Anda di halaman 1dari 23

Departemen Ilmu Kesehatan T.H.T.K.

L LAPORAN KASUS OTOLOGI


Fakultas Kedokteran MARET 2021
Universitas Hasanuddin

KRONIK FUNGAL RHINOSINUSITIS

Oleh:

STEVEN ONG - ADAPTASI LN

KENNETH SULIYANTO - XC062192006

Pembimbing Residen:

dr. Raja Pahlevi


dr . Agriyana

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3

METODE......................................................................................................................................................5

HASIL...........................................................................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
PENDAHULUAN

Rhinosinusitis merupakan inflamasi mukosa pada hidung dan sinus paranasalis.


Rhinosinusitis secara klinis dapat dibedakan menjadi tipe akut dan kronis. Rhinosinusitis
diklasifikasikan menjadi rhinosinusitis akut (RSA) apabila memenuhi beberapa kriteria – kriteria
tersebut antara lain gejala yang dialami berlangsung kurang dari 12 minggu, episode akut terjadi
kurang dari 4 kali pertahunnya , dan mukosa yang terkenal kembali normal setelah menjalani
tatalaksana yang adekuat . diagnosis dapat ditegakkan apabila terdapat 2 gejala mayor atau 1
gejala minor dengan lebih dari 2 gejala minor. Gejala mayor antara lain cairan hidung yang
bersifat purulent, post nasal drip purulent, dan batuk, sedangkan gejala minor terdiri dari sakit
kepala, nyeri wajah , edema periorbital , nyeri telinga halitosis , nyeri gigi , nyeri tenggorok ,
wheezing dan demam . Rhinosinusitis dikatan kronis (RSK) apabila berlangsung selama lebih
dari 12 mingggu dengan episode akut lebih dari 4 kali pertahun dan reversibilitas mukosa
menjadi abnormal setelah mejalani terapi yang adekuat. 1,2

Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis yang terkena dapat di bedakan menjadi
sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Rhinitis dapat ditandai
dengan proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh alergi , iritasi dan infeksi
yang mencakup infeksi jamur .3

Rhinosinusitis jamur dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya yaitu rhinosinusitis


invasive dan rhinosinusitis non-invasive. Rhinosinusitis non-invasive dapat menyerupai rhinolit
dengan inflamasi mukosa yang lebih berat. Rhinolit pada rhinosinusitis jamur sebenarnya
merupakan gumpalan jamur atau yang disebut fungus ball. Untuk Rhinosinusitis jamur yang
bersifat invasive ditandai dengan ditemukannya hifa jamur di lamina propia . 4

Dalam patofisiologi rhinosinusitis jamur diawali denga nada nya invasi dari jamur
melalui saluran nafas yang selanjut nya akan memicu proses inflamasi pada mukosa hidung dan
sinus paranasal. Proses patologis lainnya yang dapat terjadi antara lain kerusakan epitel mukosa,
pengurangan jumlah sel silia, serta peningkatan produktivitas sel Goblet yang menghasilkan
secret mucus. Adanya obtruksi di dalam jalan hidung juga dapat membuat secret yang harus nya
keluar terperangkap dalam sinus paranasal. Apabila invasi jamur terjadi hingga sampai ke
lapisan submucosa dapat menyebakan perforasi septum.

Dalam mendiagnosis rhinosinusitis jamur dapat di bagi menjadi 2 yaitu;

 Gejala local: ingus purulent, hidung tersumbat, nyeri atau rasa tekan pada wajah, nyeri
kepala dan hyposmia / anosmia.

 Gejala sistemis: malaise, demam dan lemas

 Gejala lainnya: iritasi faring, laring, atau trakea, dapat ditemukan nyeri tenggorok dan
batuk

 Tanda – tanda alergi

 Durasi penyakit tersebut

Pemeriksaan penunjang:

 Tranluminasi

 Laboratorium : CRP , LED

 Radiologis : foto polos posisi Waters ( menilai air fluid – level) , CT scan dilakukan
sebelum terapi , serta nasoendoskopi dan siskopi dapat dilaksanakan bila alat tersedia .

