Referat Pediatri Kelompok 1
Referat Pediatri Kelompok 1
GIZI BURUK
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Fita Shofiyah, Sp.A
Cover ..................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
BAB I : Pendahuluan ....................................................................................... 1
BAB II : Tinjauan Pustaka ................................................................................ 2
2.1 Definisi ....................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi .............................................................................................. 2
2.3 Etiologi ....................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi ............................................................................................... 4
2.5 Diagnosis Gizi Buruk pada Anak ............................................................... 7
2.6 Tatalaksana ................................................................................................. 20
2.7 Prognosis .................................................................................................... 28
BAB III : Kesimpulan......................................................................................... 29
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malnutrisi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi, baik karena kekurangan
atau kelebihan asupan makanan maupun akibat kebutuhan yang meningkat.
Pada pembahasan selanjutnya yang dimaksud dengan malnutrisi adalah
keadaan klinis sebagai akibat kekurangan asupan makanan ataupun kebutuhan
nutrisi yang meningkat ditandai dengan adanya gejala klinis, antropometris,
laboratoris dan data analisis diet. (Depkes RI, 2007)
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO salah satu masalah gizi buruk terjadi akibat konsumsi
makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena adanya
gangguan kesehatan. Anak disebut gizi buruk apabila berat badannya kurang
dari berat badan normal. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), gizi buruk
adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-
score <-3 dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus, kwasiorkor dan
marasmus-kwasiorkor). Gizi buruk juga diartikan seseorang yang kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu (Supariasa et al, 2013).
Faktor Jumlah balita gizi buruk dan kurang menurut hasil Riskesdas
2013 masih sebesar 19,6% dan terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010.
Childhood stunting atau tumbuh pendek pada masa anak merupakan akibat
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan di masa lalu dan
digunakan sebagai indicator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Childhood stunting berkorelasi dengan gangguan perkembangan neurokognitif
2
dan resiko menderita penyakit tidak menular dimasa depan. (Kemenkes RI,
2015)
2.3 Etiologi
3
a. Faktor Langsung :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ
tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
2.4 Patofisiologi
4
Kemungkinan
penyebab Gizi Buruk
Geografis
Kualitas &
kuantitas
makanan
Kepekaan Kekurangan
kebutuhan pangan
gizi tubuh
5
menjalankan fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus maka gangguan
fungsi sel ini akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang
bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan
tanda dan gejala klinis spesifik yang berkaitan dengan nutrien tertentu misal
edema, xeroftalmia, dermatosis, dan lain-lain yang kadang-kadang ireversibel.
(Depkes RI, 2007)
6
marasmus. Gangguan anatomi dengan kerusakan jaringan yang parah dapat
berakhir dengan kematian (Ali, 2009).
7
Tumbuh kebang, misalnya: Pucat yang sangat berat teruta
duduk, berdiri dan lain-lain pada telapak tangan
Riwayat imunisasi Gejala pada mata: kelainan pada
Apakah ditimbang setiap bulan kornea dan konjungtiva sebagai
di Posyandu tanda kekurangan vitamin A
Apakah sudah mendapatkan Telinga, mulut dan tenggorokan:
imunisasi lengkap tanda-tanda infeksi
Kulit: tanda-tanda infeksi atau
adanya purpura
Tampilan (konsistensi) dari tinja
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak
bawah kulit terutama pada kedia bahu, lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat
jelas, dengan atau tanpa adanya edema.
8
Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
9
Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak
tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali ditemukan penyakit lain yang
berat.
Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan Menurut
Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Berat Badan
Menurut Tinggi Badan (BB/TB).
1. BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
2. TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
3. BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi badan
yang dicapai.
10
Gambar 5. Tabel Pengertian Kategori Status Gizi Balita
11
2. Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan)
yang menyebabkan anak menjadi kurus.
3. Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus
dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat
pada risiko berbagai penyakit degenerative pada saat dewasa (Teori
Barker).
Masalah gizi akut-kronis adalah masalah gizi yang memiliki sifat masalah gizi
akut dan kronis. Contoh: anak yang kurus dan pendek. Beberapa contoh kurva
pertumbuhan WHO 2006:
Catatan :
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal ini tidak masih
normal. Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
12
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi
lebih baik jika diukur menggunakan perbandingan beratbadan terhadap
panjang / tinggi atau IMT terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika
makin mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek
memiliki gizi lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI
(Integrated Management of Childhood Illness in-service training. WHO,
Geneva, 1997).
13
Gambar 8. Weight-for-age GIRLS (0-5 years)
14
Gambar 10. Length/height-for-age BOYS (0-5 years)
15
Gambar 12. Weight-for-length GIRLS (0-2 years)
16
Gambar 13. Growth Chart CDC (BOYS)
17
Gambar 14. Growth Chart CDC (GIRLS)
18
Status pertumbuhan anak di Indonesia umumnya menggunakan Kartu Menuju
Sehat (KMS) berdasarkan BB/U.
19
2.6 Tatalaksana
Tatalaksana perawatan
20
1. Hipoglikemia
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan.
Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml
larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml
air) secara oral atau melalui NGT.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari.
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan
gula pasir 50 ml dengan NGT.
Beri antibiotik.
2. Hipotermia
Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan
selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada
anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada
atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila
menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50
cm dari tubuh anak.
Beri antibiotik sesuai pedoman.
3. Dehidrasi
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi
berat dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
21
Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-
seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama
10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau,
volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.
Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan
mempunyai kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan
yang lebih tepat adalah ReSoMal.
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-
100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air
besar.
5. Infeksi
22
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri
Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam
(dosis: lihat lampiran 2) selama 5 hari
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),
dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri
Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari)
sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH:
Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin
dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk mencegah efek
samping/toksik gentamisin.
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan
Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan
obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.
Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia,
tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri
antibiotik yang sesuai. Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi
ditemukan parasit malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit
yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak
terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.
Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100
mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal).
Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti
adanya infestasi cacing.
23
6. Defisiensi Zat Gizi Mikro
Multivitamin
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah
diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini:
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2,
dan 15.
24
7. Pemberian Makanan Awal
25
Gambar 19. Formula Gizi WHO
8. Tumbuh Kejar
Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75
selama 2 hari berturutan.
Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali
pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit.
Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200
ml/kgBB/hari. Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping
ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya
sebanding dengan F-100.
Setelah transisi bertahap, beri anak:
26
pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
protein: 4-6 g/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan
anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak
mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-
terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF) yang
mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92 g dapat digunakan pada
fase rehabilitasi.
27
2.7 Prognosis
Anak dengan gizi buruk tentu harus segera mendapatkan penanganan secepat
mungkin supaya kebutuhan gizi mereka segera terpenuhi. Dan apabila tidak
segera ditangani gizi buruk dapat mengakibatkan menurunnya mutu kehidupan,
terganggunya pertumbuhan, maupun gangguan perkembangan mental anak,
bahkan anak yang menderita gizi buruk dapat berakhir dengan kematian .
Malnutrisi akut sedang atau gizi buruk mempengaruhi 11% dari anak-anak balita
di seluruh dunia dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Resiko
mortalitas 3 kali lebih besar dari anak status gizi baik dan mengalami morbiditas
seperti terkena penyakit menular dan tertundanya pertumbuhan anak, serta
terganggunya perkembangan kognitif anak (Chang, et al. 2013; Nurwitasari,
2015). Malnutrisi juga akan mempengaruhi kualitas hidup, terutama dari segi
status kesehatan, prestasi belajar, dan produktivitas (Oktaviana, 2013 dan Utami,
2014). kekurang gizi juga akan menyebabkan timbulnya infeksi dan sebaliknya
penyakit infeksi akan semakin memperburuk keadan anak yang mengalami gizi
buruk. Jika tidak segera diatasi Gizi buruk juga berpotensi menjadi faktor
penyebabkan morbiditas akibat penyakit menular, misalnya TBC. Diperkirakan
lebih dari 56% anak gizi buruk dengan TBC tersebar di Asia Tenggara dan Pasifik
Barat (WHO, 2013; Nurjanah dkk, 2016). Oleh karena itu masalah gizi perlu
ditangani secara cepat dan tepat.
28
BAB III
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
Nurwitasari, A. dan Wahyuni, C.U., 2015 Pengaruh Status Gizi dan Riwayat
Kontak Terhadap Kejadian Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 3 (2): 158-169.
Nurjanah, M., Rusdi, Demawati, 2016. Hubungan Status Gizi Dengan Derajat
Pneumonia Pada Balita di RS Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 5 (1): 21-27.
Sjarif DR, et al. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik.
Cetakan ke 1. Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
Supariasa, I.D.N. dkk. 2013. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
WHO. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children. 2nd Ed.
30