Anda di halaman 1dari 22

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN MODALITAS

INFRA RED, ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA


KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS ) DEXTRA

Diajukan Oleh:

Deana Monica P27226020348

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pergelangan tangan dan jari-jari tangan merupakan kesatuan yang


terbentuk oleh otot, tendon, persendian, dan persarafan. Berdasarkan penyusunan
tersebut, pergelangan tangan dan jari-jari tangan memiiliki fungsi yang kompleks
dibandingkan bagian tubuh yang lain. Fungsi yang dimiliki antara lain sebagai
organ komunikator atau bahasa isyarat, sensoris yang kuat dan peka serta
memiliki lingkup gerak yang luas (Brorsson, 2012).
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan suatu kumpulan gejala akibat
kompresi pada nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan
tangan, tepatnya dibawah fleksor retinaculum, biasanya unilateral pada tahap awal
dan dapat menjadi bilateral.. Terperangkapnya saraf medianus pada area carpal
tunnel terjadi karena tekanan dari luar, pekerjaan yang berulang-ulang, desakan,
fraktur colles, edem akibat trauma, dan osteofit sendi karpal akibat proses
degenerasi. dan fibrasi pada area pergelangan tangan. Penyebab CTS yang paling
sering adalah pekerjaan berulang-ulang pada pergelangan tangan (Helmi, 2012).
CTS di kategorikan sebagai repetititve stress injuries, cumulative trauma
disorder, ataurepetititve motion disorder. Gejala yang ditimbulkan umumnya
dimulai dengan gejala sensorik walaupun pada akhrinya dapat pula menimbulkan
gejala motoric selain itu juga muncul seperti terbakar dan kesemutan ( tingling ) di
daerah yang di persarafi oleh nervus medianus, yaitu ibu jari, jari telunjuk, jari
tengah, dan setengah sisi radial jari manis.Kelainan ini terutama ditemukan pada
wanita yang berusia 40-60 tahun, bersifat bilateral sebesar 20-30% dan biasanya
berlangsung 6-12 bulan.Gejala yang timbul menyebabkan terganggunya aktivitas
pasien.
Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan yang memelihara, mengembangkan,
dan mengembalikan fungsional gerak manusia memiliki peran penting terhadap
kasus tersebut. Sesuai dengan pengertian fisioterapi menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 201, fisioterapi adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis) pelatihan fungsi,
komunikasi (DepKes RI, 2013). Sebagai salah satu pelayanan kesehatan, upaya
fisioterapi untuk meningkatkan kesehatan meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Penanganan fisioterapi dalam pelayanan kesehatan pada kasus CTS dapat
dilakukan secara manual, peningkatan gerak dan menggunakan peralatan. Secara
manual dapat dilakukan massage dan untuk peningkatan gerak dilakukan terapi
latihan sepeti stretching. Sedangkan yang menggunakan peralatan (fisik,
electroterapeutis, mekanis) meliputi, (a) fisik yaitu splint hand dan paraffin bath,
(b) electroterapeutis terdiri dari Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS), US, Infrared (IR), Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation (LASER), (c) mekanis bisa berupa traksi dan mobolisasi
Berbagai modalitas fisioterapi yang tersedia dan pengaruh yang dihasilkan
selama terapi. Menurut beberapa peneliti, terapi US memiliki banyak manfaat
untuk mengatasi keluhan CTS. US memiliki heating effect yang penetrasinya
sampai ke jarinagn dan saraf sehingga dapat meningkatkan aliran darah lokal.
Efek anti-inflamatory yang dihasilkan dapat mendukung terjadinya recovery pada
saraf yang tertekan (Bilgici dkk., 2010). Selain US, paraffin yang memiliki efek
superficial heating dapat meningkatkan sirkulasi lokal dan meningkatkan lingkup
gerak sendi (Chang dkk., 2014). Modalitas lain berupa stretching exercise dan
resisted exercise yang merupakan bagian dari terapi latihan.
Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai keluhan dari CTS, maka
dipelukan tindakan penanganan yang tepat. Banyak modalitas yang menjadi
pilihan dalam penanganannya. Semua memiliki manfaat yang berbeda sesuai
dengan kondisi penderita dan tujuan yang ingin dicapai oleh terapis. Akhirnya
penulis mengambil judul karya tulis ilmiah “Penatalaksanaan Fisioterapi pada
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Dextra di RSUD M. Natsir Kota Solok
B. Rumusan Masalah
1. Bagimanakah pemberian Infrared dapat membantu meningkatkan
kemampuan fungsional dan lgs serta menurunkan nyeri?
2. Bagimanakah pemberian ultrasound dapat membantu meningkatkan
kemampuan fungsional dan lgs serta menurunkan nyeri?
3. Bagimanakah pemberian terapi latihan dapat membantu meningkatkan
kemampuan fungsional dan lgs serta menurunkan nyeri?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas ir, ultrasound dan terapi
tatihan pada kasus bell’s palsy
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas infrared pada kasus
CTS
b. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas ultrasound pada
kasus CTS
c. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas terapi latihan pada
kasus CTS
D. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat :
1. Bagi Rumah Sakit
Makalah ini diharapkan bisa menjadi literatur terhadap rumah sakit
mengenai penatalaksanaan fisioterapi terhadap kasus carpal tunnel syndrome
2. Bagi Masyarakat
Hasil makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai penatalaksanaan fisioterapi terhadap kasus carpal
tunnel syndrome
3. Bagi Penulis
Untuk mengetahui dan menganalisis pemberiaan terapi yang baik bagi pasin
yang mempunyai diagnosis carpal tunnel syndrome
BAB II
KAJIAN TEORI

1. Definisi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah penekanan saraf medianus pada
pergelangan tangan yang menimbulkan rasa nyeri, paresthesia, numbness, dan
kelemahan sepanjang perjalan saraf medianus (Chung dkk., 2010). Neuropati ini
disebabkan oleh terperangkapnya saraf medianus pada area carpal tunnel, yang
dibatasi oleh tulang-tulang carpal dan juga transverse carpal ligament. Di area
carpal tunnel terjadi peningkatan tekanan sehingga terjadi penurunan fungsi saraf
medianus pada tingkatan tersebut (Ibrahim dkk., 2012). Keluhan yang timbul
berupa kesemutan pada jari jari tangan I sampai setengah jari IV bagian telapak
tangan, numbness, nyeri, dan kelemahan otot. Angka kejadian CTS sekitar 90%
dari berbagai neuropati lainnya. Setiap tahunnya kejadian CTS mencapai 267 dari
100.000 populasi dengan prevalensi 9,2% pada perempuan dan 6% pada laki-laki.
Di Inggris, angka kejadinnya mencapai 6%-17% yang lebih tinggi dari pada
Amerika yaitu 5% (Ibrahim dkk., 2012). Penderita umumnya usia 40-60 tahun,
perempuan tiga kali lebih beresiko daripada laki-laki (Wipperman dan Potter,
2012).
2. Struktur Anatomi dan biomekanik tangan
Pergelangan tangan dibentuk oleh beberapa tulang , otot, struktur persendiandan
diinervasi oleh beberapa saraf.
a. Tulang pembentuk sendi pergelangan tangan
Wrist joint merupakan sendi yang dibentuk oleh os radius dan ulna bagian
distal, ossa carpal. Sedangkan hand terdiri dari ossa carpal, ossa metacarpal dan
phalanges. Hand dibentuk oleh 29 sendi, 27 tulang dan lebih dari 30 otot dan
tendon yang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerakan pada sendi.
Anatomi wrist joint dan hand meliputi tulang, soft tissue, persarafan, pembuluh
darah dan biomekaniknya. Pada wrist joint dan hand, area terjadinya CTS yaitu
pada carpal tunnel. Carpal tunnel merupakan sebuah terowongan yang dibentuk
oleh flexor retinaculum sebagai atap dan carpal sulcus sebagai dasar. Tulang
pembentuknya terdiri dari os hamatum, pisiformis, os scapoideum, os trapezoid
dan tendon flexor carpi radialis. Kemudian dilapisi oleh kapsul dan anterior
radiocarpal ligament. Nervus medianus memasuki area terowongan tersebut yang
dikelilingi oleh empat tendon dari superficial flexors, empat tendon dari deep
flexors dan long flexor (Chammas dkk., 2014).

Gambar 2.1 tulang pembentuk wrist joint.


Perjalanan saraf medianus berasal dari lateral dan medial cord pada
brachial plexus dari C8 dan T1 yang berjalan ke inferior sisi medial lengan atas
diantara m.brachialis dan m.biceps brachii. Kemudian menuju fossa cubital
bertemu dengan arteri brachialis dan biceps tendon, bercabang mensarafi empat
otot yaitu m. pronator teres, m.palmaris longus, m.flexor digitorum superficialis
dan m.flexor carpi radialis. Nervus medianus berjalan ke lengan bawah masuk
diantara m.pronator teres. Setelah bercabang mensarafi empat otot, lalu bercabang
dua. Pada cabang anterior interosseous nerve menginervasi deep muscles bagian
anterior lengan bawah. Otot yang diinervasi meliputi setengah m.flexor digitorum
profundus, m.flexor pollicic longus dan m.pronator quadratus. Sedangkan pada
cabang yang lain menuju pergelangan tangan melewati m.flexor carpi radialis dan
m.palmaris longus masuk ke carpal tunnel di bawah transverse carpal ligament
yang menginervasi grup otot thenar dan lumbricals (Ebraheim, 2012). Selanjutnya
menuju ke jari-jari I sampai setengah lateral jari IV sisi anterior.
Pada otot thenar akan mengalami atropi akibat CTS. Hal ini terjadi karena
saraf medianus yang menginervasi otot thenar setelah melewati carpal tunnel tidak
dapat menjalankan tugas secara maksimal. Berikut origo, insersio dan fungsi
pergerakan otot thenar:
Tabel 2.1 Penggerak otot thenar (Putz dan Pabst, 2012)
Otot Origo Insertion Fungsi Nervus
Abductor Trapezium Basis phalang Abduksi tumb medianus
policis brevis tepi yang proximal
berbatasan
schapoid
Flexor Trapezium Basis phalang Fleksi jari-jari Medianus
polliscis proximal
brevis
superficialis
Opponeus Trapezium Metacarpal 1 Oposisi Medianus
pollicis jempol ke jari-
jari

Gambar 2.2 otot telapak tangan


Keterangan:
1. Adductor pollicis
2. Abductor pollicis brevis
3. Flexor pollicis brevis
4. Abductor digitiminimi brevis
5. Fleksor digitiminimi brevis
6. Opponens pollicis
7. Opponens digitiminimi
b. Biomekanik
Wrist joint memiliki banyak articulation yang terdiri dari delapan ossa
carpal, distal radius, ulna carpal, dan metacarpal. Struktur pada radiocarpal joint
merupakan ovoid joint yang mana os radius konkaf ke distal dengan sedikit
serong ke palmar 150 yang bersendi dengan carpus dengan bentuk konvek.
Sehingga rolling dan sliding berlawanan arah karena konvek bergerak terhadap
konkaf.
Gerak arthrokinematik wrist meliputi traksi dan translasi. Traksi ossa
carpal ke arah distal searah axis os radii (serong 50 ), sedangkan gerak translasi
selalu berlawanan arah, palmar flexion translation ke dorsal dan saat dorsal
flexion translation ke palmar, saat ulnar deviation terjadi translation ke radial dan
sebaliknya saat radial deviation translation ke ulnar (Edmond, 2006). Sedangkan
pada os ulna tidak langsung bersendi dengan carpus tetapi melalui diskus
(Schneck dan Bronzimo, 2002). Wrist joint termasuk jenis sendi synovial
yangmana sendi dapat bergerak maksimal atau maximal lose packed position
(MLPP) pada posisi palmar fleksi 50 dan ulnar deviasi 50 . Sedangkan sendi akan
mengunci maksimal atau close packed position (CPP) yaitu dorsal flexion penuh.
Pola kapsuler yang terjadi pada wrist joint yaitu ekstensi lebih terbatas dari fleksi
(ekstensi>fleksi) (Edmond, 2006).
3. Etiologi
Etiologi merupakan teori dan atau pengetahuan yang membahas tentang
faktor-faktor penyebab penyakit, mekanisme masuknya, dan bagaimana penyebab
asal mula serta gangguannya. Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama
pada permukaan polar. Dan pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga
sampai jari keempat sisi radial telapak tangan. Pada permukaan dorsum manus,
kawasan sensorik N. Medianus bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari
kedua, ketiga dan keempat. Di terowongan karpal N. Medianus sering terjepit. N.
Medianus adalah saraf yang paling sering mengalami cedera oleh trauma
langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari N.
median sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga. Itulah
