Anda di halaman 1dari 4

JURNAL ORTOPEDAGOGIA, VOLUME 5 NOMOR 2 NOVEMBER 2019: 107 - 110

Modul Bina Diri Tunagrahita untuk Meningkatkan Keterampilan Mengajar Guru Inklusif

Akrim Ilma Mufidah, Sinta Yuni Susilawati

Universitas Negeri Malang


E-mail: mufidahilmaakrim@gmail.com

Abstrak: Keefektifan Modul Bina Diri untuk Meningkatkan Keterampilan Mengajar di Sekolah Inklusif.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keefektifan modul bina diri untuk meningkatkan keterampilan
guru mengajar bina diri di sekolah inklusif. Metode penelitian menggunakan Borg and Gall yang
memiliki sepuluh tahap. Dalam penelitian ini penulis mengadaptasi menjadi tujuh tahap. Hasil penelitian
menunjukkan modul bina diri anak tunagrahita efektif digunakan untuk meningkatkan keterampilan guru
mengajar.
Kata kunci: Modul, Bina Diri, Tunagrahita, Keterampilan Mengajar, Sekolah Inklusif

Abstract: Effectiveness of Self-Development Modules to Improve Teaching Skills in Inclusive Schools.


The purpose of this study is to improve the skills of teachers in self-development in inclusive schools.
This research uses the Borg and Gall development method you which has ten stages. The author’s study
adapted into seven stages. The results showed that the module of effective mental retardation was used to
improve the skills of teaching teachers.
Keywords: Modules, Self Development, Mentally impaired, Teaching Skills, Inclusive Schools

Pada umumnya peserta didik tunagrahita lebih (2016) menjelaskan, “Kecermatan dan keseksamaan
banyak bergantung pada orang tua dan orang-orang dalam melaksanakan kegiatan bina diri bagi anak
disekitarya. Hal tersebut disebabkan oleh hambatan tunagrahita sangat dituntut untuk dimiliki oleh guru
intelektual dibawah rata-rata, perilaku yang kurang yang mengajar di setiap Sekolah Luar Biasa dan
adaptif, keterbatasan keterampilan berkomunikasi Sekolah inklusif”.
dan keterbatasan dalam akademik. Hambatan peserta Tunagrahita adalah anak yang berhak
didik tunagrahita dipandang anak yang tidak dapat mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu baik
menolong diri sendiri, mengalami kesulitan dalam di SLB maupun di sekolah inklusif. Peraturan Gubernur
berinteraksi sosial sehingga diperlukan pendidikan Jawa Timur Pasal 7 No. 6 tahun 2011 pasal 7 ayat 1
yang terprogram yang berlangsung terus menerus menjelaskan “Sarana dan prasarana bagi peserta didik
dalam pembiasaan kehidupan sehari-hari sehingga berkebutuhan khusus serta memperhatikan akesebilitas
peserta didik tunagrahita hidup mandiri dan berperilaku dan/atau alat sesuai kebutuhan peserta didik”. Sarana
sesuai dengan norma dan aturan (Direktorat PKLK, dan prasarana di sekolah inklusif merupakan tanggung
2016). jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, orang
Gunahardi dan Maryadi (2011) menjelaskan, tua dan masyarakat serta komite sekolah. Sarana dan
program bina diri bertujuan agar anak tunagrahita prasana tersebut digunakan sebagai penunjang untuk
dapat mengurus dirinya sendiri, bersosialisasi dan mengembangkan potensi peserta didik luar biasa.
berkomunikasi dengan lingkungan serta melakukan Peserta didik tunagrahita membutuhkan sarana dan
pekerjaan sehari-hari secara mandiri. Pendapat tersebut prasarana yang aksebilitas sesuai dengan potensi yang
sesui dengan pendapat Tri, dkk (2017), bina diri dimilikinya. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan
merupakan aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan untuk bina diri peserta didik tunagrahita yaitu alat
sehari-hari seperti makan, berpakaian dan berpindah peraga bina diri, ruangan latihan bina diri dan modul
tempat tanpa membutuhkan bantuan orang lain. pembelajaran.
Pelaksanaan program bina diri dapat tercapai secara Modul pembelajaran adalah sebuah bahan ajar
optimal apabila sekolah bekerja sama dengan orang yang disusun menggunakan bahasa yang mudah
tua dan masyarakat. Orang tua berperan membiasakan dipahami sehingga peserta pembelajaran dapat belajar
anak mandiri melalui kegiatan sehari-hari seperti secara mandiri tanpa membutuhkan seorang fasilitator.
mengurus diri, menjaga kebersihan diri dan membantu Ditjen PMPTK (2008) menjelaskan, “modul yaitu
mengurus rumah. buku cetak yang dirancang agar dapat dipelajari secara
Anak tunagrahita belajar menyesuaikan diri mandiri oleh peserta pembelajaran.” Modul dapat
dengan norma, nilai dan budaya yang berlaku digunakan secara mandiri oleh guru sehingga lebih
di masyarakat. Sekolah sebagai lembaga yang menghemat waktu dan biaya. Sebagian besar guru di
melaksanakan kurikulum bina diri perlu memiliki guru SDN Sumbersari II bukan belatar belakang pendidikan
yang mempunyai kompetensi yang dapat memberikan khusus sehingga membutuhkan modul sebagai sarana
layanan pendidikan peserta didik tunagrahita. Garnida untuk belajar tentang bina diri anak tunagrahita.

107
108 JURNAL ORTOPEDAGOGIA, VOLUME 5 NOMOR 2 NOVEMBER 2019: 107 - 110

Keterbatasan waktu, ruang dan biaya memungkinkan Selain itu peneliti juga melakukan observasi untuk
guru untuk belajar menggunakan modul. Guru dapat mengalisis kebutuhan siswa. Siswa tunagrahita
menilai kemampuan hasil belajar melalui latihan soal. disekolah tersebut belum memiliki kemandirian
Modul dapat meningkatkan kompetensi guru dan mengurus dirinya sendiri, contohnya penggunaan toilet
meningkatkan pembelajaran bina diri yang efektif dan dan sikat gigi
berkualitas. Berikut ini studi pendahuluan peneliti di Kebutuhan modul bina diri di sekolah inkluisif
SDN Sumbersari II. Pertama, program bina diri anak menjadi alasan utama untuk penulis mengembangkan
tunagrahita sudah ada, namun belum berjalan lancar modul pembelajaran. Dengan adanya modul bina diri
karena keterbatasan jam pelajaran di sekolah sehingga dimaksudkan agar guru memiliki kompetensi bina
lebih memprioritaskan pemberian materi akademik. diri sehingga anak tunagrahita di sekolah inklusif
Dahulu saat menjadi sekolah rintisan inklusif, memiliki memperoleh pembelajaran bina diri.
dana untuk mengadakan program bina diri. Sedangkan
saat ini sekolah sudah mandiri sehingga belum memiliki
cukup dana untuk mengembangkan pembelajaan bina METODE
diri. Akibatnya GPK menyediakan alat dan bahan yang
sederhana untuk pembelajaran bina diri. Penelitian dan pengembangan ini menggunakan
pendekatan Research Development (R&D) dari
Kedua, prespektif pemikiran guru kelas terhadap
Borg and Gall (Silalahi, 2017). Adapun tahap-tahap
pogram bina diri. Guru kelas berpikir program bina
pengembangan dari Borg and Gall (1987) adalah (1)
diri merupakan tugas GPK. Sedangkan harapan dari
Research And Information Collecting, (2) Planning, (3)
GPK semua guru dan orang tua bekerja sama dalam
Develop Peliminary Form Of Product, (4) Preliminary
pelaksanaan program bina diri. Dari kondisi tersebut,
Field Testing, (5) Main Product Revision, (6) Main
GPK mengalami kendala untuk mengatur jadwal
Field Testing, (7) Operational Product Revision, (8)
pembelajaran bina diri dengan jadwal pelajaran
Operational Field Testing, (9) Final Product Revision,
dikelas. Jadwal pembelajaran kurikulam K13 sampai
(10) Dissemination And Implementation. Tahap-tahap
jam 3 sore, sedangkan apabila ada jam tambahan secara
dalam
fisik anak sudah tidak mampu. Apabila pembelajaran
bina diri dilaksanakan saat jam pelajaran, peserta didik penelitian dan pengembangan tidak harus
tunagrahita akan tertinggal materi pelajaran di kelas. harus diikuti secara lengkap. Menurut Gooch dalam
Pernyataan tersebut sesuai dengan temuan penelitian Hasyim (2016), penelitian ini perlu disederhanakan
Wulandari, Susilawati & Kustiawan (2019), kendala menjadi tujuh tahapan. Tahap-tahap tersebut yaitu: (1)
pelaksanaan program bina diri memasak bertepatan penelitian dan pengumpulan data; (2) perencanaan;
dengan kegiatan reguler sekolah seeperti try out dan (3) pengembangan desain produk awal; (4) validasi
pensi. Harapan dari GPK sekolah menyediakan modul produk; (5) merevisi hasil uji coba; (6) uji coba
bina diri sehingga semua guru dapat bekerjasama lapangan; dan (7) penyempurnaan produk akhir.
melaksanakan program bina diri. Modul yang sudah Subjek penelitian ini menggunakan siswa
dipatenkan baku khusus anak tunagrahita sehingga Tunagahita kelas II SDN Sumbersari II yang belum
GPK tidak perlu memodifkasi pembelajaran. dapat menggunakan kaos kaki dan Guru Pembimbing
Berdasarkan hasil wawancara dengan GPK, Khusus. Subjek in dipilih karena siswa tersebut
sekolah belum menyediakan modul, apabila GPK belum dapat memakai kaos kaki dan membuthkan
menyusun modul harus belajar terlebih dahulu dan pembelajaran bina diri. Teknik pengumpulan data
membutuhkan lebih banyak waktu. Selama ini GPK yang dilakukan adalah 1) wawancara yang bertujuan
merangkum materi berdasarkan kelas I, II, III dan kelas untuk memperoleh informasi awal tentang kebutuhan
IV, V dan VI. Kondisi tersebut dikarenakan ada 13 anak yang ada di lapangan, 2) tes yang bertujuan untuk
tunagrahita dengan berbagai macam karakteristik dan mengetahui keefektifan modul. Teknik analsis data
GPK tidak sempat membuat pembelajaran individual. digunakan untuk mengukur skor hasil tes kinerja siswa
dan hasil tes pengetahuan guru yang diadpsi dari
Kegiatan pembelajaran bina diri yang sudah
(Akbar):
berjalan yaitu membuat keterampilan origami, daur
ulang daun dan botol bekas. Selain itu ada kegiatan P=Σx/Σxi×100%
memakai baju, menyetrika baju, melipat baju. Selanjutnya hasil dari nilai tersebut digabungkan
GPK menentukan tujuan pembelajaran dengan cara ke dalam rumus berikut:
mengamati kondisi anak dan merencanakan kegiatan P=(Nilai1+Nilai2)/2 X 100%
apa yang sesuai dengan kondisi anak. Hasil wawancara Selanjutnya untuk keefektifan produk dalam
dengan guru kelas, mereka sangat mendukung jika ada pembelajaran mengacu pada SKM (Standard
program bina diri yang melibatkan guru kelas. Guru Kelulusan Minimal) adalah 75. Hasil dari perhitungan
kelas belum pernah mendapatkan pelatihan, sosialisasi tersebut kemudian diinterpretasikan ke dalam kriteria
atau seminar tentang bina diri. Guru kelas sangat keefektifan yang diadaptasi dari Akbar (2017).
antusias dan mendukung saat peneliti menawarkan
modul bina diri tunagrahita di SDN Sumbersari II.
Akrim Ilma Mufidah, Sinta Yuni Susilawati, Modul Bina Diri Tunagrahita untuk Meningkatkan Keterampilan . . . . . . . 109

HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu modul dipelajari secara mandiri oleh peserta
pembelajaran yang disesuiakan dengan kemampuanya,
Hasil serta ada tujuan dan evalusi. Saat guru menggunkan
modul ini, dapat mempelajari materi dan mengukur
Hasil wawancara studi lapangan yang dilakukan
hasil belajarnya melalui evaluasi. Modul dirancang
kepada guru pembimbing khusus di SDN Sumbersari
khusus untuk pembelajaran mandiri, khususnya
II diperoleh bahwa, 1) sekolah belum menyediakan
untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah inklusi.
sarana prasarana bina diri tunagrahita seperti modul, 2)
Dengan terakomodasi kebutuhan guru diharapkan
jadwal pembelajaran bina diri yang terbentur dengan
dapat meningkatkan keterampilan mengajar, sehingga
kegiatan di kelas sehingga program bina diri belum
pembelajaran bina diri menjadi efektif. Selain itu
berjalan lancar, 3) keterbatasan dana yang dimiliki
modul ini mempunyai desain buku dengan layout
sekolah untuk menyediakan sarana dan prasarana bina
menarik dan menggunakan kertas glossy.
diri.
Selanjutnya Mulyasa (2009) juga menjelaskan
Berdasarkan hasil validasi ahli media diperoleh
kelemahan modul yaitu penyusunan modul
presentase 92,5% termasuk pada kategori sangat valid
membutuhkan keahlian tertentu, sukar menentukan
atau dapat digunakan. Hasil validasi penilaian ahli
proses evaluasi karena setiap pembelajaran memiliki
materi diperoleh hasil 86,5% termasuk pada kategori
kemampuan yang berbeda untuk menyelesaikan
sangat valid atau dapat digunakan. Hasil analisis dan
modul dan biaya yang digunakan untuk memperoleh
pengolahan data validasi ahli bahasa diperoleh hasil
modul cukup mahal. Kelemahan modul bina diri
98% yang dapat dikategorikan sangat valid atau dapat
anak tungarahita ini adalah proses penyusunan modul
digunakan. Hasil validasi ahli praktisi diperoleh hasil
membutuhkan waktu yang cukup lama karena materi
89,5% yang dapat dikategorikan sangat valid atau
yang disajikan banyak dan saling berkaitan. Selain itu,
dapat digunakan.
jika modul ini didesain kurang menarik, kemungkinan
Uji coba dilakukan saat pembelajaran bina pembaca akan mudah bosan
diri tunagrahita menggunakan subjek satu siswa
tunaagrahita dan satu guru pembimbing khusus. Uji
coba dilakukan untuk mengetahui efektifitas modul bina KESIMPULAN DAN SARAN
bina diri tunagrahita. Uji coba dilakukan berdasarkan
penilaian kinerja terhadap hasil belajar siswa setelah Kesimpulan
mendapatkan pembelajaran menggunakan kaos kaki
Hasil validasi produk diperoleh skor rata-rata 90%.
(post test). Selain itu ada penilaian pengetahuan untuk
Jika mengacu pada kriteria kevalidan, skor tersebut
guru setelah pembelajaran bina diri menggunakan
termasuk dalam kriteria kevalidan sangat valid. Hasil
modul (post test).
uji coba diperoleh hasil 84,5%. Jika melihat kriteria
Dari hasil uji efektivitas modul dapat dijelaskan keefektifan produk, maka hasil uji coba individu
skor penilaian tes kinerja siswa 79,1% sedangkan masuk dalam kategori tinggi atau efektif.
hasil penilaian tes pengetahuan guru adalah 90%. Skor
tersebut kemudia dicari skor rata-rata yang diperoleh
hasil 84,5%. Hasil rata-rata skor tersebut menunjukkan Saran
modul bina diri sangat efektif digunakan.
Saran yang diajukan peneliti ditinjau dari
pemanfaatkan diharapkan modul, dapat digunakan
Pembahasan sebagai bahan ajar bagi guru dalam pembelajaran diri.
Saran pengembangan lebih lanjut, dapat dilakukan
Penelitian ini berangkat dari permasalahan anak melalui penelitian kuantitatif dengan memanfaatkan
tunagrahita di sekolah inklusif yang belum memiliki bina diri. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada
keterampilan bina diri dan sarana prasarna seperti pengaruh modul terhadap peningkatan kemampuan
modul yang terbatas. Darmiatun (2013) memberikan siswa tunagrahita dalam pembelajaran bina diri.
penjelasan modul merupakan bahan ajar yang disusun Selain itu, sebaiknya validator lebih dari satu orang
lengkap dan sistematis yang terdapat materi yang agar produk yang dihasilkan lebih layak dan sempurna
digunakan untuk membantu peserta pembelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran.
mencapai tujuan belajar yang spesifik. Modul bina
diri merupakan modul yang digunakan guru untuk
menyusun program pembelajaran bina diri. Materi DAFTAR PUSTAKA
dalam modul ini disusun secara lengkap dan sistematis,
terdiri dari dua bagian yaitu konsep bina diri tunagrahita Akbar, S. D. (2013). Instrumen perangkat pembelajaran.
dan proses penyusunan program pembelajaran bina Darmiatun, S. (2013). Menyusun Modul
diri. Bahan Ajar Untuk Persiapan Guru Dalam
Mengajar. Yogyakarta: Gava Media.
Keunggulan modul menurut Mulyasa (2009)
110 JURNAL ORTOPEDAGOGIA, VOLUME 5 NOMOR 2 NOVEMBER 2019: 107 - 110

Garnida, D. (2016). Modul Guru Pembelajar SLB Nomor, P. G. J. T. (6). Tahun 2011 tentang
Tunagrahita Kelompok Kompetensi A. Bandung: Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi
PPPPTK TK dan PLB. Jawa Timur. 2011.  Surabaya: Berita Daerah
Gunahardi & Maryadi. 2011. Modul PLPG Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Luar Biasa Pendalaman Materi. Surakarta: FKIP PKLK, D. P. (2016). Modul Pelatihan Kurikulum Khusus
UNS. Tahun 2013 Materi Program Pengembangan
Hasyim, A. (2016). Metode penelitian dan Diri Bagi Peserta Didik Tunagrahita. Jakarta:
pengembangan di Sekolah.  Yogyakarta: media Kemendikbud.
akademi. Silalahi, A. (2018). Development Research (Penelitian
Indonesia, P. M. P. N. R. Nomor 70 Tahun 2009 Pengembangan) Dan Research & Development
tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta (Penelitian & Pengembangan) Dalam Bidang
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Pendidikan/Pembelajaran.
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Tri, Y. D. Y., Cipta, N. A. N., Budhi, B. W., &
2009. Jakarta: Sekretariat Negara. Sahadi, S. H. (2017, November). Activity daily
Kependidikan, D. T., MUTU, D. J. P., KEPENDIDIKAN, living (ADL) of young people with intellectual
P. D. T., & NASIONAL, D. P. (2008). Penulisan disabilities. In  International Conference on
Modul. Jakarta: Depdiknas Diversity and Disability Inclusion in Muslim
Mulayasa, E. (2006). Kurikulum Yang Disempurnakan Societies (ICDDIMS 2017). Atlantis Press, 40-43.
Pengembangan Standar Kompetensi dan Wulandari, L. M. Susilawati, Y. S. & Kustiawan, U.
Kompetensi Dasar.  Bandung: PT Remaja (2019). Pelaksanaan Program Bina Diri bagi
Rosdakarya. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi.
Nasional, D. P. (2006). Pedoman memilih dan Jurnal Ortopedegogia. 5(1), 44-49.
menyusun bahan ajar. Jakarta: Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai