Anda di halaman 1dari 52

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

MANAJEMEN VENTILATOR
Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Kritis
yang dibimbing oleh Bapak Arif Mulyadi, S.Kep., Ns. M.Kep.

Oleh :
Indah Hikmatul Qamariyah (P17212215005)
Bagas Aji Kusumajaya (P17212215019)
Indah Mei Puspita Sari (P17212215023)
Sonia Zalma Ardiansyah (P17212215043)
Ni Made Dyah Ayu S. (P17212215054)
Billiam Nasta Kharismawan (P17212215064)
Iffa Nur Aulia (P17212215074)
Hudarista Agustin (P17212215082)
Yazid Fahmi (P17212215120)
Muhammad Ridho (P17212215121)
Widda Safira (P17212215122)
Selvia (P17212215123)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan

karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas matakuliah Keperawatan Kritis

dengan judul “Konsep Asuhan Keperawatan Manajemen Ventilator” dengan sebaik-

baiknya dan menyelesaikan tepat waktu dalam keadaan sehat.

Kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Arif Mulyadi, S.Kep. Ns. M.Kep. yang telah membimbing kami dalam

mata kuliah Keperawatan Kritis dan memberi kami arahan dalam

mengerjakan tugas ini.

2. Orang tua yang telah memberi semangat dan rasa percaya diri untuk

menyelesaikan tugas dengan penuh kesabaran.

3. Teman-teman yang telah memberi dukungan satu sama lain baik secara

fisik maupun moral.

Kami berharap dalam pembuatan tugas ini semoga dapat menambah wawasan

yang luas dan baru bagi pembaca. Kami menyadari dalam tugas yang kami susun

masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan

untuk bahan evaluasi pembuatan makalah selanjutnya.

Malang, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................4

1.3 Tujuan..................................................................................................................4

1.3.1 Tujuan Umum................................................................................................4

1.3.2 Tujuan Khusus...............................................................................................4

BAB 2 KONSEP MEDIS.................................................................................................5

2.1 Definisi.................................................................................................................5

2.2 Tujuan..................................................................................................................5

2.3 Indikasi................................................................................................................. 6

2.4 Kriteria Pemasangan............................................................................................7

2.5 Manfaat................................................................................................................7

2.6 Efek Dari Ventilasi Mekanik..................................................................................8

2.7 Persiapan terapi ventilasi mekanik:......................................................................8

2.8 Klasifikasi Ventilasi Mekanik...............................................................................11

2.9 Mode Ventilator Mekanik....................................................................................13

2.10 Setting Ventilator Mekanik................................................................................16

2.11 Komplikasi........................................................................................................20

ii
2.12 Perawatan Pasien Dengan Ventilator Mekanik.................................................23

2.13 Penyapihan......................................................................................................23

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................32

3.1 Konsep Dasar Askep..........................................................................................32

3.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................................37

3.3 Intervensi Keperawatan......................................................................................38

3.4 Implementasi Keperawatan................................................................................49

3.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................................49

BAB 4 PENUTUP.........................................................................................................51

4.1 Kesimpulan.........................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................53

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernapasan secara harfiah berarti pergerakan oksigen dari atmosfer

menuju ke sel untuk proses metabolisme dalam rangka menghasilkan energi

dan keluarnya karbon dioksida sebagai zat sisa metabolisme dari seluler ke

udara secara bebas. Pernapasan dilakukan organ pertukaran gas yaitu paru

dengan pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot diafragma, isi dan

dinding abdomen serta pusat pernapasan di otak (Guyton dan Hall, 2006).

Kerja inspirasi dibagi menjadi 3 yaitu kerja compliance/elastisitas, kerja

resistensi jaringan dan kerja resitensi jalan nafas. Mekanisme pernapasan

terdiri dari inspirasi dan ekspirasi melalui peranan compliance paru dan

resistensi jalan nafas. Selama inspirasi normal, hampir semua otot-otot

pernapasan berkontraksi, sedangkan selama ekspirasi hampir seluruhnya pasif

akibat adanya elastisitas paru dan struktur rangka dada. Sebagian besar kerja

napas dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru

(Guyton dan Hall, 2006).

Kebutuhan oksigen tidak lepas dari gangguan yang terjadi pada sistem

pernafasan. Untuk menilai adanya gangguan pernafasan dapat dilakukan

melalui pemeriksaan fisik (untuk gangguan pernapasan berupa sesak nafas,

sianosis, dan lain-lain), dan melalui pemeriksaan diagnostik, yaitu pemeriksaan

analisa gas darah yang dapat dilakukan untuk menilai tekanan parsial oksigen

(pO2). Analisa gas darah memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi

darah arteri, pertukaran gas alveoli dan keseimbangan asam basa. Analisa gas

1
darah dapat menilai terjadinya ganguan pernafasan atau permasalahan

ventilasi dan difusi (Asmadi, 2008).

Tekanan parsial oksigen (pO2) merupakan indikator klinis untuk

mengetahui status oksigenisasi. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi tekanan parsial oksigen (pO2), yaitu hemoglobin, jenis kelamin,

umur, berat badan, tidal volume dan kondisi patalogis seperti penyakit paru

(Gravenstein dan Paulus, 2004). Status perbaikan ventilasi pada pasien dengan

ventilasi mekanik ditunjukkan dengan adanya perbaikan bunyi nafas dan nilai

analisa gas darah (peningkatan tekanan parsial oksigen (pO2) pada

konsentrasi oksigen yang sama) (Horne dan Swearingen, 2001).

Gangguan pernafasan yang sering terjadi salah satunya kegagalan

pernafasan. Menurut Ignatavicius dan Workman (2006), kegagalan pernapasan

lebih lanjut dapat didefinisikan sebagai kegagalan ventilasi dan atau kegagalan

oksigenasi yang disebabkan karena gangguan pusat pernapasan, penyakit/

gangguan otot dinding dada, peradangan akut jaringan paru dan beberapa

sebab lain seperti trauma yang merusak jaringan paru-paru maupun organ lain

seperti jantung dan otak. Diruang intensif, untuk mengatasi kegagalan

pernafasan digunakan bantuan pernafasan. Pemberian bantuan pernapasan

dengan pemasangan ventilasi mekanik dalam mengendalikan ventilasi paru

ditujukan untuk meningkatkan oksigenasi dan mencegah kerusakan paru.

Ventilasi mekanik adalah alat bantu nafas yang digunakan pada penderita

dengan gagal nafas dan penyakit lainnya. Ventilasi mekanik diberikan dengan

ketidakmampuan fungsi pernapasan untuk melakukan ventilasi alveolar secara

optimal (Sellares, 2009).


Smeltzer et al. (2008) menyatakan bantuan ventilasi mekanik digunakan

untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi kerja pernapasan,

meningkatkan oksigenasi ke jaringan atau mengoreksi asidosis pernapasan.

Pada penggunaan ventilasi mekanik dapat timbul komplikasi-komplikasi jika

tidak dilakukan perawatan dengan baikVentilasi mekanik (ventilator)

memegang peranan penting bagi dunia keperawatan kritis, dimana perannya

sebagai pengganti bagi fungsi ventilasi bagi pasien dengan gangguan

fungsi respiratorik (Sundana, 2014).

Ventilator merupakan alat bantu pernafasan bertekanan negatif atau

positif yang menghasilkan udara terkontrol pada jalan nafas sehingga pasien

mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka

waktu lama. Dimana tujuan dari pemasangan ventilator tersebut adalah

mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal untuk memenuhi kebutuhan

metabolik pasien, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transport

oksigen (Purnawan. 2010).

Dua cara dalam menggunakan ventilasi mekanik yaitu secara

invasif dan non invasif. Pemakaian secara invasif dengan menggunakan pipa

Endo Tracheal Tube (ETT) yang pemasangannya melalui intubasi, dimana

pemasangan pada pipa ETT akan menekan sistem pertahanan host,

menyebabkan trauma dan inflamasi lokal, sehingga meningkatkan

kemungkinan aspirasi patogen nasokomial dari oropharing disekitar cuff

(Setiadi & Soemantri, 2009). Pemakaian secara non invasif dengan

menggunakan masker, penggunaan ventilator non invasif ini di ICU jarang

ditemukan, karena tidak adekuatya oksigen yang masuk kedalam paru-

paru, kecenderungan oksigen masuk kedalam abdomen, maka dari itu


pemakaian ventilator non invasif jarang sekali digunakan (Sherina &

RSCM, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Medis Manajemen Ventilator?

2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Manajemen Ventilator?

3. Bagaimana Proses Penyapihan (Weaning) Pasien Ventilator Mekanik?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang manajemen ventilator

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep medis tentang

manajemen ventilator

b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penanganan pasien

ventilator

c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses penyapihan

(weaning) pasien terpasang ventilator mekanik?


BAB 2

KONSEP MEDIS

2.1 Definisi

Ventilasi mekanik merupakan terapi defenitif pada klien kritis yang

mengalami hipoksemia dan hiperkapnia, pada pemberian asuhana

keperawatan ventilasi mekanik ini dapat diberikan kepada pasien pada unit

perawatan krtis, medikal bedah umum bahkan dirumah (Suwardianto and

Astuti, 2020, p. 17).

Ventilasi mekanik merupakan alat pernafasan bertekanan negatif dan

positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam

waktu yang lama, sedangkan ventilator merupakan suatu alat yang digunakan

untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk

mempertahankan oksigenasi (Suwardianto and Astuti, 2020, p. 17).

Ventilasi Mekanik adalah sebuah alat bantu pernafasan yang

bertekanan negative atau positif yang dapat membantu untuk mempertahankan

ventilasi dan oksigenasi dalam waktu yang lama. Ventilator adalah sebuah alat

yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk

mempertahankan oksigenasi (Idawaty et al., 2018, p. 34).

2.2 Tujuan

Ventilasi mekanik bertujuan untuk memberikan ventilasi tekanan positif,

mempertahankan pertukaran gas alveolar, menurunkan kerja pernapasan dan

untuk memberikan konsentrasi oksigen dalam jumlah tertentu (Kurniati, Trisyani

and Theresia, 2013, p. 73).

5
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:

1. Mengurangi kerja pernapasan

2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien

3. Pemberian MV yang akurat

4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi

5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat

2.3 Indikasi

Indikasi pemasangan ventilator ; (Suwardianto and Astuti, 2020, p. 17)

- Pasien dengan respiratory failure (gagal nafas)

- Pasien dengan operasi teknik hemodilusi

- Post trepanasi dengan black out

- Respiratory arrest

- Obstruksi jalan nafas

- Oksigenasi tidak adekuat : saturasi O2<90% saat terpasang oksigenasi

aliran tinggi melalui masker non-rebreather

- Ventilasi tidak adekuat : hipoventilsi (pola nafas tidak efektif)

- Melindungi jalan nafas

2.4 Kriteria Pemasangan

Menurut (Suwardianto and Astuti, 2020, p. 18), seseorang perlu

mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :

1. Frekuensi nafas lebih dari 35 kali permenit

2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg

3. PaCO2 lebih dari 60 mmHg


4. AaDO2 dengan O2 100% hasilnya lebih dari 350 mmHg

5. Viral capasitu kurang dari 15 ml/kg BB

2.5 Manfaat

Menurut Suwardianto and Astuti, 2020, p. 18. Adapun manfaatnya

sebagai berikut:

1. Mengatasi hipksemia

2. Mengatasi asidosis respiratorik akut

3. Mengatasi distress pernafasan

4. Mencegah atau mengatasi atelektasis paru

5. Mengatasi kelelahan otot bantu nafas

6. Memudahkan pemberian sedative dan bloke neuromuscular

7. Menurunkan kebutuhan pemakaian oksigen sistematik dan miokard

8. Menurunkan tekanan intrakranial

9. Menstabilkan dinding dada

2.6 Efek Dari Ventilasi Mekanik

Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke

jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun.

Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat

atau usia lanjut), maka dapat mengakibatkan terjadinya hipotensi, darah yang

melewati paru juga berkurang. Bila tekanan yang terlalu tinggi bisa terjadi

gangguan oksigenasi. Bila volume tidal terlalu tinggi lebih dari 10-12 ml/kg/BB

dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac
output menurun akan tetapi organ lainpun akan menurun seperti hepar, ginjal

dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif dirongga thorax darah yang

kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat

(Suwardianto & Astuti, 2020, p. 23).

2.7 Persiapan terapi ventilasi mekanik:

1. Persiapan alat:

a. Ventilator lengkap: humidifier, tabung lengkap. Urocated tube, conectro dll

b. Alat tes paru-paru

c. Respirometer

d. Tabung O2 atau O2 Sentral

e. Aquadest steril

f. Sarung tangan steril.

2. Pelaksanaan

a. Siapkan peralatan

b. Cek identitas pasien

c. Berikan penjelasan

d. Pastikan pasien sudah terpasang Intubasi, jika tidak berikut tata laksana

singkat pemasangan Intubasi :

1) Oksigenasi pasien selama 3–5 menit, kemudian pasien diberi sedasi.

2) Penggunaan Set Laringoskopi No. Dokumen PT/30 No. Revisi 01

Halaman 4 dari 5 2. Melakukan ventilasi (tangan kiri memegang

sungkup ke pasien, tangan kanan memberikan ventilasi).