parestesia atau hipestesia dari carpal tunnel syndrome (Ebraheim, 2012).
Terdapat beberapa kunci co-morbiditas atau human factor yang berpotensi
meningkatkan risiko CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin
perempuan, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk
kehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan
kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis tertentu seperti
hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit ginjal,
trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan, penyakit menular,
dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja manual di beberapa
pekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar (Ibrahim dkk.,
2012).
4. Patofisiologi
Kasus CTS sebagaian besar disebabkan karena kompresi pada ruang carpal
tunnel. Susunan ossa carpal dan transverse carpal ligament membentuk carpal
tunnel (terowongan karpal) yang mana pada ruang tersebut diisi oleh sembilan
flexor tendon dan saraf medianus. Sebelum masuk ke area carpal tunnel, cabang
yang mensarafi area palmar cutaneus membawa serabut sensorik otot thenar.
Setelah keluar dari area carpal tunnel, cabang dari otot thenar menginervasi
m.abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan m. lumbrical I serta II.
Selain itu juga mensarafi m.flexor pollicis brevis. Pada cabang yang lain
mensarafi jari I, II, III dan setengah jari IV . Akibatnya timbul gangguan motorik
dan sensorik pada bagian palm, phalange I, II, III dan lateral phalange IV
(Chammas dkk., 2014).
Beberapa teori menjelaskan gejala dan proses terperangkapnya saraf
medianus. Teori-teori tersebut yaitu mechanical compression, micro-vascular
insufficiency, dan vibration theories. Mechanical compression menjelaskan faktor
penyebab terjadinya CTS karena strain, overuse, dan pekerjaan yang berulang-
ulang pada pergelangan tangan yang menyebabkan terjadinya kompresi atau
penekanan pada saraf medianus sehingga perjalanan saraf ke jari I-IV terhambat.
Sedangkan pada teori micro-vascular insufficiency berpendapat bahwa
berkurangnya asupan darah yang terdiri dari oksigen dan nutrisi untuk saraf
menyebabkan kemampuan transmisi impuls saraf menurun. Karakteristik yang
akan dirasakan adalah tingling, numbness, dan acute pain. Beberapa pendapat
menyatakan iskemik memiliki peran penting sebagai pemicu terjadinya CTS.
Berdasarkan hasil penelitian, iskemik menyebabkan peningkatan tekanan pada
carpal tunnel yang menimbulkan kelemahan otot dan berkurangnya sensibilitas
karena konduktivitas saraf yang terganggu, selain itu juga terasa nyeri dan
parestesia. Teori terakhir yaitu vibration theories, menyebutkan gejala CTS dapat
menghasilkan efek jangka panjang akibat penggunaaan alat yang menimbulkan
vibrasi pada saraf medianus di carpal tunnel ( Helmi, 2012)
Teori-teori yang telah menjelaskan tetang terjadinya CTS akan menimbulkan
tanda dan gejala yang akan dirasakan oleh penderita. Akan tetapi setiap penderita
memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda. Menurut Ibrahim, dkk (2012) tanda
dan gejala CTS dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap yaitu:
a. Tahap pertama, pasien mengalami gangguan tidur pada malam hari terasa
kebas dan bengkak pada tangan. Beberapa merasakan nyeri berat yang terasa
dari pergelangan sampai bahu seperti tertusuk yang menimbulkan rasa tidak
nyaman pada pergelangan tangan sampai jarijari (brachialgia paraesthetica
nocturna). Saat dilakukan flick sign akan memprovokasi keluhan. Selain itu,
di pagi hari terasa kaku pada jari-jari.
b. Tahap kedua, gejala muncul sepanjang hari terutama saat melakukan aktivitas
statis dalam waktu yang lama atau pekerjaaan berulang ulang pada
pergelanagan tangan. Sehingga benda yang ada dalam genggaman akan jatuh
karena tidak dapat merasakan lagi akibat motor deficit.
c. Pada tahap akhir ini, muncul atropi pada otot thenar dan respon saraf
medianus menjadi lambat akibat kompresi pada carpal tunnel. Pada fase ini
sensoriknya mulai berkurang, terasa sakit pada otot thenar, kompresi semakin
berat, kelemahan dan atropi pada m. abductor pollicis.

