga tanggung jawabnya harus dilaksanakan oleh
perusahaan tanpa terkecuali yaitu lingkungan alam. Cara yang dapat
dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada
lingkungan pun sangat beragam, namun masih sering ditemui oknum –
oknum perusahaan yang abai terhadap tanggung jawab mereka dan hanya

5
fokus kepada tujuan untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.
Padahal hal ini akan buruk jika dilakukan dalam waktu berkelanjutan dan
rutin, akan terjadi pencemaran alam dan berdampak kepada semua makhluk
hidup yang tinggal karena limbah dari pabrik tentu mengandung zat- zat
beracun bagi makhluk. Kejadian ini juga masih sering dijumpai karena masih
sedikit perusahaan yang sadar dan paham akan proses pengolahan limbah
yang benar sebelum dibuang, proses pengolahan limbah yang terkesan rumit
dan juga membutuhkan biaya tambahan juga menjadi alasannya. Biaya
tambahan ini lah yang dianggap banyak perusahaan hanya akan mengurangi
laba karena kegiatan pengolahan limbah tidak terkait langsung dengan proses
produksi dan penambahan profit perusahaan.
Kasus ini pula yang menimpa dan dialami oleh PT KKTI pada 2020 lalu.
PT KKTI yang terletak di Kota Cimahi terbukti bersalah dan digugat oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas aktivitas pencemaran
Daerah Aliran Sungai Citarum yang berdampak buruk bagi lingkungan
sekitar. Dalam kasus tersebut PT KKTI harus membayar ganti rugi sejumlah
Rp 4,25 Milyar, walaupun menurut saya jumlah ini belum tentu sesuai
dengan kerugian riil yang terjadi dan dialami oleh Citarum, bisa saja
kerugiannya kurang atau bahkan lebih dari sekedar uang tunai. Seharusnya
sebagai perusahaan yang baik dan bertanggung jawab, pihak perusahaan
haruslah memikirkan sekitarnya salah satunya dengan pengolahan limbah
sebelum dibuang. Memang tidak salah jika pengolahan limbah membutuhkan
biaya tambahan dan bisa saja mengurangi profit yang diterima oleh
perusahaan, namun manfaat yang didapatkan dari proses pengolahan ini juga
sangat positif, citra perusahaan akan membaik dan perusahaan akan tumbuh
menjadi perusahaan yang dipandang.
Terkait proses pengolahan limbah, cara yang dapat dilakukan perusahaan
sangatlah beragam, salah satunya adalah metode elektroflotasi. Elektroflotasi
merupakan proses pemisahan polutan pada cairan dengan mengapungkan zat
atau partikel polutan terdispresi di dalam air ke permukaan oleh gaya angkat
gelembung gas oksigen dan hidrogen (Haryono, 2018). Karena biaya juga
menjadi akar masalah dari pengolahan limbah, maka dari itu pengolahan

6
limbah harus mempertimbangkan segi efisien dan biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan terkait. Untuk mengatasi masalah biaya ini, perusahaan dapat
memilih teknologi plasma sebagai alternatif pengolahan limbah. Teknologi
plasma dapat digunakan secara langsung pada pengolahan limbah cair.
Teknologi plasma memanfaatkan elektron energi tinggi, ion, dan spesies aktif
yang terkandung dalam plasma untuk mengoksidasi senyawa organik dan zat
warna. Namun, teknologi ini lebih sering dilakukan di negara – negara maju,
di Indonesia teknik ini masih jarang digunakan padahal teknik ini lebih
mampu menyisihkan senyawa organik dalam limbah cair tanpa menghasilkan
sludge (Hadiwidodo, 2009). Proses pengolahan limbah semacam ini tentunya
akan membuat limbah lebih ‘bersahabat’ dibandingkan jika limbah langsung
dibuang mentah – mentah tanpa proses apapun.
Dan yang juga menjadi masalah tambahan adalah, dasar Undang – Undang
mengenai pemenuhan tanggung jawab sosial kepada lingkungan tidak sekuat
jika dibandingkan dengan pemenuhan tanggung jawab kepada pihak lain.
Dalam UU No. 40 Tahun 2007, hanya terdapat 1 pasal yang membahas
tentang ini yaitu Pasal 74 yang terdiri dari 4 ayat, kejelasan sanksi pun tidak
tertulis secara eksplisit di dalam UUPT mengenai jumlah denda, atau apa
yang akan diterima oleh perusahaan jika melanggar tanggung jawab sosial
kepada lingkungan sekitar. Maka, menurut saya pula, hukuman yang
dijatuhkan kepada PT KKTI dalam kasus pencemaran DAS Citarum sebesar
Rp 4,25 Milyar tidak memiliki dasar yang kuat. Tidak ada yang menyebutkan
bahwa kerugian yang harus diganti adalah angka tersebut, bahkan KLHK
awalnya menggugat sebesar Rp 18 Milyar yang jumlah tersebut juga tidak
ada dasarnya dalam UUPT. Seharusnya dengan perkembangan saat ini dan
melihat usia UUPT yang terbit pada 2007, pemerintah bisa melakukan revisi
atau amandemen untuk memperjelas dan memperkuat pasal – pasal dan ayat –
ayat yang dirasa perlu, supaya kedepannya baik pihak perusahaan maupun
stakeholders memiliki pegangan yang kuat dalam menjalankan aktivitas
bisnis.
Melanjutkan terkait pengolahan limbah, PT KKTI dan perusahaan secara
umum dapat memilih berbagai jenis teknik pengolahan yang dirasa paling

7
sesuai. Apapun tekniknya, saya rasa tujuannya sama yaitu untuk membantu
melestarikan lingkungan sekitar. Karena betapa indahnya jika aktivitas bisnis
dan kepentingan seluruh stakeholders dapat terpenuhi tanpa ada yang merasa
dirugikan, khususnya lingkungan. Karena bukanlah perusahaan yang hebat
walaupun memiliki laba sebesar apapun, namun sekitarnya menjadi tercemar
karena aktivitas perusahaan.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Semakin hari, manusia memiliki kebutuhan yang makin kompleks dan
rumit. Kondisi ini mendorong munculnya berbagai macam perusahaan yang
berlomba – lomba untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan memperoleh
keuntungan. Di sisi lain, perusahaan juga dihadapkan oleh tanggung jawab
sosial perusahaan kepada para stakeholders untuk dipenuhi hak – haknya.
Berbagai kewajiban ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Namun, dengan dasar hukum yang ada tidak menjamin
setiap perusahaan akan melakukan pemenuhan tanggung jawab sosial salah
satunya kepada lingkungan sekitar.
Hal ini yang menimpa PT Kamarga Kurnia Textile Industri pada tahun
2020 karena terbukti mencemari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. PT
KKTI adalah perusahaan yang bergerak di bidang tekstil yaitu
penyempurnaan kain. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair yang jika
dibuang secara langsung ke sungai akan berdampak buruk secara meluas.
Bukan sungai saja yang akan terdampak, kemungkinan masyarakat sekitar
juga akan terganggu jika masyarakat memanfaatkan Sungai Citarum untuk
kebutuhan sehari – hari mereka.
Untuk mengatasi hal ini, banyak cara yang dapat dilakukan oleh
perusahaan, dalam kasus PT KKTI, perusahaan dapat memperbaiki proses
pengolahan limbah di perusahaan supaya lebih ‘bersahabat’ saat dibuang
keluar perusahaan. Metode yang dilakukan pun sangat beragam, perusahaan
hanya harus memilih metode mana yang mereka rasa cocok dan sesuai
dengan kondisi perusahaan mereka. Karena selain untuk pemenuhan
tanggung jawab sosial juga hukum, bentuk kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan juga akan meningkatkan citra perusahaan di mata masyarakat dan
menaikan kredibilitas perusahaan sebagai perusahaan yang bertanggung
jawab penuh kepada para stakeholders-nya tanpa terkecuali.

9
3.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis melalui data – data
sekunder, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
3.2.1 Amandemen atau revisi UUPT karena dalam UUPT khususnya yang
membahas tentang tanggung jawab sosial kepada lingkungan belum
dijelaskan secara eksplisit baik tata cara sampai sanksi yang akan
diterima perusahaan jika melanggar.
3.2.2 Peningkatan kesadaran internal perusahaan akan pentingnya proses
pengolahan limbah sebelum dibuang keluar perusahaan.
3.2.3 Memilih teknik pengolahan limbah yang sesuai dengan kondisi
perusahaan supaya pengolahan limbah tidak terkesan sebagai proses
yang rumit dan mengurangi laba perusahaan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Feronika, Ester Sarah., Silva, Khairani Rahma., & Raharjo, Santoso Tri. (2020).
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Bidang Lingkungan. Prosiding
Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat,7(1), 9.

Hadiwidodo, Mochtar., Huboyo, Haryono Setyo., & Indrasarimmawati. (2009).


Penurunan Warna, COD dan TSS Limbah Cair Industri Tekstil
Menggunakan Teknologi Dielectric Barrier Discharge dengan Variasi
Tegangan dan Flow Rate Oksigen. Jurnal Presipitasi,7(2), 16.

Haryono., dkk. (2018). Pengolahan Limbah Zat Warna Tekstil Terdispersi dengan
Metode Elektroflotasi. Jurnal Kimia dan Pendidikan,3(1), 96.

Oktina, Dina Anggresa., dkk. (2020). Pengaruh Penerapan Strategi CSR


(Corporate Social Responsibility) dalam Meningkatkan Citra Perusahaan
pada PT. Pertamina (Persero) Tahun 2018. Kompetensi,14(1), 63.

Pabrik Tekstil di Cimahi Terbukti Buang Limbah, PN Bale Bandung Putuskan


Bayar Ganti Rugi Rp 4,2 Miliar. Diakses pada April 26, 2021, dari
https://jabarekspres.com/berita/2020/02/26/pabrik-tekstil-di-cimahi-terbukti-
buang-limbah-pn-bale-bandung-putuskan-bayar-ganti-rugi-rp-42-miliar/

Rahardjo, Soemarso Slamet. 2018. Etika dalam Bisnis & Profesi Akuntan dan
Tata Kelola Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Suastuti, Eny. (2014). Beberapa Kendala dalam Penerapan CSR (Analisis Pasal
74 UUPT). Rechtidee Jurnal Hukum,9(2), 205.

Suparman. (2013). Coorporate Social Responsibility: Bentuk Tanggung Jawab


Sosial Perusahaan dan Kepedulian Perusahaan dengan Masyarakat. Jurnal
Interaksi,2(2), 70.

Supraptini. (2002). Pengaruh Limbah Industri terhadap Lingkungan di Indonesia.


Media Litbang Kesehatan,12(2), 14.

11
Trisna, Yonar. (2018). Kualitas Air dan Keluhan Kesehatan Masyarakat di Sekitar
Pabrik Gula Watoetulis. Jurnal Kesehatan Lingkungan,10(2), 223.

Kritik dan Saran :

Email : imampanji37@yahoo.co.id

No. HP : 087788787081

12

Anda mungkin juga menyukai