Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN

DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SEKOLAH LUAR


BIASA (SLB) TADULAKO MANDIRI

PROPOSAL

WAHIDA NUR HASANAH


201601046

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN


DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SEKOLAH LUAR
BIASA (SLB) TADULAKO MANDIRI

PROPOSAL

WAHIDA NUR HASANAH

201601046

Proposal ini telah Disetujui


Untuk Diseminarkan
Tanggal ...... Mei 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Katrina Feby Lestari, S.Kep., M.P.H Ns. Ni Nyoman Udiani, S.Kep., M.Kep

NIK. 20120901027

Mengetahui

Ketua Prodi Ners


STIKes Widya Nusantara Palu

Ns. Hasnidar, S.Kep., M.Kep


NIK. 20110901016

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penelitian...................................................................................3
D. Manfaat Penelitian.................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Tentang Pola Asuh Orang Tua.....................................5
B. Tinjauan Teori Tentang Kepercayaan Diri..........................................11
C. Tinjauan Teori Tentang Anak Retardasi Mental.................................14
D. Kerangka Konsep................................................................................14
E. Hipotesis .............................................................................................15
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian.................................................................................16
B. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................16
C. Populasi dan Sampel...........................................................................16
D. Variabel Penelitian..............................................................................17
E. Defenisi Operasional...........................................................................18
F. Instrumen Penelitian............................................................................18
G. Teknik Pengumpulan Data..................................................................19
H. Analisis Data.......................................................................................19
I. Bagan alur penelitian...........................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................35
LAMPIRAN

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep.....................................................................19


Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian .............................................................25

4
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden


Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

5
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa sekolah pada anak dimulai pada saat anak berusia 6-12 tahun. Pada
masa tersebut anak memiliki fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual, aktif, dan
tidak bergantung kepada orang tua. Anak akan mengalami perubahan yang beragam
pada pertumbuhan dan perkembangannya yang akan mempengaruhi pembentukan
karakter dan kepribadian anak. Anak pada usia ini memiliki pengalaman untuk
belajar bertanggung jawab atas perilakunya sendiri baik dalam bergaul dengan
teman sebaya, orang tua, keluarga, dan lainnya. Selain itu pada masa ini, anak dapat
memperoleh pengetahuan dasar tentang keberhasilan dalam menyesuaikan diri pada
kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan yang baik.1
Begitu pula halnya pada anak dengan retardasi mental, masa sekolah
merupakan masa kita berbicara tentang kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki
anak. Retardasi mental merupakan keadaan di mana perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap yang sering terjadi pada anak, terutama ditandai oleh
adanya gangguan selama masa perkembangan dan pertumbuhan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan
kognitif, bahasa, motorik, komunikasi, dan sosial. Anak retardasi mental
memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan dalam perilaku adaptif di bawah
usianya sehingga anak kurang mampu mengembangkan keterampilan, kemampuan
dan kebiasan-kebiasaan yang dimiliki anak-anak pada usianya.
Menurut World Health Organization (WHO), tercatat sebanyak 15% dari
penduduk dunia atau 785 juta orang mengalami gangguan mental dan fisik. Data
dari American Psychiatric Accociation (APA), SEKITAR 1-3% dari jumlah
penduduk Amerika yang mengalami retardasi mental sedangkan pakistan dan india,

6
menujukkan angka kejadian retarardasi mental berat 12-24%, sedangkan banglades
berkisaran 5-9%. Di asia sendiri ada sekitar 3% dari penduduknya (33.3 jt orang)
yang mengalami retardasi mental. Sedangkan untuk indonesia sendiri gangguan
mental menenpati urutan kesepuluh di dunia. Diperkirakan 85% dari jumlah
tersebut merupakan anak retardasi mental ringan, 10% anak retardasi mental
sedang, 3-4 anak retardasi mental berat dan 1-2 anak retardasi mental sangat berat.
Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2014), didapatkan bahwa 15,3%
populasi dunia mengalami disabilitas sedang, dan 2,9% mengalami disabilitas
parah. Pada populasi usia 0-14 tahun prevelensinya berturut-turut adalah 5,1% dan
0,7%. Sedangkan pada populasi usia 15 tahun atau lebih sebesar 19,4% dan 3,8%.
Populasi penyandang disabilitas di indonesia menurut survei sosial ekonomi
nasional (Susenas) tahun 2012 adalah sebesar 2,45% (6.515.500 jiwa) dari
244.919.000 estimasi jumlah penduduk indonesia dan retardasi mental termaksud di
dalamnya. Terjadi peningkatan prevelensi disabilitas termaksud retardasi mental
pada tahun 2006 sampai 2009 yaitu 0,69% dan menjadi 1,38%, kemudian tahun
2012 yaitu dari 0,92% menjadi 2,45% dari total jumlah penduduk di indonesia.2
Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar ) tahun 2013
menyebutkan jumlah penduduk indonesia yang mengalami disabillitas sebesar 8,3%
dari total populasi. Prevelensinya hasil RISKESDAS tahun 2013 adalah ssebesar
11%. Menurut hasil survei sosial ekonomi nasional ( Susenes ) yang dilakukan Biro
Pusat Statistik ( BPS ) tahun 2012 jumlah penyandang disabilitas di indonesia
sebanyak 6.008.661 orang. Dari jumlah tersebut sekitar 402.817 orang penyandang
retardasi mental. Kejadian keterbelakangan mental cukup besar. Terutama di
negara-negara berkembang. Data dari direktorat kesehatan anak dan kementrian
kesehatan di indonesia tahun 2012 memiliki 4.253 (6%) anak dengan cacat mental.
Provinsi dengan prevelensi disabilitas tertinggi adalah sulawesi tengah
(23,8%) dan yang terendah adalah papua barat (4,6%). Terdapat 6 provinsi yang
merupakan 10 provinsi tertinggi baik di SUSENAS tahun 2012 maupun
RISKESDAS tahun 2013 yaitu Gorontalo, NTB, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

7
Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Terdapat 4 provonsi yang merupakan
10 provinsi terendah baik di SUSENAS tahun 2012 dan RISKESDAS tahun 2013
yaitu : Papua, Papuan Barat, Kepulauan Riau, dan Banten, sedangkan Jawa Tengah
sendiri berada di urutan ke 16 yaitu dengan presentase 10,1%.
Karakteristik khusus anak retardasi mental yang membedakannya dengan
anak lain dapat terlihat secara fisik yaitu wajah lebar, bibir tebal atau sumbing,
mulut menganga terbuka, dan lidah biasanya menjulur keluar. Anak dengan
retardasi mental juga mengalami kesulitan dalam merawat diri, kesulitan dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, serta keterbatasan dalam sensori dan
gerak. Hal inilah yang membuat mereka memiliki rasa kepercayaan diri yang
kurang.
Kepercayaan diri seorang anak juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua
yaitu bagaimana orang tua menyediakan kebutuhan anak, melayani keperluan anak,
melatih kemandirian anak, dan mengajarkan norma keluarga. Pola asuh yang baik
akan membuat anak percaya diri sehingga anak dapat bersosialisasi dengan
lingkungannya tanpa adanya penarikan diri dari anak tersebut. Peran dan tingkah
laku orang tua adalah cerminan untuk pembentukan kepribadian yang baik,
sedangkan kepribadian yang baik itu didasari oleh kepercayaan diri anak yang baik.
Pada anak retardasi mental yang mempunyai rasa tidak percaya diri terhadap
kekurangan yang dimilikinya memerlukan pola pengasuhan orang tua yang baik
agar dapat mengembalikan rasa percaya diri anak. Cara yang dapat dilakukan antara
lain memberikan kesempatan pada anak untuk berpendapat, mengungkapkan
keinginannya, melakukan hal yang ia mau tanpa dikekang oleh siapapun dan selalu
memberikan cinta, perhatian, dan kasih sayang yang lebih dari orang tua.3
MANA penelitian terkait? pake 2 jurnal. Coba cari jurnal yg focus ke anak
retardasi mental apakah dari segi pola asuhnya atopun dari segi kepercayaan diri. yang
pasti pada retardasi mental
Menurut data yang didapat dari SLB Tadulako Mandiri, jumlah anak retardasi
mental yang berada di kelas 2 sampai kelas 6 berjumlah 21 siswa. Berdasarkan hasil

8
wawancara dengan salah satu guru yang berada di sekolah mengatakan bahwa
banyak anak-anak retardasi mental di SLB Tadulako Mandiri yang memiliki
kepercayaan diri yang rendah. Apabila anak tersebut di ajak berkomunikasi oleh
orang baru, biasanya anak tersebut hanya diam tertunduk bahkan sampai lari untuk
bersembunyi. Akan tetapi adapula sebagian anak yang dapat diajak berkomunikasi
walaupun komunikasinya kurang baik. . Atas pertimbangan itulah peneliti tertarik
untuk meneliti tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri pada
anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri pada anak
retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menunjukkan hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri pada
anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pola asuh orang tua pada anak retardasi mental di Sekolah
Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.
b. Mengidentifikasi kepercayaan diri pada anak retardasi mental di Sekolah
Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.
c. Untuk membuktikan hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri
pada anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi STIKes Widya Nusantara Palu

9
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat di keperawatan khususnya
ilmu keperawatan STIKes Widya Nusantara diharapkan penelitian ini dapat
memperkaya dan membantu dalam mengembangkan perkembangan sosial pada
anak retardasi mental di bidang ilmu keperawatan khususnya yg berhubungan
dengan kepercayaan diri anak retardasi mental di sekolah luar biasa (SLB)
tadulako mandiri.
2. Bagi Orang Tua dengan Anak Retardasi Mental
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan orang tua khususnya
dalam tugas atau peran mendidik anak retardasi mental yang baik sehingga anak
mampu bersosialisasi dan mandiri dalam kehidupannya.
3. Bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri
Di harapkan dengan adanya penelitian ini dapat menurunkan angka kejadian
kurangnya kepercayaan diri pada anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa
(SLB) Tadulako Mandiri

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Pola Asuh Orang Tua


1. Pengertian
Menurut Santrock4 Pola asuh orang tua merupakan suatu proses mendidik,
membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan sesuai dengan norma dalam masyarakat. pola asuh orang tua
merupakan suatu kecendrungan cara-cara yang dipilih dan dilakukan oleh orang
tua dalam mengasuh anak. Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara
anak dengan orang tua bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (seperti
makan,, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman,
kasih Sayang, dan lain-lain), tetapi juga mengajarkan norma- norma yang
berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkaungannya.
Pola asuh orangtua dalam perkembangan anak merupakan cara yang
digunakan dalam proses interaksi berkelanjutan antara orangtua dan anak untuk
membentuk hubungan hangat, dan memfasilitasi anak untuk mengambangkan
kemampuan anak seperti perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa,
dan kemampuan sosial sesuai dengan tahan perkembangannya.5
2. Tipe Pola Asuh Orang Tua
Terdapat beberapa pendapat mengenai tipe pola asuh orangtua di antaranya
adalah tipe pola asuh menurut Wong (2013). Wong berpendapat bahwa tipe
pola asuh orangtua, yaitu :
a. Pola asuh otoriter (Diktator)
Wong (2013) menjelaskan pola asuh otoriter (Diktator) adalah pola asuh
orangtua yang mencoba untuk mengontrol perilaku dictator dan sikap anak

11
melalui perintah perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak
boleh dipertanyakan. Mereka menilai dadn memberi penghargaan atas
kepatuhan absolut, sikap mematuhi kata-kata meraka dan menghormati prinsip
serta kepercayaan keluarga tanpa kegagalan. Orangtua menghukum secara
paksa setiap perilaku yang berrlawanan dengan standar orangtua. Otoritas
orangtua dilakukan dengan penjelasan yang sedikit dan keterlibatan anak yang
sedikit dalam mengambil keputusan.
Pola asuh otoriter hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi
mungkin berupa penarikan diri dan rasa cinta dan pengakkuan. Latihan yang
hati-hati serinng kali mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada anak,
yang cenderung untuk menjadi sensitif, pamalu, menyadari diri sendiri, cepat
lelah, dan tunduk. Mereka cenderung lebih sopan, setia, juujur, dan dapat
diandalkan tetapi mudah dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat
ketika penggunaan kekuasaan diktraktor orangtua disertai dengan supervisi
ketat dan tingkat kasih sayang yang masuk akal. Jika tidak, pengunaan
kekuasaan diktraktor lebih cendrung untuk dihubungkan dengan perilaku
menentang dan antisosial. 6
b. Pola asuh permisif ( Laissez-Faire)
Wong (2013) menjelaskan pada pola asuhn ini, orangtua memiliki
sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka.
Orangtua yang bermaksud baik ini bingung antara sikap permisif dan
pemberian izin. Mereka menghindari untuk memaksa standar perilaku mereka
dengan mengizinkan anank meraka untuk mengatur aktivitas sendiri sebanyak
mungkin. Orangtua menganggap diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak
bukan merupakan model peran. Tetapi jika peraturan memang ada, orangtua
menjelaskan alasasn yang mendasarinya, mendukung pendapat anak dan
berkonsultasi dengan mereka dalam mebuat keputusan. Mereka memberlakukan
kebebas dalam bertindak, disiplin inkonsisten, tidak menetapkan batsan-
batasanyang masuk akal, dan tidak mencegah anak merusak rutiniitas dirumah.

12
Orang tua jarang menghukum anak karena sebagian besar perilaku dianggap
dapat dditerima. Meraka sangat memanjakan dan menuruti segala keinginan
anak. Anak-anak dari orangtua yang permisif sering kali tidak mematuhi, tidak
menghormati, kurang percaya diri, tidak bertanggung jawab dan secara umum
tidak mematuhi kekuasaan
c. Pola asuh demokratis
Wong (2013) menjelaskan pola assuh demokratis adalah pola asuh
orangtua yang mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan
alasan peraturan secara negartif anak dan mengizinkan mereka untuk
meyuarakan keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontorl
orangtua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan dukungan, pengertian, dan
keamanan. Kontrol difokuskan pada masalah, tidak ada penarikan rasa cinta
atau takut pada hukuman. Orangtua membantu pengarahan diri pribadi, yaitu
suatu kesadaran mengatur perilaku berdasarkan perasasan bersalah atau malu
untuk melakukan hal yang salah, bukan karena takut terperangkap atau takut
dihukum. Standar realisasi orangtua dan harapan masuk akal menghasilkan
anak dengan harga diri tinggi, sangat interaktif dengan anak lainnya.
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mendorong anak-ank agara
mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian ataas tindakan-
tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensi dimungkinkan dan
orangtua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Bila
perilaku anak memenuhi standar yang diharapakan, orangtua yang demookratis
akan menghargainya dengan pujian atau persetujuan orang lain . 7
Tipe mengasuh anak yang paling berhasil tampaknya adalah metode
otoritatif. Orangtua tidsk membuat batasan yang kaku ddan memaksa, tetapi
tetap mempertahankan kontrol yang kuat, terutama pada area ketidaksepakatan
orangtua dan anak. Sikap permisif disesuaikan dengan penetapan batas-batas
yang masuk akal dan konsisten. Orangtua saling membagi kekuasaan, dan

13
kedua orangtua menjadi pemimpin tetapi mendengarkan apa yang dipikirkan
oleh anak.
3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua terhadap


anak adalah :

a. Kesamaan dengan disiplin yang digunakan orangtua


Jika orangtua mereka memberikan pola asuh yang baik maka akan
meraka tetapkan juga pada anak mereka, namun sebaliknya jika kurang sesuai
maka akan digunakan cara yang berlawanan.
b. Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok
Semua orangtua lebih dipengaruhi oleh apa yang anggota kelompok
mereka dianggap sebagai cara terbaik, dari pada pendirian mereka sendiri
mengenai apa yang terbaik.
c. Usia orangtua
Orangtua yang lebih muda cenderung demokratis dan permisif
dibandingkan dengan meraka yang tua. Maka cenderung mengurangi kendali
ketika anak beranjak dewasa.
d. Pendidikan orangtua
Pendidikan orangtua mempengaruhi bagaimana orangtua menerima
informasi yang baru. Mereka lebih cenderung terbuka dan mau menerapkannya.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua serta pengalaman sangat
berpengaruh dalam mengasuh anak. Pendidikan akan memberikan dampak bagi
pola pikir dan pandangan orangtua dalam mendidik anaknya. Orangtua nyang
memiliki tingkat pendidikan dan wawasan ynang tinggi akan memperhatikan
dan merawat anak sesuai dengan usia perkembangannya dan akan menunjukkan
penyesuain pribadi dan sosial yang lebih baik yang kakan membuat anak
memiliki pandangan positif terhadap orang lain dan masyarakat.
e. Jenis kelamin

14
Wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan kebutuhannya
dibandingkan dengan pria dan mereka cenderung kurang otoriter. Hal ini
berlaku untuk orangtua maupun pengasuh lainnya.
f. Status sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi sangat mempengruhi pola asuh yang dilakukan
oleh suatu masyarakat, rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup
baik akan memilih pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anak. Untuk
anak-anak yang hidup dalam kemiskinan, watak yang terbentuk akan lebih
keras karena faktor-faktor lain dalam lingkungan sosial anak disamping
orangtua telah ditemukan memiliki dampak ada perkambangan anak. Orangtua
dari kalangan menengah ke bawah akan lebih otoriter dan memaksa dari pada
mereka yang dari menengah ke atas.
g. Konsep menganai peran orang dewasa
Orangtua yang mempertahankan konsep tradisional mengenai peran
orangtua, cenderunng lebih otoriter dibandingkan orangtua yang telah
menganut konsep modern.
h. Jenis kelamin anak
Orangtua pada umumnya akan lebih keras terhadap perempuannya dari
pada anak lakilakinya.
i. Usia anak
Pola asuh otoriter digunakan untuk anak kecil, karena anak-anak tidak
mengerti penjelasan sehingga mereka memusatkan perhatian pada pengendalian
otoriter
j. Situasi
Ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diganjar hukuman, sedangkan
sikap menantang, negativisme, dan agresi kemungkinan lebih mendorong
pengendalian yang otoriter. Faktor lainnya yang mempengaruhi pola asuh
adalah pengasuh pendamping dan budaya.
k. Pengasuh pendamping

15
Orangtua terutama ibu yang bekerja di luar rumah dan memiliki lebih
banyak waktu di luar rumah, seringkali mempercayakan pengasuhan anak kepada
nenek, tante atau keluarga dekat lainnya. Bila tidak ada keluarga tersebut maka
biasanya anak di percayakan pada pembantu (babysitter). Dalam tipe keluarga
seperti ini, anak memperoleh jenis pengasuhan yang komleks sehingga
pembentukan kepribadian anak tidak sepenuhnya berasal dari pola asuh orang
tua.
l. Budaya
Seringkali orangtua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat
dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam
mendidik anak kearah kematangan. Orangtua mengharapkan kelak anaknya dapat
diterima di masyarakat dengan baik. Oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan
masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orangtua dalam
memberikan pola asuh pada anaknya.
4. Cara mengukur pola asuh orang tua
indikator pola asuh orangtua diperoleh dari ciri-ciri pola asuh yang
orangtua berikan kepada anaknya.
a. Pola asuh otoriter
1) Kurang komunikasi
2) Sangat berkuasa
3) Suka menghukum
4) Selalu mengatur
5) Suka memaksa
6) Bersifat kaku
b. Pola assuh demokratis
1) Suka berdiskusi dengan anak
2) Mendengarkan keluhan anak
3) Memberi tanggapan
4) Berkomunikasi yang baik

16
5) Tidak kaku/luwes
c. Pola asuh permisif
1) Kurang membimbing
2) Kurang kontrol kepada anak
3) Tidak pernah menghukum ataupun memberi ganjarang pada anak
4) Anak lebiih berperan dari orangtua
5) Memberi kebebasan pada anak.

B. Tinjauan Teori Tentang Kepercayaan Diri


1. Pengertian
Kepercayaan diri itu berasal dari kata self, merupakan salah satu aspek
sekaligus inti kepribadian seseorang yang didalamnya meliputi segala
kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita . Kepercayaan diri adalah
kepribadian yang berbeda yang di miliki setiap manusia, begitu pula dengan
halnya seorang siswa. Didalam diri terdapat kepribadian yang meliputi banyak
aspek.8
Percaya diri adalah kepercayaan seseorang dalam kesanggupannya untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan. Kepercayaan akan kesanggupan
menghadapi tantangan hidup baik yang beerupa pekerjaan ataupun tugas
merupakan bentuk kepercyaan diri. Semakin sanggup pula untuk melaksanakakn
tugaas menunjukkan semakin besar pula kepercayaan diri, begitu pula
sebaliknya. Leonnetti.9
Kepercayaan diri merupakan salah satu bagian dari self-efficacy”. Self-
nefficacy dapat meningkatkan atau menurun melalui persuasi orang lain pada
kondisi adanya rasa percya diri kepada yang memberikan persuasi secara verbal.
Membuat keyakinan menjadi suatu kenyataan membutuhkan keterampilan dan
tindaakan yang mendukung terutama adalah bagian dari kepercayaan diri.
Siswa yang percya diri mampu mengubah dirinya dari yang tertekan dan
depresi menghadapi kesulitan belajar menjadai siswa yang bertekad bulat untuk

17
mampu dan berhasil dalam belajar. “ kepercayaan diri adalah kemampuan
mengubah perasaan yang semula depresi menjadi bertekad bulat”.10
Siswa yang percaya diri memiliki kemampuan mengaktualisasi diri,
memiliki kecerdasaan emosional dan sosial, memiliki motivasi dan berkarakter
terbuka.11 mengungkapkan bahwa siswa yang prcya diri adalah siswa yang
memiliki kempuan antara lain:
a. Self actualization, meliputi kemampuan berkreasi dan mengekpresikan diri,
memiliki keyakinan pada kemampuan dan potensi sejati
b. Esteem Needed, meliputi kemampuan berusaha sebaik mungkin untuk meraih
prestasi yang baik
c. Kecerdasan emosi ( socail skill), meliputi pembawaan yang baik dan terasah,
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan mampu menghadapi kritikan
dan memiliki kemampuan penerimaan diri.
d. Motivasi , meliputi kemampuan berfikir positif dan optimisme, mampu
menghadapi kritikan dan memiliki sikap yang tenang
e. Karakter ekstrovert, meliputi kemampuan mencermati makna kegagalan,
mampu mengubah hidup dan keluar dari masalah dan berbicara dengan lancar
dan benar.
Berdasarkan dari berbagai defenisi maka kepercayaan diri adalah
keyakinan yang berasal dari diri dan jiwa yang berupa kesanggupan dalam
menghadapi tantangan dan persoalan yang membutuhkan keterampilan dan
prinsip untuk menumbuhkan kepercayaan sehingga mampu untuk keluar dari
perasaan depresi menjadi bertekad bulat.
2. Penyebab hilangnya kepercayaan diri
Hilangnya kepercayaan diri pada anak di sebabkan oleh beberapa faktor
yaitu :
a. Terabaiakan oleh orangtua. Anak-anak yang tumbuh tanpa mendapatkan
cinta dan kasih sayanng yang cukup akan merasa terabaikan dan bersikap

18
acuh tak acuuh saat merekaa dewasa. Meraka akan merasa kesulitan untuk
mempercayai dan bergaul dengan orang lain.
b. Kritikan yang berlebih. Saat seorang anak terus-menerus diingatkan bahwa
dia nakal membuatnya depresi dan hilang percaya diri. Kejadian-kejadian
seperti ini akan menyebabkan dirinya merasa tidak berharga, membuatnya
menjadi pesimis dan enggan untuk melakukan sesuatu yanng positif.
c. Penampilan fisik. Karena penampilan fisik sangat mempengaruhi
seseorang. Penampilan yang buruk akan membuat seseorang merasa rendah
diri saat memmbandingkan dirinya dengan orang yang berpenampilan lebih
baik. Ini akan menciptakan perasaan malu, yang menyebabkan mereka
mengisolasi diri dari kehidupan sosial.
d. Kekerasan terhadap anak. Anak yang kurang percaya diri biasanya pernah
mengalami kekerasan yang menyebabkan kerusakan fisik maupun
mentalnya. Kekerasan fisik ini merupakan kejahatan seksual terhadap anak
yang biasanya bisa disembuhkan. Akan tetapi, kekerasan terhadap mental
akan membekas sangat dalam dan sangat sulit disembuhkan.
3. Dampak dari hilangnya kepercayaan diri
Anak yang kehilangan kepercayaan diri akan menjadi seseorang yang
pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk
menyampaikan gagasan, bimbang dalam menentukan pilihan dan sering
membanding- bandingkan dirinya dengan orang lain, anak sering mengabaikan
hidupnya dan bersikap negatif. Dampak dari hilangnya kepercayaan diri dapat
mempengaruhi emosi seseorang dan mempunyai dampak yang serius (Tama
Sofiani, 2008).
4. Upaya mengatasi ketidakpercayaan diri
a. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan potensi-potensi
yang dia miliki.
b. Ajak anak untuk berbicara apa yang dia rasakan shingga kita bisa
mengetahui apa penyebab anak tidak percaya diri.

19
c. Jangan omeli kerena omelan yang berbaur negatif yang anak terima bisa
menyebabkan anak tidak percaya diri dan menganggap buruk tentang diri
mereka sendiri.
d. Ajarkan mereka cara menyelesaikan masalah
e. Biarkan mereka mengambil keputusan yaitu tentang apa yang mereka mau
gunakan dan makanan apa yg mereka sukai.

C. Tinjuan Teori Tentang Anak Retardasi Mental


1. Pengertian
Retardasi mental (RM) didefenisikan sebagai fungsi intelektual yang
subnormal untuk tahap perkembangan anak. Timbul bersamaan dengan defisit
dalam perilaku adaptif ( merawat diri sendiri, urusan rumah tangga sehari-hari,
komunikasi dan interaksi sosial). Derajat retardasi mental memiliki label
edukasional. Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Pada klasifikasi mental educable, anak mengalami gangguan
bahasa, tetapi masih mampu menguasainya, umumnya meraka masih mampu
mengurus diri sendiri(Marcante, 2014).
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap yang sering terjadi pada anak, terutama ditandai oleh adanya
gangguan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan
sosia. Anak retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan
dalam perilaku adaktif dibawah usianya sehingga anak yang mengalami retardasi
mental kurang mampu mengembangkan keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan
yang dimiliki anak usianya. Ranah kognitif yang mencangkup kegiatan mental
(otak) atau kemampuan intelektual, yangn dibutuhkan untuk melakukan berbagai
aktivitas mental.12
Retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensi yang
kurang(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).

20
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,tetapi
gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo= kurang atau sedikit dan fren = jiwa ) atau tuna mental. 13
2. Etiologi
Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh kembang
seorang anak. Seperti yang kita ketahui faktor penentunya tumbuh kembang seorang
anak pada garis besarnya adalah faktor genetik faktor ini sendiri yang menentukan
sifat bawaan anak tersebut dan faktor lingkungan juga bisa menjadi faktor penentu
terjadinya retardasi mental karena lingkungan masuk dalam konteks tumbuh
kembang dimana anak itu berada. Lingkungan pun berfungsi sebagai penyedia
kebutuuhan dasar anak untuk tumbuh kembang.
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang ini secara garis besar dapat
digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)
1) Pangan (gizi, merupakan kebutuhan paling penting)
2) Perawatan kesehatan dasar ( imunisasi, Asi)
3) Papan (pemukiman yang layak)
4) Hygiene, sanitasi
5) Sandang
6) Kesegaran jasmani
b. Kebutuhan emosi / kasih sayang
Pada tahun ke tahun pertama kehidupan hubungan erat, mesra dan selaras
antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin suatu proses
tumbuh kembang yang selaras, baik fisik, mental maupun sosial.
c. Kebutuhuan akan stimulasi mental merupakan cikal bakal proses pembelajaran
(pendidikan dan pelatihan ) pada anak. Stimulasi mental ini menbantu
perkembangan psikososial ( kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas,
kepribadian, dan moral-etika. Perkembangan ini di sebuut perkembangan
psikomotor.

21
Kelainan/penyimpangan tumbuh kembang pada anak terjadi akibat
gangguan pada interaksi antara anak dan lingkungan tersebut, sehingga
kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi. Keadaan ini dapat menyebabkan
morbiditas anak, bahkan dapat berakhir dengan kematian. Kalaupun kematian
dapat diatasi, sebagian besar anak yang telah berhasil tetap hidup ini mengalami
akibat menetap dari penyimpangan tersebut yang dikategorikan sebagai
kecatatan, termaksud retardasi mental
3. Penatalaksanaan
a. Obat-obatan yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi mental adalah
obat yang menekan gejala.gejala hiperkinetik. Metilfenidat (ritalin) dapat
memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif dan fluoksetin kedang-
kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar
pada umumnya diberikan tioridazin
b. Psikoterapi dapat diberikan pada anak retardasi mental maupun kepada orang
tua anak tersebut. Walaupun tidak menyembuhkan tetapi dengan psikoterapi
dan obat-obatan dapat diusahakan perubhan sikap, tingkah laku dan adaptasi
sosialnya.
4. Pencegahan
Pencegahan retardasi mental dapat di cegah melalui primer (mencegah timbulnnya
retardasi mental), atau sekunder (mengurangi manifestasi klinis retardasi mental)
dan pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus
sebaiknya di SLB. Sebab-sebab retardasi mental dapat dicegah antara lain infeksi,
trauma, intoksikasi, gangguan metabolisme, kelainan genetik.

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang
dilakukan dan memberi landasan yanng kuat terhadap topik yang dipilih sesuai
dengan identifikasi masalanya.14 Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini
sebagai berikut :

22
Variabel independen Variabel Dependen

Kepercayaan Diri pada anak Retardasi


Pola asuh orang tua
mental
(input)
(output)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

E. Hipotesis
Terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri pada anak retardasi
mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.

23
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini digunakan adalah penelitian Kuantitatif. Kuantitatif
merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena
serta hubungan-hubungannya.15 Desain yang digunakan pada penelitian ini bersifat
analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dalam pengukuran dan
pengamatan dilakukan pada saat bersamaan, dan dalam penelitian ini bertujuan
untuk menunjukkan apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan
diri pada anak retardasi mental di SLB Tadulako Mandiri.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SLB Tadulako Mandiri.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2020.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data atau subjek penelitian yang diperlukan
dalam suatu penelitian16, Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua
siswa di SLB Tadulako Mandiri sebanyak …… orang.

24
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. Besar sampel yang digunakan adalah 21 orang. Teknik pengambilan
sampel menggunakan Total sampling yaitu teknik mengambil keseluruhan
jumlah total populasi (Notoatmodjo 2018). Adapun kriteria inklusi yang harus
dimiliki dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental pada kelas 4 dan 5
b. Bersedia menjadi responden

D. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala, ukuran, ataupun ciri yang dimiliki oleh anggota suatu
kelompok yang bervariasi atau berbeda dengan anggota kelompok lainnya,
merupakan objek dari suatu penelitian.
1. Variabel Independen
Variabel independen atau disebut juga variabel bebas, yaitu keberadaan
dari karakterisktik tertentu dari subjek penelitian yang membawa perubahan
terhadap variabel lainnya (Notoatmodjo 2010). Variabel independen pada
penelitian ini adalah pola asuh orang tua.
2. Variabel dependen
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dapat berubah
akibat pengaruh variabel independen (Notoatmodjo, 2010). Variabel dependen
pada penelitian ini adalah kepercayaan diri.

E. Definisi Operasional
1. Pola asuh orang tua
Definisi : Cara yang dilakukan orang tua dalam mendidik, mengasuh,
membimbing, dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-
anaknya. Pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga yaitu pola asuh

25
demokratis yang memungkinkan orang tua dan anak saling
menyesuaikan diri, memprioritaskan kepentingan anak tetapi dapat
mengendalikan dengan berbagai keadaan anak., pola asuh otoriter
merupakan pengasuhan yang kaku dan memaksa anak untuk selalu
mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan, serta pola asuh
permisif memungkinkan orang tua memiliki sedikit kontrol atau
tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian Kuisioner
Skala : Ordinal
Hasil ukur :
a. Pola asuh otoriter jika didapatkan nilai bimbingan tinggi dan hubungan
rendah
b. Pola asuh demokratis jika didapatkan nilai bimbingan tinggi dan
hubungan tinggi
c. Pola asuh permisif jika didapatkan nilai hubungan tinggi dan bimbingan
rendah.
2. Kepercayaan Diri
Definisi : Kepercayaan diri adalah penilaian yang relatif tentang
tetap tentang diri sendiri, mengenai kemampuan, bakat,
kepemimpinan, inisiatif, dan sifat-sifat lainnya, serta
kondisi yang mewarnai perasaan manusia.
( Iswidharmanjaya dan Enterprise, 2014:20-21).
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian Kuesioner
Skala : Ordinal
Hasil ukur : Percaya diri apabila nilai ≥ mean/ median
Kurang percaya diri apabila nilai < mean/ median

26
F. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan yaitu kuesioner yang dikutip
dari penelitian Endah Fitriyani . Kuesioner ini diisi responden dengan bimbingan
peneliti. Kuesioner pola asuh orang tua terdiri dari 28 pernyataan. Apabila
responden menjawab tidak pernah nilai skornya 1, kadang-kadang nilai skor 2,
sering nilai skor 3. Kuesioner kepercayaan diri diambil dari penelitian Sanjaya
terdiri dari 8 pernyataan. Apabila responden menjawab tidak pernah nilai skornya 1,
kadang-kadang nilai skornya 2, dan sering nilai skornya 3.

G. Teknik pengumpulan data


Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa data. Jenis data yang
digunakan adalah :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui responden pada penelitian. Data
primernya diambil dari kuesioner pola asuh orang tua dan kuesioner
kepercayaan diri yang diisi responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data atau informasi yanng telah tersedia dari hasil
pengumpulan data untuk keperluan tertentu, yang dapat digunakan sebagian atau
seluruhnya sebagai sumber penelitian. Dalam penelitian ini data sekunder adalah
data jumlah siswa yang diambil dari SLB Tadulako Mandiri.

H. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan cara analisis yaitu untuk mengetahui frekuensi
dan proporsi masing-masig variabel yang diteliti. Setelah data dikumpulkan, data
tersebut dilakukan pengolahan dengan menggunakan SPSS 16 (Sugiyono, 2017).
1. Analisis Univariat

27
Analisis Univariat yaitu analisis yang diperoleh dari hasil dalam bentuk
presentase dan disajikan dalam bentuk tabel ( Sugiyono, 2017).

Rumus :
f
p = ___ x 100%
n

Dimana :P = presentase
f = jumlah jawaban
n = jumlah

Analisis Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-


masing variabel yang di teliti, variabel dependen maupun independen, pada
analisis univariat data yang di peroleh dari hasil.

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis tiap-tiap
variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan suatu distribusi frekuensi dan
presentasen dari masing-masing variabel ( Sugiyono, 2017).
Adapun uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square. Uji chi
square adalah salah satu jenis uji komparatif non parametris yang dilakukan
pada dua variabel, di mana skala data kedua variabel adalah nominal. Apabila
dari 2 variabel, ada 1 variabel dengan skala nominal maka dilakukan uji chi
square dengan merujuk bahwa harus gunakan uji pada derajat yang terendah.

1. Uji χ2 untuk ada tidaknya hubungan antara dua variabel (Independency test).

28
2. Uji χ2 untuk homogenitas antar- sub kelompok (Homogenity test).
3. Uji χ2 untuk Bentuk Distribusi (Goodness of Fit)

Rumus :

Keterangan :
O = frekuensi hasil observasi
E = frekuensi yang diharapkan.
Nilai E = (Jumlah sebaris x Jumlah Sekolom) / Jumlah data
df = (b-1) (k-1).
Apabila uji chi square tidak memenuhi syarat maka kita akan menggunakan uji
Fisher’s Exact.

29
I. Bagan Alur Penelitian

Identifikasi Masalah

Mengurus Surat Izin


Penelitian

Populasi
Semua orang tua siswa di SLB Tadulako
Mandiri berjumlah …. orang

Sampel
Sampel sebanyak 21 orang dengan teknik Total Sampling

Informed Consent
Menjelaskan dan meminta persetujuan responden

Pengumpulan Data
Menggunakan Data Primer dan Data Sekunder

Variabel Independen Variabel dependen


Pola Asuh orangtua Kepercayaan diri

Analisis Data
Uji Chi Square

30
Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Alur penelitian

DAFTAR PUSTAKA

31
1
Diyantini, et al. Perkembangan anak usia sekolah. Jurnal universitas muhammadiyah. Malang
(2015). MASA JURNAL TIDAK ADA VOLUMENYA BERAPA?

2
Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan. Hasil Utama Riset Kesehatan
Dasar. Kementrian Kesehat Republik Indonesia. Populasi penyandang disabilitas indonesia
( 2014).

3
Geniofam mengasuh anak berkebutuhan khusus. jurnal kebidanan vol.7 No. 15. Yogyakarta
(2010). ISSN.2089-7669

4
Santrock , j . w . Perkembangan anak edisi kesebelas jilid 2. Jakarta : penerbit erlangga 2015.
5
Kurniawati., Lisnah ., Wiwik, N., & Zulfa, A. Hubungan anatara pola asuh orang tua dengan
perkembangan anak toddler (usia 1-3 tahun ) di kelurahan bener kecamatan wiradesa kabupaten
pekalongan. Jurnal keperawatan. Sekolah tinggi kesehatan muhammadiyah pekajangan
pekalongan 2015..
6
Wong et, all. Buku ajar keperawatan pediatrik. Cetakan pertama jakarta (ID) : EGC. Ekasari
2013.

7
Hurlock. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan Edisi V.
Jakarta (ID). Erlangga 2015.

8
Leonard . 2013. Teori kepercayaan diri. Jurnal formatif 6 (1) : 50 - 61

9
Mulya .N.R. 2012. Teori kepercayaan diri terhadpat prestasi belajar. Juurnal formatif. 2 (3), 218

10
Nierenberg. G.I . 108. Teori membaca pikiran seseorang. Yogyakarta . Divapress 2012.
11
Ikeda : 173. Kemampuan dan potensi kepercayaan diri. Jakarta. Pt ufuk publising house 2012.

12
Robbins dan judge (2009). Ranah kognitif retardasi mental. Public Health perspective. Jurnal 2.
(1).2017.

13
Muhith . Retardasi mental. Universitas muhammadiyah semarang 2015.

14
Sugiyono .. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D . Alfabeta : Bandung. 2015

15
Sugiyono. Statistika untuk penelitian. Penerbit alfabeta : Bandung 2017.
16
Notoatmodjo. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta
2012.

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi Ners STIKes Widya
Nusantara Palu :
Nama : Wahida Nurhasanah
NIM : 201601046
Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan pola asuh orang tua dengan
kepercayaan diri pada anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.”
Untuk terlaksananya kegiatan tersebut, Saya mohon kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dengan
cara mengisi kuesioner berikut. Jawaban Saudara akan Saya jamin kerahasiaannya dan hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila Saudara berkenan mengisi kuesioner yang terlampir,
mohon kiranya Saudara terlebih dahulu bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden (informed consent).
Demikianlah permohonan Saya, atas perhatian serta kerjasama Saudara dalam penelitian ini,
Saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Peneliti

(Wahida Nurhasanah)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh
Wahida Nurhasanah (201601046), mahasiswa Prodi Ners STIKes Widya Nusantara Palu yang berjudul
“Hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri pada anak retardasi mental di Sekolah
Luar Biasa (SLB) Tadulako Mandiri.” Saya mengerti dan memahami bahwa penelitian ini tidak
akan berakibat negatif terhadap saya, oleh karena itu saya bersedia untuk menjadi responden pada
penelitian ini.

Palu,.................2020

Responden
(........................................)

KUESIONER

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK
RETARDASI MENTAL DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)
TADULAKO MANDIRI

No Responden :
Tanggal Pengambilan :

A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Alamat :
5. Pendidikan :
6. Pekerjaan :

B. KUESIONER POLA ASUH ORANG TUA


Petunjuk pengisian :
1. Pilihlah salah satu jawaban yang bapak/ibu yakini paling benar dengan memberikan
tanda check list (√ )
Keterangan :
TP : Tidak pernah
KD : Kadang- kadang
SR : Sering
SS : Sangat sering ATO SELALU YANG KAMU MAKSUD (KENAPA DI
INSTRUMEN TIDAK ADA PILIHAN INI)
2. Isilah jawaban sesuai dengan pendapat dan keadaan yang sebenarnya
3. Tanyakan jika ada hal yang kurang jelas atau kurang di mengerti

No PERTANYAAN PENILAIAN
KOK PERNYATAAN BEGINI? KAN YANG JADI
TP KD SR SS
RESPONDEN ADALAH ORANG TUA? COBA
KAMU BACA PERNYATAAN INI. SEAKAN-AKAN
YANG MENGISI KUESIONER ADALAH ANAKNYA
1 Orang tua saya selalu menemani kemana saya pergi
2 Orang tua selalu mencemaskan kalau saya pergi sendiri
keluar daerah
3 Orang tua saya selalu menelpon saya setiap waktu
4 Orangtua mengatur waktu jam belajar saya
5 Orang tua saya tidak percaya saya bisa mengerjakan sendiri
tugas yang ada dirumah
6 Orangtua selalu mengatakan “Bodoh”, jika saya tidak dapat
melakukan tugas yangdiberikan orangtua dengan baik
7 Ketika saya melakukan kesalahan, orang tua lansung
memberikan hukuman yang berat
8 Orang tua saya mengontrol apa yang boleh saya tonton

9 Orang tuaku marah saat aku bergaul dengan temanku yang


nakal tanpa memberitahu alasannya
10 Orang tua membantu menyelesaikan masalah saya dengan
syarat saya harus tidak boleh membantah apa yang orang
tua inginkan
11 Orang tua sama sekali tidak pernah menanyakan masalah
yang saya hadapi
12 Permasalahan yang terjadi pada saya, saya selesaikan
sendiri tanpa bantuan dari orang tua
13 Disaat saya terlambat pulang sekolah, orangtua selalu
marah tanpa menanyakan alasan keterlambatan ku.
C. KUESIONER KEPERCAYAAN DIRI

Pernyataan (no 4 5 dan 7 dari mana orang tua bisa tahu perilaku TP KD SR
anaknya tersebut ?)
1. Anak saya berusaha menyelesaikan tugas tanpa bantuan orang
lain
2. Anak saya tidak mudah putus asa dalam mengerjakan tugas
yang diberikan guru
3. Anak saya berani mengungkapkan pendapat ketika sedang
berbicara
4. Anak saya berani tampil di depan kelas
5. Anak saya berani mengungkapkan kemampuan yang dia
miliki di depan kelas
6. Anak saya mampu menjelaskan tugas yang diberikan oleh
guru
7. Anak saya selalu mengumpulkan tugas tepat waktu
8. Anak saya mengerjakan tugas tanpa disuruh oleh saya

Anda mungkin juga menyukai