Oleh
Kelompok V
Ariana Yuni Syarofah (A 241 18 011)
Amina Musdalifa (A 241 18 050)
Ashari (A 241 18 079)
Asmaul Syahril (A 241 18 067)
Lili Eka (A 241 16 )
Ma’rifah Arwan (A 241 18 055)
Utari Faradisa (A 241 18 035)
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, rumusan masalah yang akan
dipecahkan yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana tata cara pengaduan tindak pidana korupsi ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pengadu tindak pidana korupsi ?
1.3.Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang ada, tujuan penulisan makalah ini yaitu
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui tata cara pengaduan tindak pidana korupsi.
2. Untuk mengetahui terkait perlindungan hukum bagi pengadu tindak pidana
korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi di Indonesia telah melibatkan banyak kalangan,
baik di pusat maupun di daerah, lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan tokoh
masyarakat. Korupsi sendiri berasal dari kata corruptio atau corruptus yang
memiliki arti kerusakan atau kebobrokan. Pengertian korupsi menurut masyarakat
awam adalah suatu tindakan mengambil uang negara agar memperoleh
keuntungan untuk diri sendiri. Akan tetapi menurut buku yang menjadi referensi
bagi penulis, pengertian korupsi yang dikutip dari KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan uang
negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Akan tetapi korupsi juga mempunyai beberapa macam jenis, menurut
Beveniste dalam Suyatno korupsi didefenisikan dalam 4 jenis yaitu sebagai
berikut:
Discretionery corupption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya
kebebasan dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya bersifat sah.
Contoh : Seorang pelayan perizinan Tenaga Kerja Asing, memberikan pelayanan
yang lebih cepat kepada ”calo”, atau orang yang bersedia membayar lebih,
ketimbang para pemohon yang biasa-biasa saja. Alasannya karena calo adalah
orang yang bisa memberi pendapatan tambahan.
Illegal corupption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud
mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi hukum.
Contoh: di dalam peraturan lelang dinyatakan bahwa untuk pengadaan barang
jenis tertentu harus melalui proses pelelangan atau tender. Tetapi karena waktunya
mendesak (karena turunnya anggaran terlambat), maka proses itu tidak
dimungkinkan. Untuk pemimpin proyek mencari dasar hukum mana yang bisa
mendukung atau memperkuat pelaksanaan sehingga tidak disalahkan oleh
inspektur. Dicarilah pasal-pasal dalam peraturan yang memungkinkan untuk bisa
digunakan sebagai dasar hukum guna memperkuat sahnya pelaksanaan tender.
Dalam pelaksanaan proyek seperti kasus ini, sebenarnya sah atau tidak sah,
bergantung pada bagaimana para pihak menafsirkan peraturan yang berlaku.
Bahkan dalam beberapa kasus, letak illegal corruption berada pada kecanggihan
memainkan kata-kata, bukan substansinya.
Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud
untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan. Contoh: Dalam sebuah persaingan tender, seorang panitia lelang
mempunyai kewenangan untuk meluluskan peserta tender. Untuk itu secara
terselubung atau terang-terangan ia mengatakan untuk memenangkan tender
peserta harus bersedia memberikan uang ”sogok” atau ”semir” dalam jumlah
tertentu.
Ideologi corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok. Contoh: Kasus skandal watergate
adalah contoh ideological corruption, dimana sejumlah individu memberikan
komitmen mereka terhadap presiden Nixon ketimbang kepada undang-undang
atau hukum. Penjualan aset-aset BUMN untuk mendukung pemenangan pemilihan
umum.
Dari penjelasan mengenai pengertian korupsi di atas, dapat disimpulkan
bahwa kejahatan tindak pidana korupsi mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
• Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, dan sarana.
• Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
• Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
3.1.Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Pengaduan merupakan tindak pemberitahuan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan kepada pejabat/instansi yang berwenang tentang adanya
penyimpangan yang dilakukan oleh aparat terkait pelayanan publik,
memberitahukan tentang terjadinya tindak pidana yang dilaporkan oleh
whistleblower. Whistleblower merupakan seorang pengungkap fakta, atau yang
sering disebut oleh masyarakat umum dengan kata pelapor.
2. Perlindungan hukum bagi pengadu tindak pidana korupsi merupakan upaya
yang dilakukan untuk memberikan rasa aman kepada saksi atau korban oleh
instansi yang berwenang yang nantinya akan dilindungi baik secara fisik
maupun psikis. Perlindungan ini diberikan untuk menghindari bentuk
perbuatan yang menimbulkan akibat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang mengakibatkan saksi atau korban merasa takut atau dipaksa
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang menyangkut
pemberian kesaksiannya pada saat proses peradilan pidana.
3.2. Saran
3.2.1. Bagi masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya dalam
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, salah satunya adalah
dengan menjadi whistleblower/saksi pelapor.
3.2.2. Bagi Pemerintah
Mengingat bahwa resiko dari whistleblower berbeda dengan saksi
biasa, karena itu diperlukan lembaga yang secara khusus/independen untuk
menangani dan melindungi whistleblower dengan penuh tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Moch Reza. 2012 Perlindungan Hukum Terhadap Para Pelaku Whistleblower
Pada Tindak Pidana Korupsi. Surabaya: Skripsi Universitas Pembangunan
Nasional Veteran.
Atmasasmita, Romli. 2002. Korupsi, Good Governance dan Komisi Anti Korupsi.
Jakarta: Percetakan Negara R.I.
Darmono. 2011. Komitmen Kejaksaan RI Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban
Tindak Pidana. Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban.