Tugas Makalah Pengelolaan Kasus Gagal Napas
Tugas Makalah Pengelolaan Kasus Gagal Napas
Dosen Pembimbing:
Yanny Trisyani, SKp., MN., PhD
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021
2
KATE PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Atas pertolongan dan
ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengelolaan
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gagal Napas di Instalasi Gawat
Darurat ”. Shalawat serta salam, penulis limpahkan kepada Rasulullah SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah analisis
keperawatan kritis komprehensif di Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari segi
isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif
untuk perbaikan selanjutnya sangat penulis harapkan.
Penulis juga berharap atas ridha Allah terhadap apa yang sudah disusun
dalam makalah ini, hingga menjadi nilai amal ibadah di hadapan-Nya. Aamiin.
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
KATE PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................................................4
1.3 Manfaat Penulisan.....................................................................................................................4
1.4 Metode Penulisan.......................................................................................................................4
BAB II KONSEP DAN PEMBAHASAN.................................................................................................5
BAB III ANALISIS KASUS.....................................................................................................................6
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................................7
4.1 Kesimpulan................................................................................................................................7
4.2 Saran...........................................................................................................................................7
4
BAB I PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Medis Acute Respiratory Failure (ARF) atau Gagal Napas
1. Definisi
Gagal napas/Acute Respiratory Failure (ARF) adalah perubahan
pertukaran gas pernafasan (CO2 dan O2) sedemikian rupa sehingga fungsi
sel normal terancam (Burns, 2014). ARF didefinisikan sebagai PaO2 kurang
dari 60 mm Hg dan PaCO2 lebih besar dari 50 mm Hg dengan pH kurang
dari atau sama dengan 7,30. Nilai aktual PaO2 dan PaCO2 yang
menentukan ARF bervariasi, bergantung pada berbagai faktor yang
memengaruhi nilai gas darah arteri normal (atau dasar) pasien. Faktor-faktor
seperti usia, penyakit kardiopulmoner kronis, atau gangguan metabolik
dapat mengubah nilai gas darah "normal" untuk seorang individu,
memerlukan penyesuaian dengan definisi klasik ARF; misalnya, jika kadar
PaCO2 pada pria 75 tahun dengan PPOK biasanya 56 mm Hg, ARF tidak
akan terdiagnosis sampai pH kurang dari atau sama dengan 7,30 (Burns,
2014). Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi di mana sistem
pernapasan tidak dapat mempertahankan pertukaran gas yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan metabolik (yaitu oksigenasi dengan atau tanpa
eliminasi karbon dioksida yang memadai) (Slattery, Vasques, Srivastava, &
Camporota, 2020). Selain itu, Acute Respiratory Failure (ARF) dapat
didefinsikan sebagai sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan sistem
pernapasan untuk mempertahankan kadar O2 dan CO2 arteri yang memadai
sesuai dengan kebutuhan metabolisme sel. ARF bisa disebabkan oleh
kegagalan alat penukar, paru-paru, organ atau pompa, atau kegagalan otot
pernafasan. ARF dapat diklasifikasikan berdasarkan elemen disfungsional
atau waktu evolusi ketika kondisi tersebut terjadi (Castillo, 2015; Romero-
Dapueto et al., 2015).
3. Klasifikasi
Kegagalan pernafasan secara tradisional diklasifikasikan menjadi tipe I
dan tipe II. Kegagalan napas tipe I yakni kegagalan oksigenasi, secara klasik
menyebabkan hipoksemia dengan normokapnia, sedangkan kegagalan napas
tipe II yakni hipoksemia dengan kegagalan ventilasi, ditandai dengan
hipoventilasi alveolar dan hiperkapnia predominan berikutnya. Kedua tipe
tersebut bisa akut atau kronis (Slattery et al., 2020).