3) Memberikan pelumpuh otot agar mudah melakukan intubasi

4) Lakukan intubasi saat onset pelumpuh otot tercapai.


5) Buka mulut pasien dengan ibu jari bertumpu pada premolar mandibula

dan jari telunjuk tangan kanan menyentuh maksila kanan secara

menyilang.

6) Masukkan laringoskop, lidah disisihkan ke kiri sehingga lapangan

pandang tidak terhalang.

7) Minta asisten untuk melakukan manuver sellick atau menekan dan

menggerakkan kartilago tiroid ke belakang, kanan, atau kiri agar laring

dapat terlihat jelas.

8) Masukkan ET menggunakan tangan kanan melalui sudut kanan mulut

pasien ke dalam trakea. Dengan melihat melalui blade laringoskop,

masukkan ET sampai cuff tidak terlihat dari belakang pita suara. Posisi

ET dipertahankan, laringoskop ditarik.

9) Cuff dikembangkan dengan udara lewat spuit sekitar 5–10 cc sesuai

dengan kebutuhan.

10) Sambil memegang ET pada sudut bibir pasien, segera berikan ventilasi

dan oksigenasi.

11) Lakukan auskultasi pada daerah epigastrium untuk menyingkirkan

kemungkinan intubasi esofagus. Jika terdengar suara gurgle, ET harus

dicabut dan lakukan reintubasi.

12) Lakukan juga asukultasi pada daerah apek dan basal kedua paru untuk

menyingkirkan kemungkinan intubasi bronkus (biasanya bronkus kanan)

dengan cara membandingkan suara paru kanan dan kiri. Jika suara

paru kanan lebih besar berarti ET masuk ke dalam bronkus kanan dan

harus ditarik hingga terdengar suara yang sama antara paru kanan dan

kiri.
13) Memasang pipa orofaringeal (Guedel), memfiksasi ET dengan plester

melingkar yang ditempatkan di bawah dan di atas bibir yang

diperpanjang sampai ke pipi.

e. Atur ventilator sebelum dipasang (sesuai dengan mode)

f. Setting alat ventilator

1) Gunakan sarung tangan steril

2) Buka alat ventilator steril yang diperlukan

3) Bilas alat dengan aquadest streik

4) Setting sesuai yang digunakan

5) Isi humidifier dengan aquadest streik

6) Pasang selang O2 atau hubungkan dengan tabung O2

7) Cek ventilator dengan alat paru-paru buatan (test lung).

2.8 Klasifikasi Ventilasi Mekanik

Ventilator mekanik dibedakan atas beberapa klasifikasi, yaitu:

1. Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut

mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan

tekanan positif.

a. Ventilator Tekanan Negatif

Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.

Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara

mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis

ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan

kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral

amiotrifik dan miastenia gravis. Saat ini sudah jarang di pergunakan lagi
karena tidak bias melawan resistensi dan conplience paru, disamping itu

ventla tor tekanan negative ini digunakan pada awal – awal penggunaan

ventilator.

b. Ventilator Tekanan Positif

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan

tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk

mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi

endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien

dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu

tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.

c. Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat

dibagi menjadi empat jenis yaitu : Volume Cycled, Pressure Cycled, Time

Cycled, Flow Cycle.

a) Volume Cycled Ventilator.

Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di

ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya

berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah

mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator

adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume

tidal yang konsisten. Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien

dewasa dengan gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak

dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan

penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan

pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol,

sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi


volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena

alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko

tinggi untuk terjadinya volutrauma.

b) Pressure Cycled Ventilator

Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan.

Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai

tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi

tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada

perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah.

Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan

ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan pada pasien anak-anak atau

dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru (atelektasis, edema

paru) jenis ini sangat dianjurkan.

c) Time Cycled Ventilator.

Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan

waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi

ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit).

Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.

d. Berbasis aliran (Flow Cycle)

Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran

yang sudah diset.

2.9 Mode Ventilator Mekanik

Secara keseluruhan, mode ventilator terbagi menjadi 2 bagian

besar yaitu mode bantuan sepenuhnya dan mode bantuan sebagian.


1. Mode bantuan penuh terdiri dari mode volume control (VC) dan pressure

control (PC). Baik VC ataupun PC, masing-masing memenuhi target Tidal

Volume (VT) sesuai kebutuhan pasien (10-12 ml/kgBB/breath).

a. Volume Control (VC)

Pada mode ini, frekwensi nafas (f) dan jumlah tidal volume (TV) yang

diberikan kepada pasien secara total diatur oleh mesin. Mode ini

digunakan jika pasien tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan TV sendiri

dengan frekwensi nafas normal. Karena pada setiap mode control, jumlah

nafas dan TV mutlak diatur oleh ventilator, maka pada pasien-pasien yang

sadar atau inkoopratif akan mengakibatkan benturan nafas (fighting) anatara

pasien dengan mesin ventilator saat insfirasi atau ekspirasi. Sehingga pasien

harus diberikan obat-obat sedatif dan pelumpuh otot pernafasan sampai pola

nafas kembali efektif. Pemberian muscle relaksan harus benar-benar

dipertimbangkan terhadap efek merugikan berupa hipotensive.

b. Pressure Control (PC)

Jika pada mode VC, sasaran mesin adalah memenuhi kebutuhan TV atau

MV melalui pemberian volume, maka pada mode PC target mesin adalah

memenuhi kebutuhan TV atau MV melalui pemberian tekanan. Mode ini efektif

digunakan pada pasien-pasien dengan kasus edema paru akut. Mode bantuan

sebagian terdiri dari SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume), Pressure

Support (PS), atau gabungan volume dan tekanan SIMV-PS.

a) SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume)

Jika VC adalah bantuan penuh maka SIMV adalah bantuan sebagian

dengan targetnya volume. SIMV memberikan bantuan ketika usaha nafas


spontan pasien mentriger mesin ventilator. Tapi jika usaha nafas tidak

sanggup mentriger mesin, maka ventilator akan memberikan bantuan

sesuai dengan jumlah frekwensi yang sudah diatur. Untuk memudahkan

bantuan, maka trigger dibuat mendekati standar atau dibuat lebih tinggi.

Tetapi jika kekuatan untuk mengawali inspirasi belum kuat dan frekwensi

nafas terlalu cepat, pemakaian mode ini akan mengakibatkan tingginya

WOB (Work Of Breathing ) yang akan dialami pasien. Mode ini

memberikan keamanan jika terjadi apneu. Pada pasien jatuh apneu maka

mesin tetap akan memberikan frekwensi nafas sesuai dengn jumlah

nafas yang di set pada mesin. Tetapi jika keampuan inspirasi pasien

belum cukup kuat, maka bias terjadi fighting antara mesin dengan pasien.

Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada mode SIMV

diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, PEEP, FiO2 dan alarm

batas atas dan bawah MV.

b) Pressure Support (PS)

Jika PC merupakan bantuan penuh, maka PS merupakan mode

bantuan sebagian dengan target TV melalui pemberian tekanan. Mode ini

tidak perlu mengatur frekwensi nafas mesin karena jumlah nafas akan

dibantu mesin sesuai dengan jumlah trigger yang dihasilkan dari nafas

spontan pasien. Semakin tinggi trigger yang diberikan akan semakin

mudah mesin ventilator memberikan bantuan. Demikian pula dengan IPL,

semaikin tinggi IPL yang diberikan akan semakin mudah TV pasien

terpenuhi. Tapi untuk tahap weaning, pemberian trigger yang tinggi atau

IPL yang tinggi akan mengakibatkan ketergantungan pasien terhadap

mesin dan ini akan mengakibatkan kesulitan pasien untuk segera lepas
dari mesin ventilator. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat

pada mode VC diantaranya: IPL, Triger, PEEP, FiO2, alarm batas atas

dan bawah MV serta Upper Pressure Level. Jika pemberian IPL sudah

dapat diturunkan mendekati 6 cm H2O, dan TV atau MV yang dihasilkan

sudah terpenuhi, maka pasien dapat segera untuk diweaning ke mode

CPAP (Continuous Positive Air Way Pressure).

c) SIMV + PS

Mode ini merupakan gabungan dari mode SIMV dan mode PS.

Umumnya digunakan untuk perpindahan dari mode kontrol. Bantuan yang

diberikan berupa volume dan tekanan. Jika dengan mode ini IPL dibuat 0

cmH2O, maka sama dengan mode SIMV saja. SIMV + PS memberikan

kenyamanan pada pasien dengan kekuatan inspirasi yang masih lemah.

Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada mode VC

diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, IPL, PEEP, FiO2, alarm

batas atas dan bawah dari MV serta Upper Pressure Limit.

d) CPAP (Continous Positif Airway Pressure)Mode ini digunakan pada

pasien dengan daya inspirasi sudah cukup kuat atau jika dengan mode PS

dengan IPL rendah sudah cukup menghasilkan TV yang adekuat. Bantuan

yang di berikan melalui mode ini berupa PEEP dan FiO2 saja. Dengan

demikian penggunaan mode ini cocok pada pasien yang siap ekstubasi.

2.10 Setting Ventilator Mekanik

Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa

parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume

cycle ventilator (Smith-Temple & Johnson, 2011), yaitu :

1. Frekuensi pernafasan permenit


Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan

ventilator dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah

10-20 x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR

yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm

sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat

mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

2. Tidal volume

Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh

ventilator ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara

8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis

kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir

volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK

cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting

diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal

sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled.

3. Konsentrasi oksigen (FiO2)

FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara

inspirasi yang diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya

berkisar 21-100%. Settingan FiO2 padaawal pemasangan

ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi

kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah

pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah.

Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan

penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.

4. Positive end respiratory pressure (PEEP)


PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif

pada alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan

kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk

meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru. Tekanan positif

yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap terbuka

dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP

awal biasanya adalah 5 cmH2O.

5. Rasio inspirasi : ekspirasi

Rumus Rasio inspirasi :

Ekspirasi

Waktu Inspirasi + Waktu Istirahat

Waktu Ekspirasi

Keterangan :

a. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan

volume tidal atau mempertahankan tekanan.

b. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan

ekspirasi

c. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk

mengeluarkan udara pernapasan

d. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai

normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan

fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk

menaikan PaO2.
6. Limit pressure / inspiration pressure

Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari

ventilator volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan

barotrauma.

7. Flow rate/peak flow

Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan

volume tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.

8. Sensitivity/trigger

Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha

yang diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure

sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O,

sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin

tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang

melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien

yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas

ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure

sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas

spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak

diharapkan untuk bernaps spontan.

9. Alarm

Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm

perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm

tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator

terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan

adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk,


terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan

kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus

dipasang dalam kondisi siap.

2.11 Komplikasi

Komplikasi dari penggunaan ventilasi mekanik antara lain:

1. Komplikasi Jalan Nafas (Smeltzer, S.C. et al., 2008; Hudak and Gallo,

2010)

a. Jalur mekanisme pertahanan normal, tetapi sering terhenti ketika

terpasang ventilator

b. Penurunan mobilitas

c. Gangguan reflek batuk yang dapat menyebabkan infeksi pada paru-

paru

d. Aspirasi yang dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi.

Dimana risiko aspirasi setelah intubasi dapat diminimalkan dengan

cara mengamankan selang, mempertahankan manset mengembang,

dan melakukan sustion oral dan selang kontinyu secara adekuat

2. Masalah Selang Endotrakeal

Jika selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat

terjadi, dan kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi

demam dengan etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus

diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi dan beberapa derajat

kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan

malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi

arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi,
maka ancaman kehidupan pasca ekstubasi dapat terjadi (Hudak and Gallo,

2010)

3. Masalah Mekanis

Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai

4 jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak

adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang,

atau ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh

terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk,

atau tergigitnya selang endotrakeal (Hudak and Gallo, 2010)

4. Barotrauma

Ventilasi mekanik melibatkan “pemompaan” udara ke dalam dada

dengan menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP

ditambahkan maka tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi.

Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema.

Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan

pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea

berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit (Hudak and Gallo,

2010)

5. Penurunan Curah Jantung

Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama

kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis

dan menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain

meliputi gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran,

penurunan halauan urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat,

pucat, lemah dan nyeri dada (Hudak and Gallo, 2010)


6. Keseimbangan Cairan Positif

Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh

regangan reseptor yang gagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini

merangsang pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofisis posterior.

Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan haluaran urin

melengkapi masalah dengan merangsang respon aldosteron renin-

angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak

stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan dalam jumlah besar dapat

mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak and Gallo,

2010).

7. Peningkatan IAP

Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga

abdomen ke atas. Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa

menimbulkan gangguan dalam hubungan antara intraabdomen atas dan

bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler intra abdomen. Pada pasien-

pasien dengan penyakit kritis, yang terpasang ventilasi mekanik,

menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus dimonitor terus-

menerus khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka

tidak memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH. Setting

optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi respirasi dan

hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome

(ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji. Manajement

ventilator yang optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH meliputi:

monitor IAP, tekanan esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi dengan


tidal volume yang protektif, dan PEEP diatur berdasarkan komplain yang

terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru; sedasi dalam dengan atau

tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat; melakukan open

abdomen secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Hudak and Gallo,

2010).

