ABSTRAK
Di dalam penelitian ini, saya meneliti hubungan antara dimensi budaya individualisme kolektivisme terhadap
toleransi terhadap pemalasan sosial, yaitu sejauh mana individu bertahan dengan perilaku pemalasan sosial
yang dilakukan oleh rekan kerjanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kolektivisme, baik itu
kolektivisme horisontal, maupun kolektivisme vertikal, yang dimiliki individu tidak berhubungan dengan
toleransi individu terhadap perilaku pemalasan sosial yang dilakukan rekan kerjanya. Toleransi individu
terhadap pemalasan sosial justru diprediksikan oleh derajat individualisme horisontal dan vertikal yang
dimiliki oleh individu, semakin tinggi derajat individualisme, baik yang bersifat vertikal, maupun yang
horisontal; semakin individu mentolerir perilaku pemalasan sosial yang dilakukan rekan kerjanya.
ABSTRACT
In the present research, I examined the roles of individualism-collectivism on individual’s tolerance towards
social loafing. The results showed that tolerance towards social loafing appear to be associated with
individual’s degree of horizontal and vertical individualism. In contrast, vertical and horizontal collectivism
did not predict individuals’ willingness to tolerate social loafing. Hence, the act of social loafing is more
tolerable for individuals who possess high degree of individualism than those who are more collective.
Pemalasan sosial (social loafing) sosial (lihat Liden, Wayne, Jaworski, &
merupakan suatu kondisi di mana individu Bennet, 2004). Di dalam penelitian ini,
mengurangi usaha dan upaya ketika saya mencoba untuk menelaah sejauh apa
bekerja dalam kelompok (Karau & dimensi budaya individualisme-
Williams, 1993). Penelitian-penelitian kolektivisme berdampak pada kerelaan
sebelumnya menunjukkan bagaimana individu terhadap perilaku pemalasan
kelompok yang terdiri atas pelaku sosial yang dilakukan oleh rekan kerja atau
pemalasan sosial cenderung menghasilkan sekelompoknya.
luaran atau produk yang lebih buruk
daripada kelompok yang seluruh TOLERANSI PEMALASAN SOSIAL
anggotanya berperan aktif dalam
penyelesaian tugas (Latane, Williams, & Toleransi adalah kemampuan individu
Harkins, 1979). Pemalasan sosial untuk bertahan, menderita, atau menerima
melahirkan konsekuensi negatif yang sesuatu hal yang tidak disetujui atau tidak
mempengaruhi tidak hanya kelompok disukainya (Allport, 1954; lihat juga
secara keseluruhan, namun juga bagi Chong, 1994). Sedangkan pemalasan
individu yang melakukannya (Schnake, sosial merupakan kecenderungan individu
dalam Liden, Wayne, Jaworski & Bennett, untuk mengurangi usaha ketika bekerja di
2004). Para telah menemukan berbagai dalam kelompok, khususnya ketika usaha
faktor yang berasosiasi atau menjadi yang diberikan individu tersebut tidak
penyebab individu melakukan pemalasan dapat dibedakan dengan usaha yang
Rekomendasi mensitasi:
*Korespondensi mengenai penelitian ini dapat Samosir, S. V. (2014). Toleransi terhadap
dilayangkan kepada Santa Vinensia Samosir melalui pemalasan sosial: Peran dimensi budaya
email: 09.055ss@gmail.com individualisme-kolektivisme. Psikologia, 9(1), hal. 15-
24.
16
diberikan oleh individu lain (Karau & memiliki ikatan emosional antar individu
Williams, 1993; Baron & Byrne, 2005). yang kuat. Kolektivisme merupakan
Menggabungkan kedua definisi ini, budaya yang menekankan bahwa individu
toleransi pemalasan sosial dapat saling tergantung dengan individu lain,
didefinisikan sebagai kemampuan individu mendefinisikan diri sebagai bagian dari
untuk bertahan, menderita, menerima atau kelompok, dan memprioritaskan tujuan-
mengizinkan perilaku rekan kerja atau tujuan kelompoknya sebagai prioritas di
kelompok untuk mengurangi usaha terkait atas tujuan-tujuan pribadi (Triandis, 1995).
dengan pengerjaan tugas tertentu. Seperti halnya individualisme ,
kolektivisme juga dibagi menjadi vertikal
INDIVIDUALISME-KOLEKTIVISME maupun horisontal (Lee & Choi, 2005).
Individu dengan kolektivisme vertikal
Individualisme merupakan individu yang menekankan
integritas kelompok, individu bersedia
Hofstede (2005) mengartikan
mengorbankan tujuan pribadi demi tujuan
individualisme sebagai tatanan sosial yang
kelompok, dan memiliki preferensi dalam
dikarakteristikkan oleh ikatan emosional
kompetisi antar kelompok yang tinggi.
antar individu yang longgar.
Individu ini juga melihat dirinya sebagai
Individualisme adalah budaya yang
bagian penting kelompok, tetapi menyadari
menekankan gagasan bahwa individu
perbedaan antara satu anggota dengan
terpisah dan tidak tergantung dengan
yang lainnya (misal: status sosial
individu lain, mendefinisikan diri sebagai
pemimpin lebih tinggi daripada anggota).
otonom dari ingroup, tujuan pribadi
Selanjutnya, individu yang tinggi
menjadi prioritas di atas tujuan kelompok,
dalam dimensi kolektivisme horisontal
sikap individu secara personal lebih
adalah individu yang memandang dirinya
menentukan perilaku sosial individu
sebagai bagian dari kelompok akan tetapi
daripada norma (Triandis, 1995).
mereka memahami bahwa semua anggota
Triandis (dalam Lee & Choi, 2005)
kelompok setara. Individu kolektivisme
menyarankan bahwa individualisme dapat
horisontal melihat diri mereka mirip
dibagi menjadi horisontal maupun vertikal.
dengan dengan individu lain dan
Individu yang memiliki derajat vertikal
menekankan tujuan umum dengan orang
individualisme yang tinggi merupakan
lain, saling bergantung, dan bersosialisasi,
individu yang independen dan otonom
namun mereka tidak mudah untuk tunduk
tetapi juga kompetitif dan berusaha untuk
pada otoritas.
menjadi yang terbaik serta berusaha untuk
mendapatkan posisi status yang tinggi.
Dalam pola budaya ini, kompetisi PERAN INDIVIDUALISME-
merupakan aspek penting bagi setiap KOLEKTIVISME TERHADAP
individu. Individu-individu dengan derajat TOLERANSI PEMALASAN SOSIAL
individualisme horizontal yang tinggi
memandang diri mereka sepenuhnya Peran Individualisme vertikal
otonom, dan percaya bahwa kesetaraan Sebagaimana telah saya jelaskan,
antar individu merupakan hal yang ideal. individualisme vertikal adalah budaya
Meskipun menginginkan kemandirian dan yang menilai individu berdasarkan
keunikan pribadi, mereka tidak tertarik keunikan, yang diakui berdasarkan hierarki
untuk memiliki status yang lebih tinggi atau status sosial yang didapatkan melalui
dari anggota kelompok lainnya. kompetisi. Ketika bekerja dalam
Kolektivisme kelompok, individu yang tinggi dalam
derajat dimensi ini menginginkan agar
Hofstede (2005) mengartikan dirinya lebih baik daripada orang lain,
kolektivisme sebagai tatanan sosial yang keberhasilan atau kegagalan kelompok
17