Dosen Pengampu :
Dr. apt. Ika Purwidyaningrum, M. Sc
Disusun Oleh:
Shandi Juliana Hoer 2120414672
Sri Winarni Sofya 2120414674
B. Klasifikasi DRP
Klasifikasi DRP sangat bervariasi. Cipolle et al. (1998) membuat suatu sistem klasifikasi
DRP volume keempat yang telah direvisi. Klasifikasi DRP berdasarkan masalahnya dapat dilihat
pada Tabel di bawah ini
C. Pengertian Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah suatu keadaan dimana terdapat kadar lipid yang berlebihan dalam
darah, terutama kolesterol dan trigliserida. Hal ini juga sesuai dengan definisi yang diberikan
oleh American Heart Association. Hiperlipidemia dapat disebut juga hiperlipoproteinemia karena
komponen lemak berpindah di sepanjang sirkulasi darah dengan menempel pada protein. Itulah
sebabnya, lemak ini dapat terlarut ketika berada di sepanjang sirkulasi. Hiperlipidemia secara
umum dapat dibagi menjadi dua subkategori, yaitu:
a. Hiperkolesterolemia, yang ditandai dengan tingginya kadar kolesterol, dan
b. Hipertrigliseridemia, yang ditandai dengan tingginya kadar trigliserida, dimana triigliserida ini
merupakan bentuk umum dari lemak.
Tingginya kadar lipid pada keadaan hiperlipidemia dapat meningkatkan kecepetan
terjadinya aterosklerosis atau pengerasan pada pembuluh arteri karena menumpuknya plak pada
permukaan arteri. Plak tersebut terbentuk karena endapan lipid dan material lainnya yang berada
pada sirkulasi darah. Akibatnya, pembuluh arteri yang semula elastis akan menyempit dan
mengeras. Terjadinya aterosklerosis ini dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit hati,
stroke, dan penyakit vaskular yang lain (Harikumar et al. 2013).
Hiperlipidemia disebut juga dengan dislipidemia. Peningkatan kadar kolesterol total,
LDL-C atau kadar trigliserida, penurunan konsentrasi HDL-C, atau beberapa kombinasi dari
abnormalitas tersebut didefinisikan sebagai dislipidemia (Talbert, 2008). Dislipidemia
disebabkan oleh terganggunya metobolisme lipid akibat interaksi faktor genetik dan juga faktor
lingkungan (PERKI, 2017). Nilai LDL dapat menjadi salah satu prediktor morbiditas dan
mortalitas untuk beberapa penyakit lainnya (Talbert, 2008).
D. Klasifikasi Hiperlipidemia
Hiperlipidemia dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
a. Familial hyperlipidemia atau hiperlipidemia primer disebabkan oleh abnormalitas genetik.
Berdasarkan klasifikasi Fredrickson, hiperlipidemia jenis ini dapat dibedakan lagi ke dalam
lima tipe, sebagai berikut:
1) Tipe I : peningkatan kolesterol dengan kadar trigliserida tinggi
2) Tipe II : kolesterol tinggi dengan trigliserida normal
3) Tipe III : peningkatan kolesterol dan trigliserida
4) Tipe IV : peningkatan trigliserida, atheroma, dan asam urat
5) Tipe V : peningkatan trigliserida
E. Etiologi Hiperlipidemia
Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi, tetapi setelah menopause
kadarnya pada wanita mulai meningkat. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak
tertentu (misalnya VLDL dan LDL) adalah:
1. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia
2. Obesitas
3. Diet kaya lemak
4. Kurang melakukan olah raga
5. Penggunaan alkohol
6. Merokok
7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
8. Kelenjar tiroid yang kurang aktif
F. Patofisiologi Hiperlipidemia
Secara umum, hiperlipidemia terjadi berdasarkan beberapa mekanisme. (1) Penurunan
ekskresi trigliserida kaya lipoprotein dan inhibisi lipoprotein lipase dan trigliserida lipase. (2)
Faktor-faktor lainnya seperti resistensi insulin, defisiensi carnitine, dan hipertiroidisme yang
dapat menyebabkan kelainan metabolisme lemak. (3) Pada sindrom nefrotik, penurunan kadar
protein albumin dalam sirkulasi menyebabkan kenaikan sintesis lipoprotein untuk
mempertahankan tekanan onkotik plasma (Majid, 2013).
Patofisiologi hiperlipidemia adalah meningkatnya kadar kolesterol total dan LDL (Low
Density Lipoprotein) serta penurunan kadar kolesterol HDL (High Density Lipoprotein).
Hiperlipidemia dapat didiagnosa dengan pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan adanya
penurunan kadar HDL dan apabila kadar HDL kurang dari 40 mg/dL maka dikatakan rendah
(Musfirah, 2007).
G. Penatalaksanaan Hiperlipidemia
1. Terapi Non Farmakologi
Tatalaksana terapi non farmakologi pada pasien hiperlipidemia adalah perubahan gaya
hidup terapeutik yang harus dilakukan oleh seluruh pasien prior to considering drug
therapy. Komponen perubahan gaya hidup termasuk di dalamnya adalah (Talbert, 2008):
a. Penurunan intake lemak jenuh dan kolesterol.
b. Pilihan diet untuk menurunkan LDL, misalnya peningkatan konsumsi stanol / sterol
tumbuhan dan asupan serat.
c. Penurunan berat badan.
d. Meningkatkan aktivitas fisik: secara umum, aktivitas fisik intensitas sedang selama 30
menit per hari setiap hari dalam seminggu harus digiatkan.
e. Target LDL kolesterol dan titik potong untuk terapi dengan perubahan gaya hidup dan
terapi obat pada kategori faktor resiko yang berbeda dapat dilihat pada Tabel di bawah
ini
Pasien dengan penyakit jantung koroner atau mereka yang memiliki resiko tinggi
harus dievaluasi sebelum melakukan latihan yang berat. Berat badan dan indeks massa
tubuh harus diukur pada tiap pertemuan dengan dokter, dan pola gaya hidup untuk
menginduksi penurunan berat badan sebesar 10% harus didiskusikan dengan pasien
obesitas (Talbert, 2008).
Seluruh pasien harus dikonseling untuk berhenti merokok dan untuk pasien yang
mengalami hipertensi harus diterapi sesuai dengan panduan dari Joint National
Committee VII. Banyak pasien harus diberikan percobaan selama 3 bulan (2 kali
pertemuan dengan jarak tiap 6 bulan) untuk terapi diet dan perubahan gaya hidup
terapetik sebelum mulai mendapatkan terapi obat kecuali pasien termasuk pasien dengan
resiko sangat tinggi (hiperkolesterolemia berat, penyakit jantung koroner yang diketahui,
resiko yang ekuivalen dengan penyakit jantung koroner, faktor resiko ganda, sejarah
keluarga yang kuat) (Talbert, 2008). Komponen esensial dari perubahan gaya hidup
terapeutik (therapeutic lifestyle changes/TLC) dapat dilihat pada Tabel di bawah ini
2. Terapi Farmakologi
Terapi obat diindikasikan setelah dilakukan perubahan gaya hidup terapeutik yang
adekuat. Walaupun telah banyak obat penurun lipid yang efikasius, namun tidak satupun
yang efektif untuk semua gangguan lipoprotein dan setiap obat memiliki efek samping.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat penurun lipid secara umum dapat dibedakan
menjadi obat yang dapat menurunkan sintesis VLDL dan LDL, obat yang dapat
meningkatkan klirens VLDL, obat yang meningkatkan katabolisme LDL, obat yang dapat
menurunkan absorpsi kolesterol, obat yang dapat meningkatkan HDL dan kombinasinya
(Talbert, 2008).
a. Niacin (Nicotinic acid)
Niacin merupakan obat penurun lipid pertama yang dihubungkan dengan
penurunan mortalitas total. Niacin menurunkan produksi partikel VLDL, menurunkan
level LDL dan meningkatkan level HDL kolesterol. Efek rata-rata dari dosis penuh 3-4,5
g/hari terapi niasin adalah penurunan LDL kolesterol sebesar 15-25% dan peningkatan
HDL kolesterol sebesar 25-35%. Dosis penuh dibutuhkan untuk mendapatkan efek LDL,
namun efek HDL telah ditunjukan pada dosis yang lebih rendah yaitu pada dosis 1g/hari.
Niacin juga dapat menurunkan trigliserida dan lipoprotein A dan akan meningkatkan
level homosistein. Niacin dapat menyebabkan flushing yang dimediasi prostaglandin
yang dideskripsikan pasien sebagai ”hot flashes” atau pruritus dan dapat diturunkan
dengan pemberian pretreatment dengan aspirin (81-325 mg/hari) atau obat NSAID
lainnya (Guyton dan Hall, 2006).