a. Gagal pernapasan hipoksemia (tipe I)
11
Kegagalan napas ini berasal dari efek satu atau lebih dari lima
mekanisme patofisiologis. Gagal nafas tipe I merupakan kegagalan
oksigenasi atau hypoxaemia arteri ditandai dengan tekanan parsial O 2
arteri yang rendah. Pasien dengan gagal napas tipe I biasanya
mengalami gangguan pertukaran gas dengan PaO2 rendah, kapasitas
residu fungsional rendah, dan penurunan komplians paru. Ventilasi
menit meningkat sebagai respons terhadap stimulasi reseptor paru,
asidosis metabolik, dan hipoksemia berat, yang menurunkan PaCO2.
b. Gagal Pernapasan hiperkapnia (gagal napas tipe II)
Kegagalan ventilasi atau hypercapnia ditandai dengan peningkatan
tekanan parsial CO2 arteri yang abnormal (PaCO2 > 46 mm Hg), dan
diikuti secara simultan dengan turunnya PAO2 dan PaO2, oleh karena
itu perbedaan PAO2 - PaO2 masih tetap tidak berubah. Tipe II dapat
didiagnosis bila kadar PCO2 dalam gas darah arteri meningkat; namun,
penting untuk disadari bahwa kedua jenis dapat hidup berdampingan
(Singh Lamba et al., 2016). Dalam kondisi normal PaCO2
dipertahankan dalam batas (4,8-5,9 kPa) karena ventilasi alveolar (Va)
tetap proporsional dengan produksi karbon dioksida (VCO2) meskipun
ventilasi menit sangat bervariasi. Jika kapasitas ventilasi terganggu,
peningkatan produksi karbon dioksida menyebabkan peningkatan
PaCO2 melalui pengurangan pembersihan, dan menyebabkan
kegagalan pernapasan. Mekanisme di balik ini diringkas di bawah ini.
4. Etiologi
Terlepas dari penyebab spesifik yang mendasari gagal napas,
patofisiologi gagal nafas dapat dibagi menjadi empat komponen utama:
gangguan ventilasi, gangguan pertukaran gas, obstruksi jalan napas, dan
kelainan ventilasi-perfusi.
a. Etiologi gangguan ventilasi: Cedera sumsum tulang belakang (C4 atau
lebih tinggi), Kerusakan saraf frenikus, Blokade neuromuskuler,
Sindrom Guillain-Barré, Depresi SSP, Overdosis obat (narkotika,
sedatif, obat-obatan terlarang), Peningkatan tekanan intracranial, Agen
anestesi, dan Kelelahan otot pernapasan.
12
5. Patofisiologi
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa patofisiologi gagal napas dibagi
menjadi empat, antara lain sebagai berikut (Burns, 2014).
a. Gangguan Ventilasi
Kondisi yang mengganggu otot pernapasan atau kontrol neurologisnya
dapat mengganggu ventilasi dan menyebabkan terjadinya gagal nafas.
Gerakan otot pernafasan yang menurun atau tidak ada mungkin karena
kelelahan akibat penggunaan yang berlebihan, atrofi karena tidak
digunakan, radang saraf, kerusakan saraf (misalnya, kerusakan bedah
pada saraf vagus selama operasi jantung), depresi neurologis, keadaan
penyakit progresif seperti Guillian-Barré atau amyotrophic lateral
sclerosis (ALS), atau setelah pemberian agen penghambat
neuromuskuler. Gerakan otot pernafasan yang terganggu menurunkan
pergerakan gas ke paru-paru, mengakibatkan hipoventilasi alveolar.
Ventilasi alveolar yang tidak memadai menyebabkan retensi CO2 dan
hipoksemia
b. Pertukaran Gas yang Terganggu
Kondisi yang merusak membran alveolar-kapiler mengganggu
pertukaran gas. Kerusakan langsung pada sel-sel yang melapisi alveoli
dapat disebabkan oleh penghirupan zat beracun (gas atau isi lambung),
pneumonia, dan / atau kondisi paru lainnya yang menyebabkan dua
perubahan alveolar yang merugikan. Yang pertama adalah peningkatan
permeabilitas alveolar, meningkatkan potensi kebocoran cairan
interstitial ke dalam alveoli dan menyebabkan edema paru nonkardiak.
Perubahan alveolar kedua adalah penurunan produksi surfaktan oleh sel
13
6. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari gagal nafas adalah sebagai berikut (Burns,
2014).
14
7. Tes Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis Gas Darah. Analisis gas darah arteri sangat penting dalam
diagnosis karena memastikan tingkat PaCO2, PaO2, dan pH darah.
Umumnya gagal napas akut diterima sebagai ada ketika. Pada
pasien dengan Kadar PaCO2 yang meningkat secara kronis, kriteria
ini harus diperluas untuk mencakup pH kurang dari 7,35. Modalitas
diagnostik lain dapat digunakan sesuai dengan kondisi yang
mendasari pasien, termasuk bronkoskopi untuk pengawasan jalan
napas atau pengambilan spesimen, radiografi dada, ultrasonografi
toraks, dan tomografi terkomputasi toraks (Singh Lamba et al.,
2016).
2) Pulse Oximetry. Alat ini mengukur perubahan cahaya yang
ditransmisikan melalui aliran darah arteri yang berdenyut.
3) Capnography. Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa
konsentrasi kadar karbondioksida darah secara kontinu.
Penggunaannya antara lain untuk konfirmasi intubasi trakeal,
mendeteksi malfungsi aparatus serta gangguan fungsi paru.
15
9. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada kegagalan napas adalah cedera paru
akibat ventilator (VILI). Ventilasi mekanis adalah perawatan yang
menyelamatkan jiwa. Namun, seperti kebanyakan intervensi medis, ventilasi
mekanis dikaitkan dengan potensi komplikasi. Di antaranya, cedera paru
akibat ventilator (VILI) adalah 'istilah umum' yang mengidentifikasi
23
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume
penurunan ekspansi paru.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan thrombus atau emboli.
e. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT
f. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas
stress.
25
3. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Oxygen therapy
1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan
oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi
pasien
6. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama
dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
28
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
2. Menunjukkan kemampuan untuk setelah berkunjung meninggalkan pasien
mencegah timbulnya infeksi 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
3. Jumlah leukosit dalam batas tangan
normal 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
4. Menunjukkan perilaku hidup tindakan kperawtan
sehat 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
klien. lingkungan)
Seorang laki-laki, Tn. K berusia 35 tahun, pekerjaan sebagai pegawai swasta, suku Jawa,
beragama Islam, berdomisili di Karawang Timur, dirujuk ke IGD RSUD Karawang dengan
diagnosis near drowning dan mengeluh sesak napas. Sesak napas dirasa sejak 3 jam SMRS.
Sesak napas setelah pasien tenggelam di Irigasi . Pasien tenggelam kira-kira 25 menit. Ketika
dikeluarkan dari irigasi pasien batuk disertai sedikit darah dan lumpur. Pasien pingsan dan
kebiruan. Pasien segera dibawa ke puskesmas terdekat , setelah diberi oksigen pasien sempat
sadar.
Breathing : frekuensi nafas 44×/menit, , inspeksi pergerakan dada simetris. Pada palpasi
didapatkan fremitus raba menurun pada kedua lapang paru. Perkusi didapatkan keredupan pada
kedua lapang paru. Auskultasi didapatkan suara bronkovesikuler pada kedua lapang paru.
Didapatkan ronki basah halus pada kedua lapang paru,
Circulation : tekanan darah 100/60 mmHg, , nadi 130×/menit, Pada pemeriksaan jantung, suara
jantung S1 dan S2 tunggal, tidak didapatkan bising jantung maupun irama galop.
Pada pemeriksaan abdomen, hepar dan lien tidak teraba, tidak didapatkan massa intra abdomen
dan nyeri tekan, serta bising usus dalam batas normal. Pemeriksaan anggota gerak tidak
didapatkan edema, tidak didapatkan jari tabuh, serta tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah
bening di ketiak maupun lipatan paha.
