Anda di halaman 1dari 113

Lecture Notes

Dermatovenereology 2020
anggiadmtr
be aware of typing mistakes, no proofreading was done, please do not distribute, for personal use only.
K Pengantar Blok

Fungsi Kulit

 Proteksi : perlindungan gangguan fisik, mekanik, kimia (tekanan, gesekan, bahan iritan, panas,
infeksi), yang berperan adalah bantalan lemak, ketebalan lapisan kulit, melanosit, stratum
korneum yang impermeable thdp zat kimia dan air, pH kulit 5-6,5 untuk proteksi dari infeksi/
jamur, proses keratinisasi
 Sensasi : corpuscle paccini (vibrasi), meissner (sentuhan), ruffini (tekanan), Krause (dingin),
merkel (sentuhan ringan)
 Absorpsi : absorpsi inter sel, intrasel, muara saluran kelenjar (dipengaruhi ketebalan kulit,
hidrasi, kelembapan, metabolisme)
 Eksresi : zat yang tidak berguna/ sisa metabolisme (CL, Na, urea, asam urat, ammonia),
sebum untuk meminyaki kulit dan mencegah evaporasi air terlalu banyak, kelenjar kulit
memproduks sebum dan keringat untuk menjaga pH 5-6,5
 Pembentukan pigmen, regulasi suhu tubuh, proses keratinisasi

Struktur Kulit

 Epidermis : lapisan kulit yang dinamis dan terus beregenerasi dan merespon rangsangan dari
luar dan dalam tubuh. Penyusun terbesarnya adalah keratinosit, dan terselip didalamnya ada
melanosit dan sel Langerhans, kadang sel Merkel dan limfosit. Lapisan epidermis terdiri dari
Stratum Korneum, Stratum Lusidum, Stratum Granulosum, Stratum Spinosum dan Stratum
Basale.
 Dermis : jaringan dibawah epidermis yang memberikan ketahanan pada kulit, termoregulasi,
perlindungan imunologik dan ekskresi, dibentuk oleh serabut kolagen dan terdapat fibroblast
(memproduksi protein matriks jaringan ikat dan serabut kolagen), makrofag (pertahanan
imunologik) serta sel mast.
 Subkutis : jaringan lemak untuk mempertahankan suhu tubuh, cadangan energy dan bantalan
peredam trauma, sel lemak dibagi dalam lobus dan dipisahkan oleh septa.
 Adneksa kulit : rambut, kelenjar ekrin (mengantur pelepasan panas, ekskresi air dan elektrolit,
mempertahankan pH), kelenjar apokrin (aktif saat pubertas, menyebabkan bau badan,
mengandung feromon) dan kuku.
Pemeriksaan Kulit
 Inspeksi (Efloresensi) : gambaran proses patologis lokal kulit, prinsip (lokasi, morfologi, jumlah,
batas, bentuk, ukuran, susunan/ konfigurasi, distribusi)
 Palpasi : perubahan warna, permukaan kasar/ halus, suhu kulit, nyeri tekan
 Pemeriksaan sederhana : uji gores (kulit digores lalu timbul urtika/ edema setempat sesuai
goresan tersebut), Nickolsky test (untuk menilai epidermolisis)
 Ukuran : miliar (jarum pentul), lenticular (biji jagung), gutata (tetesan air), numular (uang koin),
plakat (telapak tangan dewasa)

 Susunan/ konfigurasi/ bentuk : linier (lurus seperti garis), sirsiner (cincin), arsiner (setengah
lingkaran), polisiklik (lesi arsiner bergabung), irisiformis (mirip iris mata), konfluens (dua/ lebih
lesi menyatu), korimbiformis (lesi seperti induk ayam dan anaknya mengelilinginya),
herpetiformis (beberapa lesi kumpul di satu tempat mirip herpes), monomorf (kelainan kulit 1
jenis morfologi), polimorf (kelainan kulit berbagai macam morfologi, seperti eritema vesikel
erosi), soliter (hanya 1 lesi)
 Distribusi/ sebaran : regional (di 1 tempat), universalis (90-100% tersebar di tubuh),
generalisata (tersebar di setiap bagian tubuh, melebihi 50-90% luas permukaan tubuh),
bilateral (tersebar di kedua belahan tubuh), simetris (di kedua belahan tubuh dengan letak
bentuk dan besar yang persis sama), unilateral (di satu sisi badan), diskret (tersebar satu
persatu dimana-mana), serpiginosa (perjalanan lesi ke satu arah, diikuti penyembuhan di sisi
yang ditinggalkan)

 Sistematika : morfologi (efloresensi primer/ warna), banyak (soliter/ multiple), batas (tegas/
tidak), ukuran, bentuk/ konfigurasi, distribusi

Lesi Kulit
 Efloresensi primer : lesi kulit yang mulanya merupakan bentuk awal yang khas dari penyakit
kulit (macula, papula, nodus, vesikula, bula, urtika, tumor, kista, plak, abses)
 Efloresensi sekunder : lesi kulit yang sudah mengalami perubahan, akibat proses penyakitnya
sendiri, pengobatan, garukan atau infeksi sekunder (skuama, krusta, erosi, ekskoriasi, ulkus,
rhagade, parut, keloid, abses, likenifikasi, guma, hiperpigmentasi, hipopigmentasi)
 Efloresensi khusus : kanalikuli, milia, komedo, eksantema, purpurik, lesi target, burrow,
teleangiektasis, vegetasi, roseola
Topical Corticosteroids Potency Chart
Kelompok Lesi Berdasarkan Letak Terhadap Permukaan Kulit
Sama Rata (Flat) Lebih Tinggi Lebih Rendah
Makula Papul Erosi
Perubahan warna kulit, batas Penonjolan permukaan kulit, Kelainan kulit karena
tegas, ukuran kurang dari 0,5 konsistensi padat, batas kehilangan jaringan (tidak
cm, karena pigmen kulit/ tegas, ukuran kurang dari melampai stratum basal),
melanin, vasodilatasi yang 0,5-1 cm, bentuk (kerucut/ biasanya karena garukan
menyebabkan hiperemi folikuler, kubah, kasar,
(eritema, kongesti vascular), bertangkai, umbilikasi, datar,
ekstravasasi eritrosit polygonal), warna (putih,
(petekiae ukurannya kurang mirip tembaga, kekuningan)
dari 3 mm, ekimosis
ukurannya lebih dari 1 cm,
purpura ukurannya 3-10 mm),
peleberan pembuluh darah
(telangiektasi)

Hipopimentasi
Plak Ekskoriasi
Papul yang melebar, infiltrate Bila garukan lebih dalam
padat, batas tegas dan datar, (hingga melebihi stratum
ukuran > 1 cm basal), akan terlihat bintik
pendarahan

Hiperpigmentasi

Nodus Ulkus
Massa padat batas tegas/ Hilangnya jaringan lebih dari
sirkumkrip, penonjolan ekskoriasi, memiliki tepi,
infilltrat kulit yang lebih besar dinding, dasar
dari papul (> 0,5 cm), jika < 1
Eritema
cm disebut nodulus, terletak
di epidermis/ subkutan

*bisa berisi nanah/ jadi abses


Purpura Urtikaria Fisura
Lakukan palpasi dan tes Edema setempat yang Belahan kulit tanpa
diaskopi, ukuran purpura 3- muncul mendadak dan hilang kehilangan jaringan/
10 mm perlahan (karena vasodilatasi hilangnya kontinuitas kulit,
dan peningkatan biasanya linear, penyebab
permeabilitas), klinis (edema (kulit kering, trauma tajam),
batas tegas dan kemerahan, lokasi (sering di sudut bibir,
pucat di tengah) telapak kaki, sela jari kaki)

Vesikel Fistel
Ekimosis Gelembung di permukaan Saluran yang
Memar/ bercak biru-hitam kulit berisi cairan (serosa/ menghubungkan rongga di
pus), batas tegas, ukuran < bawah kulit dan luar tubuh
0,5 cm, bagian atap
umbilikasi

*ukuran > 1 cm

Bula Sinus
Vesikel > 0,5 cm, isi (bula Saluran yang terbentuk
purulent, bula hemoragik, dengan 1 bukaan saja
bula hipopion, bula
multilokuler)

Pustula Guma
Kavitas sirkumkripta/ batas Infiltrate sirkumskrip,
tegas yang meninggi pada menahun, destruktif dan
epidermis/ infundibulum yang biasanya melunak
berisi pus, bisa berbentuk
kerucut dan berisi rambut di
tengahnya, bisa terbentuk
halo eritema di sekitarnya
Kista
Ruangan berdinding dan
berisi cairan, tidak terbentuk
karena peradangan tapi bisa
mengalami radang, sumber
pembentukan (duktus
kelenjar yang menutup,
pembuluh darah), dinding
jaringan ikat kadang ada
epitel/ endotel isi cairan
kental/ setengah padat

Skuama
Stratum korneum terlepas
dari kulit, skuama kasar
(psoriasis, eritroderma), halus
(pitiriasis versikolor/ rosea),
kolaret (sisa atap vesikel/
bula yang pecah), tersusun
mirip genting (tinea imbrikata,
iktiosis lamelaris)

Krusta
Cairan tubuh yang mengering
di permukaan kulit, warna
kuning muda (serum), kuning
kehijauan (pus), hitam
(darah)

Vegetasi
Pertumbulan berupa
penonjolan bulat/ runcing
yang menjadi satu (erupsi
kulit yang tumbuh ke
permukaan), bisa dari
permukaan kulit/ ulkus,
bentuk (papilomatosa/ mirip
papil, veruciformis/
meruncing, verukosa/ seperti
parutan)

Sikatriks eutropi Sikatriks hipertropik Sikatriks atropi


Jaringan parut dengan Jaringan sikatrik tumbuh Seperti bekas jerawat,
permukaan licin, halus, kesamping dan keatas cekung/ lebih rendah dari
berkilat dan tidak ada rambut melibihi ukuran awal luka, jika kulit
dan tingginya sama dengan berlebihan sekali disebut
kulit keloid
 Sclerosis : pengerasan kulit dan jaringan dibawahnya, biasanya difus
 Likenifikasi : penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas

 Enantem dan Exantema :


erupsi macula papular,
exantema (kelainan kulit
timbul serentak dalam
waktu singkat didahului
demam), enantem
(eksantem di mukosa),
seperti enamtem di palatum
durum (pada sifilis stadium
II), exantema varisela dan
morbili

Contoh
Punggung atas tampak macula dan patch hipopigmentasi,
multiple, batas tegas, ukuran miliar sampai plakat, pada
permukaannya tampak skuama halus, powdery, bentuk bulat,
geografika, konfluen regional

Pipi kanan dan kiri tampak patch eritema batas tidak tegas
multiple, plakat, pada permukaan tampak erosi, sebagian
tertutup krusta berbentuk anular, bilateral simetris regional
Dada dan leher terdapat macula dan papula eritema, batas
tidak tegas, ukuran dari linier sampai plakat, konfluen regional

Pada tungkai bawah (cruris dextra and sinistra) tampak


purpura multiple batas tidak tegas, milier sampai lentikuler
bilateral simetris regional

Pada pubis, lipatan paha (inguinal), labia mayora, perineum,


pantat terdapat makula dan papul eritem batas tidak tegas
ukuran dari milier sampai plakat, permukaan tampak erosi
exudasi. korimbiformis regional (intertrigo)
K1 Kulit Gatal bukan Infeksi

Dermatitis

 Radang kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap faktor eksogen dan endogen
sehingga timbul kelainan klinis berupa efloresensi (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan gatal
 Bisa disebut eczema
 E : eksogen (bahan kimia, fisik, mikroorganisme, allergen, iritan, kelembapan), endogen
(gangguan imunologis, hormone, stress, genetic, keadaan kulit)
 P : belum diketahui
 S : gatal, tergantung stadium, bisa batas tegas/ difus, bisa penyebaran lokal/ generalisata/
universalis
 Stadium :
Akut Sub akut Kronis

Eritema, edema, vesikel/ Eritema berkurang, Lesi kering, skuama,


bula, erosi dan eksudasi eksudat mengering jadi hiperpigmentasi,
sehingga tampak basah krusta likenifikasi, papul, mungkin
ada erosi/ ekskoriasi
karena garukan

 T : sesuai kausa, pengobatan sistemik (pada kasus ringan diberi antihistamin yang bisa juga
dikombinasikan dengan antiserotonin/ antibradikinin, sedangkan pada kasus berat diberi
kortikosteroid), jika dermatitis basah akut maka buat dia agak kering dulu, jika lesi kering maka
kronis sifatnya dan buat agak lembut dengan bahan yang berbasis minyak/ salep, topical (nacl
0,9%, kalium permanganas 1:10.000, kortikosteroid topical), sistemik (antihistamin,
kortikosteroid sistemik, antibiotic jika ada infeksi sekunder)

Dermatitis Kontak

 Radang kulit karena terpapar kulit dengan bahan dari luar tubuh
 Jenis : kontak iritan/ DKI (non imunologik, tanpa sensitisasi) dan kontak alergi/ DKA
(sensitisasi)

Dermatitis Kontak Iritan

 E : bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam/ alkali, serbuk kayu


 P (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : bahan iritasi merusak lapisan keratin dan terjadi denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan keratin dan mengubah daya ikat kulit terhadap air.
Kerusakan membrane lemak keratinosit karena iritan mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida, platelet activating factor dan inositida/ IP3 serta
TNF alpha yang menyebabkan gejala radang
 S : kulit panas, merah, rasa terbakar, edema, nyeri
 T : hindari iritan, untuk atasi radang (kortikosteroid topical seperti hidrokortison)

Dermatitis Kontak Alergi

 E : bahan hapten, bersifat lipofilik dan sangat reaktif, berat molekul rendah dan bisa
menembus stratum korneum hingga mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup
(formaldehyde, parfum, balsam peru, neomycin sulfat, cobalt dichloride, nikel, debu)
 Patofisiologi :
1. Fase sensitisasi (saat kontak pertama allergen dengan kulit hingga limfosit mengenali dan
memberikan respon, hapten/ protein tidak lengkap masuk ke kulit dan berikatan dengan
protein lengkap sehingga membentuk antigen, antigen ditangkap dan diproses makrofag
dari sel Langerhans, sehingga memicu sensitisasi limfosit T
2. Fase elisitasi (saat pajanan ulang allergen sampai timbul gejala klinis, kontak ulang hapten
mengaktifkan sel efektor yang sudah mengalami sensitisasi sehingga mengeluarkan
limfokin yang menarik sel radang dan terjadi gejala klinis)
 S : gatal, tergantung lokasi dan tingkat keparahan
 Stadium :
1. Akut (bercak eritematosa batas tegas, diikuti edema, papulovesikel, vesikel/ bula, vesikel/
bula yang pecah menyebabkan erosi dan eksudasi/ basah)
2. Kronis (kulit kering, ada skuama, papul, likenifikasi, bisa ada fissure, batas tidak tegas)

 Px Penunjang : uji tempel


 DD : dermatitis atopic, dermatitis seboroik, dermatitis numularis, psoriasis
 T : hindari penyebab, untuk radang dengan eritema, edema, vesikel/ bula dan eksudat
(kortikosteroid jangka pendek seperti prednisone 30 mg/ hari), larutan garam faal/ larutan
asam salisilat 1:1.000 kompres, kortikosteroid/ makrolaktam topical (pimecrolimus/ tacrolimus)

Perbedaan DKI dan DKA

DKI DKA
Keluhan subyektif Terbakar, sakit, nyeri Gatal
Bahan penyebab Iritan Alergen
Sifat lesi Decresendo Cresendo
Lokasi lesi Daerah terpapar Meluas
Fase sensitisasi, Fase
Waktu Akut (kuat), kronis (lemah)
elisitasi 24-48 jam
Efloresensi Nekrosis (kuat) Pustul, nekrosis (jarang)
Reaksi imunologis Tidak Ya (RH tipe IV)
Tes tempel decresendo cresendo

Dermatitis Atopik

 Radang kulit yang ditandai dengan rasa gatal dan perjalanan kronis/ kumat-kumatan, kadang
disertai asma
 E : multifactor (genetic, lingkungan, barrier kulit, sistem imun), berkaitan dengan penyakit atopi
(asma bronkial, rhinitis alergi, urtikaria, hay fever)
 Patofisiologi dermatitis atopic : kadar IgE dan jumlah eosinophil darah perifer penderita
meningkat, kromosom 5q31-33 mengandung kumpulan famli IL3,IL4, IL13 dan GN CSF yang
di ekspresikan TH2, IL4 berperan pada ekspresi dermatitis atopic, kadar seramid menurun dan
mempengaruhi kelembapan kulit (TEWL meningkat) sehingga kulit kering

 S : merah, gatal (pasien menggaruk hingga merusak barrier kulit)


 Px Fisik :
Infantile (2 bulan – 2 Anak (2-10 tahun) Dewasa (diatas 10 tahun)
tahun)

Lesi lebih kering, sering di fossa Lesi mirip dengan fase anak
Macula eritema, antecubital, popliteal, (papul/ plak eritema, skuama),
vesikel oozing, krusta pergelangan tangan, cenderung manifestasi bisa kronis
pada pipi (simetris), kronis (disertai hyperkeratosis & (hyperkeratosis & pigmentasi,
meluas ke kepala, dahi pigmentasi, erosi, ekskoriasi, erosi, ekskoriasi, krusta dan
hingga ekstremitas krusta dan skuama) skuama), predileksi di
bagian volar/ekstensor antecubital, popliteal, leher,
ekstremitas fleksor

 Kriteria Hanifin & Rajka


Kriteria mayor Kriteria minor
 Gatal berkepanjangan yang  Facial palor/ facial erythema (wajah merah)
distribusinya di wajah dan  Pityriasis alba (low grade dermatitis yang sering
ekstensor pada infant dan pada anak)
likenifikasi fleksura di orang
dewasa
 Dermatitis kronik berulang
 Riwayat atopic (asma, rhinitis
alergi)
 Darkening periorbita
 Dennie morgan infraorbital line

 Katarak subcapsular anterior

 Recurrent conjunctivitis
 Keratokonus
 Cheilitis

 Xerosis

 Ichtyosis/Hyperliner palmar/keratosis pilaris


 Perifolicular accentuation
 Early age of onset
 Elevated serum Ig E
 Ig E reactivity
 Tendency for cutaneous infection
 Tendency of non specific foot and hand dermatitis
 Itch when sweating
 Intolerance to wool and lipid solvent
 Food hypersensitivity
 Coarse by enviromental influence/ emotional stress
 White dermografism

 Px Penunjang : IgE, eosinophil, tes patch atopic


 DD (kuliah) : dermatitis kontak, scabies, psoriasis, ichtiosis vulgaris
 DD (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : pada bayi (dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis
popok), pada anak (dermatitis numularis, dermatitis intertriginosa, dermatitis kontak, dermatitis
traumatika), pada dewasa (lebih mirip dengan neurodermatitis/ liken simpleks kronik)
 T : hindari faktor pencetus, jaga fungsi barrier optimal (pelembap/ emolien), atasi inflamasi
(steroid topical/ sistemik, takrolimus), atur siklus gatal garuk (antiinflamasi, antihistamin, kontrol
lingkungan dan perilaku)
 Komplikasi : infeksi sekunder bakteri Streptococcus B hemolyticus, infeksi jamur Pityrosporum
ovale, infeksi virus, eritroderma
Dermatitis Numularis

 Radang kulit kronis ditandai dengan lesi bentuk uang koin/ lonjong, batas tegas, efloresensi
papulovesikel yang mudah pecah dan oozing/ basah.
 E : infeksi fokal (gigi, ISPA), allergen lingkungan (dust, mites, candida), kekeringan kulit lansia,
obat (isotretinoin), Hepatitis C yang diterapi interferon
 P : belum diketahui
 S : sangat gatal
 Px Fisik (kuliah) : predileksi (tungkai bawah, ekstensor lengan, dorsum manus), lesi primer
(diskret, bentuk koin, eritematous, edema, papulovesikel dan krusta)
 Px Fisik (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : lesi akut berupa plak eritematosa bentuk koin dengan
batas tegas yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens, nanti vesikel akan
pecah dan terjadi eksudat bentuk pinpoint, eksudat lalu akan kering jadi krusta kekuningan,
leisi bisa ditemukan di ekstensor ekstremitas, badan, dan bisa karena trauma (fenomena
Koebner)

 Px Penunjang : tes tempel


 DD : dermatitis kontak alergi, dermatitis atopic, neurodermatitis sirkumkripta, dermatitis stasis,
psoriasis, impetigo, dermatomikosis, tinea korporis
 T (kuliah) : steroid topical, antihistamin oral, jika infeksi sekunder (antibiotic), calcineurin
inhibitor (takrolimus/ pimekrolimus), untuk lesi yang luas (fototerapi UVB)
 T (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : jika kulit kering (emolien), vehikulum salep (kortikosteroid
topical), preparat ter (liquor carbonis detergens 5-10%)
 Komplikasi : infeksi bakteri sekunder

Liken Simpleks Kronik

 Radang kronis pada kulit yang sangat gatal, bisa disebut neurodermatitis sirkumkripta, bersifat
kronis residif
 E : tidak diketahui pasti, diduga dipengaruhi faktor panas, iritasi, lingkungan, emosional, atopi
 S : kulit tebal, sangat gatal (bertambah saat berkeringat, iritasi oleh pakaian), garukan
berulang
 Px fisik : satu/ banyak plak hiperpigmentasi dengan likenifikasi/ penonjolan/ mirip batang kayu,
skuama, ekskoriasi (letak di kepala, leher, pergelangan kaki, ekstensor ekstremitas, skrotum,
labia mayora)


 DD : eksema atopic likenifikasi, psoriasis likenifikasi, planus hipertrofi likenifikasi
 T : stop skilus gatal garuk, kortikosteroid topical potensi tinggi, antihistamin sedative, emolien,
capsaicin, calcipotriene, tacrolimus, cryotherapy, UVB, UVA
Napkin Eczema

 Dermatitis yang disebabkan karena penggunaan popok (bisa karena iritasi bahan popok,
gangguan flora normal)
 E : multifactorial, jarang ganti popok, lokasi lembap/ basah, gesekan (merusak barrier), fungsi
barrier turun, iritasi, kontrak urine/ feses, kontak enzim digestif (fecal proteolitik dan lipolitik),
pH kulit meningkat, superinfeksi (candida, bakteri)
 Px Fisik : lesi di lipatan kulit, ada erosi, ulserasi, ujung penis iritasi dan berkrusta, sering
kencing dan ada bercak darah, lesi satelit berupa papul eritema/ pustule di perifer lesi utama

 DD : dermatitis seboroik, tinea cruris, dermatitis atopic, dermatitis kontak alergi


 T : gunakan popok sekali pakai dengan absorbent gel material, bersihkan kulit dengan air
hangat dan sabun, beri krim pelindung, terapi topical (kortikosteroid potensi lemah), jika ada
candida (miconazole)