b. Bile acid-binding resin Golongan resin pengikat asam empedu
Bile acid-binding resin Golongan resin pengikat asam empedu termasuk di
dalamnya adalah kolestiramin, kolesevelam dan kolestipol. Resin bekerja dengan cara
mengikat asam empedu pada intestin. Mekanisme yang bersamaan adalah penurunan
sirkulasi enterohepatik yang dapat menyebabkan hati meningkatkan produksi asam
empedunya, menggunakan kolesterol hepatik. Aktivitas reseptor hepatik LDL akan
meningkat, menyebabkan terjadinya penurunan level LDL plasma. Level trigliserida
dapat meningkat sedikit pada beberapa pasien yang diterapi dengan resin pengikat asam
empedu, sehingga penggunaan obat ini harus dengan peringatan pada pasien yang
mengalami peningkatan trigliserida dan tidak diberikan pada semua pasien dengan kadar
trigliserida diatas 500 mg/dL (Guyton dan Hall, 2006).
c. Hydroxymethylglutaryl-Coenzyme A (HMG-CoA) Reductase Inhibitors (Statin).
HMG-CoA reductase inhibitors termasuk di dalamnya adalah atorvastatin,
fluvastatin, lovstatin, pravastatin, rosuvastatin dan simvastatin. Mekanisme obat golongan
ini adalah dengan menghambat rate limiting enzyme pada pembentukan kolesterol. Obat
golongan ini dapat menurunkan infark mikard dan mortalitas total pada pencegahan
sekunder, sama halnya pada pencegahan untuk pasien pria usia pertengahan yang bebas
penyakit jantung koroner (Guyton dan Hall, 2006).
Dosis lazim atorvastatin, 10-80 mg/hari; fluvastatin, 20-40 mg/hari; lovastatin,
10-80 mg/hari; pravastatin, 10-40 mg/hari; rosuvastatin, 5-40 mg/hari; dan simvastatin, 5-
40 mg/hari. Obat-obat golongan ini biasanya diberikan satu kali sehari pada saat malam
hari (dimana sebagian besar sintesis kolesterol terjadi pada malam hari). Pada rentang
dosis akhir yang tinggi, dosis bagi dua kali sehari dapat digunakan (Guyton dan Hall,
2006).
d. Fibric acid derivatives.
Derivat asam fibrat termasuk gemfibrozil, fenofibrat dan klofibrat. Fibrat dapat
menurunkan sintesis dan meningkatkan pemecahan partikel VLDL, dengan efek sekunder
pada level LDL dan HDL. Obat golongan ini menurunkan level LDL sampai dengan 10-
15% dan level trigliserida sampai dengan 40% dan meningkatkan level HDL sampai 15-
20%. Dosis lazim gemfibrozil adalah 600 mg satu atau dua kali sehari (Guyton dan Hall,
2006).
e. Ezetimibe
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid baru yang mekanisme kerjanya dengan
menghambat absorpsi kolesterol dari diet dan bilier dengan memblok penyebrangan
(passage) melewati dinding saluran cerna. Ezetimibe dapat menurunkan LDL kolesterol
antara 15-20% saat digunakan sebagai monoterapi dan dapat membantu menurunkan
level LDL pada pasien yang mendapatkan statin yang belum mencapai target terapetik.
(Guyton dan Hall, 2006).
f. Suplemen minyak ikan (N-3 Polyunsaturated Fatty Acids atau N-3 PUFA atau Omega-3
Fatty Acids).
Penggunaan suplementasi minyak ikan (ikan, minyak ikan, atau minyak asam
linolenik tinggi) pada dosis rendah (1-2 g/hari) disebutkan untuk pencegahan penyakit
jantung koroner. Berdasarkan bukti klinis, penggunaan suplemen minyak ikan pada dosis
3-4 gram perhari adalah aman dan effikasius dalam menurunkan trigliserida dan
merupakan alternatif terhadap fibrat atau asam nikotinat dalam terapi hipertrigliseridemia
(Blackmore dkk., 2004 dalam Fitriyani, 2017).
H. Pengertian Pneumonia
Istilah pneumonia menggambarkan keadaan paru apapun, tempat alveolus biasanya terisi
dengan cairan dan sel darah (Gyuton, 1996). Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat (Dahlan, 2014).
Pneumonia adalah keradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan
sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006). Pneumonia pada anak merupakan masalah yang
umum dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia (Gessman, 2009).
I. Etiologi Pneumonia
Penyebab pneumonia adalah bakteri (Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,
dan streptokokus beta hemolitikus grup A), virus sinsitial pernafasan (respiratory syncytial virus
RSV,, parainfluenzae, influenzae, dan adenovirus), mikroplasma pneumonia, Haemophilus
influenzae type B. Mikoplasma pneumonia menjadi penyebab dominan pada anak usia sekolah
dan anak yang lebih tua, sedangkan virus sinsitial pernafasan merupakan penyebab tersering
dalam usia beberapa tahun pertama.