32
Berdasarkan pemeriksaan foto toraks didapatkan perselubungan pada kedua lapang paru, dan
berkonsultasi pada SMF Ilmu Penyakit Jantung, didapatkan edema paru non cardiogenic yang
bisa disebabkan penyakit dasarnya (drowning), Pasien didiagnosis sementara Sesak napas.
33
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
B, R., D, G., & DX, W. (2019). High flow nasal cannula compared with conventional oxygen therapy for
acute hypoxemic respiratory failure: a systematic review and meta-analysis. Intensive Care
Med(45), 563-572.
Bakerly, N. (2019). Non-invasive ventilation in acute respiratory failure the use of. NHS, 3(6).
34
Bigatello, L. M., & Allain, R. M. (2016). Acute Respiratory Failure. 319-334. doi:10.1007/978-3-319-
19668-8_24
Burns, S. (2014). AACN: essentials of critical care nursing (Vol. 1). Virginia: MC graw hill medical.
Castillo, R. L. (2015). Acute Respiratory Failure: Pathophysiological Basis From A Multidisciplinary
Clinical Approach. The Open Respiratory Medicine Journal, 9(2), 81-82.
Davidson, C., Banham, S., Elliott, M., Kennedy, D., Gelder, C., Glossop, A., . . . Thomas, L. (2016).
British Thoracic Society/Intensive Care Society Guideline for the ventilatory management of
acute hypercapnic respiratory failure in adults. BMJ Open Respir Res, 3(1), e000133.
doi:10.1136/bmjresp-2016-000133
Frat J, Joly F, & A, T. (2019). Noninvasive ventilation versus oxygen therapy in patients with acute
respiratory failure. Curr Opin Anesthesiol, 32, 150-155.
Marini, J. J., & Gattinoni, L. (2020). Management of COVID-19 Respiratory Distress. JAMA.
doi:10.1001/jama.2020.6825
Papazian, L., Aubron, C., Brochard, L., Chiche, J. D., Combes, A., Dreyfuss, D., . . . Faure, H. (2019).
Formal guidelines: management of acute respiratory distress syndrome. Ann Intensive Care, 9(1),
69. doi:10.1186/s13613-019-0540-9
Romero-Dapueto, C., Budini, H., Cerpa, F., Caceres, D., Hidalgo, V., Gutiérrez, T., . . . Giugliano-
Jaramillo, C. (2015). Pathophysiological Basis of Acute Respiratory Failure on Non-Invasive
Mechanical Ventilation. The Open Respiratory Medicine Journal, 9(2), 97-103.
Scala, R., & Heunks, L. (2018). Highlights in acute respiratory failure. Eur Respir Rev, 27(147).
doi:10.1183/16000617.0008-2018
Scala, R., & Pisani, L. (2018). Noninvasive ventilation in acute respiratory failure: which recipe for
success? Eur Respir Rev, 27(149). doi:10.1183/16000617.0029-2018
Singh Lamba, T., Sharara, R. S., Leap, J., & Singh, A. C. (2016). Management of Respiratory Failure.
Crit Care Nurs Q, 39(2), 94-109. doi:10.1097/CNQ.0000000000000103
Slattery, M., Vasques, F., Srivastava, S., & Camporota, L. (2020). Management of acute respiratory
failure. Medicine, 48(6), 397-403. doi:10.1016/j.mpmed.2020.03.010
Small, N. (2020). Management of Respiratory Failure in the response to COVID-19. The Queensland
Emergency Department Strategic Advisory Panel (QEDSAP) Statewide Intensive Care
Clinical Network (SICCN) and Statewide Anaesthesia and Perioperative Care Clinical Network
(SWAPNET), 1(1).
Vashisht, R., & Duggal, A. (2020). Respiratory failure in patients infected with SARS-CoV-2. Cleve Clin
J Med. doi:10.3949/ccjm.87a.ccc025
35