Anda di halaman 1dari 8

Review Jurnal Kebidanan Tentang Hiperemesis Gravidarum

Dilatarbelakangi oleh masih adanya kasus hiperemesis gravidarum yaitu berkisar antara
0,3%-2% dari 1000 kehamilan, Syahril Syamsuddin, Hariati Lestari, dan Andi Faisal Fachlevy
tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Gastritis, Stres, dan Dukungan Suami
Pasien dengan Sindrom Hiperemesis Gravidarum di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari dengan sampel sejumlah 74 orang ibu hamil trimester I dan menggunakan metode
penelitian analitik dengan pendekatan studi potong lintang. Hasil analisis statistik menggunakan
uji chi-square diperoleh hasil ρ value = 0,044 dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Sesuai
dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ value (0,044 < 0,05 sehingga, H0
di tolak dan Ha di terima. Dengan demikian ada hubungan antara stres dengan sindrom
hiperemesis gravidarum di wilayah kerja Puskesmas Poasia kota Kendari tahun 2014. Setelah
diuji keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien phi (RØ), diperoleh nilai RØ = 0,243.
Hal ini berarti bahwa antara stres dengan sindrom hiperemesis gravidarum mempunyai tingkat
hubungan yang lemah.
Hasil analisis statistik menggunakan uji chi-square di peroleh hasil ρ value = 0,001 dengan
tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Sesuai dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis
bahwa jika ρ value (0,001<0,05 sehingga, H0 di tolak dan Ha di terima. Dengan demikian ada
hubungan antara gastritis dengan sindrom hiperemesis gravidarum di wilayah kerja Puskesmas
Poasia kota Kendari Tahun 2014. Setelah diuji keeratan hubungan dengan menggunakan
koefisien phi (RØ), diperoleh nilai RØ = 0,380. Hal ini berarti bahwa antara gastritis dengan
sindrom hiperemesis gravidarum mempunyai tingkat hubungan yang sedang. hasil analisis
statistik menggunakan uji chi-square di peroleh hasil ρ value = 0,001 dengan tingkat kepercayaan
95% (α = 0,05). Sesuai dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ value
(0,001 < 0,05 sehingga, H0 di tolak dan Ha di terima. Dengan demikian ada hubungan antara
dukungan suami dengan sindrom hiperemesis gravidarum di wilayah Kerja Puskesmas Poasia
kota Kendari tahun 2014. Setelah diuji keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien phi
(RØ), diperoleh nilai RØ = 0,411. Hal ini berarti bahwa antara dukungan suami dengan sindrom
hiperemesis gravidarum mempunyai tingkat hubungan yang sedang.
Wanita saat hamil muda yang sebelumnya mempunyai riwayat penyakit maag, sangat
beresiko kambuh, apalagi saat mengidam. Saat mengidam, terkadang ibu hamil muda tidak
berselera makan, mual dan muntah akibat pengaruh hormone chorionic gonadotropin. Karena
perut sering dalam keadaan kosong, maka sakit tidak bisa dihindari. Begitupun sebaliknya,
penyakit maag yang diderita sebelumnya bisa memperburuk masa mengidam wanita hamil, yaitu
mual muntah berlebihan hiperemesis gravidarum. Ibu yang dalam keadaan stres ini dapat
meningkatkan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung sehingga dapat meningkatkan
HCG. HCG adalah hormone yang dihasilkan selama kehamilan, yang dapat dideteksi dari darah
atau air seni wanita hamil kurang lebih 10 hari sesudah pembuahan. HCG ini dapat menstimulasi
terjadinya mual dan muntah pada ibu hamil. Dukungan yang diberikan oleh suami akan
membantu istri dalam menjalankan kehamilannya, seperti membuat merasa tenang dan nyaman
serta membantu mengurangi rasa cemas, takut dan bingung terhadap kehamilan yang sedang
dijalani.