2.12 Perawatan Pasien Dengan Ventilator Mekanik

Adapun perawat pada pasien dengan ventilasi mekanik menurut (Sheehy,

2018, p. 74) yaitu sebagai berikut:

1. Kaji pasien yang terpasang ventilator terkait keadekuatan ventilasi dan

kemungkinan terjadinya komplikasi seperti pneumothorax atau tension

pneumothorax.

2. Pasien yang terpasang ventilator sering merasa cemas, hal ini dapat

mengganggu ventilasi mekanik. Pemberian obat penenang atau narkotika

dapat membantu pasien rileks yang akan menurunkan usaha nafas dan

menurunkan kebutuhan oksigen.

3. Memantau oksimetri secara berkala atau terus menerus.

4. Jika ventilator menunjukkan tanda adanya peningkatan tekanan dijalan

nafas pasien, lakukan pengkajian ulang terhadap pasien terkait dengan

kebutuhan penghisapan. Jika setelah penghisapan klien terus memiliki

tekanan yang tinggi kaji tanda-tanda penumothorax.


2.13 Penyapihan

Penyapihan ventilasi mekanik adalah proses pelepasan bantuan

ventilator yang dilakukan secara bertahap maupun langsung. Penyapihan

pasien dari ventilasi mekanik adalah suatu hal yang penting di Intensive

Care Unit (ICU). Penyapihan ventilasi mekanik dilakukan jika kondisi pasien

telah mengalami perbaikan. Kondisi-kondisi yang telah dapat dilakukan

penyapihan seperti gagal napas perbaikan, penghentian obat sedasi dan

pelumpuh otot, kondisi kardiovaskular yang stabil, perbaikan metabolik dan

elektrolit, serta kemampuan napas yang adekuat.

a. Indikasi Penyapihan Ventilasi Mekanik

Dahulu, weaning dilakukan berdasarkan beberapa hal, yakni: volume

permenit, (MV), tekanan inspirasi maksimum, volume tidal, nafas cepat

dan

dangkal, indeks CROP. Kebanyakan dari kriteria diatas sensitif tapi tidak

spesifik, sehingga menskipun pasien gagal berdasarkan kriteria tersebut,

tetapi sebenarnya ia masih bisa dilakukan penyapihan. Ini menunjukkan

bahwa semua indikasi tersebut merupakan prediktor penyapihan yang buruk

pada pasien ICU secara umum. Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining

untuk menemukan kemungkinan dilakukan penyapihan.

Terdapat kriteria menurut Hudac & Gallo, 1994 mengenai keputusan penyapihan

ventilasi mekanik pada pasien. Namun demikian tidak semua pasien yang

memenuhi kriteria tersebut mampu bertoleransi terhadap latihan nafas spontan

(spontaneous breathing trial/SBT).

Tabel 1. Indikasi Penyapihan Ventilasi Mekanik


No. KRITERIA

1 Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan


ventilator
mekanik sudah tertangani
2 - PaO2/FiO2> 200

- PEEP < 5
- FiO2< 0,5

- pH > 7,25
- Hb > 8 g%

3 Pasien sadar, dan afebril (suhu tubuh normal)

4 Fungsi jantung stabil:


- HR < 140/min
- Tidak terdapat iskemi otot jantung (myokardial Ischemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopresor atau hanya menggunakan
obat- obatan inotropik dosis rendah

5 Fungsi paru stabil:


- Kapasitas vital 10-15 cc/kg
- Volume tidal 4-5 cc/kg
- Ventilasi menit 6-10l
- Frekuensi < 20 permenit

6 Kondisi selang ET/TT:


- Posisi diatas karina pada foto Rontgen
- Ukuran : diameter 8,5 mm

7 Terbebas dari asidosis respiratorik


8 Nutrisi :
- Kalori perhari 2000-2500 kal
- Waktu : 1 jam sebelum makan
9 Jalan Nafas :
- Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suction)
- Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid
- Posisi : duduk, semifowler

10 Obat-obatan :
- Agen sedatif : dihentikan lebih dari 24 jam
- Agen paralisis: dihentikan lebih dari 24 jam
11 Psikologi pasien
- Mempersiapkan kondisi emosi/psikologi pasien untuk tindakan
penyapihan

Untuk menentukan toleransi seorang pasien terhadap SBT dibutuhkan

kombinasi antara penelitiannya menemukan parameter SBT. Jika beberapa

kriteria dalam parameter tersebut ditemukan, maka hal tersebut merupakan

indikasi bantuan ventilasi mekanik dihentikan.

Tabel 2. Parameter Pengkajian SBT.

No. KRITERIA
1 RR > 35/min
2
- PaO2/FiO2> 200

- PEEP < 5

3 Pasien sadar, dan afebril (Suhu tubuh normal)


4
Fungsi jantung stabil :

- HR < 140/min

- Tidak terdapat iskemi otot jantung (myokardial ischemia)


5 Hb > 8 g%
6 Terbebas dari asidosis repiratorik

SBT dapat dilakukan pada pernafasan pasien dengan dukungan tekanan

rendah (5-7 cm H2O) atau menggunakan pernafasan T-Tube. Percobaan

awalan dalam beberapa menit dinamakan fase skrining. Selama fase ini

seharusnya pasien diawasi dengan ketat terhadap efek negatif yang mungkin

timbul. Kemudian percobaan dilanjutkan minimal 30 menit tetapi tidak lebih dari

120 menit untuk mengkaji kemungkinan proses penyapihan. Setiap kali pasien

mampu mempertahankan toleransi selama SBT maka harus dipertimbangkan

apakah jalan nafas pasien bisa dilepas. Hal ini dengan mempertimbangkan status

mental, mekanisme bersihan jalan nafas dan kemampuan untuk batuk. Jika pasien

menunjukkan tanda- tanda kurang bertoleransi maka penyapihan dianggap gagal

dan pemasangan ventilasi mekanik dapat dilakukan kembali. Pelaksanaan SBT

dalam jangka lama pada pasien yang intoleran menyebabkan peningkatan

kebutuhan oksigen sehingga bisa menyebabkan kerusakan serat otot- otot

pernafasan.

Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, penyapihan dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu penyapihan jangka pendek dan penyapihan jangka panjang.

a. Penyapihan Jangka Panjang


Penyapihan jenis pertama hanya membutuhkan waktu percobaan singkat, yaitu

sekitar 20 menit sebelum ektubasi. Langkah-langkah standar proses penyapihan

adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan prosedur penyapihan kepada pasien

2. Lakukan penghisapan

3. Mendapatkan parameter spontan

4. Berikan bronkodilator jika perlu

5. Istirahatkan pasien selama 15 - 20 menit

6. Tinggikan kepala tempat tidur

Metode yang digunakan dalam proses penyapihan jangka pendek adalah T-

Piece dan Intermiten Mamdatory Ventilation.

