Pada Lansia
Tujuan Pelatihan
60
56
50
40
30
30
10
0
2014 2015 2016 2025 2030
Tahun
Kondisi Aktual Lansia
Tiamin (Vitamin B1) Defisiensi umum pada lansia dan menyebabkan gagal jantung, neuropati perifer dan ensefalopati
Defisiensi biasanya pada wanita lansia dan menyebabkan penurunan masa tulang, pengeroposan tulang dan tingginya osteoporosis
Kalsium Asupan menurun seiring dengan bertambahnya usia karena perubahan diet
Berperan dalam pembekuan darah dan mencegah pengerasan pembuluh darah pada pasien yang mendapatkan obat
Vitamin K pengencer darah warfarin
Bersama Vitamin D dan Kalsium membantu mencegah kelemahan pada lansia
Defisiensi umum terjadi pada lansia dan menimbulkan penurunan respon imunitas sehingga rentan terhadap infeksi
Zinc Dapat membantu mencegah penyakit degenerasi macula dan katarak (bersama Vitamin C, Vitamin E, Copper, Lutein dan
Omega 3)
Selenium Defisiensi menimbulkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, menurunkan respon imum dan penurunan kognitif
Sasaran langsung :
• Pra lanjut usia (45-59 tahun)
• Lanjut Usia (60 – 69 tahun)
• Lanjut Usia risiko tinggi ( > 70th atau > 60th dengan masalah kesehatan)
Tinggi duduk dan atau tinggi lutut jika lansia mampu duduk
Alat :
• Mistar kayu sepanjang 2 meter
Cara :
• Lansia berdiri dengan kaki dan bahu menempel membelakangi tembok sepanjang pita
pengukuran yang ditempel di tembok
• Bagian atas kedua lengan hingga ujung telapak tangan menempel erat di dinding sepanjang
mungkin
• Pembacaan dilakukan dengan ketelitian 0.1 cm mulai dari bagian ujung jari tengah tangan
kanan hingga ujung jari tengah tangan kiri
Pengukuran Tinggi Duduk
Alat :
• Bangku duduk dari kayu dengan tinggi sisi 40 cm untuk laki-laki dan 35 cm untuk
perempuan
• Mikrotoa
Cara :
• Set-up Mikrotoa
• Lepaskan alas kepala atau ikat rambut
• Lansia duduk dengan posisi tubuh tegak, kepala, tulang belakang menempel rapat ke
dinding
• Tangan diletakkan santai di atas paha
• Kedua kaki dirapatkan pada dinding bangku, mata menatap lurus ke depan
• Pembacaan mikrotoa dilakukan dengan mengurangi hasil dengan tinggi bangku
Pengukuran Tinggi Lutut
Alat :
• Penggaris kayu/stainless steel dengan mata pisau menempel pada sudut 900
• Segitiga kayu untuk membentuk sudut 900
Cara :
• Lansia diukur dalam posisi duduk atau berbaring di atas permukaan rata tanpa
menggunakan bantal atau alas kepala
• Segitiga kayu diletakkan pada kaki kiri antara tulang kering dengan tulang paha membentuk
sudut 900
• Pengaris kayu ditempatkan diantara rumit sampai bagian tertinggi dari tulang lutut kanan
• Pembacaan dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1 cm
Pengukuran Asupan Lansia
• Menggunakan Mini-Nutritional Assessment (MNA)
untuk Skrining dan Monitoring
MNA - Penilaian
Penerapan PDIME !
Anda diminta mengelola satu Pos Pelayanan Terpadu untuk Lansia (Posyandu Lansia) di kelurahan Tuatua.
Terdapat 60 orang anggota yang tercatat pada Posyandu Lansia tersebut, namun anggota yang aktif mengikuti
kegiatan bulanan di Posyandu tersebut hanyalah 30-40 orang setiap kalinya.
Setiap bulan, para anggota berkumpul untuk mendapatkan pelayanan 5 meja meliputi konsultasi kesehatan,
pengukuran IMT, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan gula darah sewaktu dan layanan gizi.
Selain itu, para anggota juga berkumpul untuk melakukan senam lansia dan arisan setiap bulannya.
Pengkajian
1. Antropometri
• Prevalensi/proporsi lansia gizi kurang
• Prevalensi/proporsi lansia gizi buruk
• Prevalensi/proporsi lansia gizi lebih
2. Laboratorium
• Prevalensi/proporsi lansia dengan gula darah tinggi
• Prevalensi/proporsi lansia dengan kolesterol tinggi
3. Fisik/Klinis: Prevalensi/ proporsi lansia dengan tekanan darah tinggi
4. Riwayat gizi
- Hasil survei konsumsi
• Prevalensi/proporsi lansia dengan konsumsi energi, protein, lemak < 80% AKG
• Prevalensi/proporsi lansia dengan konsumsi energi, protein, lemak > 110% AKG
• Konsumsi makanan tinggi gula, garam, lemak (jika tersedia)
- Pengetahuan dewasa, lansia dan keluarga tentang gizi seimbang
- Perilaku makan terkait budaya (pantangan makan, dll)
- Gambaran pola aktivitas fisik pada lansia
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat Klien
• Jumlah/proporsi lansia yang mendapatkan pelayanan di Posyandu Lansia
• Catatan dari kantong-kantong daerah yang bermasalah, misal prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada lansia
• Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS
• Daya beli masyarakat
• Akses ke Posyandu lansia dan
• Pelayanan kesehatan lainnya serta kondisi geografis
Diagnosis Gizi
Contoh P-E-S
Evaluasi pada akhir masa intervensi 🡪 Bila tujuan intervensi tidak tercapai, maka lakukan proses PDIME kembali
Kesimpulan
Masalah gizi utama pada lansia terjadi karena perubahan fisiologis dan psikologis
Terdapat istilah “Anoreksia Penuaan” yang terjadi akibat masalah kurangnya asupan
Masalah gizi pada lansia dapat menyebabkan kerentaan dan komplikasi penyakit tidak menular
Perlu melakukan PDIME pada komunitas lansia yang ada di wilayah kerja masing-masing
Referensi
• Bruins MJ, et.al., The Role of Nutrients in Reducing the Risk for Noncommunicable Diseases
during Aging., Nutrients 2019, 11, 85.
• Clegg ME, et.al., Optimizing nutrition in older people., Maturitas 112 (2018) 34–38
• Kemenkes RI. Buku pedoman pelayanan gizi lanjut usia. Cet.2. 2014
• Setiati S., et.al., Frailty state among Indonesian elderly: prevalence, associated factors, and frailty
state transition., BMC Geriatrics (2019) 19:182
• Yanakoullia M. et.al., Eating habits and behaviors of older people: Where are we now and where
should we go?, Maturitas 114 (2018) 14–21
Penyusun
1. dr. Grace Wangge, PhD
2. Dr. Hera Nurlita
3. Dian Putri MS, M.Sc