5. Tanda dan gejala


Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa
parestesia, tebal(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik(tingling) pada
jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus
medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari
((Chammas dkk., 2014).
Carpal tunnel syndrome memiliki dua bentuk yaitu akut dan kronis. Bentuk
akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau
tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan
oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik
disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan
trofik. Nyeri proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome.
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya
adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.
Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil
misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering
dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar(oppones
pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus.
6. Prognosis
Pada kasus CTS yang ringan dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
dilakukan pada pasien yang lama menderita CTS penyembuhannya relatif
bertahap. Kesembuhan yang paling cepatt dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri
yang kemudian diikuti dengan perbaikan sensorik. Sekalipun prognosa CTS
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh
kembali masih tetap ada (Wipperman dan Potter, 2012).
7. Problematik fisioterapi
a. Impairment
Terdapat nyeri tekan pada area carpal tunnel dan gerak dorsal dan palmar
wrist kanan, penurunan lingkup gerak sendi wrist kanan dan terdapat penurunan
kekuatan otot fleksor dan ekstensor wrist kanan.
b. Functional limitation
Pasien mengalami keterbatasan untuk menulis dan memegang benda
menggunakan tangan kanan dalam waktu yang lama.
c. Disability
Tidak ada gangguan ataupun keterbatasan dalam menjalankan aktivitas
lingkungan sosial, seperti arisan dan pengajian.
8. Intervensi fisioterapi
Penanganan fisioterapi dalam pelayanan kesehatan pada kasus CTS dapat
menggunakan berbagai intervensi atau modalitas yang dimilikin oleh fisioterapi.
Interverensi yang ada meliputi manual, peningkatan gerak dan menggunakan
peralatan. Secara manual dapat dilakukan massage dan untuk peningkatan gerak
dilakukan terapi latihan sepeti stretching. Sedangkan yang menggunakan peralatan
(fisik, electroterapeutis, mekanis) meliputi, (a) fisik yaitu splint hand dan paraffin
bath, (b) electroterapeutis terdiri dari Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS), US, Infrared (IR), Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation (LASER), (c) mekanis bisa berupa traksi dan mobolisasi. Pada kasus
CTS dextra, intervensi yang dipilih yaitu US, paraffin, stretching dan resisted
exercise. Berikut ini adalah penjelasan tentang intervensi yang menjadi pilihan
terapi:
a. Ultrasound
Ultrasound merupakan jenis terapi yang termasuk dalam frekuensi gelombang
tinggi. Frekuensi yang dimiliki US yaitu lebih dari 20KHz, akan tetapi yang
digunakan untuk terapi antara 0,75-3 MHz. Semakin tinggi frekuensi yang
ditentukan maka semakin dangkal penetrasinya. Kisaran intensitas yang
digunakan antara 0,25-2,0 W/cm2 . Sedangkan kecepatan dalam menggerakkan
tranduser adalah 4 cm/detik untuk mencegah terjadinya penggelembungan gas
pada deep tissue (Draper dan Prentice, 2002). Gelombang masuk secara
konvergen dengan heating effect yang prenetrasinya pada jaringan lebih dalam,
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang diikuti dengan peningkatan
oksigen untuk perbaikan jaringan yang rusak. Sehingga US dapat mempercepat
healing process pada jaringan yang rusak. Terapi yang dilakukan dapat
menstimulasi regenerasi saraf dan konduksi saraf dengan adanya efek anti-
inflamatori dari US sehinggga dapat membantu proses penyembuhan saraf yang
mengalami kompresi (Bilgici dkk., 2010).
Efek micromassage yang dihasilkan oleh US dari variasi tekanan yang timbul
karena bentuk gelombang yang terdiri dari rapatan dan renggangan menyebabkan
kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan menimbulkan reaksi radang yang
diikuti terlepasnya zat inflamatori mengakibatkan terangsangnya serabut saraf
bermielin tipis sehingga dapat merasakan nyeri. Terangsangnya serabut tipis
tersebut mengakibatkan proses proliferasi yang mempercepat penyembuhan
jaringan yang rusak akan terjadi melalui reaksi dari zat anti-infalmatori. Setelah
terjadi perusakan jaringan, secara otomatis akan terjadi perbaikan melalui non
thermal effect yang dihasilkan dari US. Sehingga penggunaan US untuk terapi
cukup sekali selanjutnya tidak perlu menggunakan US lagi, karena jaringan yang
memulai proses perbaikan akan mengalami kerusakan lagi.
Banyak manfaat yang dihasilkan dari terapi US baik thermal effect maupun
non thermal effect. Thermal effect bermanfaat untuk meningkatkan ekstensibilitas
jaringan kolagen, aliran darah, kecepatan saraf sensorik dan motorik serta
aktivitas enzim. Selain itu dapat mengurangi spasme, kaku sendi, inflamasi dan
nyeri. Sedangkan nonthermal effect dapat mengurangi bengkak melalui
peningkatan membran sel dan permeabilitas dinding pembuluh darah, peningkatan
aliran darah, sintesis protein dan regenerasi jaringan yang selanjutnya menuju
healing process. Dosis terapi US yang dipilih disesuaikan dengan kondisi masing-
masing individu dan kasus yang dialami penderita.
Kontraindikasi dalam tindakan terapi US yang meliputi wanita hamil,
menstruasi, gangguan sensibilitas, tumor, daerah yang sensitif (organ atau area
mata), total joint replacement dan adanya logam dalam tubuh (Draper dan
Prentice, 2002). Sehingga dalam memberikan terapi dapat meminimalisir
kesalahan dan kerugian. Sedangkan yang menjadi indikasi penggunaan US antara
lain kondisi akut dan kronis, joint contracture, plantar warts, trigger finger,
bursitis, arthritis, nyeri pinggang, nerve root pain, spasme, memperbaiki jaringan
yang rusak, ossificans, regenerasi jaringan, peningkatan aliran darah, bone healing
b. Stretching exercise
Stretching merupakan bagian dari terapi latihan yang dalam gerakan berupa
penguluran dari soft tissue. Latihan menjadi bagian yang mendukung dari
program penanganan CTS yang dapat dilakukan diluar tempat terapi untuk
mendukung kesembuhan penderita, karena sebagian besar dari waktu yang
dimiliki oleh penderita tidak diawasi oleh therapist. Tindakan terapi latihan yang
diberikan bermanfaat untuk mengurangi gejala yang muncul dari keluhan yang
ada. Menurut Kisner dan Colby, terapi latihan adalah suatu gerakan-gerakan
tubuh, postur dan aktivitas fisik yang sistematis pada pasien dengan tujuan (a)
memulihkan atau mencegah keterbatasan, (b) meiningkatkan, mengembalikan dan
memperbaiki fungsi fisik tubuh, (c) mencegah dan mengurangi faktor resiko, (d)
meningkatkan status kesehatan secara keseluruhan.
Stretching exercise merupakan suatau tindakan yang digunakan untuk
meningkatkan ekstensibilitas jaringan melalui proses penguluran jaringan dan
meningkatkan fleksibilitas. Terapi ini merupakan tindakan yang aman untuk
dilakukan, akan tetapi harus memperhatikan yang menjadi indikasi dan
kontraindikasi selama terapi. Hal-hal yang termasuk kontraindikasi anatara lain
bony block, ununion fracture, hematoma, kondisi akut dan hipermobile.
Stretching exercise memiliki durasi, intensitas, frekuensi yang harus disesuaikan
dengan kondisi dan tujuan yang akan dicapai.
Intensitas rendah digunakan untuk penguluran dense connective tissue yang
signifikan untuk dilakukan pada kondisi kontraktur kronis, optimal untuk
meningkatkan LGS. Sedangkan durasi yang dianjurkan adalah stretching dalam
waktu lama dengan pengulangan sedikit lebih efektif dibadingkan stretching
singkat dengan banyak pengulangan. Stretching sebaiknya dilakukan setiap hari
selama 15-30 detik setiap pengulangan. Manfaat yang diperoleh dari stretching
exercise yaitu menjaga dan meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot,
meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional, dan menjaga fleksibilitas serta
ekstensibilitas jaringan
c. Resisted exercise
Resisted Exercise adalah salah satu jenis terapi latihan dengan kontraksi otot
statik maupun dinamik secara aktif melawan tahanan dari luar, baik tahanan
manual maupun dengan alat (Kisner dan Colby, 2007). Latihan tahanan yang
diberikan melebihi kabiasaan kerja otot yang bertujuan untuk mengadaptasi otot
sehingga akan tercapai peningkatan kekuatan otot. Adaptasi initial strength yang
diberikan akan merubah regulasi normal aktivitas otot, kemudian sistem otot akan
terbiasa ketika diberikan pengulangan latihan tahanan (Fry, 2004). Manfaat yang
diperoleh dari resisted exercise meliputi peningkatan muscle performance,
meningkatkan kekuatan soft tissue, mengurangi tekanan pada sendi selama
menjalani aktivitas, membantu remodeling jaringan, meningkatkan kemampuan
fisik selama beraktivitas dan secara ototmatis terjadi peningkatan kemampuan
aktivitas fungsional dan sosial. Dosis latihan yang dapat dilakukan yaitu 8-12
pengulangan setiap sesinya, dilakukan dalam1-3 sesi dengan interval antara sesi 2-
3 menit. Latihan dilakukan dengan kecepatan medium.
BAB III
LAPORAN STATUS KLINIS
I. Identitas Pasien
Nama : Gista
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Alamat : koto baru
I. Segi Fisioterapi
1. Deskripsi pasien dan keluhan utama
Sebulan yang lalu pasien merasakan sakit pada pergelangan tangan dan
kesemutan pada jari-jari tangan kanan terutama jari I sampai jari IV. Rasa sakit
dan kesemutan meningkat saat mengendarai sepeda motor, cuaca dingin dan
aktivitas lain yang menggunakan pergelangan tangan dalam waktu lama. Keluhan
berkurang saat beristirahat dan dikompres dengan air hangat. Akhirnya
memeriksakan ke dokter saraf kemudian dirujuk rehabilitasi medik dan
mendapatkan penanganan fisioterapi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
pada tanggal 15 Desember 2020.
II. Pemeriksaan fisioterapi
1. Pemeriksaan tanda vital (umum)
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Denyut nadi : 93 kali/menit
- Pernapasan : 23 kali/menit
Kesadaran : composmentis
2. Inspeksi atau observasi
- Inspeksi statis : tidak ada bengkak, atropi dan deformitas pada tangan
kanan
- Inspeksi dinamis : pasien masih biasa memgang dan mengambil barang
tanpa ada keterbatasan, masih bisa menulis.
3. Palpasi
- nyeri tekan pada pergelangan tangan kanan,
- terdapat spasme pada adductor pollicis, abductor pollicis brevis, flexor
pollicis brevis,
- tidak ada pitting oedema
- suhu lokal normal.
4. Joint test
- Gerakan aktif : pasien kesulitan untuk gerakkan dorsi fleksi dan palmar
fleksi terdapat keterbatasan ROM dan terdapat nyeri.
- Gerakan pasif : ketika terapis melakukan gerakan dorso fleksi dan palmar
fleksi terdapat keterbatasan dan ada nyeri.
- Gerakan isometric : pasien mampu melawan gerakan isometric melawan
tahanan tapi dengan tahanan minimal.
5. Muscle test
Dextra Sinistra

Fleksor wrist 3 5

Ekstensor wrist 3 5

Ulna deviator 5 5

Radial deviator 5 5

6. Kemampuan fungsional

Pasien belum mampu menggunakan pergelangan tangan kanan secara maksimal


untuk menulis, memasak dalam waktu lama, belum bisa mengendarai sepeda
motor dengan jarak jauh
III. Algoritma
IV. Kode dan keterangan ICF
1. Body functions
2. Activities and participation
3. Environmental factors
4. Body structure
V. Diagnosa Fisioterapi
- Impairment
- Impairment

Terdapat nyeri tekan pada area carpal tunnel dan nyeri gerak ketika gerak
dorsal dan palmar wrist kanan, penurunan lingkup gerak sendi wrist kanan dan
terdapat penurunan kekuatan otot fleksor dan ekstensor wrist kanan.
- Functional limitation

Pasien mengalami keterbatasan untuk menulis dan memegang benda


menggunakan tangan kanan dalam waktu yang lama.
- Disability

Tidak ada gangguan ataupun keterbatasan dalam menjalankan aktivitas


lingkungan sosial, seperti arisan dan pengajian.
VI. Progam fisioterapi
a. Tujuan jangka panjang
- Memelihara kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari
b. Tujuan jangka pendek
- Mengurangi nyeri tekan area carpal tunnel dan gerak pada dorsal dan
palmar wrist kanan.
- Meningkatkan lingkup gerak sendi wrist kanan.
- Meningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor wrist
c. Teknologi fisioterapi
- IR (Infrared )
- US ( ultrasound )
- Terapi latihan
VII. Rencana Evaaluasi
- Nyeri dengan VDS
- Lingkup gerak sendi dengan Goneo
- Kemampuan fungsional dengan wrist hand disability index (WDHI )
VIII. Prognosis

Pada kasus CTS yang ringan dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
dilakukan pada pasien yang lama menderita CTS penyembuhannya relatif
bertahap. Kesembuhan yang paling cepatt dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri
yang kemudian diikuti dengan perbaikan sensorik. Sekalipun prognosa CTS
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh
kembali masih tetap ada (Wipperman dan Potter, 2012).
IX. Pelaksanaan terapi
1. Ultrasound
a. Persiapan alat : Memastikan tidak ada kabel yang lecet, menyambungkan
kabel dengan stop kontak dan pastikan alat siap untuk digunakan.
menyiapkan gel dan tisuue
b. Persiapan pasien : Pasien tidur terlentang di atas bed dengan posisi tangan
kanan supinasi dan diletakkan di samping badan, test sensibilitas pasien
panas dan dingin, memastikan pasien bebas dari kontra indikasi.
c. Pelaksanaan : Menentukan titik nyeri, membersihkan area yang diterapi
dengan alkohol dan tissue, menentukan dosis: a) Waktu terapi : 3 menit b)
Intensitas : 1,0 W/cm2 c) Frekuensi : 1 MHz, memberikan gel US pada
pergelangan tangan pasien (area carpal tunnel), meletakkan tranduser
diatas gel pada pergelangan tangan pasien, tekan tombol start sambil tetap
menggerakkan tranduser, gerakan tranduser ritmis dan dinamis.
2. Stretching exercise
a. Posisi pasien berdiri, gerakan pergelangan tangan dorsi fleksi dengan
shoulder fleksi 900 dan elbow ekstensi. Tekan/ dorong dengan tangan kiri
selama 8x hitungan dan diulang sebanyak 5x.
b. Posisi pasien masih sama seperti gerakan pertama tapi posisi pergelangan
tangan mengepal dan gerakkan seperti gerakan sebelumnya begitu juga
dosis pengulangan seperti gerakan pertama.
c. Posisi pasien duduk dengan telapak tangan supinasi, pegangan terapis pada
area telapak tangan yang segaris dengan radius dan ulna, lalu terapis
memberikan tekanan dan melalukan gerakan seperti membuka.
3. Resisted exercise
a. Posisi pasien tidur terlentang, posisi tangan pronasi. Terapis
memberikan tahanan pada punggung pasien dan pasien diminta untuk
melawan tahanan yang diberikan oleh terapis. Dilakukan gerakan
hingga 8- 12x.
b. Posisi pasien tidur terlentang dan tangan pasien supinasi. Terapis
memberikan tahanan pada telapak tangan pasien dan pasien diminta
untuk melawan tahanan yang diberikan oleh terapis. Dilakukan
gerakan hingga 8-12x.
X. Evaluasi
1. Nyeri dengan VDS
Jenis nyeri T1 T6

Nyeri diam Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri

Nyeri tekan Nyeri sedang Tidak ada nyeri

Nyeri gerak Nyeri cukup berat Nyeri ringan

2. Kekuatan otot dengan MMT


Otot wrist T1 T6

Ekstensor 3 5

Fleksor 3 5

3. LGS dengan Goneometer

Gerakan T1 T6
Aktf S=60-0-45 S=O70-0-60
Pasif S=65-0-50 S= 75-0-65

4. Kemampuan fungsional dengan WHDI

Kriteria hasil pemeriksaan 10 indikator

Indicator penilaian aktivitas WHDI


No Indikator Skor T1 Skor T6
1. Intensitas nyeri 3 2
2. Rasa tebal-tebal dan 4 3
kesemutan
3. Perawatan diri 2 2
4. Kekuatan otot 2 1
5. Toleransi menulis dan 4 3
mengetik
6. Bekerja 3 2
7. Menyetir kendaraan 3 2
8. Tidur 3 2
9. Pekerjaan rumah 3 2
10. Rekreasi atau olahraga 3 2
Total 30 21

XI. Hasil terapi akhir

Pasein dengan nama Gista berusia 16 tahun dengan diagnose CTS dekstraa telah
dilakukan fisioterapi sebanyak 6 kali dengan modalitas us, ir, dan terapi latihan
dan sudah terdapat penurunan nyeri, peningkatan lgs dan peningkatan kemampuan
fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Helmi, N.Z. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Jakarta:Salemba
Medika.
2. Fry, AC. 2004. The Role of Resistance Exercise Intensity on Muscle Fibre
Adaptations. Sports Med. Vol 24. Page 663-679.
3. Kisner, C dan Colby, LA. 2007. Terapeutic Exercise. 5 th Ed.
Philadelphia: Davis Company
4. Bilgici, A., Canturk., F., Kuru, O., dan Uluroy, H. 2010. The Comparation
of Ultrasound Treatment and Local Steroid Injection Plus Splinting in the
Carpal Tunnel Syndrome: Randomized Controlled Trial. Journal Citatium.
Vol 111. Page 659-665.
5. Chang, YW., Chen, HL., Horng, YS., Hsieh, SH., Lee, KC., dan Horng,
YS. 2014. Comparative Effectiveness of Ultrasound and Paraffin Therapy
in Patients With Carpal Tunnel Syndrome: A Randomized Trial. BMC
Musculoskeletal Disorders. Vol 15. Page 1-7.
6. Depkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
80 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik
Fisioterapis. Jakarta: Depkes RI.
7. Drapper, DO dan Prentice, WP. 2002. Terapeutic Modalities for Physical
Therapists.2 th Ed. Philadelphia: McGraw Hill Medical Publishing
Division.
8. Ibrahim, I., Goddard, N., Khan, WS., dan Smitham, P. 2012. Carpal
Tunnel Syndrome: A Review of The Recent Literature. The Open
Orthopaedics Journal. Vol 6. Page 69-76.
9. Wipperman,J dan Potter, L. 2012. Carpal Tunnel Syndrome-Try These
Diagnostic Maneuvers. The Journal of Family Practice. Vol 61. No 12.
Page726- 732.
10. Chammas, M., Boretto, J., Burmannc, LM., Ramosc, RM., Netoc FCDS.,
Silvac, JB. 2014. Carpal tunnel syndrome – Part I (Anatomy, Physiology,
Etiology and Diagnosis). Revista Brasileria de Orthopedia. Vol 49. No 5:
Page 429–436.
11. Putz, R dan Pabst, R. 2012. Atlas Anatomi Manusia Sobata.
Dialihbahasakan oleh Y Joko S. Jakarta: EGC.
12. Edmond, SL. 2006. Joint Mobilization/ Manipulation. 2 th Ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier.
13.

Anda mungkin juga menyukai