Menurut WHO di berbagai negara berkembang Streptococcus pneumoniae dan
Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil
isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari specimen darah.
Menurut Hariadi (2010) dan Bradley dkk (2011) pneumonia dibagi berdasarkan kuman
penyebab yaitu :
a. Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia.
Bakteri yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Streptococcus pneumonia,
Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa dan Pneumococcus.
b. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma. Organisme
atipikal yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Chlamidia trachomatis,
Mycoplasma pneumonia, C. pneumonia dan Pneumocytis.
c. Pneumonia virus. Virus yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu
Virus parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan
Cytomegalovirus.
d. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering, merupakan infeksi sekunder,
terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (Immunocompromised).
J. Patofisiologi Pneumonia
Mikroorganisme penyebab pneumonia terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. Pertama terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan di sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman alveoli. Stadium
ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat
fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.stadium ini disebut
stadium hepatitis kelabu, selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, dan sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman, dan debris menghilang. Stadium ini disebut
stadium resolusi. System bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan pada paru yang timbul karena invasi dari
beberapa patogen dan salah satu penyebab yang paling banyak yaitu bakteri sehingga bisa
menyebabkan gangguan fungsi organ pernapasan seperti kesulitan untuk bernapas karena
kekurangan oksigen (World Health Organization, 2014).
L. Etiologi CHF
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :
a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum ventrikel.
b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik.
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard,ataupun kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya,
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya dilakukan
dengan penuh pertimbangan.
M. Patofisiologi CHF
Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)
1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga
keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh.
Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz,
2013). Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventricular pulmonaris,
tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik
(>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke
dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007).
2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi
ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh
kedua sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya
komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah
kiri. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh
tubuh terutama di ekstermitas bawah (Acton, 2013).
b. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada
gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann,
2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan
sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf
simpatik.
c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS.
Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan
angiotensinogen II.Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel
dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu,
angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormone
aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal,
akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya
edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012).
d. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai
perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress
ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan
Molkentin, 2010).
P. Patofisiologi ALO
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah
kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan
hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang
keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika
cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular,
yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma
dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan
keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan
sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein. Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru:
1. Membran kapiler alveoli
Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang interstisial atau ke
alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke
sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute
dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum
Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik.
2. Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari
pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkhial dan
perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih sering
meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut
berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan
terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 7kg dalam keadaan istirahat kapasitas
sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa
mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan
tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai
kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat
mencegah terjadinya edem. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran
nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi.
BAB III
KASUS
KASUS 1 : HIPERLIPIDEMIA
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. XX
Ruang : 404
Umur : 56 tahun
Tanggal MRS : 18 Maret 2020
Tanggal KRS : 27 Maret 2020
Diagnosa : Hiperlipidemia, Pneumonia, CHF, ALO
Nyonya M datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri menjalar sampai ke punggung dan
jari kelima, terasa seperti tertindih. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas, batuk yang berdahak,
dahak berwarna putih. Pasien mengeluhkan pilek dan pusing, tetapi tidak mengalami mual
muntah. Obat yang dikonsumsi adalah digoksin, furosemid dan ISDN. Riwayat penyakit
terdahulu adalah CHF dan tidak ditemukan alergi terhadap obat tertentu.
Berikut merupakan tanda vital Ny. M saat masuk di rumah sakit:
Parameter Tanggal
Normal Keterangan
18 Maret 2020
Tanggal
Monitoring 18/3/20 19 20 21 22 23 24 25 26 27
TD (mmHg) 100/70 90/60 100/90 - 100/60 110/70 110/60 100/60 110/80 110/80
Nadi (x/menit) 56 - 100 - 76 - - - 74 -
Nafas (x/menit) 24 - 24 - 28 - - - - -
Sesak nafas ++ ++ + + - - - - - -
Batuk ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + -
Nyeri dada - - - - - - - - - -
- Codein 3x10 mg
CHF Nyeri dada, TD: 100/70 - Dopamin 2-5 1. Terjadi interaksi obat
(Chronic Heart nyeri menjalar Nadi: 70x/menit µ/kg BB spironolakton dengan
Failure) sampai ke RR: 22x/menit captopril yang dapat
punggung dan BUN: 28 mg/dl - Dubutamin 3 meningkatkan resiko
jari kelima, Cr: 1,3 mg/dl µ/kg/ menit hiperkalemia
terasa seperti Na: 125 mmol/L 2. Terjadi interaksi obat
tertindih K: 5,5 mmol/L - HCT 2 x ½ HCT dengan combivent
nebulizer dan dubutamin
- Spironolakton yang dapat menyebabkan
Tgl 18-21= 2x100 penurunan serum kalium
mg di dalam darah
Tgl 22-27= 1x25 3. Terjadi interaksi obat
mg spironolakton dengan
combivent nebulizer
- Tonicard dapat menyebabkan
penurunan serum kalium
- Captopril di dalam darah
Tgl 18-19= 2x12,5 4. Terjadi efek samping
mg captopril (pasien
Tgl 21-24= 3x6,25 mengalami batuk)
mg 5. Terjadi interaksi obat
Tgl 25-27= 2x12,5 captopril dengan
mg furosemid yang dapat
meningkatkan terjadinya
- ISDN 3 x 5mg hipotensi
6. Terjadi interaksi obat
- Bioquinon 20 mg ISDN dengan captopril
yang dapat
meningkatkan efek
hipotensi
7. Terjadi interaksi obat
ISDN dengan asetil
sistein yang dapat
meningkatkan efek
vasodilatasi
ALO Nyeri dada, TD: 100/70 - Furosemide 1. Terjadi interaksi dengan
(Acute Lung sesak nafas Nadi: 70x/menit injeksi dubutamin, HCT,
Oedem) RR: 22x/menit Tgl 18-19= spironolakton, dan
5mg/jam combivent nebulizer
Tgl 20-21= 3x1 yang dapat menyebabkan
ampul penurunan serum kalium
di dalam darah
2. Terjadi interaksi dengan
captopril yang dapat
meningkatkan terjadinya
hipotensi
PLANNING
1. Hiperlipidemia
- Indikasi tanpa terapi pada hiperlipidemia yang belum diterapi, direkomendasikan
untuk mengkonsumsi obat golongan statin seperti simvastatin 10mg 1 x sehari 1
tablet diminum sebelum tidur.
- Perlunya monitoring terkait nilai LDL, TG, dan Kolesterol
2. Pneumonia
- Pada pneumonia untuk terapi antibiotik pada data pasien tidak ada perubahan ketika
diberikan ceftriaxone 2x1g selama 3 hari, dan cefoperazone 2x1g juga tidak
memberikan perubahan selama 3 hari, dan diganti levofloksasin 1x1 selama 3 hari
belum memberikan perubahan tetapi tetap dilanjutkan minimal 7-14 hari untuk melihat
perkembangan kedepannya.
- Terjadi interaksi obat asetil sistein dengan codein menyebabkan penumpukan dahak,
rekomendasi untuk menghentikan penggunaan codein. Pada kasus untuk gejala batuk
sudah teratasi maka penggunaan asetilsistein dan codein bisa dihentikan
- Perlunya monitoring nilai leukosit
3. CHF
- Untuk terapi captopril dihentikan karena memiliki efeksamping batuk kering, dan
berinteraksi dengan ISDN yang dapat meningkatkan hipotensi dan berinteraksi dengan
spironolakton yang menyebabkan hiperkalemia
- Penggunaan ISDN dihentikan karena dapat berinteraksi dengan antihipertensi lainnya
yang menyebabkan hipotensi, dan melanjutkan penggunaan spironolakton untuk
terapinya.
- Terapi tonikard tetap dilanjutkan untuk membantu menjaga kesehatan jantung
- Terapi bioquinon 20mg tetap dilanjutkan untuk suplemen antioksidan dan kesehatan
jantung
- Monitoring TD, nadi, RR, dan nyeri pasien
4. ALO
- Monitoring nadi, RR, nyeri dada dan sesak nafas yang dirasakan pasien
Bereket M.T., Daniel Daba, and Belete Habte. 2014. Drug related problems among medical ward
patients in Jimma university specialized hospital, Southwest Ethiopia. Journal of
Research in Pharmacy Practice: 3(1).
Cipolle, RJ., Strand, LM, Morley, PC. 1998. Drug Therapy Problem, In Pharmaceutical Care
Practie The Clinician's Guide. New York: The McGraw Hill Companies.
Harikumar K, Althaf S.A, Kumar B.K, Ramunaik M, Suvarna C.H. 2013. A Review on
Hyperlipidemic. International Journal Of Novel Trends In Pharmaceutical Sciences
Rovers J.P. 2003. Identifying Drug Therapy Problems, dalam Rovers J.P., Currie, D., Hagel
H.P., McDonough R.P., Sobotka J.L. 2003. A Practical Guide to Pharmaceutical Care,
Second Edition.Washington: American Pharmaceutical Association.
Suhadi R, Hendra P, Maria D, Setiawan Ch. 2018. Resensi Buku Seluk-Beluk Hiperlipidemia
Peningkatan Partisipasi dan Kadiovaskular 68–9.