Dilatarbelakangi oleh masih adanya kasus hiperemesis gravidarum yaitu pada 0,3-3% ibu
hamil, yang berkaitan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan penurunan berat
badan hingga 10% berat badan sebelum hamil, dan tidak boleh disalahartikan dengan gejala mual
dan muntah selama kehamilan yang biasanya akan hilang dengan sendirinya, Monifa Putri
tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Paritas Dengan Kejadian Hiperemesis
Gravidarum Pada Ibu Hamil Di Rsud Indrasari Rengat dengan sampel sejumlah 35 responden
dan menggunakan metode pennelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Hasil Uji
statistik Chi-Square didapatkan nilai P > 0,05 (P=0,517), hal ini menunjukkan bahwa bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas terhadap kejadian hiperemesis gravidarum.
Wiknjasastro (2007) menyebutkan mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-
60% pada multigravida. Jumlah kehamilan 2-3 (multigravida) merupakan paritas paling aman
dari sudut kematian maternal (12). Faktor predisposisi yang mempengaruhi hiperemesis
gravidarum seperti: faktor hormonal, psikologis, paritas, nutrisi, faktor alergi, umur, dan lain-
lain. Menurut Murkoff (2006), ibu hamil yang mengalami emesis gravidarum lebihbanyak terjadi
pada primigravida disebabkan karena keletihan fisik dan mental sehingga dapat meningkatkan
risiko mual di pagi hari, selain itu pada primigravida disebabkan faktor fisik dan psikologi.
Secara fisik, tubuh yang baru pertama kali mengalami kehamilan belum siap untuk mengalami
peningkatan hormon dan perubahan lain dibandingkan tubuh yang sudah pernah hamil.
Dilatarbelakangi oleh tingginya kasus hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Drajat Prawiranegara yaitu 280 dari 2580 di tahun 2016, Triana Indrayani tertarik
melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperemesis
Gravidarum Di Rsud Dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang Tahun 2017 dengan sampel
sejumlah 400 ibu hamil di RS tersebut dan menggunakan metode penelitian cross sectional.
Berdasarkan hasil uji statistik chi square di atas didapatkan p-value = 0,000 P < 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gravida dengan kejadian
Hiperemesis gravidarum di RSUD dr. Drajat Prawiranegara tahun 2016. Hasil analisis juga di
peroleh OR (Odss Ratio) = 25,520. hiperemesis gravidarum sebanyak 152 (55,5 %). Hasil uji
statistik chi square menunjukan bahwa p-value = 0,000. Dapat disimpulkan bahwa P value < α
(0,05) artinya Ho di tolak, sehingga ada hubungan yang signifikan antara kehamilan ganda
dengan hiperemesis gravidarum. Hasil analisis juga di peroleh nilai OR (Odds Ratio) = 14,698.
Hasil uji statistik chi square menunjukan bahwa p-value = 1,000. Dapat disimpulkan bahwa P
value > α (0,05) artinya Ho di gagal ditolak, sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara
molahidatidosa dengan hiperemesis gravidarum. Hasil analisis juga di peroleh nilai OR (Odds
Ratio) = 1,063. Hasil uji statistik chi square menunjukan bahwa p-value = 0,055.Dapat
disimpulkan bahwa P value < α (0,05) artinya Ho di gagal ditolak, sehingga tidak ada hubungan
yang signifikan antara riwayat penyakit gastritis dengan hiperemesis gravidarum. Hasil analisis
juga di peroleh nilai OR (Odds Ratio) = 0,478.
Ibu primigravida belum mampu beradaptasi dengan hormon estrogen dan khorionik
gonadotropin. Peningkatan hormon ini membuat kadar asam lambung meningkat, hingga
muncullah keluhan rasa mual. Keluhan ini biasanya muncul di pagi hari saat perut ibu dalam
keadaan kosong karena teerjadi peningkatan asam lambung, kadar gula dalam darah menurun
sehingga pusing, lemas dan mual bisa terjadi. Dalam kehamilan ganda plasenta menghasilkan
hCG dalam jumlah yang lebih besar dengan jangka waktu lama di bandingkan kehamilan
tunggal. Dalam kehamilan ganda puncak konsentrasi konsentrasi Hcg (9-11 minggu) secara
signifikan lebih tinggi (rata-rata ± SE 171 000 ± 12 500 vs 65. Pada ibu hamil dengan riwayat
penyakit gastritis resiko terjadinya hiperemesis gravidarum lebih tinggi (42,9%) dibandingkan
dengan resiko terjadinya hiperemesis gravidarum pada ibu hamil yang tidak memiliki riwayat
penyakit gastritis (59,4%).
Dilatarbelakangi oleh masih adanya kasus hiperememis gravidarum di Poli Kebidanan
RSUD Haji Makassar yaitu terdapat 15 (8,47%) ibu yang mengalami kelainan dimana 3 (1,69%)
yang mengalami Hiperemesis Gravidarum, 8 (4,51%) yang mengalami Mola hidatidosa dengn
hiperemesis serta ada 4 (2,25%) yang mengalami Gemelli dengan hiperemesis dan sekitar 162
(91,52%) adalah kehamilan normal pada tahun 2018, St. Subriani tertarik melakukan penelitian
tentang Hubungan Mola hidatidosa dan Gemelli Terhadap Hiperemesis Gravidarum di RSUD
Haji Makassar Tahun 2018 dengan sampel sejumlah 177 orang dan menggunakan metode
penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional study. Berdasrkan uji statistik chis-square
test didapatkan p-value = 0,000 P< 0,05. Hasil 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara mola hidatidosa dengan kejadian hiperemesis gravidarum di RSUD Haji
Makassar 2018, artinya Ha diterima. Berdasrkan uji statistik chissquare test didapatkan p-value =
0,000 P<0,05. Hasil 0,000<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
kehamilan gemelli dengan kejadian hiperemesis gravidarum di RSUD Haji Makassar 2018
artinya Ha diterima. frekuensi terjadinya hiperemesis gravidarum yang tinggi pada mola
hidatidosa dan gemelli menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon merangsang peranan, karena
pada kedua keadaan tersebut Hormon Chorionic Gonadotropin (HCG) dibentuk berlebihan
sehingga menyebabkan terjadinya hiperemesis gravidarum.
Dilatarbelakangi oleh masih adanya kasus hiperememis gravidarum di Indonesia yaitu
prevalensinya mencapai 1-3% atau 4:1000 kehamilan, Inthan Atika, Hadrians Kesuma Putra, dan
Siti Hildani Thaib tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Hiperemesis Gravidarum
dengan Usia Ibu, Usia Gestasi, Paritas, dan Pekerjaan pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Moh.
Hoesin Palembang dengan sampel sejumlah 35 orang di kelompok kasus dan 46 orang di
kelompok pembanding dan menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan Cross
Sectional. Hasilnya tidak ada hubungan antara usia ibu dengan hiperemesis gravidarum (p value
= 0,362), terdapat hubungan yang sangat bermakna usia gestasi dengan hiperemesis gravidarum
(p value = 0,005), dan ditemukan hubungan yang bermakna paritas dengan hiperemesis
gravidarum (p value = 0,021), dan terdapat hubungan pekerjaan dengan hiperemesis gravidarum
(p value = 0,021). Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh
terhadap hiperemesis gravidarum adalah usia gestasi dengan p value = 0,002, paritas dengan p
value= 0,011, dan pekerjaan dengan p value= 0,016. Perbedaan nilai p diantara variabel tersebut
dapat dijadikan bukti bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap hiperemesis gravidarum
adalah pekerjaan dengan nilai Exp (B) paling besar. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa
wanita yang tidak bekerja memiliki risiko untuk mengalami hiperemesis gravidarum, hal ini
kemungkinan disebabkan karena ibu yang tidak bekerja memiliki pendapatan yang rendah
sehingga menyebabkan perubahan pada imunitas karena faktor asupan nutrisi yang kurang
bergizi. hiperemesis gravidarum memiliki hubungan dengan usia gestasi yaitu pada kehamilan
trimester pertama. Oleh karena hormon HCG meningkat dalam darah ibu pada trimester pertama
kehamilan. Peningkatan hormon kehamilan dapat memicu terjadinya hiperemesis gravidarum.

Anda mungkin juga menyukai