1. Metode T-Piece

Prosedur yang dilakukan melalui metode ini antara lain:

Mengumpulkan data fisiologis yang mendukung pelaksanaan penyapihan

Menghubungkan set T- Piece dengan FiO2 yang dibutuhkan pasien

(tunggu selama 20-30 menit untuk evaluasi potensial ektubasi. Lakukan

pengawasan data fisiologis tiap 5-10 menit jika perlu)

Pada akhir menit ke-30, periksa AGD pasien dan evaluasi pasien dari

tanda kelemahan.

Bila kriteria penyapihan terpenuhi, maka ektubasi dapat dilakukan.

2. Metode Intermitten Mandatory Ventilation

Meskipun metode ini sama efektifnya dengan metode T- Piece, namun

membutuhkan waktu yang lebih panjang karena tiap tambahan frekuensi

pernapasan harus disertai dengan AGD.


Sedangkan langkah- langkahnya sama dengan prosedur pada metode T-

Piece. Kecepatan pernafasan pada VMI diturunkan dua pernafasan

hingga mencapai 2 atau 0. Pada titik ini, pasien dapat dievaluasi dengan

kriteria penyapihan untuk menentukan potensial Ekstubasi.

b. Penyapihan Jangka Pendek

Waktu yang dibutuhkan untuk penyapihan lebih lama, yakni 3-4 minggu

karena berbagai permasalahan yang dihadapi. Prinsip pelaksanaannya pada

dasarnya sama dengan proses jangka pendek. Setelah keputusan penyapihan

dibuat maka diperlukan pendekatan tim. Anggota tim meliputi dokter, perawat,

terapis pernapasan, fisioterapis, terapi nutrisi, danpsikologis.

Metode penyapihan yang digunakan meliputi: T-Piece, CPAP,SIMV, dan

Pressure Support Ventilation.

1. T-Piece

Prosedur penyapihan dengan menggunakanT-Piece Antara lain:

a. Penyapihan dilakukan untuk 24 jam pertama

b. Pemeriksaan AGD.

c. Mulai penyapihan selama 5 menit per jam

d. Secara bertahap, tingkatkan penyapihan 5 menit selanjutnya perhari

e. Tekankan pasien agar tidak terlalu merasa kelelahan

f. Tingkatkan periode penyapihan hingga 1 menit/jam

g. Tingkatkan periode penyapihan dengan 5 menit tambahan sampai

mencapai 30 menit/jam

h. Tingkatkan periode istirahat sampai 1 jam setelah periode penyapihan

30 menit tercapai
i. Turunkan volume tidal pada repirator dengan 50 cc/hari

j. Setelah 8 jam periode penyapihan dilakukan, tingkatkan penyapihan

pada malam hari dan dini hari.

k. Lanjutkan 1 jam istirahat diantara periode penyapihan

l. Lakukan penyapihan pada malam hari dengan perlahan, ini

merupakan periode kritis

m. Penyapihan selesai.

Selama proses penyapihan yang panjang ini, pencatatan harus dilakukan terus,

salah satunya adalah total jam yang dibutuhkan selama penyapihan ini. Nilai

AGD dan peningkatan pernapasan spontan juga harus ditambahkan untuk

meyakinkan pasien secara aktual mengalami perkembangan yang signifikan.

2. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)

Persiapan penyapihan melalui mode SIMV sama dengan pada mode lain.

Kecepatan SIMV diturunkan perlahan. Hal ini memberikan kesempatan kepada

pasien untuk melatih otot pernafasan. Evaluasi yang cepat terhadap kemungkinan

hipoventilasi dan hiperkapnia merupakan hal yang sangat penting.

Kemudian volume tidal juga secara perlahan diturunkan sesuai dengan

kemajuan pasien. Pengawasan dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan

ventilasi pasien.

3. Continues Positive Air Ways Pressure (CPAP)

Meskipun masih kontroversial, namun penggunaan CPAP pada 5 cm H2O

dianggap menguntungkan bagi pasien dengan pernafasan tidak stabil dan

memiliki gradien besar PO2alveolar-arteri yang menimbulkan kolaps alveolar dini.


4. Pressure Support Ventilation (PSV)

Penggunaan Pressure Supportdalam penyapihan bertujuan untuk

meningkatkan tahanan dan kekuatan otot pernapasan. Penyapihan dimulai dengan

tingkat tekanan yang bisa menghasilkan volume tidal yang diharapkan. Kemudian

tekanan dikurangi secara perlahan tapi tetap memperhatikan pemenuhan volume

tidal yang diharapkan.

Metode penyapihan yang lain mengkombinasikan Antara metode SIMV denga

PSV. Kecepatan SIMV diturunkan, sementara pernapasan spontan pasien

diperbesar dengan PSV yang rendah. Keberhasilan proses penyapihan didefinisikan

sebagai pelepasan bantuan napas dan tidak ada bantuan ventilator selama 48 jam

berikutnya (Richard Pahala Sitorus, dkk. 2016).

Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, penyapihan dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu penyapihan jangka pendek dan penyapihan jangka panjang.

Penyapihan jangka pendek yaitu T- Piece, CPAP, SIMV, dan Pressure Support

Ventilation. Penyapihan jangka panjang yaitu T-Piece dan Intermitten Mandatory

Ventilation. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi lamanya penyapihan, yaitu

faktor nonventilator dan faktor ventilator. Faktor nonventilator antara lain

penyalahgunaan obat sedasi, malnutrisi, kurangnya dukungan psikologis, dan

kurangnya dukungan dari jantung jika terdapat kerusakan ventrikel kiri. Faktor

ventilator antara lain over ventilasi dan under ventilasi. Faktor-faktor yang

menyebabkan kegagalan dalam penyapihan dipengaruhi oleh pusat pengendali

pernafasan, kekuatan otot pernafasan, dan beban pada otot pernafasan( Kusuma,

2017),
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Dasar Askep

1. Anamnesa

Tanggal MRS :

Tanggal Pengkajian  :

No. Registrasi :

Diagnosa Medis :

2. Pengumpulan Data

Identitas:

Nama Pasien :

Usia :

Jenis Kelamin :

Alamat                       :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Agama :

Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi ventilator.

Dalam mengkaji klien dalam ranah keperawatan kritis, perawat mengevaluasi hal-

hal berikut :

a. B1 (breathing) merupakan pengkajian bagian organ pernapasan.

- Pola napas: Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.

- Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.


- Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP) menunjukan

adanya COPD

- Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.

- Sputum

- Parameter pada ventilator

Volume Tidal Normal : 10 – 15 cc/kg BB.

Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status

ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya

penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan

peningkatan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya

peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.

Kapasitas Vital : Normal 50 – 60 cc / kg BB

Minute Ventilasi

Forced expiratory volume

Peak inspiratory pressure

b. B2 (blood) merupakan pengkajian organ yang berkaitan dengan sirkulasi darah

yaitu jantung dan pembuluh darah.

- Irama jantung: frekuensi, reguler/irreguler

- Distensi vena jugularis

- Tekanan darah

- Bunyi jantung (S1, S2, S3)

- Pengisian kapiler / CRT

- Nadi perifer

- Edema
c. B3 (brain) merupakan pengkajian fisik mengenai kesadaran dan fungsi persepsi

sensori.

- Tingkat kesadaran: compos mentis, apatis, delirium, somnolen/letargi,

stupor, coma

- Penilaian GCS

d. B4 (bladder) merupakan pengkajian sistem urologi.

- Kateter urine

- Karakteristik urine: warna, jumlah, berat jenis

- Distensi kandung kemih

e. B5 (bowel) merupakan pengkajian sistem digestive atau pencernaan.

- Pemeriksaan rongga mulut: lesi, tanda-tanda dehidrasi

- Bising usus: dilakukan obsrvasi selama ± 2 menit

- Distensi abdomen: ascites, perdarahan, efek samping steroid

- Observasi nyeri

f. B6 (bone) merupakan pengkajian muskuloskletal dan integumen.

- Warna kulit, suhu, kelembaban, integritas, dan turgor kulit

- Observasi adanya lesi dan dekubitus

Pengkajian Peralatan:

 Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi dengan

tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-

benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada ventilator atau

pengukuran parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli

terapi pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus

mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan.


3.2 Diagnosa Keperawatan

1. D.0003 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi  perfusi.

2. D.0005 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.

3. D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing pada

trakea.

4. D.0119 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan

neuromuskuler.

5. D.0080 Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.

6. D.0019 Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic.

7. D.0142 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan utama.


3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. D.0003 Gangguan Setelah dilakukan intervensi
pertukaran gas selama 1x24 jam maka TERAPI OKSIGEN
berhubungan dengan pertukaran gas meningkat 1. Observasi
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil:  Monitor kecepatan aliran
ventilasi  perfusi.  Dispnea menurun oksigen
 Bunyi nafas tambahan  Monitor posisi alat terapi
menurun oksigen
 PCO2 membaik  Monitor aliran oksigen
secara periodic dan pastikan
 PO2 membaik
fraksi yang diberikan cukup
 Takikardia membaik
 Monitor efektifitas terapi
 pH arteri membaik
oksigen (mis. oksimetri, analisa
gas darah), jika perlu
 Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
 Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
 Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trachea, jika
perlu
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas
 Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat
mobilisasi pasien
3. Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur

2. D.0005 Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi


efektif berhubungan selama 1x24 jam maka pola PEMANTAUAN RESPIRASI
dengan depresi pusat napas membaik dengan 1. Observasi
pernafasan. kriteria hasil:  Monitor frekuensi, irama,
 Dispnea menurun kedalaman, dan upaya napas
 Penggunaan oto bantu  Monitor pola napas (seperti
napas menurun bradipnea, takipnea,
 Pemanjangan fase hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne
ekspirasi menurun -Stokes, Biot, ataksik0
 Monitor kemampuan batuk
 Frekuensi napas
efektif
membaik
 Monitor adanya produksi
 Kedalaman napas
sputum
membaik
 Monitor adanya sumbatan
jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3. D.0001 Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi


napas tidak efektif selama 1x24 jam maka MANAJEMEN JALAN NAPAS
berhubungan dengan bersihan jalan napas 1. Observasi
 Monitor pola napas
benda asing pada meningkat dengan kriteria (frekuensi, kedalaman, usaha
trakea. hasil: napas)
 Batuk efektif meningkat  Monitor bunyi napas
 Produksi sputum tambahan (mis. Gurgling, mengi,
menurun weezing, ronkhi kering)
 Mengi menurun  Monitor sputum (jumlah,
 Wheezhing menurun warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

4. D.0119 Gangguan Setelah dilakukan intervensi


komunikasi verbal selama 1x24 jam maka PROMOSI KOMUNIKASI: DEFISIT
berhubungan dengan komunikasi verbal BICARA
kelemahan meningkat dengan kriteria 1. Observasi
neuromuskuler. hasil:
 Kemampuan berbicara  Monitor kecepatan, tekanan,
meningkat kuantitas, volume dasn diksi
 Kemmpuan mendengar bicara
meningkat  Monitor proses kognitif, anatomis,
 Kesesuaian ekspresi
wajah/tubuh meningkat dan fisiologis yang berkaitan
 Respons perilaku dengan bicara
membaik  Monitor frustrasi, marah, depresi
atau hal lain yang menganggu
bicara
 Identifikasi prilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi

2. Terapeutik

 Gunakan metode Komunikasi


alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf, isyarat
tangan, dan computer)
 Sesuaikan gaya Komunikasi
dengan kebutuhan (mis: berdiri di
depan pasien, dengarkan dengan
seksama, tunjukkan satu gagasan
atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan
pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu

3. Edukasi

 Anjurkan berbicara perlahan


 Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara

4. Kolaborasi

 Rujuk ke ahli patologi bicara atau


terapis
5. D.0080 Ansietas Setelah dilakukan intervensi
berhubungan dengan selama 1x24 jam maka TERAPI RELAKSASI
ancaman kematian. tingkat ansietas menurun 1. Observasi
dengan kriteria hasil:  Identifikasi penurunan
 Verbalisasi kebingungan tingkat energy, ketidakmampuan
menurun berkonsentrasi, atau gejala lain
 Verbalisasi khawatir yang menganggu kemampuan
akibat kondisi yang kognitif
dihadapi menurun  Identifikasi teknik relaksasi
 Perilaku gelisah yang pernah efektif digunakan
menurun  Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
 Perilaku tegang
teknik sebelumnya
menurun
 Periksa ketegangan otot,
 Konsentrasi membaik
frekuensi nadi, tekanan darah,
 Pola tidur membaik
dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
 Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
2. Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi yang
tersedia (mis. music, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot
progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil psosisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang
atau melatih teknik yang dipilih’
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi terbimbing)

6. D.0019 Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi


berhubungan dengan selama 1x24 jam maka MANAJEMEN NUTRISI
peningkatan kebutuhan status nutrisi membaik 1. Observasi
metabolic. dengan kriteria hasil:  Identifikasi status nutrisi
 Porsi makanan yang  Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat intoleransi makanan
 Berat badan membaik  Identifikasi makanan yang
 Indeks Masa Tubuh disukai
(IMT) membaik  Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

2. Terapeutik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

7. D.0142 Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi PENCEGAHAN INFEKSI


berhubungan dengan selama 1x24 jam maka
tidak adekuatan tingkat infeksi menurun 1. Observasi
pertahanan utama. dengan kriteria hasil:  Identifikasi riwayat
 Demam menurun kesehatan dan riwayat alergi
 Kemerahan menurun  Identifikasi
 Nyeri menurun kontraindikasi pemberian
 Bengkak menurun imunisasi
 Kadar sel darah putih  Identifikasi status
membaik imunisasi setiap kunjungan ke
pelayanan kesehatan
2. Terapeutik
 Berikan suntikan
pada pada bayi dibagian paha
anterolateral
 Dokumentasikan
informasi vaksinasi
 Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu yang tepat
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan,
manfaat, resiko yang terjadi,
jadwal dan efek samping
 Informasikan
imunisasi yang diwajibkan
pemerintah
 Informasikan
imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
 Informasikan
vaksinasi untuk kejadian khusus
 Informasikan
penundaan pemberian imunisasi
tidak berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
 Informasikan
penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang

dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan

yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan

menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang

diberikan kepada klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa

tindakan keperawatan secara independent, dependent, dan interdependent.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat

digunakan sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang

dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan,

mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk

mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau perubahan

dalam membantu asuhan keperawatan.

Hasil yang diharapkan:

a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri 

pulmonal, dan tanda-tanda vital adekuat.


b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.

c. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh

dan jumlah sel darah putih.

d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.

e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat

komunikasi lainnya.

f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.


BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ventilator adalah bantuan hidup yang menggunakan suatu alat yang

dirancang untuk menggantikan atau menujang fungsi pernapasan yang normal.

Tujuan utama pada ventilator mekanik ini pemberian dukungan ventilator mekanik

adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki

fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. Pada ventilator mekanik ini

dibedakan menjadi 2 yaitu mekanik invasif dan non invasif. (Suwardianto &

Viataria, 2020, p. 17)

Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi

mekanik (ventilator) bila :

a. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.

b. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.

c. PaCO2 lebih dari 60 mmHg

d. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.

e. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB

Penyapihan dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses

pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap. Indikasi penyapihan

ventilasi mekanik, dilihat dari beberapa parameter antara lain proses penyakit,

PaO2, PEEP, FiO2, pH Hb, kesadaran, suhu tubuh, fungsi jantung, fungsi paru,

jalan nafas, obat- obatan agen sedative atau agen paralisis, serta psikologis

pasien. Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, penyapihan dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu penyapihan jangka pendek dan penyapihan jangka

panjang. Penyapihan jangka pendek yaitu T- Piece, CPAP, SIMV, dan Pressure

Support Ventilation. Penyapihan jangka panjang yaitu T-Piece dan Intermitten

Mandatory Ventilation. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi lamanya

penyapihan, yaitu faktor nonventilator dan faktor ventilator


DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ventilasi Mekanik.

http://JurnalKeperawatan.com/2017/14/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.

html

Asmadi, 2008. Teknik Prosedur Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien Jakarta:

Salemba Medika.

Banasik, J.L. 2001. Effect of lateral position on tissue oxygenation in the critically ill.

Heart Lung, NCBI, 30 (4), 269–276.

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta:

EGC.

Charlebois dan Wilmoth. 2004. Critical Care of Patients With Obesity, AACN

Advanced. Crit Care Nurse; 24: 19–27.

Evans, D., 1994. The use of position during critical illness: current practice and review

of the literature, Australian Critical Care, 7 (3), 16–21.

Hawkins, S.K, Stone, L, dan Plummer. 1999. A Holistic Approach to Turning Patients.

Nursing Standard. 14 (3), 51–2,54–6.

Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. EGC:

Jakarta

Horne, M.M. dan Swearingen, L.P., 2001. Kesimbangan Cairan Elektrolit dan Asam

Basa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Hudak and Gallo (2010) Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia: J.B.

Lippincott Company.
Idawaty, S., Huriani, E., & Gusti, R. P. (2018). Tingkat Pengetahuan Perawat Dan

Penerapan Ventilator Associated Pneumonia Bundle Di Ruang Perawatan

Intensif. NERS Jurnal Keperawatan, 13(1), 34.

https://doi.org/10.25077/njk.13.1.34-41.2017.

Guyton, A.C. dan Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.

Philadelphia: WB. Saunders Company, Misissipi.

Gravenstein, J.S. dan Paulus, A.D., 2004. Capnography:Carbon Dioxide Over Time

and Volume. Cape Town: Canbrige University Press.

Gullo, A. 2008. Anaestesi Pain Intensive Care Intesive and Emergency Medicine. Italy:

Springer.

Sheehy. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana (A. Kurniati, Y. Trisyani, &

M. Theresia, Siwi, Ikaristi (eds.); 1st ed.). ELSEVIER.

Suwardianto, H. and Astuti, V. W. (2020) Buku Ajar Keperawatan Kritis : Pendekatan

Evidence Base Practice Nursing. Kediri: Lembaga Chakra Brahmanda Lentera.

Urden, L. D., Stacy, K. M. and Lough, M. E. (2018) Critical Care Nursing : Diagnosis

and Management. 8th edn. Singapore: Elsevier.

Karmiza, Muharriza, Emil Huriani (2014).Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala 30 Derajat

Terhadap Nilai Tekanan Parsial Oksigen (Po2) Pada Pasien Dengan Ventilasi

Mekanik, Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 59–65.

Kusuma, Ida Bagus Wisnu Parbawa. Atmajaya, I Nengah Kuning (2017). Penyapihan

Ventilasi Mekanik. Bagian/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar.

Richard Pahala Sitorus, Iwan Fuadi, Ike Sri Redjeki, Ardi Zulfariansyah (2016).

Gambaran Tata Cara Dan Angka Keberhasilan Penyapihan Ventilasi Mekanik

Di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, Jurnal
Anestesi Perioperatif, 140–6, Jap. 2016;4(3): P-Issn 2337-7909; E-Issn 2338-

8463; Http:// Dx.Doi.Org/10.15851/Jap.V4n3.897 (3 Desember 2016

Sundana, K., 2008. Pendekatan Praktis di Unit perawatan Kritis. Bandung: CICU

RSHS.

Sellares, J., 2009. Respiratory Impedance During Weaning From Mechanical

Ventilation In a Mixed Population of Critically Ill Patients, NCBI, 103 (6), 32–828.

Smeltzer, S.C, Bare, B.G, Hincle, J.I, dan Cheever, K.H. 2008. Textbook of Medical

Surgical Nursing; Brunner & Suddart. USA: Lipincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai