Anda di halaman 1dari 33

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

ANALISA SEDIAAN FARMASI

Di susun Oleh:

Dyah Ayu Kusumaratni, M.Farm., Apt

Farida Noor Arifah, S.Si., M.Sc

Tanaya Jati Dharma Dewi, M. Farm., Apt

LABORATORIUM ANALISA OBAT DAN INSTRUMEN


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019
KATA PENGANTAR

Praktikum Analisa Sediaan Farmasi merupakan salah satu mata kuliah yang harus
ditempuh oleh mahasiswa s1 Farmasi untuk dapat menyelesaikan pendidikannya. Pelaksanaan
praktikum merupakan tahapan penting bagi mahasiswa sebagai sarana untuk dapat mencapai
kompetensi psikomotorik sesuai dengan kurikulum yang telah disusun. Oleh sebab itu diperlukan
suatu Petunjuk Praktikum sebagai upaya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan tersebut.
Petunjuk praktikum Analisa Sediaan Farmasi ini disusun dengan mengacu pada silabus yang
terangkai dalam Kurikulum Program Studi S1 Farmasi sehingga diharapkan dapat menjadi rambu-
rambu dalam melaksanakan praktikum yang berkualitas.

Kediri, 26 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar ....................................................................................................... ii


Daftar Isi ................................................................................................................ iii
Tata Tertib Praktikum............................................................................................ iv
Percobaan 1............................................................................................................ 1
Percobaan 2............................................................................................................ 4
Percobaan 3............................................................................................................ 7
Percobaan 4............................................................................................................ 10
Percobaan 5............................................................................................................ 13
Percobaan 6............................................................................................................ 17
Percobaan 7 ............................................................................................................ 20
Percobaan 8............................................................................................................ 24
Percobaan 9............................................................................................................ 26
Lampiran 1. Format Laporan Praktikum................................................................. 28

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

A. Peralatan Praktikum

Tiap mahasiswa/kelompok mahasiswa akan mendapatkan satu set peralatan saat praktikum.
Berdasarkan hal ini, maka setiap mahasiswa/kelompok mahasiswa wajib:
1. Meja kerja dan alat kerja harus selalu bersih. Tidak diperkenankan meninggalkan peralatan
dalam keadaan kotor di meja kerja. Pada akhir kerja, anda harus membersihkan meja kerja
dengan lap kering yang bersih.
2. Jangan meminjam alat dari meja lain. Jika memerlukan peralatan tambahan, harap
meminjam kepada laboran yang bertugas, dan mencatatnya pada buku peminjaman.
3. Jika ada peralatan rusak atau pecah, harus segera dilaporkan untuk diketahui (dicatat dalam
laporan kerusakan alat) dan mendapat gantinya.
4. Mahasiswa wajib mengganti alat yang rusak/pecah maksimal 1 bulan kemudian
5. Peralatan-peralatan untuk pemakaian bersama, seperti: timbangan, spektrofotometer UV-
Vis, shaker, hot plate stirrer, waterbath dll, terletak di luar meja kerja, di dalam ruang
laboratorium. Mahasiswa WAJIB mempergunakan dengan penuh tanggungjawab.

B. Bahan-bahan Kimia

Bahan kimia dipakai bersama dan disimpan pada rak-rak di meja kerja. Reagen-reagen khusus
yang diperlukan dan tidak tersedia akan dijelaskan oleh Laboran/asisten. Pada saat praktikum,
maka mahasiswa wajib memperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Cairan, padatan maupun sisa larutan harus dibuang/dikumpulkan ke dalam wadah limbah
yang sudah disediakan, sesuai dengan labelnya.
2. Ambil secukupnya saja untuk percobaan. Reagen atau bahan kimia yang telah diambil dari
tempatnya tidak boleh dikembalikan ke wadah semula.
3. Botol bahan yang telah dipakai harus dikembalikan ke rak. Tidak boleh dibawa ke tempat
sendiri, karena akan mengganggu pemakaian oleh kelompok lain.
C. Keselamatan saat Praktikum

Laboratorium kimia adalah wilayah kerja yang berbahaya. Tidak dibenarkan bekerja seorang diri
di laboratorium. Berdasarkan hal ini maka mahasiswa wajib memperhatikan hal-hal di bawah ini
demi keselamatan saat praktikum.
1. Setiap aktifitas dan selama berada di laboratorium, wajib berpakaian sewajarnya,
memakai jas laboratorium sebagaimana mestinya, bersepatu, dan bila perlu
menggunakan sarung tangan dan masker.
2. Rambut panjang atau jilbab harus dijepit rapi sehingga tidak mengganggu pekerjaan anda,
menjerat peralatan atau terbakar api.
3. Mengetahui letak kotak PPPK, pintu keluar/darurat dan pemadam kebakaran di area sekitar
laboratorium. Jangan paksakan diri anda bekerja apabila kondisi fisik anda tidak sehat.
4. Bila bahan kimia jatuh mengenai kulit, segera bilas kulit dengan air mengalir dan laporkan
ke Laboran/asisten. Bila bahan kimia jatuh mengenai pakaian, lepaskan dan cuci kulit di
bawahnya dengan air.
5. Jangan membaui campuran reaksi secara langsung. Kurangi keterpaparan diri anda oleh
uap bahan kimia secara langsung. Jika ingin membaui sesuatu kipaslah uap tersebut
dengan tangan ke muka anda.
6. Bekerjalah di lemari asam bila menggunakan konsentrasi yang pekat dan bahan berbahaya.
Jebak uap beracun yang keluar dari reaksi ke dalam air atau bahan yang sesuai atau
lakukan percobaan dalam lemari asam.
7. Untuk mengencerkan asam, tuang asam pekat ke dalam air, tidak sebaliknya.
8. Jangan menggosok-gosok mata atau anggota badan lain dengan tangan yang mungkin
sudah terkontaminasi bahan kimia.
9. Dilarang menggunakan HP/laptop, makan, minum dan merokok di dalam laboratorium.

iv
D. Pelaksanaan Praktikum

Demi kelancaran praktikum di Laboratorium Kimia Analisa Obat IIK BW Kediri, maka:
1. Mahasiswa dituntut untuk dapat bekerja mandiri maupun berkelompok.
2. Mahasiswa wajib hadir di ruang praktikum sesuai jadwal praktikum yang sudah
ditetapkan.
3. Selama di ruang praktikum, mahasiswa mengenakan baju praktikum dan hanya
diperkenankan membawa peralatan tulis/hitung dan kelengkapan praktikum.
4. Tas diletakkan di tempat yang sudah disediakan, jangan lupa amankan barang–barang
anda, misalnya HP, uang, dll.
5. Mahasiswa wajib mengikuti instruksi tim laboratorium, bekerja dengan tenang, dan
mengerjakan laporan secara individual.
6. Sebelum melaksanakan praktikum mahasiswa wajib melakukan inventarisasi alat dan
melaporkan jika ada alat yang tidak sesuai kondisinya.
7. Selama pelaksanaan praktikum mahasiswa tidak diperkenankan meninggalkan praktikum
tanpa ijin dosen atau pembimbing praktikum.
8. Mahasiswa wajib membuang sampah praktikum sesuai ketentuan yang berlaku di
laboratorium.
9. Setelah selesai praktikum, mahasiswa wajib membersihkan, merapikan, peralatan dan
tempat praktikum serta mengiventarisasi kembali alat yang sudah digunakan.
10. Mahasiswa wajib mencatat seluruh hasil praktikum, serta meng-acc-kan data kepada
Dosen.
11. Hanya mahasiswa yang tidak hadir karena: sakit (surat ijin dari dokter), ada anggota
keluarga yang meninggal dan mendapat tugas dari Prodi/Fakultas/Institut, yang
diperkenankan untuk mengikuti praktikum susulan (inhall), pada kelas yang lain.
12. Sanksi akan diberikan apabila mahasiswa melanggar instruksi ataupun melakukan kegiatan
di luar aktifitas praktikum contoh mengerjakan tugas kuliah lain selama kegiatan
praktikum, melakukan kegiatan yang membahayakan diri sendiri maupun praktikun
lainnya, dll.

v
PERCOBAAN 1

PENENTUAN PANJANG GELOMBANG (λ) MAKSIMUM DAN OPERATING TIME


KMnO4

I. Tujuan Percobaan:
1. Menentukan panjang gelombang (lamda) maksimum kalium permanganat (KMnO4).
2. Menentukan operating time kalium permanganat (KMnO4).
II. Landasan Teori
Dalam analisis spektrofotometri UV-Vis, apabila sinar polikromatis maupun
monokromatis mengenai suatu media, maka intensitasnya akan berkurang. Berkurangnya
intensitas sinar terjadi karena adanya serapan oleh media tersebut dan sebagian kecil
dipantulkan atau dihamburkan. Dalam percobaan ini, intensitas sinar diukur setelah melalui
larutan. Intensitas sinar yang diserap dapat ditentukan dengan membandingkan intensitas
sinar tanpa adanya serapan dan intensitas dengan serapan. Larutan yang tidak menyerap
sinar disebut dengan larutan blanko, yaitu merupakan larutan yang tidak mengandung analit.
Agar diperoleh hasil yang sempurna, sinar yang digunakan haruslah sinar
monokromatis dan dipilih yang benar-benar diserap oleh larutan analit. Panjang gelombang
(lamda) yang digunakan untuk analisis adalah panjang gelombang maksimum, yaitu
panjang gelombang yang memiliki serapan (absorbansi) maksimal. Hal ini didasari oleh
beberapa alasan, yaitu:
1. Perubahan absorbansi karena perubahan konsentrasi lebih sensitif dan lebih cepat
teramati.
2. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi linier, sehingga
memenuhi hukum Lambert-Beer.
3. Jika dilakukan pengukuran ulang, akan menghasilkan hasil yang cukup konstan.
Operating time atau waktu operasional merupakan waktu yang dibutuhkan suatu
senyawa untuk bereaksi dengan senyawa lain hingga terbentuk senyawa produk yang stabil.
Kestabilan senyawa produk diketahui dengan mengamati hubungan antara waktu
pengukuran dengan absorbansi larutan. Cara penentuan operating time adalah dengan
melakukan pengukuran absorbansi larutan selama beberapa waktu, misalnya 30 menit,
dengan interval tertentu hingga diperoleh absorbansi yang tetap (stabil). Pengukuran
serapan ini dilakukan pada panjang gelombang maksimal.

III. Cara Kerja:


A. Pembuatan larutan baku induk KMnO4 500 ppm sebanyak 100 mL

1
Cara kerja:
1. Ditimbang KMnO4 sebanyak 50 mg
2. Masukkan ke Beaker glass dan tambahkan aquades
3. Aduk hingga KMnO4 larut sempurna lalu masukkan ke labu ukur 100 mL
4. Tambahkan aquades hingga garis batas labu ukur lalu kocok hingga homogen

B. Pembuatan larutan baku induk KMnO4 100 ppm sebanyak 100 mL

V1 x M1 = V2 x M2

Keterangan :
V1 = Volume larutan awal
V2 = Volume larutan yang akan dibuat
M1 = Konsentrasi larutan awal
M2 = Konsentrasi larutan yang akan dibuat

Cara Kerja:

1. Dipipet 20 mL larutan baku induk KMnO4 500 ppm, lalu masukkan ke dalam labu ukur
100 mL
2. Tambahkan aquades sampai tanda batas lalu kocok hingga homogen

C. Pembuatan larutan uji KMnO4 4 ppm sebanyak 100 mL


Cara Kerja:

1. Dipipet 4 mL larutan baku induk KMnO4 100 ppm, lalu masukkan ke dalam labu ukur
100 mL
2. Tambahkan aquades sampai tanda batas lalu kocok hingga homogen

D. Penentuan Panjang Gelombang (λ) Maximum


Cara Kerja:
1. Nyalakan spektrofotometer UV-Vis, biarkan selama ± 20 menit untuk pemanasan
(langkah ini dapat dilakukan bersamaan dengan pembuatan larutan uji)
2. Masukkan larutan blanko dan larutan uji ke dalam kuvet yang berbeda (catatan: sebelum
dimasukkan ke dalam kuvet, kuvet dibilas dengan aquades 3X dan dilanjutkan dengan
larutan yang akan dimasukkan ke dalam kuvet)
3. Masukkan kuvet berisi larutan blanko pada kompartemen pertama dan larutan uji pada
kompartemen kedua

2
4. Atur panjang gelombang dan absorbansi blanko di-blank-kan lalu baca nilai absorbansi
larutan uji dengan menarik tuas pada spektrofotometer UV-Vis
5. Ulangi langkah kerja no 4 untuk mengukur absorbansi larutan uji pada panjang
gelombang yang lain.
6. Tentukan panjang gelombang max, yaitu panjang gelombang yang memiliki nilai
absorbansi tertinggi.