Urtikaria Akut

 Reaksi vascular kulit yang ditandai edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan, warna pucat kemerahan, meninggi di permukaan kulit dan sekitarnya ada halo
 E : stress, genetic, alergi makanan, allergen dari lingkungan, obat, penyakit sistemik, gigitan
serangga, trauma fisik, infeksi/ infestasi, bahan fotosensitizer, inhalan
 Jenis :
1. Spontan : tidak ada faktor pencetus (akut/ kurang dari 6 minggu, kronis/ lebih dari 6
minggu)
2. Fisik : ada faktor pencetus (kontak dingin, kontak panas, demografik/ tekanan/ goresan
mekanis, solar/ sinar UV, delayed pressure/ karena tekanan vertical dan timbul setelah 3-
12 jam, vibratori/ getaran)
3. Tipe lain : aquagenik/ air, kolinergik/ peningkatan suhu tubuh karena olahraga, kontak/
kontak dengan bahan tertentu, induksi olahraga
 Patofisiologi : pelepasan mediator (histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of
anaphylaxis/ SRSA dan prostaglandin dari sel mast/ basophil menyebabkan vasodilatasi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi transudasi cairan yang mengumpul secara
lokal. Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut (IgE menempel di permukaan sel
mast/ basophil karena ada reseptor Fc dan jika terjadi degranulasi sel maka terjadi pelepasan
mediator)
 S : gatal, sensasi terbakar, tertusuk
 Px Fisik : eritema dan edema setempat terbatas, kadang di bagian tengah lebih pucat,
umumnya hilang dalam 1-24 jam

 Px Penunjang : lab, tes provokasi, tes tusuk/ tempel


 DD : vaskulitis, mastositosis,pemfigoid bulosa, pitiriasis rosea tipe papular, lupus eritematosus
kutan, anafilaktoid purpura (Henoch-Schonlein purpura), dan morbus Hansen
 T : sesuai kausa, antihistamin generasi pertama yang sifatnya non sedasi (chlorpheniramine,
brompheniramine, diphenhydramine, promethazine, tripolidine, hydroxyzine, azatadine),
antihistamin generasi baru (acrivastine, azelastine, cetirizine, desloratadine, fexofenadine,
levocetirizine, loratadine, mizolastine)

 Prognosis : urtikaria akut (umumnya baik dan hilang dalam 24 jam dan tidak pernah
menimbulkan kematian kecuali disertai angioedema saluran nafas atas)

Urtikaria Kronis

 Lesi berulang selama lebih dari 6 minggu


 Tidak ditemukan penyebab eksternal dan penyebab dasar tidak diketahui
 P : ekstravasasi plasma ke dalam dermis
 S : gatal, edema
 Px Fisik : lesi merah muda pruritus, ukuran bervariasi, bisa dengan/ tanpa angioedema
(mengenai mukosa), wheal and flare, bisa lokal/ generalisata, bentuk lesi bulat/ oval/ annular/
arkuata/ serpigenous
 Px Penunjang : lab (complete blood count, feses lengkap, LED, ANA test, fungsi tiroid,
Hepatitis B dan C)
 T : antihistamin generasi 1, kolkisin dan dapson, siklosporin, mtx, levothyroxine, omalizumab
K2 Kulit Gatal karena Infeksi

Tinea/ Dermatofitosis
 Penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit
 Dermatofita : kelompok jamur (Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton) yang menempel
pada keratin rambut, kuku, dan jaringan tanduk manusia dan binatang dan menggunakannya
sebagai sumber nutrisi
 Klasifikasi jamur (habitat alami) : anthropophilic (host manusia, epidemic, penularan dengan
kontak langsung/ sisir/ handuk/ topi, inflamasi ringan/ tidak ada), zoophilic (host binatang,
menular ke manusia lewat kontak langsung, inflamasi akut dan berat), geophilic (tanah
sebagai host, inflamasi berat)

 P : jamur menempel di kulit dan tumbuh jika keadaan kulit sesuai dan adanya faktor risiko,
jamur mengeluarkan enzim keratolitik dan tumbuh subur, keratin dihancurkan dan jamur
bertambah sehingga semakin banyak enzim keratolitik yang dihasilkan dan memungkinkan
untuk meluasnya penyakit
 Px Penunjang : KOH 10-20%,kultur (saboruraud’s dexterous agar, potato dexterous agar),
lampu wood
Px KOH (hifa panjang bersepta)

Px Kultur
Px Lampu Wood
Tinea Kapitis
 Bisa disebut tinea tonsurans, dermatofitosis yang terjadi di rambut dan kulit kepala
 E : trichophiton dan microsporum (kontak langsung)
 Jenis infeksi : ektotriks (spora diluar akar rambut krn m. canis, m. gypseum, t. equinum, t.
verrucosum), endotriks (spora didalam akar rambut krn t. tonsurans, t. violaceum), favus (kulit
kepala berskuama, krn t. schoenleini)
 Gambaran klinis : ada tiga jenis (non inflamasi, black dot, inflamasi)
 Jenis non inflamasi : gambaran gray patch ringworm, E (antrofilik spt m. auduoinii, m.
ferrugineum, Px Fisik (alopesia non skar dengan dominan skuama, rambut kusam warna abu/
diskolorasi dan mudah patah), Px Penunjang (wood lamp warna kehijauan)
 Jenis black dot : E (antrofilik seperti t. tonsurans, t. violaceum), Px Fisik (rambut patah tepat
pada sclap dan ada bintik hitam/ black dot, masih ada rambut normal diantara black dot,
skuama difus, inflamasi minimal, bisa terlihat pustule/ nodul/ massa)
 Jenis inflamasi : E (zoofilik/ geofilik spt m. canis, m. gypseum, t. verrucosum), S (kulit kepala
gatal dan nyeri), Px Fisik (reaksi inflamasi menyebabkan adanya pustule, furunkelosis, kerion,
scarring alopecia, limfadenopati servikal posterior)
 DD : paling mungkin (dermatitis seboroik/ kontak, psoriasis plak/ pustule, dermatitis atopic,
pioderma bacterial, folikulitis decalvans, lichen planopapilaris, selulitis diseksi pada kulit
kepala), mungkin (alopesia areata, trichotillomania, pseudopelade), rule out (lupus
eritematosus kutan subakut, sifilis)
Tine Barbae
 Tinea yang terdapat pada dagu dan diatas bibir
 Jenis superficial : E (t. violaceum), Px Fisik (inflamasi ringan, pada tepi aktif ada papul dan
pustule diatas kulit eritema), infeksi berulang dapat menyebabkan alopesia
 Jenis inflamasi : E (t. interdigitale yang zoofilik, t. verrucosum), Px Fisik (nodul edema
kemerahan dengan pustule, rambut pada lesi tampak kusam dan mudah lepas, nodul dapat
bergabung membentuk abses, sinus dan scarring alopesia)

Tinea Korporis
 Tinea yang megenai area kulit tidak berambut kecuali telapak tangan, kaki dan pangkal paha
 E : t. rubrum, epidermophyton floccosum, t. intermediate, m. canis, t. tonsurans (penularan
dengan kontak langsung)
 DD : paling mungkin (eritema anular centrifugal, eczema numular, psoriasis, tinea versicolor,
lupus eritematosus kutan subakut, candidiasis kutan), mungkin (dermatitis kontak/ atopi,
pitiriasis rosea, dermatitis seboroik), rule out (mikosis fungoides, parapsoriasis, sifilis
sekunder)
 Tinea korporis gladiatorum : E (t. tonsurans), sering pada pegulat, tipe (anular, polisiklik,
psoriasform)
 Jenis :
Tipe Anular Tipe Polisiklik Tipe Psoriasiformis
Bentuk klasik, tampak Tampak macula eritema Bentuk mirip lesi psoriasis
ringworm (macula eritema bentuk polisiklik dengan tepi
dengan tepi berskuama) meninggi

 Tinea Imbrikata : E (t. concentricum), sering di negara timur jauh, pasifik selatan dan amerika
tengah/ selatan, Px Fisik (plak hiperpigmentasi dengan skuama kalus tersusun konsentris)

 Majocchi’s Granuloma : infeksi superficial folikel rambut, E (t. rubrum, t. interdigitale, m. canis),
FR (shaving, penggunaan steroid di daerah infeksi, imunocompromised ), Px Fisik (nodul dan
papul berskuama pada folikel rambut yang tersusun anular)

Tinea Kruris
 Dermatofitosis pada pangkal paha, area genitalia, pubis, perineal dan perianal
 E : t. rubrum, e. floccosum, t. interdigitale, t. verrucosum
 Px Fisik : tampak macula eritema dengan skuama tipis dan tepi meninggi

Tinea Pedis
 Dermatofitosis pada kaki
 E : t. rubrum, t. interdigitale, e. floccosum
 DD : mungkin (pitiriasis rubra papilaris), rule out (reaktif arthritis)
 Jenis : interdigitalis, hiperkeratotik kronis/ moccasin, vesikobulosa, ulseratif akut
 Jenis interdigitalis : paling sering, Px Fisik (skuama, eritema pada tempat infeksi, maserasi
kulit interdigital dan subdigital yang meluas ke telapak kaki), co infeksi bakteri (seperti
pseudomonas, proteus dan s. aureus bisa menyebabkan erosi interdigital, gatal dan bau
busuk, biasanya disebut athlete’s foot), DD (erosion interdigitalis blastomycetica, eritrasma, co
infeksi bakteri)
 Jenis hiperkeratotik kronis/ moccasin : E (t. rubrum, e. floccosum, t. interdigitale), Px Fisik
(macula eritema dengan skuama difus pada telapak kaki meluas sampai ke lateral dan
medial), DD (dyshidrosis, psoriasis, dermatitis kontak/ atopi, keratoderma herediter/ acquired)

 Jenis vesikobulosa : E (t. interdigitale, t. mentagrophytes var. mentagrophytes), Px Fisik


(vesikel, vesikopustul atau bula di telapak kaki dan periplantar), DD (dyshidrosis, dermatitis
kontak, psoriasis pustular, bacterid, palmoplantar pustulosis, pioderma bakteri, scabies)

 Jenis ulseratif akut : E (superinfeksi zoofilik t. interdigital dengan bakteri gram negative), Px
Fisik ( vesikel, pustule, ulkus purulent di telapak kaki, sering terjadi selulitis, limfangitis,
limfadenopati, demam)
Tinea Manuum
 Dermatofitosis pada tangan
 Px Fisik : non inflamasi, skuama kering difus, pada infeksi zoofilik (vesikel, pustule, eksfoliasi),
 Sering bersamaan dengan tinea pedis tipe moccasin dan onikomikosis
 Sindrom dua kaki satu tangan (tinea manuum dan pedis bersamaan), karena t. rubrum

Dermatophytid (Id) Reaction


 Reaksi inflamasi yang jauh dari lesi primer
 4-5% kasus, misalnya lesi di tangan tapi reaksi di badan
 Mekanisme tidak diketahui, dihubungkan ke reaksi hipersensitivitas tipe lambat
 Px Fisik : lesi polimorfik, papul folikuler/ non, vesikel, ditemui di tangan kaki, eritema nodusum
dan anulare sentrifugum, urtikaria
 Px Penunjang : KOH dan kultur (negative)
 Kriteria : dermatofitosis di bagian tubuh lain, tidak ada elemen jamur di erupsi Id, resolusi
reaksi Id terjadi dengan menghilangkan lesi primer
Onikomikosis
 Infeksi jamur di kuku
 E : dermatofita (t. rubrum, t. interdigitale, t. tonsurans, e. floccosum), non dermatofita
(acremonium, aspergillus, fusarium, scopulariopsis brevicaulis, scytalidium, yeast, candida)
 Jenis : distolateral subungual onychomycosis/ DSLO, proximal subungual onychomycosis/
PSO, white superficial onychomycosis/ WSO
 DSLO : sering terjadi, P (invasi jamur dari stratum korneum hiponycium dan distal nail bed,
membentuk opafikasi warna putih sampai kuning coklat di tepi distal kuku, infeksi meluas dari
proximal nail bed ke ventral nail plate), Px Fisik (dystrophic nail/ invasi progresif nail plate)

 PSO : E (t. rubrum, t. megninii), Px Fisik (kuku proximal warna krim gelap, subungual
hyperkeratosis, leukonychia, proximal onycholysis, destruksi seluruh kuku), bisa meluas ke
seluruh kuku

 WSO : E (t. interdigitale, aspergillus, scopulariopsis, fusarium,candida), P (invasi pada dorsal


nail plate), Px Fisik (macula putih sampai kuning keruh berbatas tegas pada permukaan kuku)
Piedra
 Bisa disebut trichomycosis nodularis, infeksi jamur superficial asimptom pada batang rambut
 Piedra Hitam : E (piedraia hortae), sering di negara tropis, S (batang rambut rapuh dan mudah
patah), Px Fisik (gambaran seperti pasir coklat hitam melekat erat dengan rambut, lesi sering
di frontal kulit kepala)

 Piedra Putih : E (trichosporon asahii, trichosporon ovoides, trichosporon inkin, trichosporon


mucoides, trichosporon asteroides, trichosporon cutaneum), jarang sampai rambut patah, di
daerah iklim semitropis, Px Fisik (lesi sering di wajah, aksila, rambut genital, jarang di kulit
kepala, butiran putih/ krem, tidak terlalu melekat, discrete/ bergabung, di sepanjang batang
rambut)

 T : cukur rambut yang terinfeksi, azol topical, antijamur sistemik untuk mengurangi rekurensi
(itraconazole)
Pitiriasis Versikolor
 Panu, tinea versicolor
 E : malassezia furfur
 Faktor predisposisi : exogen (suhu, udara lembap, daerah tropis, pakaian, peningkatan
konsentrasi CO2, mikroflora, pH), endogen (malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing,
terapi imunosupresan, hyperhidrosis, riwayat keluarga terinfeksi
 S : gatal di lesi, hipopigmentasi
 Macula hipopigmentasi terjadi karena cahaya matahari terhambat ke lapisan kulit, ada toxin
yang menghambat pembentuk melanin, asam azeleat yang dihasilkan pitirosporum dari asam
lemak menjadi inhibitor kompetitif tirosinase
 Px Fisik : lesi di badan, lengan, bercak warna-warni, bentuk tidak teratur/ teratur, batas jelas/
difus, pada kulit terang (lesi macula coklat muda dengan skuama halus di permukaan), pada
kulit gelap (bercak hipopigmentasi/ versicolor)

 DD : paling mungkin (pitiriasis alba, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik, infeksi dermatofita),
mungkin (eritrasma, vitiligo, psoriasis, pitiriasis rubra papilaris, papilomatosis konfluen/
reticulated Gougerot & Carteaud), rule out (sifilis sekunder, mikosis fungoides hipopigmentasi)
 Px Penunjang : KOH 10% (ditemukan sel ragi bulat berdinding tebal dengan miselium kasar
dan sering terputus-putus/ pendek-pendek, penampakan spageti and meatball), wood lamp
(fluoresensi kuning emas sampai orange)

 T : topical, sistemik pada lesi luas, untuk hipopigmentasi/ leukoderma


Topical Sistemik Leukoderma
 Selenium sulfida 1,8%  Ketoconazole Dosis: 200  Liquor carbonas
shampoo 2-3 kali mg per hari selama 10 detergent 5%, salep
seminggu. hari pagi/malam
 Salisil spiritus 10%  Fluconazole Dosis: dosis  Krim kortikosteroid
 Turunan azol tunggal 150-300 mg menengah pagi dan
(mikozanol, klotrimazol, setiap minggu malam
isokonazol & ekonazol)  Itraconazole Dosis: 100  Jemur di matahari ±10
 Sulfur presipitatum mg per hari selama 2 menit antara jam 10.00-
dalam bedak kocok 4- minggu 15.00
20%
 Larutan Natrium
Tiosulfas 25%, 2 kali
sehari sehabis mandi
selama 2 minggu.
 Pencegahan : gunakan 50% propilen glikol dalam air, pada daerah endemik disarankan
menggunakan ketoconazole 200mg/ hari selama 3 bulan atau itrakonazole 200mg 1 kali
sebulan atau sampo selenium sulfide 1x/ minggu, pengobatan diteruskan 2 minggu setelah
fluoresensi negative (wood lamp)
Kandidiosis Mukokutan Ringan
 Penyakit jamur yang menyerang membrane mukosa
 E : c. albicans
 Sering merupakan infeksi oportunistik
 Faktor predisposisi : mekanik (dentures, obesitas, trauma, oklusi lokal), nutrisi (krg vitamin A
dan C, malnutrisi, defisiensi besi), fisiologi (usia lanjut, haid, kehamilan), penyakit sistemik
(down syndrome, cushing disease, penyakit endokrin, DM, hemodialisa karena gagal ginjal,
transplantasi sumsum tulang, imunodefisiensi dll.), iatrogenic (penggunaan kateter dan IV,
radiasi x-ray, rawat inap lama, kortikosteroid, agen imunosupresan, antibiotic spectrum luas
seperti metronidazole, colchicine, phenylnutazone, kemoterapi)
 Kandidiasis Oral : S (bercak putih yang nyeri), DD : paling mungkin (lichen planus, stomatitis
aphthous, eritema multiform, anemia pernicious), mungkin (mucositis karena kemoterapi,
lupus eritematosus, histoplasmosis, keracunan salisilat), rule out (glucagonnoma, defisiensi
zinc, pemphigus vulgaris), T (nystatin suspense 400K-600K unit 4x/ hari, clotrimazole troches
10 mg 5x/hari, terapi oral derivate azol untuk rekuren)

 Kandida Intertriginosa : predileksi (genitocrural, gluteal, interdigital, infra mammae, antara jari
dan aksila), predisposisi (DM, obesitas, pakaian terlalu ketat), S (gatal, kemerahan), Px Fisik
(bercak merah eritema dengan maserasi, plak tipis dengan lesi satelit vesikopustul, pustule
bisa membesar dan pecah sehingga dasar eritema tertutup skuama yang mudah lepas dan
menimbulkan maserasi dan fisura), Px Penunjang (KOH, kultur), T (antifungal topical seperti
clotrimazole, econazole, ciclopirox, miconazole, ketoconazole, nystatin, terapi sistemik pada
imunocompromised atau infeksi yang luas dan berat)
 Hasil Px KOH : budding yeast cells, spora seperti angka 3 dengan atau tanpa pseudohifa,
seperti untaian sosis

Kutaneus Larva Migran


 Radang bentuk linear atau berkelok progresif karena invasi cacing tambang dari anjing/ kucing
 E : ancylostoma braziliense, caninum, ceylanicum
 Kutaneus larva migrans adalah sindrom, creeping eruption adalah gejalanya
 Creeping eruption : lesi linear/ serpiginous sedikit timbul, kemerahan, bermigrasi dalam pola
tidak teratur tanpa melihat penyebab lesi
 FR : perilaku (tidak pakai alas kaki), lingkungan (tropis, ada anjing atau kucing sebagai
hospes, tanah lembap), demografis (sering pada anak dibawah 4 tahun, sering pada pekerja
yang kontak dengan pasir/ tanah, tingkat pendidikan)
 Patogenesis hidung cacing tambang :
Telur pada tinja menetas di permukaan tanah
dalam waktu 1 hari  larva infektif tahap
ketiga setelah sekitar 1 minggu. Larva
bertahan hidup selama beberapa bulan
menempel pada manusiapenetrasi di
tempat sesuai larva menembus ke lapisan
korneum epidermis dengan mengeluarkan
protease dan hialuronidaselarva bermigrasi
melalui jaringan subkutan membentuk
terowongan yang menjalar dari satu tempat
ke tempat lainnya

 S : gatal, panas di tempat penetrasi, gatal malam hari


 Px Fisik : lesi awal papul, lalu lesi linear/ berkelok dengan diameter 2-3 mm, lesi kemerahan
berbentuk terowongan hingga beberapa cm
 DD : scabies, dermatofitosis, gigitan serangga, herpes zoster stadium awal

 T : oral (ivermectin dosis tunggal 200 μg/kg berat badan, oral albendazol 400 mg setiap hari
selama 5-7 hari, tiabendazol 50 mg per kg berat badan selama 2-4 hari), topical (tiabendazole
10-15% 3x/ hari selama 5-7 hari), antibiotic jika ada infeksi sekunder, cryotherapy dengan dry
ice (penekanan 45 detik – 1 menit selama 2 hari berturut-turut), nitrogen liquid, semprot kloretil
sepanjang lesi
 Pencegahan : hindari FR
 Prognosis : self limiting, lesi tanpa komplikasi yang tidak diobati sembuh dalam 4-8 weeks,
terapi farmako memperpendek perjalanan penyakit
Filariasis
 Penyakit menular karena cacing filaria
 E : nematode family filariidae
 Jenis filarial (host habitat cacing dewasa) : grup kutan (loa loa, onchocerca volvulus,
mansonella streptocerca), grup limfe (w. bancrofti, brugia malayi, brugia timori), grup rongga
tubuh (m. perstans, m. ozzardi)
 Filariasis kutan :
1. Loa loa : endemik di afrika tengah dan barat, E (gigitan lalat chrysops), S (4-24 bulan
setelah infeksi, mikrofilia terdeteksi 5-6 bulan setelah infeksi, calabar swelling/ angioedema
karena migrasi cacing dewasa lewat jaringan subkutan yang timbul 1 tahun setelah infeksi,
nyeri dan gatal di sendi ekstremitas selama 2-4 hari dan rekuren, lemas, nyeri otot,
atralgia), cacing dewasa hidup selama 20 tahun di host manusia, Px Fisik (creeping
eruption), Px Penunjang (lab : eosinophilia perifer, leukositosis, pengingkatan Ig E), T
(diethylcarbamazine)

2. Mansonelliasis : asimptom, endemik di sub-sahara afrika, E (m. perstans, m. streptocerca


yang ditularkan culicoides), Px Fisik (calabar-like swelling di lengan bawah, tangan, wajah,
gatal, ada/ tidak papul), T (doxycycline, ivermectin, diethylcarbamazine)
3. Onchocerciasis : E (onchocerca volvulus, ditularkan lalat hitam genus simulium), endemik
di daerah katulistiwa afrika, pada manusia larva menjadi cacing dewasa di jaringan fibrosa
dan membentuk nodul di jaringan subkutan dan fascia, masa inkubasi 1-2 tahun, T
(endemik : ivermectin 150 mcg/kg 1 kali/ 3 bulan, non endemik : doksisiklin 200 mg/ kg
selama 4-6 weeks dilanjutkan dengan ivermectin, moxidectin 1x/ day peroral)
 Filariasis limfatik : penyakit kaki gajah, E (w. bancrofti, brugia malayi, brugia timori), vector
(mansonia, anopheles, culex, aedes, armigeres), S (akut : demam berulang 1-2 kali setiap
bulan selama 3-4 hari, limfadeinitis pada lipat paha atau ketiak, teraba tali berwarna merah
dan sakit dari pangkal paha/ ketiak kearah ujung kaki/ tangan, kronik : kaki, tangan, skrotum,
payudara dan alat kelamin membesar sehingga cacat menetap), T (pembedahan)

Pedikulosis Kapitis
 Penyakit kulit kepala karena infestasi ektoparasit obligat (tungau/ lice)
 E : pediculus humanus vas. capitis (family pediculidae)
 Sering pada anak usia 3-11 tahun
 Menular dengan kontak langsung/ benda
 S : gatal
 Px Fisik : macula eritema, papula, erosi karena garukan, limfadenitis
 Terapi :