E. Penentuan Operating time


Cara kerja:
1. Atur panjang gelombang pada lamda maksimum yang didapat pada cara kerja D
2. Baca nilai absorbansi larutan uji seiring dengan penambahan waktu.
3. Tentukan operating time, yaitu waktu dimana nilai absorbansi larutan memiliki nilai
yang konstan.

F. Hasil Percobaan
a. Data penentuan lamda (λ) maksimal

No Lamda (nm) Absorbansi (A)


1 450
2 460
3 470
4 480
5 490
Grafik Absorbansi vs Lamda
6 500
7 510
8 520
Absorbansi (A)

9 530
10 540
11 550
12 560
13 570
14 580
15 590 λ (nm)

b. Data penentuan operating time

No Time Absorbansi Grafik Absorbansi vs waktu


1 0 menit
2 2 menit
Absorbansi

3 5 menit
(A)(A)

4 7 menit
5 10 menit
6 12 menit
7 15 menit
dst Waktu (menit)

3
PERCOBAAN 2

PENENTUAN KONSENTRASI KMnO4 PADA SAMPEL


MENGGUNAKAN PERSAMAAN KURVA BAKU

I. TUJUAN :
1. Mahasiswa dapat menentukan persamaan kurva baku KMnO4
2. Mahasiswa dapat menentukan konsentrasi sampel yang mengandung KMnO4

II. LANDASAN TEORI


Suatu larutan yang mempunyai warna khas dapat menyerap sinar dengan panjang
gelombang tertentu. Intensitas sinar yang diserap adalah sedemikian rupa dan memiliki
hubungan eksak dengan konsentrasi. Jika intensitas sinar pada cuplikan (larutan analit) yang
tidak diketahui konsentrasinya dibandingkan dengan suatu larutan standar maka konsentrasi
larutan cuplikan dapat diketahui. Cuplikan yang akan ditentukan konsentrasinya harus
diperlakukan sama dengan larutan standar.
Salah satu cara penentuan konsentrasi analit dalam suatu sampel larutan adalah dengan
cara pembuatan kurva baku. Kurva baku dibuat dari beberapa konsentrasi larutan baku yang
diukur nilai absorbansinya kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi, maka kurva baku akan
membentuk suatu garis lurus yang memiliki persamaan y = Bx + A, yang mana y mewakili
absorbansi larutan sedangkan x adalah konsentrasi larutan. Dengan adanya persamaan kurva
baku, maka konsentrasi analit dalam suatu sampel dapat dihitung apabila absorbansi sampel
sudah diukur.

III. CARA KERJA


A. Pembuatan larutan baku induk KMnO4 500 ppm sebanyak 100 mL
Cara kerja:
1. Ditimbang KMnO4 sebanyak 50 mg
2. Masukkan ke Beaker glass dan tambahkan aquades
3. Aduk hingga KMnO4 larut sempurna lalu masukkan ke labu ukur 100 mL
4. Tambahkan aquades hingga garis batas labu ukur lalu kocok hingga homogen

B. Pembuatan larutan baku induk KMnO4 100 ppm sebanyak 100 mL

V1 x M1 = V2 x M2

Keterangan :
V1 = Volume larutan yang harus dipipet
V2 = Volume larutan yang akan dibuat

4
M1 = Konsentrasi larutan awal
M2 = Konsentrasi larutan yang akan dibuat
Cara Kerja:

1. Dipipet 20 mL larutan baku induk KMnO4 500 ppm, lalu masukkan ke dalam labu
ukur 100 mL
2. Tambahkan aquades sampai tanda batas lalu kocok hingga homogen

C. Pembuatan larutan baku seri KMnO4 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm sebanyak 100 mL


Cara Kerja:

Pembuatan baku seri KMnO4 2 ppm

1. Dipipet 2 mL larutan baku induk KMnO4 100 ppm, lalu masukkan ke dalam labu ukur
100 mL
2. Tambahkan aquades sampai tanda batas lalu kocok hingga homogen
3. Lakukan langkah kerja no 1 dan 2 untuk pembuatan larutan baku seri KMnO4 4, 6, 8 dan
10 ppm dengan menghitung volume yang harus dipipet terlebih dahulu

D. Pembuatan Kurva baku KMnO4


1. Nyalakan spektrofotometer UV-Vis, biarkan selama ± 20 menit untuk pemanasan
(langkah ini dapat dilakukan bersamaan dengan pembuatan larutan uji)
2. Masukkan larutan blanko dan larutan baku seri KMnO4 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm ke dalam
kuvet yang berbeda (catatan: sebelum dimasukkan ke dalam kuvet, kuvet dibilas dengan
aquades 3X dan dilanjutkan dengan larutan yang akan dimasukkan ke dalam kuvet)
3. Masukkan kuvet berisi larutan blanko pada kompartemen pertama dan larutan baku seri
KMnO4 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm pada kompartemen ke-2, ke-3, dan ke-4 secara berurutan.
(catatan: larutan blanko selalu diletakkan di kompartemen pertama)
4. Atur panjang gelombang pada panjang gelombang maksimal KMnO4, absorbansi blanko
di-blank-kan lalu baca nilai absorbansi larutan baku seri KMnO4 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm
dengan menarik tuas pada spektrofotometer UV-Vis
5. Buat grafik hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi larutan baku seri KMnO4
sehingga akan diperoleh persamaan kurva baku Y= B x + A.

E. Penentuan Konsentrasi sampel yang mengandung KMnO4


1. Masukkan larutan blanko dan larutan sampel ke dalam kuvet. (catatan: sebelum
dimasukkan ke dalam kuvet, kuvet dibilas dengan aquades 3X dan dilanjutkan dengan
larutan yang akan dimasukkan ke dalam kuvet)
2. Masukkan kuvet berisi larutan blanko pada kompartemen pertama dan larutan sampel
pada kompartemen kedua. (catatan: larutan blanko selalu diletakkan di kompartemen
pertama)

5
3. Atur panjang gelombang pada panjang gelombang maksimal KMnO4, absorbansi blanko
di-blank-kan lalu baca nilai absorbansi larutan sampel dengan cara menarik tuas pada
spektrofotometer UV-Vis.
4. Tentukan konsentrasi sampel, yaitu dengan mensubstitusikan nilai absorbansi larutan
sampel ke dalam persamaan kurva baku yang diperoleh pada langkah kerja D.

IV. Hasil Percobaan


a. Data Absorbansi Larutan Baku Seri
Konsentrasi larutan baku KMnO4 (ppm) Absorbansi (A)
2
4
6
8
10

b. Data Absorbansi Larutan sampel


Pengukuran Absorbansi (A) Rata-rata Konsentrasi
Absorbansi (A) sampel (ppm)
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3

6
PERCOBAAN 3

ANALISIS KADAR VITAMIN C DALAM SEDIAAN INJEKSI DENGAN


SPEKTROFOTOMETRI UV

I. TUJUAN
1. Membuat kurva baku vitamin C untuk mendapatkan persamaan regresi linier
2. Menentukan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi

II. LANDASAN TEORI


Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana
konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus berikut. Absorptivitas (a) merupakan
konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi
yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur
molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and Underwood, 1999; Rohman,
2007).

A = a b c (g/liter) atau A = ε b c (mol/liter)

Dimana: A = serapan atau absorbansi (A)


a = absorptivitas molekuler (L g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
c = konsentrasi (g/liter)
ε = absorptivitas molar (Lmol-1cm-1)

III. CARA KERJA


A. PEMBUATAN LARUTAN BAKU VITAMIN C
- Timbang 25 mg vitamin C, larutkan dalam 50 mL aquadest pada beaker glass 100
mL, tuang ke labu ukur 250 mL bilas beaker glass sebanyak 3 kali, ad kan larutan
hingga batas tanda, didapatkan larutan dengan
- Buat larutan baku seri dengan kadar 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm dan 80 ppm
Sebanyak 25 ml
- Perhitungan larutan baku 5 ppm

V1 C1  V2 C 2
25 mL . 5 ppm  V2 .100 ppm
25 mL . 5 ppm
V2 
100 ppm
V2 1,25 mL

- Mengambil 1,25 mL larutan baku induk dengan pipet ukur kemudian diad kan 25
mL dengan labu ukur
- Begitu pula dengan perhitungan dan pengenceran kadar 10 ppm, 25 ppm, 50 dan
80 ppm

B. PREPARASI SAMPEL
- Siapkan satu sediaan injeksi vitamin C, buka wadah dan ambil cairannya
menggunaan spuit 3 cc

7
- Masukkan ke labu ukur 100 mL bilas dan ad kan hingga batas tanda
- Ambil 1 mL larutan kemudian, masukkan labu ukur 100 mL, ad kan hingga tanda

C. PENENTUAN PANJANG GELOMBANG


- Nyalakan spektrofotometer, biarkan selama 20 menit
- Atur panjang gelombang, mulai dari 240 nm hingga 245 nm
- Nyalakan tombol absorban 0,00 dan transmitan 100
- Masukkan kuvet berisi blanko (aquades), bilas 3 x
- Masukkan kuvet berisi larutan seri vitamin C dengan kadar 50 ppm
- Baca absorbansi seiring dengan penambahan panjang gelombang
- Tentukan panjang gelombang maksimal, yaitu panjang gelombang yang memiliki
nilai absorbansi tertinggi

PANJANG GELOMBANG (nm) ABSORBANSI (A)

240

241

242

243

244

245

D. PENENTUAN OPERATING TIME


- Atur panjang gelombang sesuai dengan hasil panjang gelombang maksimal yang
didapat sebelumnya
- Baca nilai absorbansi larutan seri vitamin C dengan kadar 50 ppm
- Tentukan Operating time, yaitu waktu dimana nilai absorbansi larutan mulai
memiliki nilai yang konstan

E. PEMBUATAN KURVA BAKU DAN PENENTUAN REGRESI LINEAR


- Analisis tiap seri kadar larutan baku dari 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm dan 80
ppm pada panjang gelombang maksimum yang didapat
- Masukkan aquadest pada kuvet blanko, bilas 1x sebelumnya
- Masukkan seri kadar larutan baku, bilas 1 x sebelumnya
- Running spektrofotometer sesuai panjang gelombang maksimum
- Didapat nilai absorbansi dari tiap seri kadar larutan baku

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

10

20

50

80

8
Data dari konsentrasi dan absorbansi kemudian dibuat persamaan regresi linear dan
tentukan nila R2
Y= a + bx

F. ANALISIS KADAR SAMPEL DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV


- Tentukan konsentrasi larutan sampelvitamin C setelah pengenceran yaitu dengan
mensubstitusikan nilai absorbansi larutan sampel ke dalam persamaan kurva
standar
- Didapat kadar sampel dalam satuan ppm

G. PENENTUAN KADAR SAMPEL


Penentuan kadar sampel berupa persentase dengan rumus berikut:

X Vs
% Kadar sampel   FP 100%
1000  Ms

Keterangan :
X : konsentrasi larutan sampel (ppm)
Vs : volume sampel
Ms : massa sampel
FP : Faktor Pengenceran

Bandingkan dengan persyaratan farmakope penetapan kadar vitamin C pada sediaan


injeksi

9
PERCOBAAN 4

ANALISIS KADAR ASETOSAL DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN


SPEKTROFOTOMETRI UV

I. TUJUAN
1. Membuat kurva baku asetosal untuk mendapatkan persamaan regresi linier
2. Menentukan kadar asetosal dalam sediaan tablet

II. LANDASAN TEORI


Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana
konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus berikut. Absorptivitas (a) merupakan
konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi
yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur
molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and Underwood, 1999; Rohman,
2007).

A = a b c (g/liter) atau A = ε b c (mol/liter)

Dimana: A = serapan atau absorbansi (A)


a = absorptivitas molekuler (L g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
c = konsentrasi (g/liter)
ε = absorptivitas molar (Lmol-1cm-1)

Asam asetil salisilat (asetosal) dapat membentuk ion kompleks dengan


menghidrolidis asetosal dalam larutan NaOH dan menambahkan ion Fe 3+ pada
larutan sehingga terbentuk reaksi senyawa kompleks. Kompleks yang terbentuk akan
menunjukkan absorbansi maksimal pada panjang gelombang 519 nm

III.CARA KERJA
A. PEMBUATAN LARUTAN BAKU ASETOSAL
- Siapkan timbang 100 mg asetosal, gerus kemudian tambahkan 10 ml NaOH 1M
pada beaker glass, goyangkan tanpa diaduk
- Panaskan larutan hingga mendidih dan kemudian dinginkan
- Masukkan ke labu ukur 250 ml, bilas dan ad kan dengan aquadest
- Buat larutan baku seri dengan kadar 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm dan 80 ppm
Sebanyak 25 ml, kemudian diencerkan dengan larutan FeCl3 0,02 M hingga garis
tanda

10
- Perhitungan larutan baku 5 ppm

V1 C1  V2 C 2
25 mL . 5 ppm  V2 .100 ppm
25 mL . 5 ppm
V2 
100 ppm
V2 1,25 mL

- Mengambil 1,25 ml larutan baku induk dengan pipet ukur kemudian diad kan 25
ml dengan labu ukur
- Begitu pula dengan perhitungan dan pengenceran kadar 10 ppm, 25 ppm, 50 dan
80 ppm

IV. PREPARASI SAMPEL


- Siapkan satu sediaan tablet asetosal, gerus kemudian tambahkan 10 ml NaOH 1M
pada beaker glass, goyangkan tanpa diaduk
- Panaskan larutan hingga mendidih dan kemudian dinginkan
- Masukkan ke labu ukur 250 ml, bilas dan ad kan dengan aquadest
- Ambil 3,5 ml larutan masukkan ke labu ukur 100 ml kemudian diencerkan
dengan larutan FeCl3 0,02 M hingga garis tanda

V. PENENTUAN PANJANG GELOMBANG


- Nyalakan spektrofotometer, biarkan selama 20 menit
- Atur panjang gelombang, mulai dari 517 nm hingga 522 nm
- Nyalakan tombol absorban 0,00 dan transmitan 100
- Masukkan kuvet berisi blanko (aquades), bilas 3 x
- Masukkan kuvet berisi larutan seri asetosal dengan kadar 50 ppm
- Baca absorbansi seiring dengan penambahan panjang gelombang
- Tentukan panjang gelombang maksimal, yaitu panjang gelombang yang memiliki
nilai absorbansi tertinggi

PANJANG GELOMBANG (nm) ABSORBANSI

517

518

519

520

521

522

VI. PENENTUAN OPERATING TIME


- Atur panjang gelombang sesuai dengan hasil panjang gelombang maksimal yang
didapat sebelumnya
- Baca nilai absorbansi larutan seri asetosal dengan kadar 50 ppm
- Tentukan Operating time, yaitu waktu dimana nilai absorbansi larutan mulai
memiliki nilai yang konstan

11
VII. PEMBUATAN KURVA BAKU DAN PENENTUAN REGRESI LINEAR
- Analisis tiap seri kadar larutan baku ppm pada panjang gelombang maksimum
yang didapat
- Masukkan aquadest pada kuvet blanko, bilas 1x sebelumnya
- Masukkan seri kadar larutan baku, bilas 1 x sebelumnya
- Running spektrofotometer sesuai panjang gelombang maksimum
- Didapat nilai absorbansi dari tiap seri kadar larutan baku

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

10

20

50

80

Data dari konsentrasi dan absorbansi kemudian dibuat persamaan regresi linear dan
tentukan nila R2
Y= a + bx

VIII. ANALISIS KADAR SAMPEL DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV


- Tentukan konsentrasi larutan sampel asetosal setelah pengenceran yaitu dengan
mensubstitusikan nilai absorbansi larutan sampel ke dalam persamaan kurva
standar
- Didapat kadar sampel dalam satuan ppm

IX. PENENTUAN KADAR SAMPEL


Penentuan kadar sampel berupa persentase dengan rumus berikut

X Vs
% Kadar sampel   FP 100%
1000  Ms
Keterangan :
X : konsentrasi larutan sampel (ppm)
Vs : volume sampel
Ms : massa sampel
FP : Faktor Pengenceran

Bandingkan dengan persyaratan farmakope penetapan kadar asetosal pada sediaan


tablet

12
PERCOBAAN 5

PENETAPAN KADAR ASETOSAL SECARA ALKALIMETRI

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar asetosal dalam sampel tablet

II. LANDASAN TEORI


Asetosal merupakan bahan obat yang telah digunakan secara luas, diantaranya
adalah sebagai obat antipiretik, sebagai obat inflamantori dan sebagai analgesik. Asetosal
dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan asetil klorida atau anhidrid asam
asetat menggunakan katalisator H2SO4 pada suhu 58-60 °C. Rumus bangun asetosal
adalah sebagai berikut:

asetosal bersifat asam sehingga untuk mengetahui konsentrasi asetosal dapat


dilakukan dengan cara titrasi dengan larutan NaOH. Gugus asetil dalam reaksi netralisasi
ini lebih sukar lepas daripada gugus karbonil sehingga terjadi reaksi sebagai berikut:

Titrasi menggunakan indikator fenolftalein diakhiri saat terjadi perubahan warna


yang konstan selama satu menit. Jika NaOH berlebih akan terjadi reaksi sebagai berikut:

O OH

+ CH CCONa
O C CH 3 3
→ COONa
+ NaOH
COONa

13
III. METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
Alat yang dibutuhkan adalah: buret, Erlenmeyer, gelas beker, pipet volume, pipet
tetes, mortar-stamper, push ball, gelas ukur, statif.

Bahan yang dibutuhkan: akuades, sampel tablet aspirin, larutan NaOH 0,1 N, larutan
asam oksalat 0,05 N, indikator PP 1%, etanol netral.

B. Prosedur Kerja
B.1. Standardisasi larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat (H2C2O4) 0,05 N.
1. Pipet 10 mL H2C2O4, masukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Tambahkan 3 tetes indikator PP 1%.
3. Menitrasinya dengan NaOH sampai larutan berubah menjadi merah muda
konstan.
4. Titrasi diulang sebanyak 3 kali.

B.2. Penentuan kadar Asetosal


1. Timbang satu tablet sampel yang mengandung asetosal.
2. Gerus tablet sampai halus dan homogen kemudian masuk ke dalam Erlenmeyer.
3. Cuci mortir dan stamper dengan alkohol netral hingga bersih, kemudian masukkan
ke dalam erlenmeyer sampai volume alkohol yang dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer adalah 10 mL
4. Erlenmeyer digoyang-goyang hingga seluruh sampel larut.
5. Tambahkan 3 tetes indikator PP pada Erlenmeyer
6. Titrasi dengan NaOH hingga larutan berubah menjadi merah muda dan bila
dibiarkan selama 1 menit warnanya tetap.
7. Penetapan kadar diulang sampai 3 kali dengan tablet yang berbeda.

IV. DATA HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

A. Hasil Pengamatan
Standardisasi

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah

14
Penetapan kadar:

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah

B. Standarisasi NaOH dengan H2C2O4


Titrasi Volume awal titrasi Volume akhir titrasi Volume titrasi (mL)
ke- (mL) (mL)

Rata-rata

Perhitungan:
V  N NaOH  V  N H 2 C 2 O4
V  N H 2C2O4
N NaOH 
V NaOH

C. Penentuan kadar Asetosal

Merk asetosal yang dipakai = ......................................................

Massa sampel Volume awal Volume akhir Volume titrasi


Titrasi ke-
titrasi (mL) titrasi (mL) (mL)

Rata-rata

15
 Vsampel  N NaOH 
 
 mL ~  N ~ 
Kadar asetosal (b/b) =
   mg ~ 100%
M 1000

Ket: Vsampel = Volume NaOH yang digunakan saat titrasi sampel (mL)
NNaOH = Normalitas NaOH hasil standardisasi (N)
mL~ = Volume kesetaraan (mL)
N~ = Normalitas kesetaraan (N)
mg~ = massa kesetaraan (mg)
M = massa sampel (g)

*harga kesetaraan lihat di Farmakope

16
PERCOBAAN 6

PENETAPAN KADAR NaCl INFUS SECARA ARGENTOMETRI

I. TUJUAN
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar NaCl dalam infus

II. LANDASAN TEORI


Titrasi pengedapan terbatas pada reaksi-reaksi antara ion Ag+ dan anion-anion X-
yaitu: halida, tiosianat dan sianida. Metode analisis kuantitatif dimana AgNO3
dipergunakan sebagai larutan standar dinamakan argentometri. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:

Ag+ + X-  AgX(p)

Suatu reaksi pengendapan berlangsung berkesudahan bila endapan yang terbentuk


mempunyai kelarutan yang cukup kecil. Di dekat titik ekivalennya akan terjadi
perubahan besar dari konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menentukan berakhirnya
suatu reaksi pengendapan dipergunakan suatu indikator yang akan menghasilkan suatu
endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi pegendapan ini. Cara
mohr menggunakan ion kromat untuk mengendapkan Fe3+ untuk membentuk kompleks
berwarna dengan ion tiosianat dan cara fajans menggunakan indikator adsorbsi.
Infus intravena adalah sediaan parental dengan volume besar yang ditujukan untuk
intravena. Pada umumnya cairan infus digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan
memberikan nutrisi tambahan untuk mempertahankan fungsi normal tubuh yang
membutuhkan asupan kalori yang cukup selama penyembuhan.

REAKSI :
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl
AgNO3 + NaCl  AgCl (end putih) + NaNO3
2 AgNO3 + K2CrO4  Ag2CrO4 (end merah bata) + 2KNO3

b. Penetapan kadar NaCl


AgNO3 + NaCl  AgCl (end putih) + NaNO3
2 AgNO3 + K2CrO4  Ag2CrO4 (end merah bata) + 2KNO3

III. METODE PERCOBAAN

ALAT : Buret, Erlenmeyer, gelas beaker, pipet volume, gelas ukur, batang pengaduk,
tabung reaksi, pipet tetes
BAHAN : infus NS; NaCl 0,05 N; AgNO3 0,1 N; K2CrO4; Akuades
PROSEDUR :
1. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl
a. Pipet 10,0 mL NaCl 0,05 N, masukkan ke dalam Erlenmeyer
b. Tambah 3 tetes indikator K2CrO4
c. Titrasi dengan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata.
2. Penetapan Kadar (3x PK)
a. Pipet 5 mL sampel Infus NaCl, masukkan ke dalam Erlenmeyer

17
b. Tambah 3 tetes indikator K2CrO4
c. Titrasi dengan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata.

IV. HASIL PERCOBAAN


D. Hasil Pengamatan
1. Standardisasi

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah

2. Penetapan kadar:

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah

3. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl


Titrasi Volume awal titrasi Volume akhir titrasi Volume titrasi (mL)
ke- (mL) (mL)

Rata-rata

18
Perhitungan:
V  N  AgNO3  V  N  NaCl
V  N NaCl
N AgNO3 
V AgNO3

4. Penentuan kadar NaCl

Merk Infus yang dipakai = ......................................................


Titrasi volume sampel Volume awal Volume akhir Volume titrasi
ke- titrasi (mL) titrasi (mL) (mL)

Rata-rata

Perhitungan:
 V  N AgNO3 
 
 mL ~  N ~ 
Kadar NaCl dalam Infus (b/v) =
   mg ~ 100%
V 1000

Ket: Vsampel = Volume saat titrasi sampel (mL)


NNaOH = Normalitas AgNO3 hasil standardisasi (N)
mL~ = Volume kesetaraan (mL)
N~ = Normalitas kesetaraan (N)
mg~ = massa kesetaraan (mg)
V = Volume sampel (mL)

*harga kesetaraan lihat di Farmakope

19
PERCOBAAN 7

PENETAPAN KADAR VITAMIN C SECARA IODIMETRI

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar Vitamin C dalam sampel
tablet

II. LANDASAN TEORI


Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi reduksi-oksidasi, reaksi ini berlangsung jika terjadi interaksi dari
senyawa/unsur/ion yang bersifat reduktor dengan senyawa/unsur/ion yang bersifat
reduktif. Titrasi redoks biasanya digunakan untuk menentukan kadar logam atau
senyawa yang bersifat oksidator atau reduktor.
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat-zat yang potensial
reduksinya rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh
iodium. Cara melakukan analisa dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu
secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekuivalen. Iodium
merupakan oksidator yang relatif lemah.
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah
sampai basa lemah, pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine akan mengalami reaksi
disproporsionasi menjadi hipoiodat. Indikator yang digunakan dalam titrasi iodimetri
adalah larutan amylum, indikator ini digunakan karena warna biru tua kompleks pati-iod
berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar pada larutan sedikit
asam.

III. METODE PERCOBAAN


A. Alat dan Bahan
Alat yang dibutuhkan adalah: buret, Erlenmeyer, gelas beker, pipet volume, pipet
tetes, mortar-stamper, push ball, gelas ukur, statif.

Bahan yang dibutuhkan: akuades, sampel tablet vitamin C, larutan KIO3 0,05 N,
Na2S2O3 0,1 N, I2 0,1 N, KI 5%, indikator amilum 1%, H2SO4 2N

B. Prosedur Kerja
B.1. Standardisasi larutan Na2S2O3 dengan KIO3 0,05 N.
 Pipet 10 mL KIO3, masukkan ke dalam Erlenmeyer.
 Tambahkan 5 mL larutan KI 5%
 Tambahkan 2 mL H2SO4 2N, lalu tutup dengan plastik

20
 Titrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning muda
 Tambahkan 6 tetes indikator amilum 1%
 Titrasi lagi dengan Na2S2O3 hingga larutan berwarna jernih/bening
 Ulangi pengambilan data 3X

B.2. Standardisasi I2 dengan Na2S2O3


 Pipet 10 mL larutan Na2S2O3, masukkan ke erlenmeyer
 Tambahkan 6 tetes indikator amilum 1%
 Titrasi dengan I2 sampai terjadi perubahan warna biru tua konstan
 Ulangi pengambilan data sebanyak 3X

B.3. Penetapan kadar Vitamin C


 Timbang satu tablet sampel yang mengandung Vitamin C.
 Gerus tablet sampai halus dan homogen kemudian masuk ke dalam
Erlenmeyer.
 Tambahkan aquades sebanyak 10 mL
 Erlenmeyer digoyang-goyang hingga seluruh sampel larut.
 Tambahkan 6 tetes indikator amilum pada Erlenmeyer
 Titrasi dengan I2 hingga larutan berubah menjadi biru tua konstan
 Penetapan kadar diulang sampai 3 kali dengan tablet yang berbeda.

3. DATA HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


E. Hasil Pengamatan
1. Standardisasi Na2S2O3

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah

2. Standardisasi I2

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah

21
3. Penetapan kadar:

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah

4. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3


Titrasi Volume awal titrasi Volume akhir titrasi Volume titrasi (mL)
ke- (mL) (mL)

Rata-rata

Perhitungan:
V  N Na2S2O3  V  N KIO3
V  N KIO3
N Na2 S2O3 
V Na2 S2O3

5. Standarisasi I2 dengan Na2S2O3


Titrasi Volume awal titrasi Volume akhir titrasi Volume titrasi (mL)
ke- (mL) (mL)

Rata-rata

Perhitungan:
V  N I 2  V  N  Na2 S2O3
V  N Na2S2O3
N I2 
V I2

22
6. Penentuan kadar Vitamin C

Merk sampel yang dipakai = ......................................................

Massa sampel Volume awal Volume akhir Volume titrasi


Titrasi ke-
titrasi (mL) titrasi (mL) (mL)

Rata-rata

 Vsampel  N I 2 
 
 mL ~  N ~ 
Kadar Vitamin C (b/b) =
   mg ~ 100%
M 1000

Ket: Vsampel = Volume I2 yang digunakan saat titrasi sampel (mL)


NNaOH = Normalitas I2 hasil standardisasi (N)
mL~ = Volume kesetaraan (mL)
N~ = Normalitas kesetaraan (N)
mg~ = massa kesetaraan (mg)
M = massa sampel (g)

*harga kesetaraan lihat di Farmakope

23
PERCOBAAN 8

IDENTIFIKASI ANTALGIN DALAM


OBAT TRADISIONAL SEDIAAN PADAT

I. TUJUAN
Untuk mengetahui ada atau tidaknya Antalgin dalam obat tradisional sediaan padat

II. PRINSIP
Prinsip percobaan ini adalah analisa kualitatif Antalgin secara KLT setelah diekstraksi dari
cuplikan

III. DASAR TEORI


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai
norma yang berlaku di masyarakat. Faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan
obat tradisional adalah keamanan. Pemerintah telah mengatur tentang keamanan obat
tradisional, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 007 Tahun 2012 tentang Registrasi
obat tradisional, bahwa obat tradisional yang beredar di masyarakat harus memenuhi
berbagai persyaratan, antara lain menggunakan bahan yang memenuhi syarat keamanan
dan mutu, berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun menurun dan atau secara
ilmiah, begitu pula dengan proses produksinya harus memenuhi persyaratan cara
pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) dan tidak boleh mengandung bahan-bahan
kimia obat (BKO), narkotika atau psikotropika dan bahan lain yang berdasarkan
pertimbangan kesehatan atau berdasarkan penelitian dapat membahayakan kesehatan.
Bahan Kimia Obat (BKO) sering ditambahkan secara ilegal oleh pembuat obat
tradisional agar dapat menambah khasiat dan dapat memberikan efek yang lebih instan
dibandingkan obat tradisional yang tidak mengandung BKO. Walaupun efek
penyembuhannya segera terasa, tetapi akibat penggunaan bahan kimia obat dengan dosis
yang tidak pasti dapat membahayakan kesehatan dengan menimbulkan efek samping
mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada sampai
kerusakan organ tubuh yang serius seperti kerusakan hati, gagal ginjal, jantung bahkan
sampai menyebabkan kematian.
Salah satu BKO yang sering ditambahkan dalam obat tradisional adalah antalgin.
Antalgin merupakan derivate metansulfonat dari Amidopirina yang bekerja terhadap
susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi
pusat pengatur suhu tubuh.Tiga efek utama adalah sebagai analgesik, antipiretik dan anti-

24
inflamasi. Metode KLT dapat digunakan untuk identifikasi awal ada atau tidaknya
antalgin dalam obat tradisional sehingga dalam percobaan ini akan dilakukan uji kualitatif
antalgin menggunakan metode KLT.

IV. METODE PERCOBAAN


A. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah lempeng KLT silika GF254, chamber dan tutupnya,
pipa kapiler, timbangan analitik, erlenmeyer, cawan porselin, gelas ukur, corong
gelas, batang pengaduk, penangas air, hairdryer atau oven, lampu UV.
Bahan-bahan yang digunakan adalah jamu pegal linu, kertas saring, aluminium
voil, baku pembanding parasetamol, etanol, kloroform, metanol, amonia dan etil
asetat.

B. PROSEDUR
 Pembuatan Larutan Uji (A)
Dua gram cuplikan dimasukkan dalam Erlenmeyer, tambahkan 20 mL metanol,
distirer selama 5 menit kemudian saring. Filtrat ditampung di atas cawan porselen
dan diuapkan di atas waterbath sampai volume 5 mL.

 Pembuatan Larutan Baku (B)


Dibuat larutan Antalgin BPFI 0,5% b/v dalam methanol sebanyak 10 mL.

 Identifikasi KLT
Larutan A dan B ditotolkan secara terpisah dan di KLT sbb:
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : 1. Etil asetat : asam asetat glasial ( 24 : 1)
2. kloroform – aseton ( 4 : 1)
Penjenuhan : dengan kertas saring
Volume penotolan : larutan A dan B masing-masing 15 uL
Penampak bercak : lampu UV 254 nm.

25
PERCOBAAN 9

IDENTIFIKASI PARASETAMOL DALAM OBAT TRADISIONAL SEDIAAN


PADAT

I. TUJUAN :
Melakukan identifikasi ada atau tidaknya paracetamol dalam obat tradisional sediaan
padat

II. PRINSIP :
Analisis kualitatif paracetamol secara kromatografi lapis tipis setelah diekstraksi.

III. DASAR TEORI


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Faktor yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan obat tradisional adalah keamanan. Pemerintah telah
mengatur tentang keamanan obat tradisional, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.
007 Tahun 2012 tentang Registrasi obat tradisional, bahwa obat tradisional yang
beredar di masyarakat harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain
menggunakan bahan yang memenuhi syarat keamanan dan mutu, berkhasiat yang
dibuktikan secara empiris, turun menurun dan atau secara ilmiah, begitu pula dengan
proses produksinya harus memenuhi persyaratan cara pembuatan obat tradisional
yang baik (CPOTB) dan tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia obat (BKO),
narkotika atau psikotropika dan bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan
atau berdasarkan penelitian dapat membahayakan kesehatan.
Bahan Kimia Obat (BKO) sering ditambahkan secara ilegal oleh pembuat obat
tradisional agar dapat menambah khasiat dan dapat memberikan efek yang lebih
instan dibandingkan obat tradisional yang tidak mengandung BKO. Walaupun efek
penyembuhannya segera terasa, tetapi akibat penggunaan bahan kimia obat dengan
dosis yang tidak pasti dapat membahayakan kesehatan dengan menimbulkan efek
samping mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri
dada sampai kerusakan organ tubuh yang serius seperti kerusakan hati, gagal ginjal,
jantung bahkan sampai menyebabkan kematian.
Salah satu BKO yang sering ditambahkan dalam jamu adalah parasetamol.
Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang dalam dosis terapeutik
dapat meringankan atau menekan rasa nyeri. Metode KLT dapat digunakan untuk

26
identifikasi awal ada atau tidaknya parasetamol dalam jamu sehingga dalam
percobaan ini akan dilakukan uji kualitatif parasetamol menggunakan metode KLT.

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat:
Alat yang digunakan adalah lempeng KLT silika GF254, chamber dan tutupnya,
pipa kapiler, timbangan analitik, erlenmeyer, cawan porselin, gelas ukur, corong
gelas, batang pengaduk, penangas air, hairdryer atau oven

Bahan:
Jamu pegal linu, Kertas saring, aluminium voil, baku pembanding parasetamol,
etanol, kloroform, metanol, amonia dan etil asetat.

V. CARA KERJA
A. Pembuatan Larutan Uji
Dua gram sampel jamu ditambahkan 50 mL etanol, kemudian dihomogenkan
menggunakan shaker selama kurang lebih 30 menit dan disaring. Diuapkan pada suhu
70 °C, di atas penangas air hingga kering dan sisa penguapan ditambahkan 5 mL
etanol. (A)

B. LARUTAN BAKU:
Dibuat dengan paracetamol 0,1% b/v dalam etanol P. (B)

C. IDENTIFIKASI :
Larutan A dan B ditotolkan secara terpisah dan dilakukan kromatografi lapis tipis
sebagai berikut :
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : i. Etil asetat : etanol : amonia (85 : 10 : 5)
ii. kloroform – methanol (90 : 10)
Penjenuhan : dengan kertas saring
Volume penotolan : larutan A dan B masing-masing 10 μL
Jarak rambat : 10 cm
Penampak bercak : i. Cahaya ultraviolet 254 nm.
ii. Campuran sama banyak larutan besi (III) klorida 2% b/v
dengan larutan kalium ferisianida 1% b/v, bercak warna
biru.

27
Lampiran 1. Format Laporan Praktikum

PERCOBAAN 1

JUDUL PERCOBAAN

I. TUJUAN PERCOBAAN
II. DASAR TEORI
III. ALAT DAN BAHAN
IV. CARA KERJA
V. HASIL PERCOBAAN
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA
IX. LAMPIRAN (Berisi : perhitungan, dokumentasi percobaan dan
pengolahan data)

Catatan:

b. Prosedur kerja dibuat dalam bentuk diagram alir atau berupa narasi menggunakan kalimat
pasif.
c. Hasil percobaan: data sampel dan hasil percobaan dapat disajikan dalam bentuk tabel,
grafik atau gambar. Hasil pengamatan yang berupa kromatogram harus diberi judul dan
keterangan yang lengkap.
d. Pembahasan: membahas tentang metode-metode yang akan dipraktekkan, hasil yang
diamati, alasan pengambilan kesimpulan dan informasi lain yang terkait langsung dengan
kesimpulan
e. Laporan ditulis tangan menggunakan tinta berwarna hitam

28

Anda mungkin juga menyukai