Pedikulosis Pubis
 Infeksi pedikulosis di pubis dan sekitarnya, merupakan penyakit hubungan seksual
 E : phthirus pubis
 S : gatal di pubis
 Px Fisik : ekskoriasi di pubis, macula serulae, black dot di celana dalam, bisa juga limfadenitis
jika ada infeksi sekunder

 DD : scabies
 T : obati infeksi sekunder dulu jika ada, gameksan 1%, emulsi benzil benzoat 25%, permethrin
1%, lindane lotion, pengobatan partner sexual, pencucian pakaian dengan air panas dan
disetrika
Skabies
 Penyakit kulit karena tungau
 E : sarcoptes scabei var. hominis (menular langsung kulit-kulit, tidak langsung lewat benda)
 Sering pada daerah soseko rendah, hygiene buruk, pada hubungan seksual ganti pasangan
 S : pruritus nocturnal/ gatal malam hari
 Px Fisik : ada terowongan, ditemukan tungau, menyerang berkelompok
 DD : prurigo, gigitan serangga, folikulitis
 Terapi :

Reaksi Gigitan Serangga


 Serangga : antropoda kelas insect, bisa menggigit/ menyengat (ordo arachnida/ arachnids,
chilophoda/ centipedes, diplopoda/ millipedes, insekta/ insects)
 Reaksi ringan/ mengancam nyawa
 Klinis : reaksi lokal (tidak nyaman, gatal, nyeri, eritema, bengkak, panas di gigitan, bisa
meluas), reaksi lokal berat (edema generalisata, urtikaria, edema pruritus), reaksi anafilaksis
(awalnya ruam seluruh tubuh, urtikaria, gatal, angioedema, lalu bisa disorientasi, gangguan GI
seperti diare dank ram, kram uterus, inkontinensia urine, syncope, stridor, dyspnea hingga
akhirnya gagal nafas dan collaps cardiovascular)
 Klasifikasi sesuai waktu :
1. Reaksi cepat : dalam 20 menit setelah gigitan, bertahan 1-3 jam
2. Reaksi lambat : pada anak setelah 20 menit/ beberapa jam, pada dewasa bisa 3-5 hari
setelah gigitan
3. Reaksi tidak biasa : sangat segera mirip reaksi anafilaktik
 Klasifikasi sesuai bentuk klinis :
1. Urtikaria irregular
2. Urtikaria papular
3. Papulovesikular (prurigo)
4. Punctum (titik gigitan, pada pedikulosis kapitis/ phthirus pubis)
 T : cuci gigitan dengan sabun, bersihkan sisa serangga, kompres es, kortikosteroid topical,
lokal anestesi, analgetik injeksi, jenis antropoda tertentu perlu profilaksis tetanus, yang
beracun harus diberi antiracun, terapi anafilaksis jika terjadi
K3 Ruam dan Merah pada Kulit

Morbili Tanpa Komplikasi


 Measles, campak, rubeola
 Penyakit infeksi virus akut yang sering pada anak
 E : measles virus (RNA virus rantai tunggal genus morbilivirus, family paramyxoviridae, 1 tipe
antigenic dengan manusia sebagai host alami, penularan lewat droplet, masa inkubasi 8-12
hari, pasien dapat menularkan 1-2 hari sebelum gejala timbul hingga 4 hari setelah lesi timbul)
 Symptoms :
1. Prodromal : demam, malaise, konjungtivitis, batuk, sindrom flu, koplik’s spot (macula
eritema kecil dengan titik putih di tengah di mukosa bukal dekat molar II yang muncul 1-2
hari sebelum lesi kulit)
2. Lesi kulit : macula/ papul eritema tidak gatal di dahi dan belakang telinga dan menyebar
cepat ke leher, badan dan ekstremitas, mereda 4-5 hari dan kadang disertai skuamasi
3. Tambahan : mual muntah, diare, nyeri perut, splenomegaly, faringitis, otitis media,
limfadenopati generalisata
4. Pada imunocompromised : ada risiko pneumonitis dan ensefalitis akut

 Px Penunjang (jarang) : DL (leukopenia), serologi (igM dan igG anti measles), PCR,
ELISA, RT-PCR
 T : suportif (bedrest, analgetik, anti piretik, nutrisi, hidrasi), vitamin A 200.000 unit/ hari
selama 2 hari (untuk bayi 6-24 bulan, anak imunodefisiensi, malnutrisi), antibiotic untuk
infeksi sekunder, vaksinasi (anak 12 bulan, 2 dosis)
 Komplikasi (terutama pada anak dibawah 5 tahun dan dewasa diatas 30 tahun) : OMA,
laringotracheobronchitis, pneumonia, gastroenteritis, hepatitis, ensefalitis,
trombositopenia)
Lupus Eritematosus
 Spectrum penyakit yang berhubungan dengan pola autoimun seluler dan humoral dengan
kelainan mulai dari pada kulit (cutaneous lupus) hingga mengancam nyawa (systemic lupus
erythematosus)
Lupus Eritematosus Kulit
 Jenis lesi kulit :
1. Lesi akut/ ACLE : sering dihubungkan dengan keterlibatan sistemik/ SLE, di wajah, meluas

2. Lesi subakut/ SCLE : classic SCLE (annular dan papulosquamous)

3. Lesi kronis/ CCLE : jarang ada keterlibatan SLE, discoid (lokal, meluas, hipertrofik), lupus
panniculus, LE tumidus

 Klasifikasi dan spectrum lupus eritematosus kulit

 Lesi lupus pada bibir dan lesi lupus eritematosus hipertrofi pada bibir
Systemic Lupus Erythematosus/ SLE
 Predisposisi : riwayat keluarga, paparan sinar matahari, obat
 S : gatal dan terbakar di kulit, lemah, demam, BB turun, malaise, arthralgia, artritis, nyeri
abdomen, keluhan pada saraf
 Px Fisik : demam, lesi kulit, arthritis, di kulit (ACLE, SCLE)
 Px Penunjang : histopatologi (atrofi epidermis, degenerasi liquefaksi epidermis dan dermis,
edema dermis, infiltrate limfosit di dermis, degenerasi fibrinoid di jaringan ikat dan pembuluh
darah), imunofluresens (deposit granuler) globular imun reaktan pada dermal-epidermal
junction), darah (anemia/ leukopenia/ limfopenia/ trombositopenia, LED naik), urin (persisten
proteinuria, casts), serologis (ANA)
 T : kortikosteroid oral/ topical, imunosupresan, sunblock
 Kriteria SLE :

Erupsi Obat
 Reaksi alergi pada kulit/ mukokutan karena obat (terjadi jika seseorang memiliki
hipersensitivitas thdp obat tertentu)
 E : obat baru yang digunakan dalam rentang 8 minggu sebelum reaksi muncul
 P : belum diketahui
 Diagnosis : anamnesis dan manifestasi klinis
 Morfologi klinis : erupsi obat makulopapular (exanthema morbiliformis), fixed drug eruption,
erupsi urtikaria, reaksi obat vesikobulosa (SSJ & TEN)
 Px Penunjang : DL, urinalisis, renal & liver function test
 T : hentikan obat penyebab
Erupsi Obat Makulopapuler
 Reaksi obat paling umum yang ditandai dengan macula dan papul eritema di seluruh tubuh
 E : obat antikejang, sulfonamide, penicillin, nevirapin
 Hypersensitivity syndrome reaction/ HSR : erupsi obat makulopapuler yang disertai
keterlibatan organ internal seperti hepar, ginjal dan CNS
 DD : viral exanthema, pityriasis rosea, dermatitis kontak alergi
 T : eliminasi obat yang dicurigai menjadi penyebab, steroid oral (metilprednisolon 8 mg x 3),
antihistamin, bedak topical asam salisilat
Fixed Drug Eruption
 Terjadi pada tempat yang sama setiap terpapar obat dan bertambah berat
 50% kasus di oral dan genital
 E : ibuprofen, sulfonamide, tetrasiklin, naproksen
 S : lesi terasa perih/ seperti tersengat/ terbakar
 Px Fisik : lesi macula eritema keunguan, soliter/ multiple, kadang ada vesikel/ bula, pada
generalized bullous FDE (lesi banyak dan ada bula), terjadi hiperpigmentasi setelah fase akut
 T : eliminasi obat, steroid oral (metilprednisolon 8 mg x 3), antihistamin, steroid topical

Eritema Multiform
 Erupsi kulit lokal dengan keterlibatan mukosa minimal/ tanpa keterlibatan mukosa
 Kondisi kulit akut, self limited dan kadang berulang, termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV
 E : infeksi, obat dll.
 Onset sering simetris berupa macula kemerahan, papul terus berkembang menjadi target
lesion yang tipikal (bagian central nekrosis atau vesicular, dikelilingi edema pucat diluarnya
dan daerah eritema, disebut target lesion
 Papul berkembang menjasi lesi iris dalam 72 jam dari ekstremitas, lesi menetap setidaknya 7
hari sebelum sembuh
 P : 90% karena virus (HSV1 > HSV2), mycoplasma, pneumonia, 10% karena obat
(sulfonamide, TNF alpha inhibitor, radiasi, idiopatik)
 Px Fisik : lesi “target” di ekstremitas
 EM Mayor : gangguan lebih berat dan mengancam nyawa, melibatkan 1/ lebih selaput lender,
mengenai 10% luas area tubuh, sering karena obat
 T : simptomatis, untuk kasus berat pertimbangkan steroid sistemik
 Prognosis : onset akut lebih dari 24 jam bisa berkembang ke seluruh tubuh dalam 72 jam dan
akan sembuh tanpa cacat dalam 2 minggu, EM mayor sering ada komplikasi seperti ke mata
Eritrasma
 Infeksi superfisial kronis, intertriginosa kulit
 E : corynebacterium minutissimum (flora normal, bakteri lipofilik, gram positif tanpa spora,
aerob)
 Menyerang 1/3 bagian atas stratum korneum
 FR : panas dan lembap, daerah tropis, keringat berlebih, gemuk, DM, hygiene buruk, lansia,
imunocompromised
 P : bakteri di ruang antar sel dan ekstra sel, melarutkan fibril keratin
 S : asimptom, kadang gatal
 Px Fisik : patch/ macula coklat merah, batas tegas, sisik halus, likenifikasi, hiperpigmentasi,
lokasi sering di kruris, skrotum, celah interdigital keempat
 Px Penunjang : KOH (negative)
 DD : PVC/ pitiriasis versicolor, pruritus ani, dermatitis seboroik
 Prognosis : baik, pada imunocompromised yang jinak bisa jadi invasive
Henoch Schoenlein Purpura (dari Buku Ajar Dermatologi FKUI)
 Disebut sindrom Schoenlein jika disertai nyeri sendi dan disebut sindrom Henoch jika disertai
gejala GI dan urinaria, jika kelainan terbatas disebut purpura simpleks
 Vaskulitis leukositoklastik/ purpura anafilaksis/ alergik : kelainan karena reaksi antigen
antibody di dekat endotel pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan permeabilitas
dinding baskular dan dilatasi
 Sindrom Henoch-Schoenlein sering pada anak 3-10 tahun dengan pencetus infeksi virus,
bakteri, alergi makanan, aspirin, zat warna azo, benzoate dalam makanan
 Px Fisik : purpura yang teraba, eritema, edema, urtikaria, bula
 Px Penunjang : imunologi (kompleks IgA dan IgG meningkat)
 T : kortikosteroid, analgesic, antispasmodik
Henoch Schoenlein Purpura (dari kuliah)
 Gangguan immunoglobulin A akut yang ditandai dengan vaskulitis menyeluruh yang
melibatkan pembuluh darah kulit, GI, ginjal dan sendi
 S : prodromal (sakit kepala, demam, anorexia, selanjutnya pada kulit ada purpura yang sering
di kaki, nyeri perut, muntah), kadang bisa nyeri sendi lutut dan wrist, edema subkutan, edema
skrotum
 Purpura anafilaktoid : vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kulit dan seringkali ginjal, S
(ruam kulit keunguan terutama di bokong, ekstremitas bawah ekstensor, nyeri sendi, kadang
kram perut), sering pada musim semi, mengikuti ISPA, sering pada anak
 Px Penunjang : kultur swab tenggorokan, urinalisis, renal function test, biopsy kulit dan ginjal
(tanda vasculitis), imunoflorescen (deteksi antibody IgA)
 T : antiinflamasi untuk nyeri sendi (ibuprofen, aspirin), kelainan perut/ ginjal (steroid), tekan
sistem kekebalan tubuh (siklofosfamid, azathioprine, mycophenolat mofetil)
 Prognosis : baik, bisa rekurensi
 Komplikasi : sakit perut, pendarahan GI, gg ginjal pada adults
Sifilis Stadium II (dari Buku Ajar Dermatologi FKUI,di kuliah tidak ada)
 Sifilis adalah penyakit infeksi karena treponema pallidum
 Stadium sekunder/ stadium II timbul setelah 6-8 minggu sejak stadium I (bisa berlangsung
sampai 9 bulan)
 S : anoreksia, bb turun, malaise, nyeri kepala, demam tidak tinggi, atralgia, kelainan kulit yang
menyerupai berbagai penyakit kulit (the great imitator)
 Kelainan kulit yang basah/ eksudatif sifatnya menular, yang kering tidak terlalu menular
 Bentuk yang sangat menular : kondiloma lata dan plaque muqueuses
 Kelainan kulit pada sifilis stadium II tidak gatal dan sering disertai limfadenitis generalisata
 Bentuk lesi :
1. Roseola (lesi pertama yang muncul, eritema macular, berbintik/ bercak, warna merah
tembaga dengan bentuk bulat/ lonjong)
2. Papul (sering ditemui, bulat, , bisa berskuama di pinggir, jika papul menghilang
meninggalkan bercak hipopigmentasi/ leukoderma koli/ collar of venus)
3. Pustule (jarang, awalnya banyak papul yang menjadi vesikel dan jadi pustule)
4. Bentuk lain (banyak papul, pustule dan krusta yang berkonfluensi sehingga mirip impetigo,
karena itu disebut sifilis impetiginosa)
K4 Kulit Kemerahan dan Bersisik/ Ketombe

Psoriasis Vulgaris
 Inflamasi kronis kulit, bersifat kronis residif (menahun dan kambuh)
 E : genetic (insiden meningkat pada individu dengan riwayat psoriasis di keluarga, berkaitan
dengan HLA tertentu)
 Pencetus : stress fisik, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolic, obat, alcohol,
merokok
 Sering berhubungan dengan celiac disease, limfoma, penyakit metabolic dan cardiovaskular
 P : gangguan proliferasi dan differensiasi dari epidermis, gangguan biokimia dan imun,
kelainan vascular, proliferasi terjadi karena keterlibatan mediator inflamasi yang kompleks (T-
helper/ Th1 dan Th17)
 Histopatologi : penebalan epidermis, perpanjangan rete ridge, peningkatan dilatasi, pembuluh
darah dermis berkelok, infiltrate mononuclear meningkat
 Px Fisik : sering terjadi psoriasis vulgaris (plak/ macula eritema dengan skuama tebal),
predileksi di kulit kepala, permukaan ekstensor ekstremitas, punggung, umbilicus dan sacrum,
lesi terdistribusi simetris, bisa ke sendi (disebut psoriasis arthritis)

Gambaran klinis di kuku (pitting nail, onikolisis distal, oil spot/ salmon patches)

Gambaran klinis lainnya (auspitz sign, koebner phenomenon, kaarsvleg phenomenon)


Auspitz sign : khas, pengerokan lesi macula/ plak eritema maka ada titik pendarahan, tanda
dilatasi vaskular di dermis
Koebner phenomenon : lesi psoriasis baru yang timbul pada area yang terjadi trauma
sebelumnya, seperti karena garukan/ gesekan
Kaarsvleg phenomenon : pengerokan pada lesi/ skuama maka terlihat seperti tanda tetesan
lilin
 Jenis psoriasis :
1. Seborrheic-like psoriasis : sebopsoriasis/ seborrhiasis, overlapping psoriasis dan
dermatitis seboroik, lesi seboroik (scalp, wajah, dada, flexura, axilla), efloresensi (plak/
macula eritematous tertutup skuama lembut, kuning dan berminyak)

2. Psoriasis inversa : bentuk khusus, lesi di area lipatan, celah dan permukaan fleksor
(telinga, axilla, paha, inframammae, umbilicus, lipatan intergluteal)

3. Psoriatic arthritis : keterlibatan sendi interfalang distal yang asimetris dengan kerusakan
kuku, arthritis mutilans dengan osteolisis pada phalang dan metacarpal, polyarthritis
simetris, mirip rheumatoid arthritis dengan claw hand, ankylosing spondilosis saja atau
dengan arthritis perifer, oligoarthritis dengan pembengkakan dan tenosynovitis pada satu
atau bbrp sendi tangan

4. Guttate psoriasis : lesi “water drops” ukuran 2-5 mm, erupsi tiba-tiba, diawali infeksi akut
strep. pharyngitis, sering pada usia dibawah 30 tahun, T (UVB dosis erythemogenic, jika
rekuren beri dikloksasilin 4 x 250 mg selama 10 hari, rifampin 1 x 600 mg)

5. Generalized pustular psoriasis (von Zumbusch)


Pasien dengan riwayat psoriasis tipe plak/ arthritis, ada pustule diatas lesi sebelumnya,
erupsi kulit muncul tiba-tiba setelah penghentian kortikosteroid sistemik (atau obat seperti
terbinafin, minosiklin, hidroksikloroquin), S (sakit berat, demam), Efloresensi (lakes of pus
pada periungual, telapak tangan, dan tepi lesi psoriasis sebelumnya, bisa kena mukosa
dan terjadi ulserasi superficial, lesi meluas karena trauma/ koebner phenomenon),
Komplikasi (pneumonia, CHF, hepatitis), T (acitretin, isotretinoin, siklosporin,
methotrexate)
 DD : dermatomyositis, lupus eritematous, dermatitis seboroik, pytiriasis rosea, lichen planus,
sifilis psorisiform
 Terapi : bersifat imunomodulator (untuk mengurangi inflamasi), lesi kurang dari 10% maka
topical (kortikosteroid, coal tar, anthralin, tazarotene, calcipotriene, asam salisilat, emolien),
jika lesi 30% maka terapi fisik (fototerapi seperti UVB, NUVB, PUVA, photodynamic, excimer
laser, climatic therapy), jika lesi lebih dari 30% maka terapi sistemik (methotrexate, siklosporin,
retinoid/ asitretinoin), dapson, mikofenolat mofetil, hidroksiurea

*terapi topical yang sering adalah glukokortikoid/ steroid (lini pertama untuk psoriasis ringan
dan sedang), perbaikan dalam 2-4 minggu, dan diikuti terapi intermitten, hati hati pada
penggunaan steroid topical super poten karena bisa menyebabkan atrofi, telengiektasis dan
striae, serta pada penggunaan jangka panjang ditemukan takifilaksis
Dermatitis Seboroik
 Lesi papuloskuamous kronis pada area banyak kelenjar sebasea, ditandai dengan adanya
plak dengan skuama kuning dan berminyak
 Pada infant biasanya self limiting, pada orang dewasa kronis
 E : genetic (mutasi ZNF750 yan mengkode C2H2), imunologi (peran IL10, menurunkan IL2
dan IF gamma), fisik (kelembapan dan suhu udara), microbial (malessezia, pityrosporum
ovale), obat (griseofulvin, cimetidine, lithium, methyldopa, arsenic, goldm auranofin), nutrisi
(defisiensi zinc), sering dihubungkan pada penyakit seperti parkinson, HIV/AIDS, DM, epilepsy
 Histologi : akantosis teratur pada epidermis dengan penipisan suprapapillary, spongiosis
dengan derajat bervariasi dan eksitosis limfosit, khasnya ada skuama fokal yang dekat dengan
ostium folikular
 Jenis :
1. Dandruff/ pityriasis sicca : bentuk ringan, skuama kering
2. Pityriasis steatoides : skuama tebal berminyak
3. Pada infant 3 minggu – 3 bulan : di vertex, macula eritema dengan skuama kuning
kecoklatan, oozing

4. Leiner : pada bayi, yang meluas pada bayi hingga menutupi seluruh tubuh (eritroderma)
5. Pityriasis amiantacea : dengan skuama putih perak
6. Pada penderita HIV/ AIDS : seperti lupus eritematosus, macula eritema dengan skuama
yang awalnya lesinya di facial dan meluas ke dagu, dada dan daerah lainnya)
 S : gatal
 Px Fisik : predileksi (scalp, kelopak mata dan alis, lipatan nasolabial, submammae, sternum,
axilla, umbilicus, lipatan paha, bokong)

Efloresensi (macula eritema tertutup skuama kuning berminyak)


 DD : psoriasis (bisa overlapping), impetigo scalp, dermatitis atopic, scabies crustosa, tinea
kapitis
 Terapi :
1. Pada infant : self limited (sampo, emolien, steroid topical mild), inflamasi lama
(corticosteroid low potency seperti hydrocortisone 1% krim atau lotion selama beberapa
hari dan diikuti dengan imidazole topical, 2% ketoconazole krim/ lotion atau 1% sampo)
2. Pada adult : untuk mengontrol bukan menyembuhkan, di scalp (sampo dengan zinc
pyrithione, selenium sulfide 1-2,5%, imidazole seperti ketoconazole 1-2%, ciclopirox krim/
gel/ sampo, asam salisilat, coal tar), diberikan 2-3x/ week
3. Kasus severe/ refractory : antifungal oral (ketoconazole dll.), glukokortikoid sistemik
(prednisolone 0,5 mg daily/ 0.1-0.3 mg/kg/ hari selama 3-5 bulan pada refractory),
fototerapi (narrowband UVB atau psoralen plus UVA)
Pitiriasis Rosea
 Erupsi papuloskuamosa akut (4-10 weeks)
 Diawali lesi besar, herald patch
 Sering pada remaja dan dewasa muda
 E : belum diketahui secara pasti, diduga karena human herpes virus tipe 7 dan 6
 S : asimptom, kadang gatal, hilang spontan dalam 3-8 weeks
 Px Fisik : lesi oval tertutup skuama tipis, terjadi deskuamasi dan tersisa bagian tepi (collarette
of scaling), bila lesi diregangkan memanjang akan terlihat lipatan sepanjang garis regangan
(hanging curain sign), awalnya lesi herald/ mother patch yang diikuti lesi lainnya yang lebih
kecil, distribusi lesi (area tertutup pakaian, axis panjang macula sejajar dengan rusuk,
christmas tree pattern)

 Variasi lainnya : papular pityriasis rosea, vesicular, inversa


 Erupsi pada umur kehamilan 15 minggu dapat menyebabkan persalinan premature, neonatal
hypotonia, kematian janin
 DD : dermatitis seboroik, tinea korporis, sifilis sekunder, drug eruption, viral exanthema,
psoriasis
 T : tidak perlu pengobatan, intervensi untuk mempersingkat perjalanan penyakit (UVB dosis
erythema, erytromisin 4 x 250 mg selama 2 minggu, acyclovir 5 x 800 mg selama 1 minggu,
topical seperti emolien, lotion kortikosteroid)
Ichtyosis
 Penyakit yang ditandai dengan skuama yang luas sering pada ekstensor ekstremitas bawah
karena gangguan proliferasi dan diferensiasi epidermis
 Lapisan sel epidermis akan selalu proliferasi dan diferensiasi dari lapisan basal ke atas
menuju stratum korneum, proses normal berlangsung selama 28 hari, keratin adalah
komponen protein structural yang disintesis dalam keratinosit, filagrin bertugas mengikat
filament keratin dalam 1 ikatan/ bundles yang erat
 Ichthyoses adalah sekelompok penyakit kulit heterogen yang ditandai dengan scaling/ kulit
bersisik, icth dalam bahasa yunani berarti ikan
 Kulit menjadi bersisik karena gangguan diferensiasi epidermis
 Spectrum Ichtyosis :

Ichtyosis Vulgaris
 Sering dijumpai, diturunkan secara autosomal dominan
 E : diduga karena mutasi gen yang mengkode profilagrin (precursor filargrin)
 Onset : early childhood (3 dan 12 bulan)
 Px Fisik : skuama putih halus, area luas, dominan di ekstensor ekstremitas, area bebas lesi
(flexura dan diaper area), skuama melekat pada bagian sentral dengan cracking pada tepinya,
temuan lainnya (hiperlinearis palmaris, keratosis papilaris, hipohidrosis dengan intoleransi thdp
panas)
 Sering dihubungkan dengan atopic

 Histopatologi : eosinofilik erthokeratosis, lapisan granular atau absent, granul keratohyalin


tampak spongy/ fragmented
 DD : severe xerosis, x-linked ichthyosis, acquired ichthyosis
 Terapi : simptomatik (hidrasi, lubrikasi, keratolisis krim), asam salisilat, propylene glycol
K5 Jerawat dan Bintik pada Wajah

Kelenjar Sebasea : melekat pada folikel rambut dan melepaskan sebum ke duktus folikular dan ke
permukaan kulit, kelenjar ini ada pada seluruh permukaan tubuh kecuali di telapak tangan dan kaki,
paling banyak ditemukan di kulit kepala dan wajah.
Kelenjar Ekrin : kelenjar kecil yang jumlahnya hingga jutaan di kulit manusia dan terbuka secara
direct ke permukaan kulit, fungsi termoregulasi dan mensekresikan air yang mengandung elektrolit.

Acne Vulgaris
 Inflamasi pada kelenjar pilosebaseus yang ditandai lesi pleomorfik berupa komedo (komedo
terbuka/ blackhead, komedo tertutup/ whitehead), papul, pustule, nodul dan scar acne
 Mulai saat pubertas sebagai tanda meningkatkan produksi hormone seksual, biasanya
ditemukan di wajah, leher, badan atas dan lengan
 Acne neonatal : timbul beberapa hari setelah lahir
 Acne infantile : timbul beberapa hari/ setelah usia 4 minggu
 E : produk kosmetik (bersifat komedogenik), gesekan atau mekanik (cuci muka terlalu kasar,
topi), drug-induced, kelainan endokrin, diet
 P : elemen penyebab (hiperproliferasi folikel epidermis, produksi sebum berlebih, inflamasi,
adanya aktivitas propionibacterium acnes)
1. Microcomedone (infundibulum
hiperkeratotik, korneosit kohesif,
sekresi sebum)
2. Comedone (akumulasi sisa korneosit
dan sebum, dilatasi ostium folikular)
3. Papul/ pustule inflamasi (perluasan unit
folikular, proliferasi propionobakterium
acne, inflamasi perifolikular)
4. Nodule (rupture dinding folikular,
inflamasi perifolikular, scarring)
 Riwayat : digali saat anamnesis, sebagian besar acne vulgaris onset lesinya saat pubertas,
pada acne neonatal/ infantile/ acne vulgaris klasik mucnulnya bertahap, jika muncul mendadak
dikaitkan dengan hiperandrogenisme/ hirsutisme/ periode mens yang ireguler, selain itu obat
juga bisa menyebabkan erupsi akneiformis (lesi banyak di badan)
 Lesi kutan : acne vulgaris sering di wajah, jarang di badan (punggung, dada, baru) cenderung
terkonsentrasi di dekat area garis tengah, bisa disertai inflamasi atau tidak, polimorfik
1. Lesi komedo tanpa inflamasi
Komedo tertutup/ whiteheads Komedo terbuka/ blackheads
Warna putih, infundibulum folikel Warna hitam, menyerupai komedo
menggelembung isi keratin dan tertutup kecuali cabang osteum
sebum, epitel folikel menipis folikel

2. Lesi inflamasi bervariasi


Papul inflamasi Nodul
Sel inflamasi akut dan kronis Folikel isi sel inflamasi akut, folikel
mengelilingi dan menginfiltrasi pecah karena distensi
folikel, gambaran hyperkeratosis menyebabkan respon tubuh
infundibular granulomatous

 Derajat lesi kutan :


1. Acne vulgaris derajat ringan

Wanita dewasa dengan acne


Perempuan 13 tahun, gambaran inflamasi primer, lokasi di dagu
komedo tersebar, lesi inflamasi
terlihat, berbatas pada kurang dari
½ wajah, umumnya kena zona T,
tidak ditemukan nodul

2. Acne vulgaris derajat sedang


Laki-laki 15 tahun, khas lebih dari Perempuan 16 tahun dengan
½ wajah ada acne dengan komedo terbuka/ blackhead dan
peningkatan jumlah lesi yang tertutup/ whitehead, skar dan
timbul, lesi campuran (papul, perubahan postinflamasi
pustule, komedo), nodul sedikit merupakan gejala sisa
bisa timbul walaupun jarang, bisa
mengenai dada dan punggung
dengan jumlah sedang

3. Acne vulgaris derajat berat

Perempuan 17 tahun, Nodul yang dalam dan Acne luas dan berat
banyak lesi pustule dan rapuh dapat bergabung pada dada dan
nodul bercampur membentuk pseudokista punggung, scar adalah
dengan komedo dan seperti pada acne komplikasi umum dari
papul yang lebih kecil, konglobata acne berat
menutupi seluruh wajah

 Scar pada acne vulgaris :

Scar seperti sarang Scar keloid luas sebagai


lebah terlihat pada acne gejala sisa acne
inflamasi ringan-sednag fulminan Rolling scar

 Jenis (berdasarkan lesi dominan) : tipe komedonal, tipe papulopustular, tipe konglobata
Komedo Papul/ pustul Nodul
Ringan <20 <15 -
Sedang 20-100 15-50 <5
Berat >100 >50 >5
*untuk menentukn derajat, kriteria ini digunakan, contohnya jika ditemukan komedo kurang
dari 20, papul/ pustule kurang dari 15 dan tidak ada nodul maka itu acne derajat ringan,
tipenya ditentukan dengan melihat lesi mana yang dominan ditemukan.
*jika ditemukan komedo 50, papul/ pustule 15, maka disebut tipe komedonal karena dominan
komedo, dan derajatnya acne vulgaris komedonal derajat sedang
 DD : acne komedo tertutup (milia, hyperplasia sebasea), acne komedo terbuka (Winer pore
dilatasi, syndrome Favre-Racouchot), acne inflamasi (rosacea, dermatitis perioral), acne
neonatal (miliaria rubra), bisa juga erupsi akneiformis (ditandai papul pustule tpi tdk ada
komedo, berhubungan dengan glukokortikoid, isoniazid, vitamin B kompleks dosis tinggi,
phenobarbital, tetrasiklin, iodide dan bromide, timbul mendadak, distribusi tersebar/ berbeda
dengan acne)
 Px Penunjang : curiga hiperandrogenisme (lab :kadar DHEA/ dehidroepiandrosteron
meningkat yaitu precursor testosterone dan dihydrotestosterone, testosterone meningkatkan
proliferasi kelenjar sebasea)
 T : prinsip (memperbaiki kerusakan pola keratinisasi folikuler, menurunkan aktivitas kelenjar
sebasea, menurunkan populasi bakteri folikuler terutama p. ances, menekan efek
antiinflamasi)
1. Antibiotic sistemik/ topical
2. Retinoid sistemik/ topical
3. Terapi hormone
4. Kortikosteroid (penggunaan terbatas)
5. Fisik (ekstraksi komedo, fotodinamik terapi, laser, dermabrasi, bedah scalpel)
 Pencegahan : hindari produk yang menyebabkan kulit kering, hindari kosmetik komedogenik,
hindari makanan dengan indeks glikemik tinggi
 Komplikasi : macula eritema, hiperpigmentasi pasca inflamasi, scar, masalah sosial dan
psikologi
Dermatitis Perioral
 Lesi papul/ pustule diatas macula eritema terutama di daerah perioral
 E : belum diketahui, hubungan jelas antara penggunaan steroid topical jangka panjang dengan
dermatitis perioral, apabila penghentian kortikosteroid maka memperburuk lesi dermatitis
perioral
 Px Fisik : lesi primer discrete (papul eritematosus, vesikel dan pustule), lesi biasanya simetris
tpi bisa unilateral, ditemukan di perioral, perinasal/ periokular, ada 5 mm clear zone di pinggir
vermilion bibir

 DD : rosacea (bedanya dia melibatkan hidung, eritema persisten dan telengiektasis),


dermatitis seboroik (terjadi di lipatan nasolabial), dermatitis kontak alergik (yang disebabkan
oleh pasta gigi, alat music, sarung tangan latex, lipstick), dermatitis kontak imitan (sering pada
anak, karena saliva/ makanan), cheilitis lip-licking (sering pada anak)
 T : lini pertama (metronidazole topical 2x/ hari, tetrasiklin/ doksisiklin/ minosiklin 2 x 250-500
mg/ hari peroral), lini kedua (eritromisin/ klindamisin/ preparat sulfur/ asam azeleat topical
2x/hari, eritromisin 3 x 400 mg/ hari peroral), pada anak eritromisin peroral 30-50 mg/kg/ hari
dibagi dalam 3 dosis
 Pencegahan : stop kortikosteroid topical
Miliaria
 Sumbatan/ kerusakan pada kelenjar keringat
 E : kebocoran produk kelenjar ekrin ke epidermis/ dermis
 Pencetus : imaturitas duktus kelenjar ekrin, oklusi pada kulit karena obat/ pakaian, cuaca
panas dan lembap, demam tinggi, morvan syndrome, agen kolinergik dan adrenergic
(merangsang kelenjar keringat), bakteri, radiasi UV
 Jenis : kritalina, rubra, pustulosa, profunda, dan kadang bisa ditemukan hipohidrosis pasca
miliaria
1. Miliaria kristalina : vesikel dinding tipis dan jernih 1-2 mm, pada lapisan subkorenal,
asimptom, tidak ada inflamasi, bergerombol terutama pada badan, vesikel mudah pecah
dan timbul deskuamasi

2. Miliaria rubra : sumbatan keringat sampai pada epidermis dan dermis bagian atas, di
lipatan dan daerah gesekan, lesi uniform, papul eritema, sering saat musim panas/ udara
lembap, pada pasien rawat inap, membaik dengan mandi air dingin, bisa diikuti
hipohidrosis pasca miliaria (1-2 minggu)

3. Miliaria pada pipi bayi

4. Miliaria pustulosa : merupakan papul eritema di miliaria rubra isi nanah jadi pustule,
sebelumnya dermatitis, ada kerusakan atau blockade saluran kelenjar keringat, pustule
superfisial, diluar folikel rambut, di flexura, intertriginosa, karena bed rest lama
5. Miliaria profunda : karena sumbatan keringat sampai dermis bagian bawah, terlihat papul
warna kulit, dalam, asimptom, berlangsung singkat, 1 jam setelah overheated, terjadi di
badan dan ekstremitas, karena injeksi agen kolinergik/ adrenergic
6. Hipohidrosis pasca miliaria : karena tersumbatnya saluran kelenjar keringat jadi
kemampuan berkeringat kurang, pasien jadi tidak tahan panas, berhubungan dengan
beratnya miliaria sebelumnya
 T : ruangan dingin, lanolin (topical), salep hidrofilik, kompres dingin, salep kortikosteroid
potensi rendah juga bisa
K6 Kulit Bernanah

Pioderma
 Penyakit infeksi kulit karena staphylococcus, streptococcus, atau keduanya
 Faktor Predisposisi : stamina rendah, malnutrisi, anemia gravis, DM, hygiene buruk, penyakit
kulit pre-existing
 Jenis :
1. Primary pyoderma : infeksi pada kulit normal tanpa penyakit kulit lainnya, E (staph/ strep, 1
jenis mikroorganisme), contoh (impetigo, folliculitis, furunkel, karbunkel, ektima, eritrasma,
erysipelas, selulitis, paronychia, SSSS), jenis berdasarkan etiologi (staphylococcus :
impetigo contagiosa bullosa, folliculitis, furucle, carbuncle, sycosis barbae, SSSS,
streptococcus : impetigo contagiosa crustosa, ektima, erysipelas, staphy + strep : cellulitis,
corynebacterium minutissimum : eritrasma)
2. Secondary pyoderma : komplikasi dari pre-existing skin lesions (scabies, eczema,
varicella), contoh (hidradenitis supuratif, intertrigo, ulserasi, infeksi sekunder)
Impetigo
 Pioderma superficialis (hanya di epidermis)
 Jenis : krustosa, bullosa
Impetigo Krustosa
 Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo tillbury fox
 E : strep. beta hemolitik grup A
 S : tidak ada gejaa umum, sering pada anak
 Px Fisik : eritema dan vesikel pecah jadi krusta tebal warna kuning seperti madu, krusta
dilepaskan tampak erosi dibawahnya, krusta sering menyebar ke perifer dan sembuh di bagian
tengah, predileksi (wajah, sekitar lubang hidung dan mulut)

 DD : ektima
 T : krusta sedikit (lepaskan dan beri salep antibiotic), krusta banyak (antibiotic sistemik)
Impetigo Bullosa
 Impetigo vesikobulosa, cacar monyet
 E : staph. aureus
 S : tidak ada gejala umum, lepuh
 Px Fisik : eritema, bulla, bulla hipopion, seringkali pasien datang dengan vesikel/ bulla pecah
dan tampak hanya koleret dan dasarnya yang masih eritematosa, predileksi (axilla, dada,
punggung)
 DD : dermatofitosis (jika vesikel pecah dan hanya terlihat koleret dan eritema)
 T : vesikel/ bula sedikit (pecahkan, salep antibiotic), banyak (antibiotic sistemik)
1. Lini pertama : topical (mupirocin, retapamulin, asam fusidat, 2x/ day), sistemik (dicloxacillin
250-500 mg 4x/ day 5-7 hari, amoxicillin + asam klavulanat 25mg/ kg BB/ day 4 hari)
2. Lini kedua (alergi penicillin) : topical impetigo ringan (retapamulin 2x/ day), sistemik
(azithromycin awal 500 mg 1x/ day dilanjutkan dosis 250 mg/ day 4 hari, clindamycin 25mg/
kg BB/ day 3x/ day 10 hari, eritromisin 250-500 mg 4x/ day 5-7 hari)
Impetigo Ulseratif/ Ektima
 Ulkus superficial dengan krusta diatasnya
 E : strep. beta hemolitik
 Px Fisik : krusta tebal warna kuning, dasar berupa ulkus, sering di kaki (mudah trauma)

 DD : impetigo krustosa (sering di anak)


 T : sedikit (angkat krusta, salep antibiotic), banyak (angkat krusta, antibiotic sistemik)
 Prognosis : membaik dalam beberapa minggu, meninggalkan scar
Folikulitis
 Radang folikel rambut
 E : staph. aureus
 Jenis : superficial (sampai epidermis) dan profunda (sampai subkutan)
 Symptoms :
1. Superficial (papul/ pustule eritematosa, ditengah ada rambut, multiple, di anak sering di
scalp, dewasa di kumis/ janggut/ axilla/ limbs/ bokong)
2. Profunda (papul/ pustule eritematosa dan teraba infiltrate subkutan, contohnya sycosis
barbae di bibir atas dan dagu)
 DD : tinea barbae (di mandibular, submandibular, unilateral, KOH positif)
 T : antibiotic sistemik/ topical, tipe profunda (kompres dengan NaCl hangat, antibiotic lokal
seperti mipirocin/ klindamisin topical, antibiotic sistemik jika lesi luas)
Furunkel & Karbunkel
 Furunkel : radang folikel rambut dan sekitarnya
 Furunkelosis : lebih dari 1 buah furunkel
 Karbunkel : kumpulan furunkel
 E : staph. aureus
 S : nyeri
 Px Fisik : nodus eritematosa bentuk kerucut, di tengahnya ada pustule, nodus melunak
menjadi abses dengan pus dan jaringan nekrotik lalu pecah membentuk fistel, sering di tempat
banyak gesekan (axilla, bokong)

 T : lesi dikit (antibiotic topical), lesi banyak (antibiotic topical dan sistemik), jika berulang (cari
faktor predisposisi)

Abses Folikel Rambut/ Kelenjar Sebasea


 Inflamasi lokal akut/ kronis ditandai dengan akumulasi pus di jaringan
 E : staph. aureus (infeksi folikulosentrik seperti furunkel, karbunkel, folikulitis), trauma, benda
asing, luka bakar, daerah insersi kateter IV
 Px Fisik : lesi awal nodul eritematosa, bisa membesar dan membentuk kavitas dengan pus jika
tidak diterapi
 T : awal (insisi dan drainase), antibiotik
Erisipelas
 Radang akut yang lebih superficial dari selulitis (epidermis dan dermis) dan mengenai kelenjar
limfe dermis
 E : strep. beta hemolitikus
 S : demam, menggigil, malaise
 Px Fisik : kulit eritema (merah cerah), batas tegas, nyeri tekan, pinggiran meninggi dan tanda
radang akut, bisa juga edema, vesikel dan bulla, predileksi tungkai bawah tpi bisa di wajah
juga
 T: istirahat, tungkai bawah ditinggikan, antibiotic sistemik, topical (kompres terbuka dengan
antiseptik
Selulitis
 Radang akut pada dermis dan subkutis, biasanya ada luka trauma dulu
 Sering muncul di daerah yang pernah ulkus, luka trauma (abrasi, laserasi, gigitan), bekas luka
operasi
 E : strep. beta hemolitikus, staph. aureus
 S : demam, menggigil, malaise
 Px Fisik : lesi eritema, hangat, bengkak, nyeri tekan, difus, tidak berbatas tegas, tanda radang
akut, predileksi di tungkai bawah
 T: istirahat, tungkai bawah ditinggikan, antibiotic sistemik, topical (kompres terbuka dengan
antiseptik
Hidradenitis Supuratif
 Infeksi kelenjar apokrin
 E : s. aureus
 Didahului trauma/ mikrotrauma (banyak keringat, deodorant, rambut axilla digunting)
 S : demam, malaise
 Px Fisik : nodus dengan tanda radang akut, nodus melunak jadi abses dan pecah membentuk
fistel, sering di axilla, perineum dan lokasi dengan banyak kelenjar apokrin

 Dd : skrofuloderma
 T : antibiotic sistemik, insisi (jika abses), kompres (jika nodus belum melunak), eksisi kelenjar
apokrin (kasus kronis & residif)
Skrofuloderma
 Penyakit karena penjalaraninfeksi perikontinuitatum dari organ bawah kulit (KGB) yang
diserang penyakit tuberculosis
 E : mycobacterium tuberculosis
 S : limfadenitis TB (pembesaran KGB), periadenitis TB (perlekatan KGB dengan jaringan
sekitar)
 Px Fisik : KGB melunak serentak, konsistensi kenyal/ lunak (cold abcess), terbentuk fistel dan
ulkus (memanjang dan tidak teratur, warna merah biru/ livid, dinding bergaung, tertutup pus
seropurulen), krusta warna kuning dan sikatriks memanjang/ tidak teratur, sering di leher, lalu
ketiak, dan lipatan paha

 DD : axilla (hidradenitis supuratif), inguinal (limfogranuloma venereum)


 T : perbaiki keadaam umum, OAT
OAT (R/ rifampisin 10 mg/ kg, H/ isoniazid 10mg/ kg, Z/ pirazinamid 20-35 mg/ kg, E/
ethambutol 25/15/ kg, S/ streptomisin 25 mg/ kg)
Rekomendasi utama : 2RHZ/ 4RH
 Prognosis : baik jika terapi OAT berhasil
 Pencegahan : vaksin BCG
K7 Kulit Melepuh
*mix kuliah & Buku Ajar Dermatologi FKUI

Varisela Tanpa Komplikasi


 Cacar air, chicken pox
 Infeksi akut primer karena virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa
 E : virus varisela zoster (transmisi lewat respirasi, kontak langsung, masa inkubasi 14-21 hari,
sifatnya infeksius 1-2 hari sebelum muncul lesi kulit hingga lesi kulit berkrusta)
 Sangat menular (seasonal), lebih sering pada anak (menimbulkan imunitas seumur hidup)
 P : infeksi konjungtiva/ mukosa saluran nafas atas, virus bereplikasi di lymph nodes regional,
terjadi viremia primer (hari 4-6), replikasi virus di hati, limpa dan region lain, terjadi viremia
sekunder, muncul lesi vesikuler di kulit (hari 14)
 S : prodromal selama 1-10 hari (demam, malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri badan, batuk
kering, nyeri tenggorokan), lesi kulit mulai di wajah dan kepala baru ke badan dan limbs
(erupsi gatal dan nyeri lokal, seperti tetesan embun)
 Px Fisik : lesi awal macula/ papul eritema lalu menjadi vesikel seperti tetes embun, menjadi
pustule dan krusta (7-10 hari), sembuh dalam 2-4 minggu, polimorfi (berbagai stadium lesi,
karena vesikel berubah keruh dan jadi pustule lalu jadi krusta, tetapi vesikel baru tetap
muncul)

 DD : variola (lebih berat dan gambaran monomorf), reaksi hipersensitivitas gigitan serangga,
scabies impetigenisata
 T :simptomatik (analgetik, antipiretik spt parasetamol), cegah vesikel pecah dini (bedak
antigatal), antivirus (pasien imunokompromis)
 Pencegahan : vaksin varisela (12 bulan), vaksin hidup yang dilemahkan (oka strain)
 Komplikasi : jarang pada anak, dewasa (ensefalitis, pneumonia, glomerulonefritis, karditis,
hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, artritis, purpura)
Herpes Zoster Tanpa Komplikasi
 Shingles, penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesicular berkelompok dengan dasar
eritematosa dan nyeri radicular unilateral yang umumnya terbatas pada 1 dermatom (lebih
sering pada dewasa)
 E : varisela zoster virus
 P : reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela zoster di neuron ganglion sensoris radix
dorsalis, ganglion saraf kranialis/ ganglion saraf autonomic
 S : prodromal rata-rata 2 hari (nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, paresthesia sepanjang
dermatom, gatal, rasa terbakar), konstitusi (nyeri kepala, malaise, demam)
 Px Fisik : setelah gejala prodromal, muncul erupsi kulit gatal dan nyeri lokal di satu dermatom
(macula eritema yang berkembang jadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari), lalu
isi vesikel jadi keruh dan pecah menjadi krusta (7-10 hari), erupsi kulit involusi setelah 2-4
minggu, sering di area nervus trigeminal dan T3-L2

 Px Penunjang : deteksi antigen/ nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan
hapus lesi, px antibody IgM, PCR, direct immunofluorescent antigen-staining
 DD : fase awal (dermatitis kontak/ dermatitis venenata), di genitalia (herpes simpleks), herpes
zoster diseminata (varisela)
 Tata laksana :
1. Sistemik : antivirus (famsiklovir, valasiklovir hidroklorida, asiklovir), kortikosteroid
(prednisone dan asiklovir untuk nyeri akut, oleh FKUI tidak dianjurkan), analgetik (nyeri
akut ringan : asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak/ analgetik opioid : parasetamol,
tramadol, asam mefenamat), antidepresan/ antikonvulsan
2. Topical : analgetik (kompres solusio burowi & calamine/ cold pack untuk nyeri dan pruritus,
krim diklofenak, indometasin, bubuk aspirin di kloroform/ etil eter), anestetik lokal
Terapi (kuliah)
Antivirus (dewasa) selama 7-10 hari : Simptomatik : antipiretik, analgetik
 Asiklovir 5 x 800 mg oral Lokal : bedak + antigatal (mentol, kamfora)
 Valasiklovir 3 x 1 gr oral Erosi basah : kompres NaCl
 Famsiklovir 3 x 500 mg Infeksi sekunder : antibiotic
Antivirus (anak) selama 4 hari : Sindrom ramsay hunt : kortikosteroid untuk
 Asiklovir 20mg/ kgBB oral cegah paralisis (prednisone 3 x 10-20 mg/ day 7
hari lalu tapering off)
 Pencegahan : vaksin hidup yang dilemahkan terutama untuk diatas 60 tahun (oka strain),
booster vaksin varisela
 Komplikasi :
1. Sindrom ramsay hunt : gangguan nervus fasialis dan auditorius, paralisis otot wajah/ bell’s
palsy, lesi telinga luar, membrane timpani, tinnitus, vertigo, gg pendengaran dan
pengecapan, mual, gg lakrimasi

2. Nasociliary branch involvement : 20-70% pada zoster oftalmika, di inervasi struktur


intraokuler, vesikel pada ujung hidung dan sisi hidung, observasi kelainan mata, tanda
Hutchinson (pupil membesar/ tidak responsive di sisi lesi)

3. Neuralgia : nyeri menetap dan bertahan 30 hari setelah erupsi akut reda (karena usia,
imunokompromis, terlambat terapi)
4. Pada pasien imunokompromised : rekuren, manifestasi atipikal, berat dan susah sembuh,
generalisata (herpes zoster dermatom dengan erupsi lebih dari 20 lesi diluar dermatom
yang terkena)
Herpes Simplex Tanpa Komplikasi
 Infeksi akut karena virus herpes simpleks yang ditandai vesikel berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa pada daerah mukokutan
 Fever blister, cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalis
 E : virus herpes simpleks hominis (HSV I dan II
1. HSV tipe I (lesi di orofasial, sering pada anak)
2. HSV tipe II (sering di genital, sering pada dewasa, penyebaran lewat kontak seksual)
 Symptoms :
1. Infeksi primer : berat, didahului gejala konstitusional (malaise, demam, nyeri otot,
limfadenitis regional, gatal perih di lesi), lesi awalnya eritema lalu menjadi papul, menjadi
vesikel berkelompok dengan dasar eritema, lalu terjadi erosi/ terbentuk ulkus dan menjadi
krusta (membaik dalam 5-15 hari)
2. Fase laten : tidak ada gejala, virus tidak aktif tapi ada di ganglion dorsalis
3. Infeksi rekuren : lesi lebih ringan, pencetus (trauma fisik spt kurang tidur, demam, kontak
seksual, trauma psikis seperti gg emosional dan menstruasi atau imun turun, paparan sinar
matahari), timbul di tempat sama (loco), timbul di tempat berbeda (non loco), gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel (panas, gatal, nyeri)

Infeksi primer : virus replikasi di epitel


orofaring, naik secara retrograde di saraf
perifer ke nuclei ganglia sensorik
regional (trigeminal nerve)
Fase laten : virus di ganglia trigeminal
seumur hidup
Fase reaktivasi : replikasi virus dan turun
secara anterograde ke saraf sensorik
perifer menuju port of entry awal (bibir/
kulit perioral)

HSV Tipe I

HSV Tipe II

 Px Penunjang : sitology (tzanck test ditemukan multinucleated giant cell), serologi, IgM dan
IgG anti HSV, PCR
 DD : di mulut dan hidung (impetigo vesikobulosa), di genitalia (ulkus durum ulkus mole, ulkus
mikstum)
 Bentuk lain herpes kutaneus :
Herpetic Whitlow Herpes Gladiatorum/ Eczema Herpetikum
Rugbiaforum/ Scrum Pox
Inokulasi langsung HSV Herpes kutaneus transmisi Infeksi HSV yang meluas
pada jari (tenaga kesehatan, langsung pada atlet rugby/ akibat inokulasi langsung di
anak yang suka menghisap pegulat kulit yang tidak utuh karena
jari, kontak dengan Lesi sering di leher, thorax, dermatitis (atopi yang sering)
genitalia) telinga, wajah, lengan, Lesi berat, gejala sistemik
S : eritema, edema, nyeri, tangan (demam dan adenopati),
limfadenopati, lesi banyak di superinfeksi bakteri
ujung jari
 Tata laksana (Buku Ajar Dermatologi FKUI) :
1. Lesi dini : topical (salep/ krim idoksuridin, asiklovir)
2. Ulserasi : kompres
3. Oral : asiklovir 5 x 200 mg/ day 5 hari
Sindrom Steven’s Johnson & Toxic Epidermal Necrolysis
 Reaksi mukokutan akut yang mengancam nyawa dan ditandai oleh nekrolisis yang ekstensif
dan detachment epidermis
 Dibedakan menurut luas lesi (rule of 9) :
1. SSJ : epidermolisis kurang dari 10% luas permukaan tubuh
2. TEN : epidermolisis lebih dari 30% luas permukaan tubuh
3. Overlapping SSJ-TEN : 10-30%
 E : diduga karena reaksi sitotoxic yan dimediasi sel, merusak keratinosit sehingga terjadi
apoptosis yang luas
 Symptoms (timbul setelah 8 minggu pajanan obat) :
1. Prodromal : gejala non spesifik 1-3 hari sebelum lesi kulit (demam, malaise, batuk, pilek)
2. Lesi kulit : macula eritema, purpura, vesikel, bula, lalu bergabung menjadi necrotic
detachment (tanda Nickolsky +)
3. Lesi mukosa : erosi ditutupi krusta (eritema dan erosi minimal di 2 tempat), bisa di mulut,
konjungtiva, genital
SSJ

TEN
 Px Penunjang : lab (DL, albumin, protein daraf, liver/ renal function test, analisis gas darah),
histopatologi (keratinosit apoptosis di lapisan suprabasal/ subepidermal detachment, infiltrate
sel monoklear pada papillary dermis, banyak limfosit dan makrofag)
 T : eliminasi obat penyebab, simptomatis (jaga kestabilan hemodinamik dengan nutrisi, suhu,
cairan elektrolit, aseptic kulit), kortikosteroid (dexamethasone, pada SSJ injeksi 2 x 10 mg,
pada TEN injeksi 3 x 10 mg), immunoglobulin IV, siklosporin A
 Prognosis : SCORTEN
Poin SCORTEN (1 poin) :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. HR > 120
3. Kanker/ keganasan hematologi
4. Luas permukaan tubuh yang terkena > 10%
5. Serum urea level > 10Mm
6. Serum bikarbonat level < 20 Mm
7. Serum glukosa > 14 mM
Nilai SCORTEN Angka kematian (%)
0-1 3,2
2 12,1
3 35,8
4 58,3
5 90
 Komplikasi : sepsis, gagal organ, skar, gg pengelihatan
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
 Infeksi kulit karena s. aureus dengan epidermolisis
 E : s. aureus grup II faga 52, 55, 71
 P : sumber infeksi mata/ hidung/ tenggorokan/ telinga, exotoxin yang dikeluarkan sifatnya
epidermolitik dan beredar di seluruh tubuh hingga sampai ke epidermis dan terjadi kerusakan
 S : umumnya demam tinggi dan gejala ISPA, awalnya eritema mendadak di wajah, leher,
axilla, lipat paha dan menyeluruh dalam 24 jam, dalam 24-48 jam timbul bula besar berdinging
kendur, dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan dan pengelupasan lembar kulit dan
terlihat gambaran erosi, akan mongering dan terjadi deskuamasi dalam beberapa hari,
sembuh setelah 10-14 hari tanpa sikatriks

 Px Fisik : tanda nickolsky positif


 Px Penunjang : px gram (dari eksudat lesi kulit, hasilnya cocci gram positif berkelompok), px
kultur (bahan eksudat lesi kulit, hasilnya koloni s. aureus positif)
 DD : mirip TEN (di sub epidermal, SSSS di stratum granulosum)
 T : suportif (antipiretik, cairan, elektrolit), antibiotic sistemik (penicillin seperti kloksasilin 3 x 250
mg/ day oral untuk dewasa, pada neonatus 3 x 50 mg/ day), suportif untuk lesi kulit (sufratulle/
antibiotic topical seperti mucipirocin cream)
 Prognosis : mortalitas pada bayi dibawah 1 tahun (1-10%) karena sepsis/ ketidakseimbangan
cairan elektrolit
Pemphigus & Pemphigoid
 Pemphigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan
membrane mukosa yang ditandai dengan bula intraepidermal karena proses akantolisis dan
ditemukan antibody terhadap komponen desmosome pada permukaan keratinosit jenis IgG
 Jenis Pemphigus : vulgaris, eritematosus, foliaseus, vegetans

Pemphigus Vulgaris
 Penyakit autoimun pada kulit dan mukosa, terjadi akantolisis intraepidermal
 E : antigen dermoglein 3, auto antibody IgG, genetic (HLA-DR4, HLA DR6), obat
(penicillamine, captopril dll)
 P : reaksi auto antibody dan antigen yang menghasilan enzim protease/ plasminogen activator
yang menyebabkan terbentuknya bula (akantolisis)
 S : bula nyeri, sering di bokong, scalp, wajah, mukosa mulut, kongjungtiva, nasal, vagina,
penis, anus
 Px Fisik : bula kendor diatas kulit normal, asboe-hansen sign (+), nickolsky sign (+), awalnya
bula lalu terjadi erosi, terbentuk krusta dan terjadi hiperpigmentasi (tidak menimbulkan skar)

 Px Penunjang : Tzank smear (ditemukan scar akantolitik), histologi (akantolisis supra basal),
imunofluorescen (direct ditemukan IgG pada permukaan keratinosit, indirect IgG anti ds 3 di
plasma)
 DD : dermatitis herpetiformis
 T : sistemik (prednisone awal 1-2 mg/ kg/ day atau 100-150 mg/ day lalu tapering off,
kombinasi dengan azathioprine 1-3 g/ kg/ day, atau mycofenolate mofetil 1-1,5 g 2x/day), jika
tidak ada respon (plasmapheresis/ IVIG), topical (silver sulfadiazine, salin sol, krim steroid,
antibiotic)
 Prognosis : kasus tidak diterapi (terapi), kasus yang diterapi (mortalitas 5-10%)
 Komplikasi : sepsis, pneumoni, pendarah GI
Pemphigus Foliaceus
 E : antigen dermoglein 1, auto antibody IgG4, endemik (fogo-selvagem), obat (penicillin,
captopril dll)
 Reaksi auto antibody dan antigen yang menghasilan enzim protease/ plasminogen activator
yang menyebabkan terbentuknya bula (akantolisis)
 Sering pada usia 40-60 tahun
 S : bula kendor diatas kulit mudah pecah (jika pecah membentuk krusta dan sisik), jarang kena
mukosa

 Px Fisik : bula kendor diatas kulit normal, asboe-hansen sign (+), nickolsky sign (+)
 Px Penunjang : histopatologi (akantolisis sub korneal), imunofluorescen (direct ditemukan IgG
pada permukaan keratinosit, indirect IgG anti ds 1 di plasma)
 T : T : sistemik (prednisone awal 1-2 mg/ kg/ day atau 100-150 mg/ day lalu tapering off,
kombinasi dengan azathioprine 1-3 g/ kg/ day, atau mycofenolate mofetil 1-1,5 g 2x/day),
topical (silver sulfadiazine, salin sol, krim steroid, antibiotic)
Pemphigus Paraneoplastik
 Dikaitkan dengan neoplasma (limfoma, limfositik leukemia, sarcoma, thymoma
 E : antigen (desmo plakin 1, BPAG 1, periplakin, envoplakin), auto antibody (IgG1 d& IgG2)
 Px Fisik : kulit (lesi polimorfik, macula, bula, erosi, lesi target), mukosa (erosi luas di mulut dan
bibir)

 Px Penunjang : histopatologi (akantolisis supra basal, vacuolar dan nekrosis sel basal),
imunoflueorescen direct (IgG dan C3 di epidermis supra basal)
 T : terapi neoplasma, sama seperti p. vulgaris
Pemphigoid Bulosa
 Penyakit autoimun kronik, ditandai bula subepidermal yang besar berdinding tegang, pada px
imunologik ditemukan C3 atau komponen komplemen ke-3 pada epidermal basement
membrane zone
 Sering pada usia diatas 65 tahun
 E : antigen (BPAG1/ BP230, BPAG2/ BP 180), auto antibody IgG, obat (penicillin, furosemide,
captopril)
 P : bula subepidermal terjadi karena degradasi dari matix protein extraseluler dan terjadi
pemisahan dermis dengan epidermis
 S : bula di axilla, lengan flexor, lipat paha, jika bula pecah terdapat erosi luas tapi tidak
bertambah seperti p. vulgaris
 Px Fisik : bula tegang dan besar dengan dasar eritema, asboe-hansen sign (-), nickolsky sign
(-)

 Px Penunjang : histopatologi (bula sub epidermal, peningkatan sel eosinophil), direct


imunofluorescen (IgG dan c3 di membrane basal)
 DD : pemphigus vulgaris, dermatitis herpetiformis
 Tata laksana :
1. Sistemik : prednisone (0,5-1 mg/ kg/ day atau 60 mg/ day), imunosupresan (azathioprine),
tetracyclin (4 x 500 mg), niacinamid (3 x 500 mg), dapson
2. Topical : sama seperti pemphigus (silver sulfadiazine, salin sol, krim steroid, antibiotic),
krim steroid
 Prognosis : relapse/ kumat, jarang menyebabkan kematian

Pemphigus vulgaris Pemphigoid Bulosa


K8 Kulit Berubah Warna

Vitiligo
 Penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit
 E : genetic, kerusakan adesi melanosit, neurogenic, biokimiawi, autotoxic
 P : kerusakan progresif melanosit epidermal yang dimediasi autoimun
 Px Fisik : macula depigmentasi pada kulit dan rambut berwarna putih, batas tegas
 Jenis (sesuai distribusi, perluasan dan jumlah bercak) : tipe generalisata (vulgaris, acrofasial,
campuran), universal, lokalisata (fokal, segmental, mucosal)
Tipe generalisata Tipe universal Tike lokalisata
V. vulgaris : non segmental/ Depigmentasi lebih dari 80% Fokal : 1/ lebih macula
generalisata, lesi multiple pola luas tubuh dalam satu area tapi tidak
distribusi simetris, gambaran jelas segmental/
umum dari vitiligo generalisata zosteriformis

V. acrofasial : lesi di ujung Segmental : satu/ lebih


distal jari tangan dan orifisium macula dengan pola
fasial dengan pola quasidermatomal
sirkumferensial

Campuran Mucosal : hanya di mukosa

 Jenis (perbedaan gambaran klinis dan riwayat penyakit) : segmental, non-segmental


 Bisa terjadi :
Fenomena Koebner : vitiligo pada lokasi Leukotrikia : depigmentasi rambut di lesi
trauma macula vitiligo dan merupakan prediksi terapi
yang buruk
 Fenomena klinis yang jarang terjadi :
1. Vitiligo trikrom (adanya patch hipopigmentasi antara kulit normal dan kulit depigmentasi
total)
2. Vitiligo quadrikrom (ditemukan warna keempat yaitu coklat tua pada lokasi repigmentasi
perifolikular)
3. Vitilifo pentakrom (terdapat lima warna : putih, coklat terbakar matahari, coklat muda, coklat
tua dan hitam)
4. Vitiligo confetti atau vitiligo ponctue (makula depigmentasi kecil-kecil menyerupai punctata
diatas makula hiperpigmentasi atau kulit normal)
5. Vitiligo merah (lesi depigmentasi yang terjadi memiliki tepi yang meninggi dan kemerahan)
6. Vitiligo biru (gambaran berupa lesi abu-abu kebiruan pada kulit)
 DD : pitiriasis versikolor, piebaldisme, hipomelanosis gutata, pitiriasis alba, Von Waardeburg
Syndrome, nevus depigmentosus, nevus anemikus, tuberous sklerosus, inkontinensia
pigmenti, hipopigmentasi pasca inflamasi, lekoderma, pasca infeksi, lekoderma chemical/
physical/ drugs-induced, sklreroderma, morfea
 T : repopulasi melanosit

1. Narrowband UVB : aman dan efektif untuk lesi luas, efek samping eritema dan nyeri ringan,
dosis tetap awal (0,21 J/cm2 2 kali seminggu), dosis naik 20% setiap sesi terapi sampai
dosis eritema minimal (dosis terendah yang masih menghasilkan eritema pada kulit
depigmentasi dalam 24 jam), terapi 9 bulan, jika dalam 3 bulan tidak berubah berarti tidak
responsive, lokasi paling responsive (wajah, badan, lengan, kaki), kurang responsive
(telapak tangan dan kaki)
2. PUVA/ fotochemotherapi : unutk vitiligo luas, PUVA (kombinasi topical/ oral 8-methoxy-
psoralen dosis oral 0,4mg/kgBB, 1-2 jam sebelum paparan UVA dengan rasiasi UVA 320-
340 nm), terapi PUVA topikal, methoxsalen 0,1% diaplikasikan pada daerah vitiligo 30-60
menit sebelum terpapar radiasi UV, efek samping fototoxic, setelah terapi pakai kacamata
pemblok UVA dan sunblock broad spectrum, PUVA tidak untuk anak dibawah 12 tahun
3. Kortikosteroid sistemik (mencegah penyebaran cepat)
4. Kortikosteroid topical (lini pertama untuk vitiligo lokalisata) : untuk lesi wajah/ lesi ringan
pada anak, golongan fluorinated potensi tinggi (salep klobetasol propionate 0,05%) selama
1-2 bulan, bertahap diturunkan ke potensi yang lebih rendah (contohnya krim
hidrokortiskon butirat 0,1%), efek samping atrofi kulit, telangiektasis, striae, dermatitis
kontak
5. Calcineurin inhibitors (memperbaiki jaringan kerja sitokin) : topical (salep tacrolimus 0,03%
- 0,1%; salep pimekrolimus 1%), efektif jika kombinasi dengan UVB frek. tinggi
6. Derivate Vit. D Topikal (vitiligo lokalisata) : alep calcipotriol (0,005%), Salep tacalcitol (20
μg), menginduksi supresi imun kulit
7. Pseudokatalase : untuk memperbaiki aktivitas katalase yang berkurang pada epidermis
pasien vitiligo, mengurangi H2O2 yang berlebihan dan perbaikan aktivitas enzim pada kulit
vitiligo
8. Terapi laser : UVB narrowband excimer laser/ XeCl dan monochromatic excimer light/
MEL, untuk vitiligo lokalisata
9. Bedah : untuk vitiligo stabil, luas lesi terbatas (kurang dari 3% tubuh), efek samping
(infeksi, hiperpigmentasi pasca inflamasi, repigmentasi tidak rapi, cobblestone appearance,
jaringan parut)
10. Suspense epidermal tanpa kultur : mengraft suspensi yang tidak dikultur berisi baik
keratinosit dan melanosit , dipindahkan ke kulit resipien melalui lokasi-lokasi tertentu
11. Graft tipis dermal-epidermal : graft diambil dari kulit donor sedalam 0,1-0,3mm,
ditempatkan langsung di samping lokasi kulit resipien yang telah dibuat luka (abrasi),
kemudian dibalut dengan tekanan ringan selama 1 minggu
12. Minigrafting : perforasi multipel dibuat pada daerah kulit resipien menggunakan alat punch
ukuran 1,0 – 1,2 mm dengan jarak 3-4mm satu sama lain, selanjutnya, minigraft diambil
dari kulit donor menggunakan alat punch yang sama dan dipindahkan ke daerah lokasi lesi
pada resipien menggunakan forceps kecil atau jarum hipodermik, repigmentasi terjadi
disekitar setiap minigraft dengan penyebaran pigmen selebar 2-5mm
13. Epidermal grafting : alat sedot, memindahkan epidermis dengan menggunakan metode
beku nitrogen cair atau dermabrasi superfisial atau laser ablasio
14. Epidermis dengan melanosit : Suspensi epidermal dikumpulkan dari sedikit sampel kulit
yang diambil dari donor dan dipersiapkan menggunakan digesti trypsin 0,25% dan ditanam
dalam lempengan kultur. Setelah 3 minggu, lapisan epidermis diambil dari wadah kultur
dan ditransplantasikan ke daerah kulit resipien yang depigmentasi yang sebelumnya
dibersihkan dengan metode beku nitrogen cair. Dermabrasi superfisial, laser atau bedah
diatermal
15. Suspensi melanosit : Suspensi melanosit yang dikultur secara in vitro diperoleh melalui
metode yang sama menggunakan media kultur yang terdefinisi dan spesifik seperti Ham’s
F12. Selama masa pengkulturan, sel-sel pigmen meningkat jumlahnya dan ketika
kepadatannya mencapai 100.000 melanosit/cm2 bisa ditransplantasikan ke daerah yang
dipersiapkan.Suspensi menyebar ke daerah resipien dan ditutup selama seminggu,
memberikan pemulihan jaringan yang baik.Besarnya populasi sel yang diperoleh dari suatu
daerah donor yang kecil mewakili besarnya keuntungan yang bisa diperoleh dalam
mengobati daerah vitiligo yang luas untuk satu sesi pengobatan
16. Mikropigmentasi : untuk lesi di mukosa/ mukokutan, men-tato granula pigmen inert ke
dermis pada jaringan kolagen dan matrix ekstrasel kedalaman 1-2 mm, kombinasi pigmen
putih, kuning, hitam, merah, coklat
17. Depigmentasi : ether monobenzyl 20% dari hidrokuinon (MBEH; monobenzone), yang
menginduksi hilangnya melanosit melalui mekanisme nekrotik jaringan tanpa mengaktivasi
caspase cascade atau fragmentasi DNA, aplikasi 2x/ day selama 1 tahun

Melasma
 Hipermelanosis didapat
 Pada area yang terpapar sinar matahari di wajah
 E : genetic, hormone, radiasi UV
 Pencetus : pil KB, terapi pengganti estrogen, disfungsi tiroid/ ovarium, tumor ovary, kosmetik,
nutrisi, obat fototoxic/ foto-alergik, obat epilepsy
 Sering pada wanita hamil (mask of pregnancy), orang kulit gelap
 Px Fisik : lesi macula coklat tepi tidak teratur, asimetri, sering di wajah dengan pola retikuler,
pola mayor distribusi (sentrofasial di dahi, hidung, dagu, bibir bagian atas, malar di hidung &
pipi, mandibular di ramus), bisa juga mengenai dada anterior dan lengan
 T : hidrokuinon, tretinoin, asam azeleat, rucinol, asam kojik, formula Kligman (hidrokuinon,
tretinoin, dan topikal steroid ringan), peeling kimia, terapi laser
 Pencegahan : lindungi kulit dari sinar matahari
Lentigo Simpleks
 Lentigo : macula coklat/ coklat kehitaman bentuk bulat/ polisiklik, kondisi hyperplasia
melanositik, intraepidermal dan peningkatan formasi melanin
 E : jumlah melanosit bertambah tanpa ada proliferasi fokal
 P : peningkatan melanosit pada lentigo karena defek intrinsic hemostasis melanosit
 Px Fisik : macula hiperpigmentasi lokal warna coklat terang-gelap batas tegas, agminated
(focal cluster), multiple pada kulit, kuku dan mukosa
 Dihubungkan dengan penyakit seperti :
1. Peutz-Jeghers Syndrome : lentigo timbul saat lahir dan anak, lesi oral dan kutan hilang
setelah pubertas, lesi selalu di mukosa mulut, bisa juga di bibir, hidung, kelopak mata,
anus, nail bed, permukaan dorsal dan ventral telapak
2. Leopard Syndrome (lentigenes, electrocardiogram conduction defects, ocular
hypertelorism, pulmonary stenosis, genital abnormalities, growth retardation, sensorineural
deafness) : lentigo timbul saat lahir dan meningkat saat anak-anak, lesi di organ kena
matahari dan yang tidak kena (genital, konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan kaki
3. LAMB/ myxoma syndrome : lentigo timbul saat masa anak-anak awal dan persisten, di
wajah, genitalia (macula coklat-hitam)
4. Pigmentasi Laugier-Hunziker : lentigo didapat saat dewasa, mukosa bukal dan labial, ujung
jari, nail matrix
5. Agminated lentigines : dari lahir, macula kecil coklat batas tegas diameter 2-10 mm, lokal di
1 area
 Px Penunjang : dermoscopy, histopatologi (hyperplasia melanositik di stratum basal,
pemanjangan rete bridge, tidak ada nest formation)

 DD : soliter (solar lentigo/ ephells, nevus junctional nevomelanositik, nevus melanosit atipikal,
café au lait macula, melanoma/ lentigo maligna), group (agminated nevomelanositik nevi/
letigines, nevus spilus)
 T : cryotherapy, laser (lesi jinak)
 Pencegahan : hindari paparan matahari berlebih
 Prognosis : bisa menjadi melanoma
Lentigo Solaris
 Lesi hiperpigmentasi yang disebabkan oleh sinar ultraviolet (UV), lesi jinak
 E : paparan UV intensitas tinggi terus menerus, akumulasi radiasi UV
 Hyperplasia epidermal lebih menonjol da nada struktur bud-like di dasar rete ridges
 Beda dengan freckles/ ephelis (freckles sering pada anak dan di sentral wajah)
 Px Fisik : macula hiperpigmentasi batas tegas, tunggal/ multiple di kulit yang terpapar radiasi
UV, lesi bisa berkonfluen dengan tepi halus/ tidak rata

 Px Penunjang : dermoscopy, wood lamp (lesi yang tidak tampak dengan cahaya matahari),
histopatologi (elongasi epidermal rete ridges dengan perluasan slub-shaped/ bud-like, sering
ada percabangan dan fusi rete ridges, atropi epidermis di antara rete-ridges, jumlah melanosit
epidermal meningkat tanpa pembentukan sarang melanosit)

 Macula melanotik labial-oral : mirip lentigo solaris

 DD : retidulated keratosis seboroik, lentigo simpleks, ephelis, nevus nevomelanositik


junctional, pigmented actinis keratosis, acantosis sel besar, lentigo maligna
 T : tidak perlu pengobatan, terapi Q switched laser/ cryotherapy untuk lesi jinak tapi tetap bisa
kambuh
 Pencegahan : hindari paparan radiasi UV
Nevus Pigmentosus
 Neoplasia nevomelanocytic, bisa disebut nevus cell vnevus, nevocellular nevus, nevocytic
nevus, soft nevus, neuronevus, pigmented nevus, pigmented mole, common mole,
melanocytic nevus, hairy nevus, benign melanocytoma
 Pencetus : radiasi UV, genetik
 Timbul pertama saat anak-anak/ dewasa muda, lesi pada usia tua meningkatkan kemungkinan
melanoma
 Jenis (lokasi) : junctional (sel dalam epidermis, ukuran melanosit normal), intradermal (dermis,
melanosit lebih kecil), campuran (kedua area)
1. Eruptive nevi : nevus timbul spontan bersamaan (riwayat blistering skin disease,
imunusupresan, cytokine administration, atau kemoterapi)
2. Halo nevus (leukoderma, acquisitum centrifugum, Sutton’s nevus, leukopigmentary nevus,
perinevoid vitiligo, and perinevoid leukoderma) : zona depigmentasi di sekitar nevus,
dihubungkan dengan melanoma dan tumor non-melanocytic, alopesia areata disekitar halo
nevus/ rambut warna putih), dihubungkan dengan poliosis, Vogt–Koyanagi–Harada
syndrome, anemia perniseosa
3. Intradermal nevus : lesi tinggi dengan sedikit pigmentasi
4. Lesi junctional melanocytic : lesi lebih datar dan gelap
 P : terbentuk setelah lahir dan perlahan membesar secara simetris, stabil dan setelah
beberapa tahun mengalami regresi
 Px Fisik : lesi permukaan homogen, bentuk bulat/ obal, batas tegas, bentuk umum
(papillomatous, dome-shaped, pedunculated, atau permukaan rata berwarna seperti kulit,
merah muda, coklat), nevus yang besar dan banyak, dihubungkan dengan Turner syndrome
dan Noonan syndrome

 Px Penunjang : histolopatologi, dermoscopy (membedakan lesi jinak dan cenderung menjadi


ganas), biopsy (curiga keganasan)
 DD : lentigo solaris, lentigo simplex, café au lait macule, blue nevus, Kaposi sarcoma,
pigmented basal cell carcinoma, pigmented actinis keratosis, keratosis seboroik sclerosing
hemangioma, basal cell carcinoma, veruka vulgaris, papul fibrosa, melanoma, spitz nevus, flat
wart, neurofibroma, lichen planus, psoriasis, angioma, angiokeratoma, sarcoidosis
 T : untuk indikasi kosmetik/ aestetika/ iritasi terus menerus, halo nevus (tabir surya untuk
melindungi dari sinar matahari dan mencegah sun burn, actinic kronis dan karsinogenesis
karena UV), eksisi (hilangkan nevus secara total)
 Pencegahan : hindari sinar matahari langsung
Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi
 Setelah proses radang/ inflamasi
 Sering terjadi dan persisten pada kulit gelap (Fitzpatrick types III–VI)
 E : reaksi fototoxic, infeksi, trauma fisik, alergi, penyakit inflamasi
 Px Fisik : macula hiperpigmentasi di bagian yang inflamasi
 Px Penunjang : wood lamp (membedakan melanositik hipermelanosis epidermal dan dermal)
Hipopigmentasi Pasca Inflamasi
 Berhubungan dengan dermatosis yang inflamasi (d. atopi, d. eksematosa, psoriasis)
 P : hambatan penyebaran melanosom karena gangguan transfer melanosom dari melanosit ke
heratinosit
 Px Fisik : macula hipopigmentasi, batas difus di tempat kelainan kulit primer
 Lesi hilang daam bbrp minggu/ bulan
 T : sesuai penyakit primer
K9 Benjolan dan Borok di Kulit

(dari kuliah)
Konsep :
1. Tumor jinak (proliferasi setempat, pertumbuhan dan diferensiasi normal)
2. Tumor ganas (pertumbuhan dan diferensiasi abnormal, sel atipik, bisa metastase)
3. Karsinoma in situ (pertumbuhan dan diferensiasi abnormal, sel atipikal, terbatas dalam
epidermis, belum lewat membrane basal)
Penyebab :
 DNA dan karsinogenesis
 Fisik seperti radiasi UV (merusak DNA, mutasi, jadi kanker kulit)
 Zat kimia yang merusak rangkaian DNA (arsenic, hidrokarbon polisiklik aromatic)
 Kelainan herediter
 Virus
Tumor kulit :
 Karsinoma sel skuamosa
 Karsinoma sel basal
 Melanoma maligna
 Lesi pra kanker (keratosis aktinik, leukoplakia, bowen’s disease, paget’s disease)
Tumor Jinak Kulit
Epidermis Dermis
Lapisan Epidermis Lapisan Adneksa Kulit
Nevus Epidermal Siringoma Hemangioma :
Cavernous & Capillary

Tumor jinak akibat gangguan


perkembangan sistem
pembuluh darah di dermis dan
subkutis
Sejak lahir/ anak-anak
Klinis : bentuk macula (nevus
flameus/ patch warna merah
jambu/ ungu), hemangioma
simplex dan cavernosum
DD : limfangioma, higroma,
neurofibroma
T : sembuh spontan dalam 5
bulan, kortikosteroid
prednisone 20-30 mg/ day 3
minggu, bedah eksisi/ bedah
beku, laser argon, radiasi

Hemangioma simplex : papul


kecil membesar membentuk
nodus batas tegas, merah,
lunak
Hemangioma cavernosum :
nodul merah kebiruan batas
tidak tegas, lunak, tepi tidak
teratur
Nevus Pigmentosa Trikoepitelioma Keloid

Px Fisik : macula, papul


kubahm bertangkai, warna Tumor jinak kulit
coklat hitam E : trauma, gen
DD : keratosis seboroik, skin Faktor : ketegangan kulit saat
tag, fibroma coli menutup luka, orang dewasa,
kehamilan, regresi saat
menopause/ lansia
Px Fisik : tumor keras, tidak
teratur, batas tegas, warna
pink/ coklat
DD : neuroma, fibroma, jar.
parut hipertrofik
Blue nevi
Varian nevus melanocytic
dengan morfologi spindle
DD : dermatofibroma, tattoo,
nevus melanocytic, nevus sel
pigmen spindle, nevus
dysplastic, melanoma
Kista Epidermal Xanthelasma Skin Tag
Inklusi epidermal/ kista yang E : sering dikaitkan dengan
jinak, mobile, warna seperti dislipidemia
kulit/ kekuningan Px Fisik : papul/ plak kuning
Discharge : seperti keju dan simetris di area periorbital
berbau (terutama bagian kanthus dan
S : asimptom kecuali ada kelopak mata superior)
inflamasi atau infeksi sekunder DD : hyperplasia sebasea,
DD : brachial cleft cysts, kista syringomas
dermoid, calcinosis cutis, T : eksisi, ablasi laser argon
lipoma dan CO2, kauterisasi kimia,
T : eksisi untuk alasan electrodesiccation, cryotherapy
kosmetik/ inflamasi rekuren
Milia Neurofibroma

Steatokistoma Multiplex Lipoma

Keratosis Seboroik

E : gen, autosomal dominan,


sinar UV
Sering pada orang tua
S : gatal, bercak coklat yang
membesar
Px Fisik : papul/ plak bulat/
lonjong permukaan kasar,
lunak, ukuran milier hingga
retikuler, multiple, warna coklat-
hitam (wajah, leher, dada,
punggung, perut)
DD : nevus pigmentosum,
keratosis sinilis
T : bedah listik/ beku/ kimia

Tumor Praganas/ Pre Kanker Kulit


Keratosis Solaris/ Keratosis Aktinik Leukoplakia

E : terpapar matahari, imunosupresi, pekerjaan


Px Fisik : kulit warna pink/ kuning/ coklat hitam, kasar dan ditemukan
papul & pustule
Bisa jadi ganas (karsinoma sel squamous)
T : hindari matahari
Penyakit Bowen Xeroderma
Pigmentosum

Karsinoma sel skuamosa intra epidermal yang mengenai kulit dan


mukosa mulut
E : infeksi virus, sinar matahari, trauma kronis, genetic
Predileksi : jari, badan, limbs, mukosa vulva dan vagina, cavum nasi,
laring, anogenital
Px Fisik : plak eritema batas tegas, lentikuler hingga plakat, bisa
berkembang jadi nodul lentikuler dengan skuama halus-sedang
Histopatologi : epidermis hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis,
keratinisasi sampai sel basalm inti gepeng disproporsional, bagian atas
kutis reaksi radang kronis
DD : psoriasis, karsinoma sel basal superfisia, dermatitis numularis,
keratosis aktinik, paget’s disease extra mammae
T : eksisi, elektrokauteri, topical (5-FU)

Tumor Ganas Kulit

 Dari sel epitel, sel pluripotent/ sistem melanostik kulit


 Pola struktur yang tidak teratur, tumbuh cepat, expansif, infiltrative, invasi, destruksi
 Metastase melalui pembuluh darah/ limfe
Melanoma Maligna Non Melanoma Maligna
Tumor ganas kulit Karsinoma Sel Basal Karsinoma Sel Skuamosa
E : trauma, genetic, virus, iritasi
nevus pigmentosus, pekerjaan
yang terpapar matahari
Px Fisik :
a. Macula warna coklat, hitam
biru, lenticular sampai
plakat, batas tak tegas, tepi S : papul kecil kuning abu Sinonim : karsinoma
tidak teratur, invasive mengkilat meninggi di atas planoselular, prickle cell ca,
b. Nodul lentikuler warna permukaan kulit, jika trauma epidermoid karsinoma
merah hitam kecoklatan, gampang berdarah, macula Pencetus : iritasi kronis,
menjadi ulkus lenticular melebar meninggi menjadi plak matahari, ras kulit putih, arsen,
sampai plakat, batas tak dan di bagian tengah ada ulkus batubara, tes, hidrokarbon
tegas tepi tidak teratur, Px Fisik : nodul dengan depresi sinar x, sinar gamma, keloid,
tampak lesi satelit bagian tengah, lunak semi ulkus kronik, herediter
translucen, ada/ tidak ulser, (xeroderma pigmentosum)
krusta, pendarahan, tepi lesi
punya lekukan khas kawah,
telengiektasis, krusta ulkus
diangkat ada pendarahan
DD : karsinoma sel skuamosa, S : nodul warna kulit, ulkus tepi
hyperplasia sebasea, penyakit tidak teratur, permukaan nodul
bowens berbenjol mirip bunga kol yang
T : bedah beku, listrik, kimia, keras dan mudah berdarah
radiasi, skin surgery Px Fisik : intradermal
(keratosis, kornu kutan,
eritroplasia), invasive (nodus/
ulkus dengan pinggir tak
teratur, permukaan berdungkul,
ditutupi krusta, mudah
Jenis : nodular melanoma, berdarah)
acral lentiginous melanoma,
superficial spreading
melanoma, lentigo melanoma
Stadium :
1. Tumor di lokalisasi primer
2. Metastase regional
3. Metastase jauh DD : keratoakantoma, BCC,
Px Penunjang : biopsy, hyperplasia pseudokarsinoma,
dermoskopi gumma
Stadium histopatologi : Ulkus rodent basalioma
T : bedah listrik, bedah beku,
1. Sel melanoma bedah eksisi, bedah kimia,
intraepidermal radiasi, angkat KGB jika ada
2. Sel melanoma dermis metastase, radioterapi
bagian atas
3. Sel melanoma mengisi
papilla dermis Basalioma
4. Hingga ke dalam jaringan
ikat kolagen
5. Hingga jar lemak dan
subkutan
6. Sel melanosit pleomorfik
DD : keratosis seboroik,
karsinoma sel basal
Cicatrizing basalioma
pigmented, nevus
pigmentosum, hematom sub
ungula, granuloma piogenik
T : eksisi luas, angkat KGB,
bedah mohs
Multicentric basalioma

(dari Buku Ajar Dermatologi FKUI)


Veruka Vulgaris
 Common wartz/ kutil
 Papul eritematosa karena infeksi HPV
 E : human papilloma virus terutama tipe 2, tapi bisa juga tipe ¼, menyebar dengan
autoinokulasi
 S : asimptom, tpi jika tumbuh di palmar/ plantar dan merusak kuku akan nyeri
 Px Fisik : papul padat verukosa, keratotik, ukuran bbrp mm smp 1 cm, bisa konfluensi dan
menjadi lebih besar, predileksi (punggung, tangan, jari tangan)
 Px Penunjang : biopsy kulit, histopatologi (akantosis, hyperkeratosis, papilomatosis, rete
ridges memanjang ke medial)
 DD : keratosis seboroik (lebih hiperpigmentasi), nevus verukosus (tersusun linier da nada
sejak bayi)
 T : jaga hygiene untuk mencegah penularan, destruksi (bedah listrik, bedah beku, bedah laser,
bahan keratolitik, kaustik), topical (asidum salisilikum 25-50%, triklorasetat 25%, fenol
liquefakum, kantaridin, imiquimod, 5 fluorourasil), intralesi (bleomisin, interferon)
Kista Epitel
 Kista epidermal, kista epidermoid, kista keratin, kista infundibular
 Kista berisi keratin dengan dinding epidermis
 E : radang folikel pilosebasea, prolif sel epidermal di dermis, implantasi bagian epidermis
karena trauma
 P : berkembang dari bagian infundibulum unit pilosebasea
 Px Fisik : terletak dalam dermis, menonjol berbentuk papul/ nodus bentuk kubah, bebas dari
dasar, ditemukan punctum berisi keratin, dari punctum bisa keluar isi kista (seperti keju dan
berbau), jika letaknya di dekat permukaan seperti di telinga/ skrotum (warna putih/
kekuningan), predileksi (wajah, leher, punggung atas, dada), lesi multiple pada sindrom
Gardner dan nevoid basal cell carcinoma syndrome
 Px Penunjang : biopsy kulit, histopatologis (kista berdinding sesuai susunan epidermis dengan
massa keratin didalamnya)
 DD : kista steatosistoma multipleks (ukuran lebih kecil dan banyak di dada dan punggung),
kista pilar (tidak ada punctum, banyak di scalp)
 T : eksisi/ enukleasi kista, jika radang (kortikosteroid intralesi), jika infeksi (insisi, drainase,
antibiotic oral)
Basal Cell Carcinoma
 Basalioma, ulkus rodent
 Tumor ganas kulit, sifatnya destruktif dan invasi setempat, jarang metastase
 E : paparan sinar matahari, jaringan parut luka bakar, kontak dengan arsen, genetic
 Px Fisik : papul/ nodus, permukaan mengkilap, seperti liin, berpigmen/ kemerahan, ada
telangiektasis
1. Tipe nodulo-ulseratif : nodus timbul, membesar, permukaan tidak rata, menjadi ulkus, ulkus
dekat tepi papul berkilat/ pearly border
2. Tipe berpigmen : genetic, banyak terpapar sinar matahari saat anak-anak
3. Tipe superficial : plak dengan tepi batas tegas, bisa pearly border tersusun linier menimbul
seperti benang, ditemukan eritema, erosi, ulkus, skuama, krusta
4. Tipe morfea : macula/ plak padat karena fibrosis, batas tidak tegas, permukaan licin, warna
kuning, kadang seperti jaringan parut, jarang ada ulkus
5. Tipe fibroepitelioma : jarang, nodus agak bertangkai, warna kemerahan
 Sindrom :
1. Nevoid basal cell carcinoma syndrome : diturunkan secara dominan autosomal, muncul
saat pubertas – 35 tahun
2. Linear unilateral basal cell nevus : sejak lahir
3. Sindrom Basex : diturunkan secara dominan
 Px Penunjang : biopsy/ histopatologis
1. Tipe nodulo-ulseratif : massa tumor berupa pulai sel basaloid dengan tepi lapisan sel
intinya tersusun seperti pagar/ palisade
2. Tipe superficial : sel tumor seperti tunas/ prolif ireguler di bawah epidermis
3. Tipe morfea : sel tumor tersusun seperti pita di dalam stroma fibrosis
4. Tipe fibroepitelioma : sel tumor tersusun seperti pita tipis, panjang, bercabang, saling
berhubungan dengan stroma fibrosis
 DD : berpigmen (nevus melanositik, melanoma), superfisial (dermatitis, psoriasis, penyakit
Bowen)
 T : bedah scalpel (irisan minimal 4 mm diluar batas tumor), bedah beku (tumor batas jelas),
bedah listrik (tumor kecil dan batas jelas), bedah laser, bedah mohs (batas tidak jelas, mudah
rekuren), radioterapi, krim imiquimod 5% (tiap hari atau 5 days/ week selama 12 weeks)
 Pencegahan : hindari sinar matahari
Squamous Cell Carcinoma
 Prickle cell carcinoma
 Tumor ganas kulit berasal dari sel keratinosit, bisa metastasis
 E : sinar matahari, sinar radiasi, panas kronik, granuloma kronik (lupus eritematosis, lupus
vulgaris, sifilis), ulkus/ radang kronik (sinus osteomyelitis, hidradenitis supuratif, jar. parut luka
bakar, imonosupresi), karsinogen (hidrokarbon polisiklik aromatic, arsen, HPV tipe 16/ 18)
 P : pertumbuhan sel atipik di epidermis berupa karsinoma in situ, lalu menembus membrane
basal masuk ke dermis, lalu menyebar ke KGB dan organ dalam
 Px Fisik : plak/ tumor padat, bisa berupa verukosa/ benjol/ ulkus, tepi tumor tidak jelas
 Px Penunjang : biopsy (histopatologis : massa sel tumor tumbuh ke dermis, terdiri dari sel
skuamosa normal dan atipik), x-ray thorax, ct scan abdomen, bone survey
 DD : keratoakantoma (kubah dengan kawah keratin di tengah), ulkus/ granuloma kronik,
melanoma amelanotik, karsinoma sel basal
 T : bedah scalpel (irisan 5-10 mm diluar batas tumor), bedah listrik/ beku (tumor kecil dan
batas tegas), bedah mohs, radioterapi, kemoterapi, sitostatik (5-fluorourasil intralesi)
Hemangioma
 Nevus angiomatosus, nevus strawberry
 Tumor jinak vaskuler muncul pada bulan awal kelahiran
 Sifat khas : proliferasi di awal lalu involusi
 P : tumbuh pada jaringan angioblastik embrional, sel yang prolif kebanyakan adalah sel
endotel dan perisit
 Px Fisik : tumor bentuk kubah/ oval/ bulat, lunak, warna merah terang, permukaan bisa licin/
berlobus, sering di kepala dan leher, membesar sampai usia 6 bulan dan biasanya berhenti
membesar setelah usia 1 tahun
 Px Penunjang : biopsy, histopatologis (fase awal, massa padat proliferasi sel endotel dengaan
sedikit lumen tersusun lobuler, setelah itu lumen membesar dan jaringan ikat + lemak
bertambah)
 DD : nevus flameus
 T : kortikosteroid sistemik, interferon alfa sistemik, kortikosteroid intralesi, skleroterapi, bedah
beku, bedah laser, bedah eksisi, bebat tekan, embolisasi, topical (kortikosteroid sangat kuat,
krim imiquimod 5% dan beclaplermin gel 0,01%)
Xanthoma
 Penimbunan lemak sehingga membentuk tumor yang biasanya ditemukan di bawah kulit
 E : gangguan metabolism kolesterol
Keratosis Seboroik
 Seborrhoeic warts, senile wart, senile keratosis, basal cell papilloma
 Tumor jinak berpigmen dan sering pada orang tua, berasal dari keratinosit
 E : tidak diketahui
 P : belum jelas
 S : asimptom, kadang gatal, pasien berobat karena keluhan aestetik/ kosmetik
 Px Fisik : sering di wajah dan badan atas, plak verukosa, papul/ nodus menempel di kulit dan
hiperpigmentasi warna coklat-hitam dengan skuama diatasnya, papul/ nodus bisa bentuk
kubah permukaan llicin tidak mengkilat, sumbatan di lubang folikel, lesi sering oval ukuran 1
mm-bbrp cm
 Px Penunjang : biopsy kulit, histopatologis (pertumbuhan dasar rata setinggi epidermis, sel
keratinosit berproliferasi dan membentuk pseudokista keratin, akantosis, papilomatosis,
hyperkeratosis beberapa tingkat), keratosis seboroik yang iritasi (prolif sel keratinosit,
squamous eddies, infiltrate limfositik dalam dermis)
 DD : keratosis seboroik datar (lentigo senilis, keratosis aktinik), bentuk nodus (nevus
melanositik, melanoma, karsinoma sel basal)
 T : karena kosmetik, gatal, radang, nyeri (bedah listrik, bedah beku, bedah laser)
Melanoma Maligna
 Tumor ganas kulit dari sel melanosit/ sel nevus dan sangat mudah metastasis
 E : paparan sinar UV, genetic
 Jenis :
1. Superficial spreading melanoma : tipe terbanyak, sering pada 40-50 tahun, lesi agak
timbul, hitam-coklat/ merah, tepi ireguler dan garis kulit pada permukaan lesi hilang
2. Nodular melanoma : pada usia 5-60 tahun, sering di kepala, leher dan badan, tumbuh
invasive sejak awal, tumor menimbul seperti kubah bisa bertangkai, coklat-hitam, bisa
ulkus dan pendarahan
3. Lentigo maligna melanoma : banyak tumbuh ke lateral, lama untuk jadi invasive, pada usia
60-70 tahun, sering di wajah dan limbs, awalnya lesi datar, coklat, tidak berkilat dan licin,
lama-lama menjadi ireguler dan tambah coklat tua/ hitam, nodus terlihat saat mulai invasif
4. Acral lentiginous melanoma : di telapak tangan/ kaki, macula kehitaman dengan bagian
menimbul/ nodus
 Px Fisik : ABCD (asimetri bentuk lesinya, border irregular, color irregular bisa hitam/ biru/
coklat/ merah/ abu, diameter lesi 6 mm atau lebih), bisa juga terjadi elevasi permukaan lesi/
evolusi lesi
 Px Penunjang : biopsy kulit eksisi, perwarnaan khusus/ reaksi imunohistokimia, x ray paru, ct
scan abdomen, bone survey
Histopatologis
1. Superficial spreading melanoma : melanosit atipik uniform, besar, agak bular tersebar
secara pagetoid di epidermis yang sebagian tebal dan tipis, sel soliter atau dalam sarang
sel, dalam dermis ada melanofag dan infiltrate padat seperti pita
2. Nodular melanoma : sel tumor atipik masuk ke dermis
3. Lentigo maligna melanoma : prolif melanosit seperti spindle atipik, tersusun tidak teratur
dan makin banyak di tengah, pada epidermis yang menipis, sarang sel sedikit, demis
mengandung melanofag, infiltrate limfosit dan degenerasi elastosis aktinik
4. Acral lentiginous melanoma : sel tumor atipik soliter di sepanjang dermo-epidermal pada
epidermis akantotik dan tidak teratur, sel infiltrate limfosit dan melanofag di dermis
 DD : karsinoma sel basal, keratosis seboroik, nevus melanositik, angiokeratoma tipe nodular
 T : bedah scalpel (irisan 1-2 cm diluar batas tumor), kemoterapi, imunoterapi, radioterapi
K10 Rambut Rontok dan Kebotakan

Rambut : adneksa kulit (kecuali di telapak tangan dan kaki, kuku dan bibir), rambut lanugo (di dalam
uterus saat kehamilan 24 minggu), rambut terminal (rambut kasar, pigmen banyak, diameter lebih
dari 0.06 mm), rambut velus (rambut halus, pigmen sedikit, diameter kurang dari 0.03 mm), faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan rambut (fisiologis : hormone, metabolism, nutrisi dan
vaskularisasi, patologis : radang, obat)
Siklus folikel rambut :
1. Fase anagen (sel matriks bermitosis jadi sel baru, mendorong sel tua ke atas, selama 2-6 tahun)
2. Fase katagen (peralihan, penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut, bagian tengah akar
rambut menyempit, bagian bawah melebar dan mengalami pertandukan sehingga disebut rambut
gada/ club hair, selama 2-3 minggu)
3. Fase telogen (masa istirahat, sel epitel memendek dan berbentuk tunas kecil yang membuat
rambut baru, selama 100 hari)

Alopesia Areata
 Alopesia (kebotakan) ada tiga jenis : universalis, totalis, areata
 Alopesia areata : kebotakan setempat batas tegas, pitak
 E : tidak diketahui, mungkin autoimun, genetic, stress, infeksi fokal
 P : genetic (HLA-DQB1), karena trigger (virus, stress) yang mengaktifkan T helper 1 sehingga
diproduksinya interferon gamma, interferon gamma ini mengatur CXCL10 dan IL15 serta bisa
merusak folikel rambut
 S : onset cepat, bercak/ patch kerontokan rambut
 Px Fisik : patch rambut rontok (diameter 1-5 cm), lokasi (bisa di scalp, alis, janggut, bulu
mata), black dots, exclamation hair, sering berhubungan dengan katarak, vitiligo, dermatitis
atopic, penyakit tiroid
 Px Fisik (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : bercak soliter (batas tegas, rambut tanda seru/
exclamation mark hair di pinggir lesi), bercak multiple bentuk retikula dan ophiasis (bercak
pertama meluas atau timbul bercak baru, bentuk reticular, prognosis buruk, bentuk ophiasis
adalah alopesia areata yang meluas sering di pinggir rambut dan pada anak), alopesia areata
totalis/ universalis (totalis di seluruh kulit kepala, universalis di seluruh tubuh)
 Px Penunjang : histopatologi (fase katogen dan telogen, infiltrasi limfosit peribulbar/ inflamasi
peribulbus di folikel anagen), fungsi tiroid
 DD : tinea kapitis, sifilis sekunderm alopesia androgenic, effluvium telogen

 Tata laksana :
1. Dibawah 10 tahun : minoxidil 5% dengan anthralin short contact/ kortikosteroid topical
2. 10 tahun dan diatas 10 tahun : kurang dari ½ scalp (kortikosteroid intralesi seperti
triamcinolone acetonide 2,5-10 mg/ ml, minoxidil 5%, anthralin short contact/ kortikosteroid
topical), lebih dari 50% scalp (imunoterapi topical seperti difenilsiklopropenon/ DPCP,
squaric acid dibuthyl ester/ SADBE, jika respon baik lanjutkan, jika respon buruk beri
minoxidil 5% dengan anthralin short contact/ kortikosteroid topical, bisa juga PUVA)
 T (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : imunomodulator (target sel T dan sitokin, steroid topical
seperti krim fusinolon asetonid 0,2% 2x/ day, krim kalsinoid 0,1%, krim betametason
dipropionat 0,05% 2x/ day)
Alopesia Androgenik
 Male pattern baldness/ alopecia, androgen dependent alopecia
 Kerontokan rambut progresif, miniaturisasi batang rambut, androgen-dependent
 Terjadi penurunan durasi anagen dan peningkatan durasi telogen
 P : percepatan konversi hormone testosterone menjadi DHT/ dihydrotestosteron yang
menghasilkan enzim tipe II, 5 α reductase, folikel yang terpapar DHT akan menjadi lemah dan
tidak bisa menumbuhkan rambut/ graft sehat
 S : rambut menipis, rontok bertahap dari vertex/ frontal
 Px Fisik : garis rambut anterior mundur, dahi lebih luas


 Px Penunjang : histopatologi, fungsi tiroid, kadar DHEA-S, kadar testosterone bebas (wanita),
scalp photography, hair pull test, trichogram (50-100 rambut dicabut dan dilihat dibawah
miskroskop), mikroskopik (diameter rambut mengecil dan pigmen berkurang, rambut velus
bertambah, telogen meningkat, folikel atrofi)
 DD : effluvium telogen, alopesia areata, sifilis sekunder
 T : minoxidil 2-5% (4-6 weeks, 2 x 1 ml/ day), finasteride (1mg/ day, 24 bulan), low level light
therapy

Telogen Effluvium
 Rambut rontok lebih dari 120 helai perhari, terjadi difus karena percepatan fase anagen
menjadi telogen
 E : kontrasepsi, diet/ nutrisi (defisiensi biotin/ besi/ zinc, kekurangan kalori/ protein/ asam
lemak essensial), tindakan bedah, trauma psikis, pasca demam
 Faktor lain : hipo/hipertiroid, post partum, peri/post menopause
 S : rambut rontok lebih dari 120 helai/ hari, sering di area temporal
 Px Penunjang : histopatologi, hair pull test (beberapa helai rambut digenggam ibu jari dan
telunjuk dan ditarik secara halus), lab
 Px Penunjang (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : hair pluck (untuk mengetahui rasio anagen dan
telogen, 50 rambut dijepit dengan needle holder di dasar dan ditarik dengan cepat, rambut lalu
diletakkan di object glass dan dihitung), mikroskopis (ujung rambut proximal)
 DD : alopesia androgenika, alopesia areata, sfilis sekunder
 T : identifikasi dan eliminasi pencetus, minoxidil 2-5% (2 x 1 ml/ day)
Tinea Kapitis (sudah di K2)
K11 Luka pada Kelamin

Sifilis
 Infeksi kronik dan sistemik, bisa disebut lues/ raja singa, bisa menular dari ibu ke janin
 E : treponema pallidum (penularan lewat kontak seksual, ibu ke janin)
 Stadium :
1. Primer (chancre)
2. Sekunder : early latent (1 tahun sejak kontak), late latent (lebih dari 1 tahun sejak kontak)
 Klasifikasi :
1. Kongenital : masuk secara hematogen ke janin saat kehamilan 10 minggu, dini (bayi usia
bbrp minggu - sebelum 2 tahun, gejala mirip sifilis sekunder), lanjut (setelah 2 tahun, khas
guma di mulut dan hidung), stigmata (fasies/ saddle nose & bulldog jaw, gigi, ragades/
sudut mulut, jaringan parut koroid, kuku, kornea, sikatriks gumatosa, tulang, atrofi optikus,
trias Hutchinson)
2. Akuisata/ Acquaired : klinis (stadium I-III), epidemiologic (stadium dini menular : I, II,
rekuren, laten dini, stadium lanjut tidak menular : stadium laten lanjut, III)
 Px Penunjang : px treponema pallidum (mikroskop lapangan gelap), tes serologi sifilis (non-
treponemal/ VRDL/ venereal disease research labroatories, treponemal/ TPHA/ treponemal
pallidum haemoglutination assay)
 Terapi : penisilin dan antibiotic lain, untuk wanita hamil (eritromisin)
Jika alergi penisilin : Antibiotic lain :
 Tetrasikin 4x 500 mg/hari  Sefalosporin : sefaleksin 4 x 500 mg/
 Eritromisin 4 x 500 mg/hari hari selama 15 hari, seftriakson 2 gr/
 Doksisiklin 2 x 100 mg/hari hari dosis tunggal IV/ IM selama 15 hari
Lama pengobatan :  Azitromisin : 500 mg/ hari dosis tunggal
 15 hari untuk S I dan S II selama 10 hari untuk S I dan S II
 30 hari untuk S Laten
Evaluasi (VRDL) : diulangi 1 bulan sesudah pengobatan selesai
 Jika titer turun : tidak perlu pengobatan lagi
 Jika titer naik : ulangi pengobatan
 Jika menetap : tunggu 1 bulan lagi
 Kriteria sembuh : jika lesi hilang, KGB tidak teraba dan VRDL negative
 Prognosis : terapi penisilin (prognosis baik), sembuh klinis (tidak menular ke orang lain tes
serologi sifilis dan LCS negative)
Sifilis Primer/ S I
 Masa tunas 2-4 minggu
 Khas : ulkus durum (ulkus bular soliter dasar jaringan, granulasi merah dan bersih, ada serum,
dinding tidak bergaung, tidak ada tanda radang indolen dan teraba indurasi), lokasi ulkus
durum sering di sulkus koronarius (pria) dan labia mayor & minor (wanita), atau bisa juga
ekstragenital (lidah, tonsil, anus), sembuh sendiri dalam 3-10 minggu
 S : tanpa gejala konstitusi
 Px Fisik : erosi/ ulkus bersih, soliter, bulat/ oval, teratur, indolen dengan indurasi
 Px Penunjang : treponema pallidum (+)
 DD : herpes simplex (vesikel, kulit eritematosa, pecah membentuk erosi, tidak ada indurasi),
ulkus piogenik (karena trauma garukan, tampak kotor dengan pus, dan nyeri, tanpa indurasi),
scabies (papul/ vesikel, gatal di malam hari), balanitis (erosi superficial di glans penis dengan
eritema, tanpa indurasi), LGV/ limfogranuloma venereum (khas limfadenitis regional, tanda
radang akut, supurasi tidak serentak, dengan gejala konstitusi), karsinoma sel skuamosa,
penyakit behcet, ulkus mole (ulkus multiple, tanda radang akut, pus, dinding bergaung,
supurasi serentak)
 Terapi :
1. Penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit secara IM (2,4 juta) dan diberikan satu kali
seminggu
2. Penisilin G prokain dalam akua dosis total 6 juta unit, diberi 0,6 juta unit/hari selama 10 hari
3. PAM (penisilin prokain +2% aluminium monostrerat). Dosis total 4,8 juta unit/kali 2 kali
seminggu
 Pantau serologis (bulan I, III, VI, XII dan setiap 6 bulan pada tahun kedua)
Sifilis Sekunder/ S II
 6-8 minggu setelah S I
 Bisa berlangsung sampai 9 bulan
 Gejala konstitusi : anorexia, bb turun, malaise, nyeri kepala, demam tidak tinggi, atralgia
 Kelainan kulit : mirip kelainan kulit lainnya/ the great imitator, tidak gatal, sering ada
limfadenitis generalisata
 Kelainan kulit yang eksudatif sangat menular (tipe kondiloma lata, plaque muqueuses), yang
kering kurang menular
 Stadium :
1. S II dini (kelainan kulit generalisata, simetris, lebih cepat hilang, bbrp hari/ minggu)
2. S II lanjut (tidak generalisata, bersifat setempat/ lokal, tidak simetris, lebih lama hingga
bbrp minggu/ bulan), dibagi menjadi sifilis laten lanjut dan sifilis tersier/ S III
 Lesi pada kulit :
1. Makula
2. Papul : papuloskuamous, lenticular, corymbose, nodular, annular, follicular, kondiloma lata
(plakat erosive dan basah), korona venerik
3. Mukosa (angina sifilitika, plaque mqueuses)
 Lesi pada tempak lainnya :
1. Rambut (S II dini terjadi alopesia difusa, S II lanjut terjadi alopesia areolaris)
2. Kuku (onikia sifilitika, paronikia sifilitika)
3. KGB (limfadenopati generalisata)
4. Mata (uveitis, chorioretinitis)
5. Hepatitis akut
6. Splenomegaly
7. Glomerulonefritis akut
8. Hematologi (anemia, leukositosis)
9. Meniere’s disease (auditorik)
10. Tulang (periostitis, polyarthritis, tenosynovitis
11. Saraf (meningitis, meningoencephalitis

 Tanyakan riwayat luka di genitalia/ S I yang tidak nyeri


 Px Fisik : tidak gatal, S II dini (general, simetris, telapak tangan dan kaki kena), S II lanjut
(berkelompok, setempat, limfadenitis generalisata)
 Px Penunjang : tes serologis kuat pada S I dini, lebih kuat pada S II lanjut
 DD : erupsi obat alergik (keluhan gatal, eritema mirip roseala), morbili (eritema, disertai gejala
konstitusi), pitiriasis rosea (bercak eritema dengan pinggir skuama halus, tidak ada limfadenitis
generalisata), psoriasis (eritema, skuama, ada tanda tetets lilin dan auspitz, tidak ada
limfadenitis), dermatitis seboroika (eritema, skuama kuning berminyak, tidak ada limfadenitis),
kondiloma akuminatum (mirip kondiloma lata, sama bentuk papul, tapi bentuknya runcing),
alopesia areata (mirip alopesia areolaris, lebih kecil/ lentikuler dan banyak)
 Terapi :
1. Penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit secara IM (2,4 juta) dan diberikan satu kali
seminggu
2. Penisilin G prokain dalam akua dosis total 6 juta unit, diberi 0,6 juta unit/hari selama 10 hari
3. PAM (penisilin prokain +2% aluminium monostrerat). Dosis total 4,8 juta unit/kali 2 kali
seminggu
Stadium Laten
 Tidak ada gejala klinis, infeksi masih aktif, tes serologi darah positif
 Px Penunjang : VRDL, TPHA
 Terapi :
1. Penisilin G benzatin, dosis total 7,2 juta unit
2. Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 12 juta unit (0,6 juta unit/hari)
3. PAM dosis total 7,2 juta unit (1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu)
Sifilis Tersier/ S III
 Termasuk dalam stadium lanjut
 3-10 tahun dari S I
 Kelainan kulit : nodul granulomatous, plak granulomatous psoriasiformis, guma (paling khas,
infiltrate sirkumskrip, kronis, biasanya lunak, destruktif)
 Px Penunjang : tes serologic negative/ positif lemah, histopatologi untuk bedakan dengan
keganasan)
 DD : tuberculosis, frambusia, mikosis profunda (sporotrikosis, aktinomikosis)
 Terapi :
1. Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit
2. Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 18 juta unit (0,6 juta unit/hari)
3. PAM, dosis total 9,6 juta unit (1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu)
Ulkus Mole
 Chancroid, soft chancre, soft ulcer, soft sore, ulcer molle
 Penyakit ulkus genital akut, setempat dan inokulasi sendiri/ autoinokulasi
 E : haemophilusducreyi (menular lewat hubungan seksual, lewat abrasi mikro di kulit/ mukosa)
 Khas : ulkus di tempat masuk kuman, supurasi KGB regional
 S : inkubasi pendek (3-7 hari), tidak ada gejala prodromal, lesi diawali papul inflamasi yang
berkembang jadi ulkus nyeri (diameter 1 mm – 2 cm) dalam 1-2 hari
 Px Fisik : ulkus multiple, dangkal, tidak ada indurasi, sangat nyeri, tepi bergaung, tidak rata,
rapuh, kulit dan mukosa sekitar ulkus eritematosa, dasar ulkus ada eksudat nekrotik kuning
abu dan mudah berdarah jika diangkat, tidak ada vesikel, bubo nyeri/ afdenitis inguinal (pada
50% pasien, bbrp hari stlh onset primer)

 Predileksi :
1. Pria : preputium, frenulum, glans penis, kadang di meatus uretra, corpus penis, anus
2. Wanita : genital (vulva, labia minora, vestibule, serviks, vagina, perianal), ekstragenital
(payudra, jari, paha, intraoral), keluhan sering dysuria, nyeri defekasi dan tidak
berhubungan dengan ulkus
 Px Penunjang : px pewarnaan gram (basil kecil gram negative sederet berpasangan), kultur
bakteri, PCR
 DD : herpes genitalis, sifilis, granuloma inguinale
 Terapi :
Sistemik : Lokal :
 Ciprofloxacin 2x500mg/hari per oral  Kompres/ rendam larutan salin
selama 3 hari  Aspirasi untuk bubo berukuran > 5 cm
 Eritromisin 4x500mg/hari per oral selama
7 hari
 Azithromisin 1 gr per oral, dosis tunggal
 Ceftriaxone 250 mg IM, dosis tunggal

 Prognosis : baik dengan terapi antibiotic, keluhan hilang dalam 3 hari jika terapi berhasil, ulkus
membaik dalam 1-2 minggu
Herpes Simplex Virus Tipe II
 Infeksi akut pada genitalia karena HSV
 Sering disebut fever blister, cold sore, herpes labialis, herpes progenitalis/ genitalis, herpes
febrilis
 E : HSV/ herpres simplex virus (virus herpes hominis) tipe I dan II
 Symptoms :
1. Fase infeksi primer : lama, berat, ada gejala sistemik (demam, malaise, anorexia, KGB
regional bengkak), vesikel berkelompok diatas kulit sembab dan eritematosa, vesikel isi
cairan jernih lalu seropurulen, pecah menjadi krusta dan terbentuk ulserasi dangkal, pada
wanita infeksi di genitalia eksterna disertai infeksi serviks
2. Fase laten : tidak ada gejala klinis, HSV aktif di ganglion dorsalis
3. Fase infeksi rekuren : HSV aktif lagi, ada gejala klinis yang lebih ringan dari infeksi primer,
akibat pencetus (trauma fisik saat hubungan seksual, gangguan emosi, makanan), sering
ada gejala prodromal lokal (panas, gatal, nyeri) sebelum ada vesikel, infeksi bisa di tempat
sama/ loco, atau di tempat berbeda/ non loco

 Predileksi : HSV tipe I (pinggang keatas, mulut dan hidung), HSV tipe II (pinggang kebawah,
genitalia)
 Px Penunjang : tes tzank (multinucleated giant cell, badan inklusi nukklear)
 DD : di wajah (impetigo vesikobulosa), di genitalia (ulkus durum, ulkus mole)
 Terapi (menurut Depkes RI 2011)
Episode klinis pertama
 Asiklovir 200 mg per oral, 5x sehari selama 7 hari
 Asiklovir 400 mg per oral, 3x sehari selama 7 hari
 Valasiklovir 500 mg per oral, 2x sehari selama 7 hari
Infeksi Herpes Rekutren
 Asiklovir 200 mg per oral, 5x sehari selama 5 hari
 Asiklovir 400 mg per oral, 3x sehari selama 5 hari
 Valasiklovir 500 mg per oral, 2x sehari selama 5 hari
 Prognosis : semakin dini terapi semakin baik prognosis, jika imunitas turun infeksi bisa
menyebar
K12 Daging dan Benjolan pada Kelamin

Kondiloma Akuminatum
 Kutil kelamin, venereal warts
 Lesi berbentuk papilomatosis dengan permukaan verukosa di kelamin/ anus
 E : human papilloma virus/ HPV tipe 6 & 11 (menular lewat hubungan seksual, masa inkubasi
3 minggu – 8 bulan)
 P : HPV masuk ke mikrolesi kulit, menyebabkan abrasi permukaan epitel dan menembus sel
basal epidermis, mengambil alih DNA dan terjadi replikasi yang tidak terkendali, HPV yang
masuk ke epitel merangsang respon inflamasi yang mengaktifkan pembentukan protein,
meningkatkan proliferasi sel, dan menyebabkan penebalan keras menjadi bentuk
papilomatosa
 Pada sebagian besar orang (infeksi HPV genital sifatnya transien (bertahan selama 1-2 tahun
tanpa sekuelae/ komplikasi), pada sebagian kecil orang (infeksi persisten), dari sebagian kecil
yang persisten (terjadi degenerasi maligna)
 Komplikasi keganasan : terjadi karena integradi genome HPV ke DNA host, risiko tertinggi di
zona transmisi cervix dan anus, lokasi keganasan (cervix, glans penis, anus, area
vulvovaginal, kulit periungual)
 Predileksi : pria (area penis, anus, skrotum, jarang di intrauretra), wanita (mukosa vulva,
cervix, perineum, sekitar anus)
 S : sering asimptom, bisa gatal
 Px Fisik : papul lobular ukuran 2-5 mm, multifocal, berwarna pucat, keabuan, kekuningan/
merah jambu, cauliflower-like mass (lesi warna daging/ mukosa, bentuk seperti kol,
berkembang di lokasi lembab dan tertutup seperti kulit perianal, vulva, lipatan inguinal, berbau
busuk)

 Px Penunjang : asam asetat 3-5% asetat 10 menit (lesi berubah jadi putih/ acetowhitening),
PCR (untuk tau tipe HPV)
 DD (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : benign penile pearly papules (pada laki-laki masa pubertas
yang tidak disirkumsisi), veruka vulgaris (vegetasi tidak bertangkai, kering, abu-abu/ warna
kulit), kondilloma lata (lesi S II, plakat erosi dan basah, spirochaeta pallidum), karsinoma sel
squamosal (vegetasi kembang kol, berbau, mudah berdarah), karsinoma verukosa/ giant
condylomata (lesi neoplastic invasive lokal, HPV tipe 16)
 DD (kuliah) : consider (bowenoid papulosis, seborrheic keratosis, pearly penile papules, lichen
planus, lichen sclerosus et aphicus), rule out (erythroplasia, extramammary paget’s disease,
condylomata S II)
 T : belum ada pengobatan spesifik terhadap virus
1. Podophyllin : efektif pada kutil yang terletak pada daerah lembap dan tertutup, aplikasi oleh
dokter tiap minggu, dibasuh setelah 4-8 jam, tidak boleh pada ibu hamil)
2. TCA/ trichloroacetic acid (konsentrasi 35-85%, aplikasi oleh dokter seminggu/ dua minggu
sekali, boleh pada ibu hamil)
3. Electrofulguration/ elektrokauterisasi (lebih efektif dari TCA, cryotherapy, imiquimod/
podophyllin, perlu anestesi lokal, bisa ada skar, resolusi 95%)
4. Cryotherapy (dengan nitrogen cair, resolusi 70-80%, 1-2 freez-thaw cycles pada kutil setiap
2 mm disekitar lesi setiap 1-3 minggu)
 Pencegahan : vaksin HPV, wajib pada anak perempuan pubertas
Moluskum Kontagiosum
 Penyakit virus pox
 E : virus DNA genus molluscipox/ MCV/ molluscum contagiosum virus tipe I-IV (paling sering
tipe I), transmisi kontak langsung terutama kulit basah/ lembap
 Khas : papul kubah, berkilat, ada delle/ cekungan/ lekukan/ umbilikasi di permukaan, isi massa
dengan badan moluskum
 Predileksi : wajah, leher, ketiak, badan, ekstremitas (jarang di telapak), pada dewasa sering di
pubis dan genitalia
 S : bintil bulat keras berkilat, dengan cekungan, tanpa inflamasi
 Px Fisik :
1. Lesi individual (papul kubah seperti mutiara, permukaan halus, padat, diameter 3-5 mm,
central umbilication/ delle, jika dipijat keluar massa putih mirip butiran nasi)
2. Lesi iritasi (pustule berkrusta mirip infeksi sekunder bakteri)
 Pola infeksi :
1. Anak (lesi general, beberapa hingga 100 lesi, terutama di wajah, badan dan limbs)
2. Dewasa muda (ditularkan lewat hubungan seksual, co-exist dengan IMS lainnya, lesi
kurang dari 20, sering di genitalia externa, shaft penis, abdomen bawah, paha atas)
3. Pasien HIV (wajah dan genitalia, berkonfluen membentuk plak, lesi raksasa sering
ditemukan, bisa terjadi di mukosa oral dan genital)
 Px Penunjang : jika isi dikeluarkan dan diwarnai dengan pewarnaan wright/ giemsa/ gram
maka terlihat intracytoplasmic inclusion bodies
 DD (kuliah) : most likely (verrucae), consider (granuloma piogenik, popular granuloma
annulare, epidermal inclusion cyst, sebaceous hyperplasia), rule out (appendageal tumor,
basal cell carcinoma, amelanotic melanoma, cryptococcosis/ histoplasmosis/ penicilliosis)
 DD (Buku Ajar Dermatologi FKUI) : milia, folikulitis, lesi awal varisela
 Terapi :
Kuliah Buku Ajar Dermatologi FKUI
Anak imunokompeten Observasi, kadang tidak Oleskan kantaridin 0.7%,
perlu terapi, lesi bertahan dibiarkan 4 jam lalu dicuci,
2-4 bulan, infeksi hingga timbul nyeri dan vesikel 1-3
2 tahun hari setelah aplikasi, nyeri
bisa diatasi dengan
asetaminofen, bisa vesikel
pecah diolesi krim/ salep
natrium fusidat/ mupirosin,
efek samping berupa
hiperpigmentasi pasca
inflamasi yang hilang
Dewasa dengan lesi Hilangkan core dengan Keratolitik topical (tretinoin,
genital enukleasi/ cryotherapy, bichlorocetic acid/ TCA, asam
obati pasangan seksual salisilat)
Pasien HIV HAART/ high active Antivirus per oral (cidofovir)
retroviral therapy
membantu reolusi lesi,
kuretase dan enukleasi
jika lesi sedikit,
cantharone/ TCA 100%
untuk lesi individual,
aplikasi tretinoin kontinu
setiap malam dosis
tertinggi yang masih
ditoleransi menurunkan
munculnya lesi baru

Kista dan Abses Kelenjar Bartolini


 Kista : pembengkakan kistik kelenjar bartholin yang disebabkan oleh sumbatan saluran
kelenjar
 Abses kelenjar bartolin : penumpukan nanah yang membentuk benjolan pada kelenjar
bartholin
 E : N. gonorrhoeae, staph aureus, strep beta hemolitik, e coli
 P : duktus tersumbat, retensi sekresi, pelebaran duktus, kista bartholini, infeksi bakteri, abses
bartholini

 S : kista bartholini (pembengkakan labia tanpa nyeri), abses bartholini (nyeri akut dengan
pembengkakan labia unilateral, nyeri saat jalan, duduk, hubungan seksual, bengkak vulva,
bisa rupture spontan)
 T : simptomatis dan antibiotic (infeksi sekunder), insisi dan drainase, tindakan operatif (eksisi/
bartolinektomi, marsupialisasi)
 Komplikasi rekurensi, pendarahan, jaringan parut
 Prognosis : dubius/ ragu-ragu
Abses Folikel Rambut/ Kelenjar Sebasea
 Abses : kumpulan nanah yang terakumulasi dalam jaringan karena inflamasi, ada tanda
inflamasi (tumor, kalor, dolor, rubor, fungiolesa)
 E : staph aureus, strep beta hemolitikus
 P : radang folikel rambut lalu ke jaringan sekitarnya
 Px Fisik : nodul keras, nyeri, fluktuasi (+), abses, bisa rupture (ada pus, jaringan nekrotik)
 T : sistemik (antibiotic), lokal (pemanasan lokal), insisi-drainase (bila lesi besar, sangat nyeri,
fluktuasi +)
1. Antibiotic first line : topical (mupirocin, fusidic acid), sistemik (dicloxacillin, amoxicillin +
asam klavulanat)
2. Antibiotic second line : sistemik (azithromycin, clindamycin, erythromycin)
K13 Keluar Cairan/ Nanah pada Kelamin Wanita

Vaginal Environment
 Ekosistem dinamis, banyak koloni bakteri flora normal (lactobacilli)
 pH vagina normal : 3,8-4,2 (dijaga oleh asam laktat), untuk menekan overgrowth bakteri
pathogen
 Duh tubuh wanita normal : bening hingga putih, tidak berbau
 Duh tubuh wanita abnormal : berbau, warna kuning kehijauan, berbusa, putih, keabuan, bisa
disertai nyeri kelamin, gatal, nyeri panggul
 Infeksi terjadi pada :
1. Serviks : servisitis gonorrhea & non-gonorhea
2. Vagina : bacterial vaginosis (BV), vulvovaginal candidiasis (VVC), trichomoniasis
 Px Penunjang : pemeriksaan preparat (NaCl, KOH, gram), whiff test (mencium bau amis pada
bacterial vaginosis), vaginal pH
Sindrom Duh Genital Gonorhe
Gonococcal Cervicitis/ Servitis Gonokokal
 FR : partner seksual multiple, usia muda, PSK, penggunaan narkoba, konsumsi alcohol,
sosioekonomi dan pendidikan rendah, tidak menggunakan kondom, riwayat IMS
 E : n gonorrhea (gram negative diplococcic, tumbuh berpasangan)

 P : melekat dengan sel mukosa pada genitalia, protein membrane eksterna (PilC dan Opa)
mebantu perlekatan dan invasi lokal, invasi (endositosis), replikasi dan proliferasi,
menyebabkan reaksi radang, terjadi kerusakan sel mukosa progresif dengan respon leukosit
polimorfonuklear, pembentukan submucosal microabscess, eksudat purulent
 60% asimptom pada wanita, 20-40% asimptom pada pria
 Predileksi : endoserviks
 S : sekret purulent/ mukopurulen, eritema, edema, bisa juga pembengkakan kelenjar bartholin
& skene’s

 Px Penunjang : pengecatan gram, kultur (media thayer-martin, pria di uretra, wanita di serviks
dan uretra), PCR
 T : cefixime oral 400 mg, levofloxacin oral 500 mg, tiamfenikol 3,5 gr, kanamisin IM 2 gr,
seftrikson IM
 Komplikasi : pelvic inflammatory disease, abses tubo-ovary, kehamilan ektopik, nyeri panggul
kronis, infertilitas karena scar, proktitis, faringits gonococcal, DGI

Oftalmia Neonatorum
 Didapat saat lahir, kontak dengan sekret mengandung Neisseria gonorrhea
 S : sekret purulent dari mata

Sindrom Duh Genital Non-Gonorhe


Cervicitis Non Gonococcal/ Servisitis Non Gonococcal
 E : paling sering chlamydia trachomatis (gram negative), lewat hubungan seksual oral/ anal/
vaginal, masa inkubasi 1-3 minggu, menyerang epitel columnar di endoserviks
 70% asimptom di wanita
 Px Fisik : sekret tidak terlalu purulent dibandingkan gonorrhea, sekret mukoserosa, urethritis
(1/3 wanita mengalami nyeri, rasa terbakar, dysuria), gatal, pendarahan post-coitus dan
intermenstrual
 Px Penunjang : direct fluorescent antibody test, enzyme immunoassay (deteksi antigen
klamidia), PCR
 T : azitromisin oral 1 gram dosis tunggal, doxycylin 100 mg 2x/ hari selama 7 hari, eritromisin
500 mg 4x/ hari selama 7 hari
 Komplikasi : pelvic inflammatory disease, bartolinitis, perihepatitis, sindrom reiters, jika hamil
(bayi bisa konjungtivitis/ pneumonia saat melahirkan per vaginam)
Vaginitis : Trichomoniasis, Vaginosis Bakterialis, Candidiasis Vulvovaginal
Trichomoniasis
 E : trichomonas vaginalis (protozoa yang menginfeksi epitel mukosa dan menyebabkan
mikroulserasi), masa inkubasi 4-28 hari
 FR : partner seksual multiple, socioekonomi rendah, tidak menggunakan kondom, riwayat STD
 S : gejala selama atau setelah mens, sekret berbau kuning kehijauan, gatal di vulva, bengkak,
eritema, nyeri setelah hubungan seksual, nyeri abdomen bawah, nyeri kencing
 Px Fisik : dinding vagina dan serviks (pendarahan pungtat, colpitis macularis/ strawberry
servix, khas trichomoniasis)

 Px Penunjang : saline wet mount/ preparat saline (specimen sekret vagina, ditemukan
protozoa bentuk ovoid), kultur anaerob, immunochromatographic test (OSOM Trichomonas
Rapid Test)

 T : metronidazole oral 2 gr dosis tunggal/ tinidazole 2 gr oral dosis tunggal/ metronidazole 500
mg oral 2x/ hari selama 7 hari, obati partner seksual juga
 Komplikasi : kehamilan (lahir premature, BBLR), pelvic inflammatory disease atipik, transmisi
HIV
Vaginosis Bakterialis
 Sindrom polimikrobial, ketidakseimbangan flora normal di vagina
 Hydrogen peroksida dihasilkan lactobacilli sp.
 P : awalnya lactobacilli banyak, lalu bakteri lain bertambah (vaginalis, mobiluncus sp., m.
hominis, anaerobic gram-negative rods;prevotella, porphyromonas, and bacteroides, and
peptostreptococcus)
 FR : multiple sexual partner, tidak pakai kondom, lactobacilli berkurang
 S : 50-70% asimptom, sekret amis putih/ abu, sering setelah intercourse/ mentruasi
 Px Fisik : sekret putih homohen seperti susu pada dinding vagina
 AMSEL criteria : pH vagina > 4,5, adanya > 20% clue cell pada preparat basah dengan HPF,
tes armin/ whiff test dengan 10% potassium peroxide (+), adanya sekret putih homohen seperti
susu pada dinding vagina
 Px Penunjang : clue cells (sel epitel besar ditutupi bakteri)

 Terapi :
Wanita tidak hamil : Alternative :
Metronidazole, 500 mg oral 2x/ hari selama 7 Tinidazole 2.0 g oral 1x/ hari selama 3 hari/
hari/ Tinidazole 1.0 g oral 1 x/ hari selama 5 hari/
Metronidazole gel, 0.75%, 5 g intravagina 1x/ Clindamycin 300 mg 2x/ hari selama 7 hari/
hari selama 5 hari/ Clindamycin ovules, 100 g iintravaginal qhs
Clindamycin cream, 5%, 5 g intravagina qhs selama 3 hari
selama 7 hari
 Komplikasi : melahirkan premature, transmisi HIV, demam postpartum, endometritis
postpartum
Kandidiasis Vulvovaginal
 E : c albicans, c. glabrata
 FR : penggunaan antibiotic sistemik/ steroid, DM, IUD, imunosupresi, pakaian ketat
 Relaps : perubahan hormone mentruasi (luteal phase), saat kehamilan
 Px Fisik : gatal di vulva, terbakar, kadang nyeri kencing/ post-coitus, plak kental putih di
dinding vagina dengan eritema dan edema hingga labia/ perineum, serviks normal

 Px Penunjang : px mikroskopik (smear potassium hydroxide, pengecatan gram/ methylene


blue, ditemukan pseudohifa/ mycelia dengan budding yeast/ canidia), kultur dengan
sabouraud’s agar
 T : mikonazol/ klotrimazol 200 mg intravagina selama 3 hari/ klotrimazol intravagina 200 mg
dosis tunggal, nistatin 100.000 IU intravgina selama 7 hari, fluconazole 150 tablet dosis
tunggal, ketoconazole tablet 200 mg 2x/ hari selama 5 hari, itraconazole tablet 100 mg 2x/ hari
selama 3 hari
 Jarang karena hubungan seksual
K14 Keluar Cairan/ Nanah pada Kelamin Pria

Duh Tubuh Uretra Pria : cairan yang keluar dari genital (bukan urin atau darah)
Sindrom Duh Genital Gonorhe
Gonorrhea
 Infeksi karena Neisseria Gonorrhoeae, merupakan IMS
 E : Neisseria Gonorrhoeae (bakteri gram negative bentuk coccus)
 FR : partner seksual multiple, usia muda, belum menikah, PSK, konsumsi alcohol, social
ekonomi rendah, tidak pakai kondom, riwayat STD
 P : bakteri masuk sel epitel lewat pili/ fimbrae dengan bantuan protein membrane terluar,
invasi dimediasi adhesion & sphingomyelinase (endositosis), gonococci mengatur integrin sel
target untuk melindungi kerusakan sel, protease memecah rantai immunoglobulin dan
menghambat kemampuan bakterisidal normal host, di dalam sel bakteri bereplikasi-proliferasi
dan menimbulkan respon inflamasi, membrane terluar bakteri mengandung endotoxin
lipooligosaccharide (infeksi diseminata)
 Menyerang membrane (mukosa sel epitel columnar), inkubasi 2-8 hari
 Predileksi : uretra, rectum, faring, konjungtiva
 S : keluar cairan purulent dari meatus penis, membrane mukosa uretra anterior radang, nyeri/
terbakar saat kencing, meatal bengkak & eritema
 Px Fisik : pada beberapa kasus ada disebut bull head clap (radang jaringan lunak sehingga
seluruh distal oenis bengkak)

1. Epididymitis/ orchitis : nyeri testis karena infeksi klamidia dan gonorrhea


2. Proktitis : radang rectum, karena hubungan seksual lewat anal, sering pada hubungan
seksual antar pria, ada cairan rektal mukopurulen, nyeri saat BAB, konstipasi, tenesmus
3. DGI/ disseminated gonococcal infection : penyebaran penyakit dari lokasi inokulasi primer
lewat pembuluh darah, classic triad (dermatitis, migratory polyarthritis, tenosynovitis), lesi
kulit (macula kecil-medium/ vesikopustul hemoragik diatas kulit eritema pada telapak
tangan/ kaki, badan dan limbs, ada necrotic centre), septic arthritis/ infeksi sendi
(gonorrhea mengenai monoarticular/ pauciarticular), ciri khas DGI (gun metal gray/ macula
hemoragik dan nekrosis bersamaan), komplikasi (sendi rusak permanen, meningitis,
endocarditis, kematian akibat kerusakan SSP)

 Px Penunjang : pengecatan gram (bakteri gram negative, diplokokus intrasel dalam sel PMN)
 T:
Sindrom Duh Genital Non-Gonorhe
Chlamydia
 E : chlamydia trachomatis (gram negative, 2 siklus hidup), penularan lewat hubungan seksual,
gejala 1-3 minggu setelah infeksi
 Siklus hidup chlamydia : bentuk infektif masuk ke sel (endositosis), membelah diri (adenosine
triphosphate), ke reticulate bodies, bermbang jadi elementary body/ bentuk infektif di dalam
sitoplasma, dilepaskan dari sel
 S : cairan seperti air/ mukoid dari uretra, dysuria/ nyeri berkemih
 Epididymitis (cairan dari uretra dan bengkak nyeri di skrotum)
 Px Penunjang : kultur specimen uretra/ anus, direct fluorescent antibody test, enzyme
immunoassay, PCR
 Komplikasi : reactive arthritis, classic triad (non gonococcal urethritis, arthritis, konjungtivitis),
lower back pain, lesi kulit, regurgitasi aorta, nyeri otot
 T:
Trichomonas Vaginalis
 Infeksi protozoa pada epitel mukosa dan menyebabkan mikroulserasi
 E : trichomonas vaginalis (protozoa parasit)
 Pada pria organisme ditemukan di genitalia eksterna, uretra anterior, epididymis, prostat,
semen
 S : asimptom, cairan dari uretra, dysuria, jarang (balanitis, prostatitis, epididymitis)
 Px Penunjang : mikroskopis

 T : metronidazole 2 gr oral/ tinidazole 2 gr oral, metronidazole 500 mg oral 2x/ hari selama 7
hari
Herpes Simplex Genitalia
 E : HSV tipe 2 dan 1 (virus DNA, replikasi di kulit/ mukosa, infeksi ujung sarah lokal lalu ke
ganglia)
 S : lesi di glans/ shaft penis (vesikel, pustule, ulkus eritematosa selama 2-3 weeks), nyeri,
gatal, dysuria, limfadenopati inguinal, discharge uretra, demam, nyeri kepala, nyeri otot,
malaise, herpetic sacral radiculomyelitis, retensi urin, neuralgia, konstipasi
 Predileksi : pangkal paha, pantat

 Lesi rekuren : bisa di lokasi sama/ beda, gejala prodromal (nyeri, gatal, terbakar, tingling),
lebih ringan dari lesi primer, sembuh tanpa pengobatan dalam 6-10 hari
 Px Penunjang : PCR, tzank test, tes serologis

 DD : herpes orolabial (ulcer aphtous, sifilis, herpangina, stevens-johnson syndrome), herpes


genital (chancroid, sifilis, limfagranuloma venereum, granuloma inguinale)
 T : antivirus spt acyclovir
Candidiosis Genital
Balanopostitis
 Predisposisi : DM, tidak sirkumsisi, pasangan terinfeksi
 S : merah, rasa terbakar setelah hubungan seksual, gatal timbul bersamaan dengan lesi
 Px Fisik : bercak putih pada glans/ preputium, papul kecil/ vesikopustul mudah pecah di sulkus
koronarius yang bisa menjadi erosi eritema dengan tertutup skuama putih, infeksi bisa meluas
ke skrotum, lipatan pantat, paha
 T : imidazole topical selama 3-7 hari (butoconazole, miconazole, clotrimazole, tioconazole,
econazole, dan terconazole), fluconazole, itraconazole dan ketoconazole oral, balanitis
candida (clotrimazole krim topical/ fluconazole 150 mg dosis tunggal)
K15 Penyakit Kulit dan Kelamin di Lingkungan Pariwisata

IMS/ Infeksi Menular Seksual


 5-50% travellers jangka pendek terlibat hubungan seks bebas saat bepergian keluar negeri,
lebih sering pada travellers jangka panjang
 Edukasi dan konseling penting untuk mengurangi risiko IMS
 Pencegahan infeksi : kondom, vaksin (hepatitis B)
 IMS yang bisa menyerang travellers : gonorhe (kencing nanah), kondiloma, herpes simplex
genitalis, sifilis, ulkus mole, LGV, trichomoniasis, kandidiosis vulvovaginalis, HIV
Gigitan Serangga
Dermatitis Kontak Iritan
 Reaksi radang kulit non-imunologik/ kerusakan kulit langsung tanpa proses sensitisasi
 E : bahan iritan (bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, serbuk kayu)
 Klinis : DKI akut, akut lambat, kumulatif, reaksi iritan, traumatic, non-eritematosa, subjektif

Tumor Jinak/ Ganas di Kulit


 Tumor jinak : diferensiasi normal, tumbuh lambat dan ekspansif, kadang berkapsul, paling
sering keratosis seboroik, klinis (papul coklat-hitam, bisa generalilsata, perabaan kenyal),
terapi (bedah listrik, bedah beku, bedah kimia)
 Tumor ganas : ekspansif, infiltrative sampai merusak jaringan disekitarnya, pertumbuhan
cepat, metastasis lewatn pembuluh darah/ limfe, paling sering adalah karsinoma sel basal
bentuk nodulus, klinis (tidak berambut, warna coklat-hitam, tidak berkilat, diameter 0,5 cm,
pinggir papular, meninggi, anular, di tengah cekung dan bisa jadi ulkus rodent)

Sunburn (sumber dari Medscape)

 Sunburn adalah reaksi inflamasi kutan yang terjadi secara akut


 E : paparan UV berlebihan (berjemur, aktivitas outdoor)
 Bisa superficial/ luka bakar derajat satu
 T : antinyeri, NSAID, kompres dingin, aloe, pelembap kulit
Dermatitis Kontak

Anda mungkin juga menyukai