Pengobatan yang diberikan pada rhinosinusitis jamur non- invasive dengan pengankatan
seluruh gumpalan jamur / fungus ball. Dalam penalaksanaan rhinosinusitis jamur non- invasive
tidak memerlukan pemberian anti jamur sistemik maupun topical. Sedangkan pada golongan
invasive prinsip tatalaksana nya adalah untuk mengeradikasikan agen penyebab dengan
menggunakan obat anti jamur topical maupun sistemik . Terkadang terapi rhinosinusitis jamur
invasive memerlukan pembedahan , serta debriment jaringan yang nekrotik dan jaringan yang
kurang baik yang disertai dengan pemberian obat anti-fungal sistemik maupun topical. Obat
yang diberikan antara lain amfoterisin B yang terkadang diberikan bersamaan dengan
rifmpisinatau flusitosin agar lebih efektif.4,5
METODE

Metode menggunakan pencarian literatur dengan kata kunci endoscopic surgical


procedures; anti-fungal; chronic invasive fungal rhinosinusitis; chronic rhino sinusitis; functional
endoscopic sinonasal surgery (FESS); immunocompetent patients ; Fungal ball, fungal
rhinosinusitis, clinical microbiology, microbial culture, mixed infections ,fungi yang didapatkan
pada Pubmed. Kriteria inklusi: 1) manajemen diagnosis , tatalaksana , dan komplikasi Kronik
Rhinosinusitis Fungal, 2) diterbitkan dalam 6 tahun terakhir, 3) tersedia fulltext, dengan kriteria
ekslusi: review artikel.

HASIL

No Penulis Jurnal Tipe Populasi/ Intervensi/ Komparator Hasil


Publikasi Pasien/
Indeks/
Masalah
Indikator

1. Wang, Tong et al. Research 16 pasien ( 7 Ke 16 pasien N/A Setelah operasi , terapi
(2019)6 retrospective pria dan 9 menjalani sinus antifungal diberikan
wanita ) dengan opening surgery . kepada 10 dari 16 pasien
diagnosa kronik diamana 8 pasien diobati
dengan amphotericin B
dan 2 pasien dengan
voriconazole . Irigasi nasal
dilakukan di dalam 5
kasus . Meskipun tidak
terjadi relapse dalam 9
pasien tersebut , 4 pasien
meninggal dari relapse ( 3
sampai 17 bulan setelah
operasi ) 12 pasien sudah
menjalani preoperative
visual dysfunction ,
dimana 4 pasien kondisi
nya meningkat setelah
mejalani operasi

2. Alotaibi, Naif H et Research 17 pasien yang Mayoritas pasien N/A Masa tindak lanjut rata-
al.(2020)7 retrospective telah sudah menjalani rata adalah 46,6 bulan
memenuhi tindakan operasi (std 68,5), di mana
kriteria . yang ( 94.1% ; 16 pasien ) sebagian besar pasien
mempunyai dimana 23.5% ( 4 ) sembuh dari penyakit
mean umur 20 pasien menjalani (94,1%; 16), dan hanya
tahun ( jarak operasi terbuka dan satu (1) kematian yang
umur 4 – 33 operasi endoskopi , disebabkan oleh stadium
tahun ) 78.8% 11.8% (2) pasien lanjut penyakit dengan
adalah wanita hanya menjalani ekstensi intraserebral
( 10 dari 17 ) operasi terbuka
dan 41.2% untuk debris dan
adalah pria (7 pembersihan sinus
dari 17) paranasal dan sinus
dari infeksi jamur .
Functional
endoscopic sinus
surgery (FESS) di
lakukan kepada 10
pasien ( 58.8% )

3. Yi Chen Zao , Research 90 pasien (63 Penyeka N/A Menggunakan teknik


Ahmed Bassiouni , retrospective dengan CRS; 27 dikumpulkan secara deteksi konvensional
et al .(2017)8 kontrol). intraoperatif dari kultur dan histologi,
meatus tengah. DNA jamur hanya diidentifikasi
diekstraksi, dan pada sembilan dari 63
konsentrasi (14,3%) pasien CRS
amplikon ITS diukur (kelompok yang
menggunakan diidentifikasi jamur); 54
fluorometri. pasien CRS yang tersisa
Amplikon spacer dan semua kontrol tidak
yang ditranskripsi memiliki jamur yang
secara internal diidentifikasi
diurutkan dan menggunakan teknik
dianalisis tradisional. Kelompok
menggunakan QIIME yang diidentifikasi jamur
ini memiliki konsentrasi
ITS rata-rata yang lebih
tinggi secara signifikan
dan indeks
keanekaragaman
Shannon yang secara
signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan dua
kelompok lainnya. Urutan
organisme yang paling
melimpah adalah
Aspergillus (35,22% dari
semua urutan).

4. Siska Indriany, Research 74 kasus tindakan bedah N/A Dari 30kasus rinosinusitis
Delfitri Munir, et retrospective sinus endoskopi dengan kultur jamur
al. (2016)9 fungsional positif, 60% pada umur
20-40 tahun, 53,3% laki-
laki, keluhanutama
hidung tersumbat
(66,6%). Hasil kultur
50% Aspergillus
fumigatus.

5. Cho, Se Jin et al. Research 11 pasien Karakteristik N/A Di antara sebelas pasien,
(2021)10 retrospective demografi, sepuluh pasien berusia ≥
patologis, dan 60 tahun (usia rata-rata
pencitraan. Dalam 74,2 tahun) dan sembilan
hal analisis menderita hipertensi
pencitraan, dan / atau diabetes
keseluruhan lesi melitus. Spesies
dikategorikan Aspergillus merupakan
sebagai pola patogen tersering (82%).
infiltratif dan Dari tujuh pasien dengan
pembentukan massa CIFS, lima (71%) memiliki
yang menyebar. pola infiltratif difus dan
dua (29%) memiliki pola
pembentukan massa,
sedangkan keempat
pasien (100%) dengan
CGIFS memiliki pola
pembentukan massa.
Semua 11 pasien
menunjukkan erosi tulang
dan sklerosis. Hampir
semua situs patologis
yang terbukti
menunjukkan intensitas
sinyal yang didominasi
menengah hingga tinggi
pada T1WI

6. Sasso, M et al. Research 54 sinus sample Kehadiran elemen Direct Hasil dengan jelas
(2017)11 retrospective hifa diamati dengan microscopic menunjukkan keunggulan
DME setelah examination sekuensing dibandingkan
pewarnaan (DME) with dengan kultur ketika
metenamin Grocott fungal dilakukan pada spesimen
perak tanpa culture dengan elemen hifa di
sentrifugasi. DME, dan berkontribusi
Kemudian, sampel pada pengetahuan
dilapisi agar epidemiologi jamur yang
Sabouraud terlibat dalam FRS.
chloramphenicol
gentamicin, dengan
atau tanpa
actidione, dan
diinkubasi pada 27
8C dan 37 8C selama
empat minggu.
Kultur diperiksa
setiap hari selama
minggu pertama dan
dua kali seminggu
setelahnya.
Identifikasi fungi dari
kultur positif
didasarkan pada
makromorfologi dan
mikromorfologi dan
dikonfirmasi dengan
sekuensing untuk
galur Schizophyllum
commune.

7. Leszczyńska, Research 10 kasus ( 9 Pemeriksaan N/A Bentuk paling umum dari


Joanna et al. retrospective wanita dan 1 Histopatologi , sinusitis jamur non-invasif
(2018)12 laki – laki ) Pemeriksaan adalah yang disebut bola
mikrobiologi jamur, yang juga
dikonfirmasi dalam
laporan kami (95% dari
subjek uji). AFRS lebih
mungkin terjadi di iklim
hangat dan lembab yang
mendukung
pertumbuhan jamur

8 Tomohiko Research 38 pasien (19 CBCT ( cone beam CBCT / Deteksi kalsifikasi
Yamauchi, Akiko retrospective pria 19 wanita) ct ) and MDCT MDCT intrasinus pada pasien
Tani , et al. (traditional dengan sinusitis
(2017)13 multidetector CT) maksilaris jamur kronik
group non invasif lebih tinggi
pada kelompok MDCT
(84,2%) dibandingkan
pada kelompok CBCT
(46,2%)

9. Durrani, Z., Research 50 pasien Semua pasien N/A Pada jamur kronis, bakteri
Naeem, M., & prospective dengan CRS dengan aerob rinosinusitis
Khan, M. A. dugaan infeksi jamur terlibat di lebih dari
(2018)14 pada pemeriksaan setengah pasien. Delapan
radiologi puluh dua persen pasien
dimasukkan dalam rinosinusitis jamur
penelitian setelah menderita infeksi bakteri
mendapat dan hanya delapan belas
persetujuan. persen negatif untuk
Prosedur infeksi bakteri.
pembedahan yang Haemophilus influenza
berbeda seperti, merupakan bakteri aerob
FESS, Caldwell luc, yang paling banyak
Transantral diderita 22% dari 50
ethmoidectomy dan pasien yang didiagnosis
External rinosinusitis jamur.
ethmoidectomy Proteus mirabilis
dilakukan untuk mempengaruhi paling
mengobati sedikit (02%) pasien.
komplikasi jamur. Bakteri anaerob,
Peptostreptococucus spp
Rinosinusitis dan Fusobacterium
masing-masing
ditemukan pada empat
Sampel dari sekresi persen pasien.
sinus dikumpulkan
untuk pewarnaan
jamur, kultur aerobik
dan anaerob
peroperatif

Sampel dari sekresi


sinus dikumpulkan
untuk pewarnaan
jamur, kultur aerobik
dan anaerob
peroperatif.

Para pasien yang


positif pewarnaan
jamur dimasukkan
dalam penelitian ini
dan bakteriologi
didokumentasikan
untuk setiap kasus
setelah laporan
kultur. Pasien yang
memiliki jamur
negatif dikeluarkan
dari penelitian

10. El-Adl, H.M., Research 26 Pasien Diobati dengan N/A Semua pasien dengan
Awad, M.A.EB., El- retrospective dengan vorikonazol selama 3 AFRS telah menunjukkan
Morsy, S.M. et al. diagnosis AFRS minggu di AFRS perbaikan yang nyata baik
(2018)15 (17 pasien) dan sampai tiga bulan di secara klinis maupun
CGFRS (9 CGFRS. radiologis, kekambuhan
pasien) telah terjadi pada 6 kasus, dua
diobati dengan pasien membaik secara
vorikonazol medis, dan 4 pasien
membutuhkan operasi
sinus endoskopi. Dari 9
pasien dengan CGFRS, 6
pasien membaik secara
total dan tidak
memerlukan
pembedahan, tiga pasien
mengalami penyakit
persisten atau sisa dan
memerlukan gangguan
pembedahan.

11. Yi Chen Zao , Research 90 pasien (63 Penyeka N/A Menggunakan teknik
Ahmed Bassiouni , retrospective dengan CRS; 27 dikumpulkan secara deteksi konvensional
et al .(2017)16 controls). intraoperatif dari kultur dan histologi,
meatus tengah. DNA jamur hanya diidentifikasi
diekstraksi, dan pada sembilan dari 63
konsentrasi (14,3%) pasien CRS
amplikon ITS diukur (kelompok yang
menggunakan diidentifikasi jamur); 54
fluorometri. pasien CRS yang tersisa
Amplikon spacer dan semua kontrol tidak
yang ditranskripsi memiliki jamur yang
secara internal diidentifikasi
diurutkan dan menggunakan teknik
dianalisis tradisional. Kelompok
menggunakan QIIME yang diidentifikasi jamur
ini memiliki konsentrasi
ITS rata-rata yang lebih
tinggi secara signifikan
dan indeks
keanekaragaman
Shannon yang secara
signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan dua
kelompok lainnya. Urutan
organisme yang paling
melimpah adalah
Aspergillus (35,22% dari
semua urutan).

12. Durrani, Z., Research 50 pasien Semua pasien N/A Pada jamur kronis, bakteri
Naeem, M., & prospective dengan CRS dengan aerob rinosinusitis
Khan, M. A. dugaan infeksi jamur terlibat di lebih dari
(2018)17 pada pemeriksaan setengah pasien. Delapan
radiologi puluh dua persen pasien
dimasukkan dalam rinosinusitis jamur
penelitian setelah menderita infeksi bakteri
mendapat dan hanya delapan belas
persetujuan. persen negatif untuk
Prosedur infeksi bakteri.
pembedahan yang Haemophilus influenza
berbeda seperti, merupakan bakteri aerob
FESS, Caldwell luc, yang paling banyak
Transantral diderita 22% dari 50
ethmoidectomy dan pasien yang didiagnosis
External rinosinusitis jamur.
ethmoidectomy Proteus mirabilis
dilakukan untuk mempengaruhi paling
mengobati sedikit (02%) pasien.
komplikasi jamur. Bakteri anaerob,
Peptostreptococucus spp
Rinosinusitis dan Fusobacterium
masing-masing
ditemukan pada empat
Sampel dari sekresi persen pasien.
sinus dikumpulkan
untuk pewarnaan Pada kedua kelompok
jamur, kultur aerobik terdapat perbedaan yang
dan anaerob sangat signifikan antara
peroperatif skor SNOT-20 pra / pasca
operasi, skor gejala
hidung total (TNSS),
tingkat IgE total dan skor
Sampel dari sekresi
pementasan Philpott-
sinus dikumpulkan
Javer. Perbandingan
untuk pewarnaan
antara kedua kelompok
jamur, kultur aerobik
studi pada 24 minggu
dan anaerob
menunjukkan perbedaan
peroperatif.
yang sangat signifikan (p
Para pasien yang = 0,001) antara skor SNOT
positif pewarnaan 20 pasca operasi dan skor
jamur dimasukkan TNSS yang mendukung
dalam penelitian ini kelompok A. Tidak ada
dan bakteriologi perbedaan yang signifikan
didokumentasikan secara statistik antara
untuk setiap kasus kedua kelompok studi
setelah laporan mengenai IgE total pasca
kultur. Pasien yang operasi. atau skor Philpott
memiliki jamur – Javer. Ada dua
negatif dikeluarkan kekambuhan di kedua
dari penelitian lengan, tetapi tidak ada
efek samping yang
Dua puluh pasien signifikan.
secara acak dibagi
menjadi dua
kelompok: Grup A;
10 pasien menerima
suntikan subkutan
tunggal omalizumab
(Xolair 'Novartis)
(150 mg) 2 minggu
pasca operasi. Grup
B: 10 pasien
menerima
semprotan hidung
steroid lokal
(budesonide atau
mometasone
furoate, 100 μg dua
kali sehari selama 6
bulan, dimulai 2
minggu pasca
operasi. Semua
pasien menjalani
anamnesis,
pemeriksaan, CT
scan dan estimasi
kadar IgE dan
diserahkan untuk
operasi sinus
endoskopi. Mereka
dievaluasi pada
interval 4 minggu
selama 6 bulan.

13. Mostafa, B. E., Clinical Trial 20 pasien Dua puluh pasien N/A Pada kedua kelompok
Fadel, M., secara acak dibagi terdapat perbedaan yang
Mohammed, M. menjadi dua sangat signifikan antara
A., Hamdi, T., & kelompok: Grup A; skor SNOT-20 pra / pasca
Askoura, A. M. 10 pasien menerima operasi, skor gejala
(2020).18 suntikan subkutan hidung total (TNSS),
tunggal omalizumab tingkat IgE total dan skor
(Xolair 'Novartis) pementasan Philpott-
(150 mg) 2 minggu Javer. Perbandingan
pasca operasi. Grup antara kedua kelompok
B: 10 pasien studi pada 24 minggu
menerima menunjukkan perbedaan
semprotan hidung yang sangat signifikan (p
steroid lokal = 0,001) antara skor SNOT
(budesonide atau 20 pasca operasi dan skor
mometasone TNSS yang mendukung
furoate, 100 μg dua kelompok A. Tidak ada
kali sehari selama 6 perbedaan yang signifikan
bulan, dimulai 2 secara statistik antara
minggu pasca kedua kelompok studi
operasi. Semua mengenai IgE total pasca
pasien menjalani operasi. atau skor Philpott
anamnesis, – Javer. Ada dua
pemeriksaan, CT kekambuhan di kedua
scan dan estimasi lengan, tetapi tidak ada
kadar IgE dan efek samping yang
diserahkan untuk signifikan.
operasi sinus
endoskopi. Mereka
dievaluasi pada
interval 4 minggu
selama 6 bulan

14. Dai, Q., Duan, C., Clinical Trial 35 Patients Tiga puluh lima N/A Sebanyak 30 pasien
Liu, Q., & Yu, H. pasien direkrut ke dengan AFRS yang
(2017)19 dalam penelitian ini. memenuhi syarat
Diagnosis akhir dilibatkan dalam
dicapai dengan penelitian ini. Empat dari
menggunakan 15 pasien dalam
kriteria Bent dan kelompok B (26,67%)
Kuhn. Pasien yang mengalami penyakit
memenuhi syarat rekuren, sedangkan tidak
dibagi secara acak ada pasien dalam
menjadi dua kelompok A yang
kelompok: kelompok mengalami penyakit
nebulisasi transnasal rekuren. Perbedaan ini
budesonide bermakna secara statistik
(kelompok A) dan
kelompok steroid (p = 0,032).
hidung topikal
(kelompok B). Gejala
hidung, skor Lund-
Mackay, dan nilai
Kupferberg
dievaluasi sebelum
operasi, setelah
operasi dan selama
tindak lanjut untuk
menilai efek dari
kedua pendekatan
ini.

15. Zhou, L. H., Wang, Research 55 patients Analisis retrospektif N/A Di antara 55 pasien yang
X., Wang, R. Y., retrospective pasien dengan terdaftar dalam penelitian
Zhao, H. Z., Jiang, rinosinusitus jamur kami, 11 (11/55, 20%)
Y. K., Cheng, J. H., invasif kronis dan memiliki rinosinusitis
Huang, L. P., granulomatosa di jamur invasif
Chen, Z. Q., Wang, rumah sakit tersier granulomatosa (GIFRS)
D. H., & Zhu, L. P. Cina dari 2009 dan 44 (44/55, 80%)
(2018)20 hingga 2017, dengan memiliki rinosinusitis
fokus pada klasifikasi jamur invasif kronis
dan perbandingan. (CIFRS). Aspergillus
fumigatus dan
Dematiaceous
hyphomycetes
diidentifikasi pada 2
pasien dengan GIFRS.
Dibandingkan dengan tipe
granulomatosa, CIFRS
lebih sering dijumpai
pada pasien dengan
gangguan sistem imun (P
= 0,022), dan waktu dari
onset hingga diagnosis
jauh lebih singkat (P =
0,001). Proptosis dan
sindrom apeks orbital
tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan
antara granulomatosa
dan CIFRS dalam
penelitian kami. Pilihan
pengobatan dan
prognosis kedua penyakit
tersebut juga tidak
menunjukkan perbedaan
yang signifikan.

16. Debbarma, S., Cross 30 pasien pasien terdiagnosis N/A Semua kelompok
Gupta, R., Patro, sectional CIFS dari Januari mengalami peningkatan
S. K., Gupta, A. K., 2011 sampai yang signifikan setelah
Pandhi, P., & Desember 2015 pengobatan dibandingkan
Shafiq, N. dibagi menjadi tiga dengan awal penelitian.
(2019).21 kelompok secara Perbandingan antar
acak. Grup A, B dan kelompok menunjukkan
C masing-masing bahwa rata-rata skor LM,
menerima NE dan VAS secara
Itraconazole, signifikan lebih baik pada
Voriconazole dan kelompok Vorikonazol
Amphotericin. Skala dibandingkan dengan
Analog Visual (VAS), terapi Itrakonazol dan
skor radiologis Lund amfoterisin B.
Mackay (LM) dan Pengurangan parameter
nilai endoskopi obyektif ini dengan
hidung Kupferberg pengobatan juga secara
terlihat dan signifikan tinggi pada
dibandingkan pada kelompok Vorikonazol
semua pasien dibandingkan dengan dua
sebelum kelompok lainnya.
pengobatan, setelah Vorikonazol telah terbukti
debridemen dan menjadi modalitas
biopsi bedah primer pengobatan yang paling
dan setelah efektif untuk sinusitis
pengobatan obat jamur invasif kronis
antijamur pasca dibandingkan dengan
biopsi obat lain yang umum
digunakan seperti
Itraconazole dan
Amphotericin B.

17. Loftus, C. A., Meta- 45 studi dengan Pencarian literatur N/A tingkat revisi bedah
Soler, Z. M., analysis total subyek dilakukan di keseluruhan - 18,6%
Koochakzadeh, S., 34,220 PubMed, Scopus, (interval kepercayaan
Desiato, V. M., dan Cochrane 95%, 14,1% -23,6%). Studi
Yoo, F., Nguyen, S. Database of dengan data tindak lanjut
A., & Schlosser, R. Systematic Reviews. yang dapat diekstraksi
J. (2020)22 Mengikuti pedoman melaporkan tingkat revisi
PRISMA, tinjauan rata-rata 16,2% selama
sistematis dan meta- tindak lanjut rata-rata
analisis dilakukan tertimbang 89,6 bulan.
pada studi yang Faktor-faktor yang terkait
melaporkan data dengan peningkatan
operasi revisi untuk tingkat revisi termasuk
pasien CRSwNP. rinosinusitis jamur alergi
(28,7%), penyakit
pernapasan eksaserbasi
aspirin (27,2%), asma
(22,6%), polipektomi
sebelumnya (26,0%), dan
publikasi sebelum 2008
(22,7%) (p < 0,05 untuk
semua).

18. Wang, T., Su, J., & Meta- 4 studi Pencarian dilakukan N/A Analisis empat studi
Feng, Y. (2015)23 analysis dari Medline, dengan data kualitas
Cochrane, EMBASE, hidup lengkap tidak
dan ISI Web of menemukan perbedaan
Knowledge hingga antara kelompok
31 Desember 2013 perlakuan dan kelompok
menggunakan plasebo [perbedaan
kombinasi istilah standar dalam mean 0,78,
pencarian interval kepercayaan 95%
rinosinusitis kronis, (CI) -0,25 hingga 1,81, P =
manusia, 0,138]. Analisis empat
pengobatan, studi dengan data skor
antibiotik, irigasi endoskopi hidung lengkap
hidung, nebulisasi, tidak menemukan
lavage hidung, perbedaan antara
bilasan sinonasal, kelompok perlakuan dan
dan antimikroba. kelompok plasebo
Kriteria inklusi (perbedaan standar
adalah (1) studi dalam mean 0,34, CI 95%
perbandingan, (2) -0,08 hingga 0,76, P =
diagnosis CRS atau 0,117). AMB tidak lebih
sinusitis kronis, dan efektif daripada plasebo
(3) intervensi adalah dalam meningkatkan QOL
antijamur topikal. atau skor endoskopi
Ukuran hasil utama hidung pada pasien CRS.
adalah kualitas
hidup (QOL), dan
sekunder adalah
skor endoskopi
hidung. Dari 235
artikel yang awalnya
diidentifikasi, lima
uji coba terkontrol
secara acak
dimasukkan dalam
meta-analisis.

19. Maniakas, A., Prospective 116 pasien pasien dari pusat N/A Tujuh puluh lima pasien
Asmar, M. H., clinical trial perawatan tersier (69,4%) mencapai SNOT-
Renteria Flores, A. dengan risiko tinggi 22 MCID atau lebih tinggi.
E., Nayan, S., kambuh penyakit (Rata-rata = 33,4, kisaran
Alromaih, S., setelah Bedah Sinus 9-75). Dokumentasi
Mfuna Endam, L., Endoskopi + irigasi obyektif dari kekambuhan
& Desrosiers, M. hidung budesonide. penyakit, seperti yang
Y. (2018)24 Sampel darah, usap didefinisikan oleh kriteria
mikroba, dan SNSS / endoskopi / gejala
SNOT-22 diambil gabungan, dicatat pada
pada hari operasi 58/116 pasien (50%).
(Kunjungan-1) dan 4 Operasi revisi dikaitkan
bulan pasca operasi dengan tingkat
(Kunjungan-2). Hasil kekambuhan penyakit
dievaluasi yang lebih tinggi secara
menggunakan gejala signifikan (60,0 vs 28,0%;
dan status mukosa p <0,001). Kultur untuk
yang dinilai dengan Staphylococcus aureus
skor endoskopi dikaitkan dengan
Lund-Kennedy. kekambuhan penyakit,
sebelum operasi dan
pada 4 bulan pasca
operasi (p = 0,020; p
<0,001). Ini dibatasi untuk
kultur pasca operasi
dalam kelompok revisi
(10,0 vs 48,8%; p <0,001).
Faktor lain yang terkait
dengan hasil yang buruk
termasuk intoleransi
terhadap obat
antiinflamasi non steroid
(NSAID) (p = 0,036). Skor
Lund-Kennedy yang jauh
lebih tinggi pada
kelompok kekambuhan
meskipun intensitas
gejala serupa,
menekankan pentingnya
mempertimbangkan hasil
yang obyektif selain yang
dilaporkan pasien

20. Sabino, H. A., Prospective 32 pasien pasien dengan N/A Meskipun sebagian besar
Valera, F. C., clinical trial AECRS diacak secara bakteri yang dikultur dari
Aragon, D. C., random dengan usap meatus tengah
Fantucci, M. Z., double blind (rasio 2: sensitif terhadap AMX-
Titoneli, C. C., 1) untuk menerima CLAV (84%), kelompok
Martinez, R., amoksisilin- AMX-CLAV dan kelompok
Anselmo-Lima, W. klavulanat 875 mg / yang diobati dengan
T., & Tamashiro, 125 mg dua kali plasebo menunjukkan
E. (2017).25 sehari (BID) (AMX- perjalanan klinis yang
CLAV, n = 21) atau sama, tanpa perbedaan
kapsul plasebo (n = antar kelompok. Kedua
11) selama 14 hari. kelompok menunjukkan
Semua pasien juga perbaikan keseluruhan
dirawat dengan gejala pada hari ke-14
mometasone dibandingkan dengan hari
furoate dan nasal ke-0 (p <0,01), terutama
washes dengan item "sekresi hidung" dan
saline. Gejala "obstruksi hidung" (p
sinonasal global <0,05). Kami juga
(Severity Symptom mengamati evolusi
Assessment [SSA]), endoskopi hidung dan
kualitas hidup (22 skor kualitas hidup yang
item Sino-Nasal sama antara plasebo dan
Outcome Test AMX-CLAV.
[SNOT-22]), skor
endoskopi hidung
(Lund-Kennedy), dan
evaluasi
mikrobiologi
dibandingkan untuk
mengevaluasi
kemanjuran terapi
antibiotik di AECRS.
DAFTAR PUSTAKA
1. Afifah NH, Said U . Rinosinusitis dalam: Tanto, Chris, editor. Kapita selekta kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius d. 4, 2014; 1046-9.
2. Aring AM, Chan MM, Acute Rhinosinusitis in Adults. American family physician. 2011
May: Vol 83 (9): 1057-63.
3. Mangunkusumo R, Rifki N . Sinusitis dalam: Soepradi Ea, Iskandar N (editor). Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ke -5. Jakarta. Balai
Penerbit FK UI, 2002;120-4.
4. Wardani, RS, Mangunkusumo E. Infeksi Hidung dalam: Soepardi EA, dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorokan Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Balai
Penerbit FK UI, 2010; 139-142.
5. Mangunkusumo E. Soetjipto. Sinusitis dalam: Soepardi EA, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit
FK UI, 2010; 150-3.
6. Wang T, Zhang L, Hu C, et al. Clinical Features of Chronic Invasive Fungal
Rhinosinusitis in 16 Cases. Ear Nose Throat J. 2020;99(3):167-172.
doi:10.1177/0145561318823391
7. Alotaibi NH, Omar OA, Altahan M, et al. Chronic Invasive Fungal Rhinosinusitis in
Immunocompetent Patients: A Retrospective Chart Review. Front Surg. 2020;7:608342.
doi:10.3389/fsurg.2020.608342
8. Zhao YC, Bassiouni A, Tanjararak K, Vreugde S, Wormald P-J, Psaltis AJ. Role of fungi
in chronic rhinosinusitis through ITS sequencing. Laryngoscope. 2018;128(1):16-22.
doi:10.1002/lary.26702
9. Indriany S, Munir D, Rambe AYM, Adnan A, Yunita R, Sarumpaet S. Proporsi
karakteristik penderita rinosinusitis kronis dengan kultur jamur positif. Oto Rhino
Laryngol Indones. 2016;46(1):26-35.
10. Cho SJ, Choi YJ, Cho K-J, et al. Image findings in patients with chronic invasive fungal
infection of paranasal sinuses. J Neuroradiol = J Neuroradiol. Published online February
2021. doi:10.1016/j.neurad.2021.02.005
11. Sasso M, Barrot A, Carles M-J, et al. Direct identification of molds by sequence analysis
in fungal chronic rhinosinusitis. J Mycol Med. 2017;27(4):514-518.
doi:10.1016/j.mycmed.2017.07.008
12. Leszczyńska J, Stryjewska-Makuch G, Lisowska G, Kolebacz B, Michalak-Kolarz M.
Fungal sinusitis among patients with chronic rhinosinusitis who underwent endoscopic
sinus surgery. Otolaryngol Pol = Polish Otolaryngol. 2018;72(4):35-41.
doi:10.5604/01.3001.0012.1263
13. Yamauchi T, Tani A, Yokoyama S, Ogawa H. Assessment of non-invasive chronic fungal
rhinosinusitis by cone beam CT: comparison with multidetector CT findings.
FUKUSHIMA J Med Sci. 2017;advpub. doi:10.5387/fms.2016-16
14. Durrani Z, Naeem M, Khan MA. Assessment of bacterial infection in patients operated for
complications of chronic fungal rhinosinusitis. Pak J Med Sci. 2018;12(1):153-156.
15. El-Adl HM, Awad MAE-B, El-Morsy SM, Khafagy YW. Efficacy of voriconazole in
nonsurgical treatment of allergic and chronic granulomatous fungal rhinosinusitis: a
preliminary study. Egypt J Otolaryngol. 2018;34(1):15-20. doi:10.4103/ejo.ejo_80_17
16. Zhao YC, Bassiouni A, Tanjararak K, Vreugde S, Wormald PJ, Psaltis AJ. Role of fungi
in chronic rhinosinusitis through ITS sequencing. Laryngoscope. 2018 Jan;128(1):16-22.
doi: 10.1002/lary.26702. Epub 2017 Jul 4. PMID: 28675446.
17. Durrani, Zahra & Naeem, M. & Khan, Maroof. (2018). Assessment of bacterial infection
in patients operated for complications of chronic fungal rhinosinusitis. Pakistan Journal of
Medical and Health Sciences. 12. 153-156.
18. Mostafa BE, Fadel M, Mohammed MA, Hamdi TAH, Askoura AM. Omalizumab versus
intranasal steroids in the post-operative management of patients with allergic fungal
rhinosinusitis. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2020 Jan;277(1):121-128. doi:
10.1007/s00405-019-05650-y. Epub 2019 Sep 24. PMID: 31552526.
19. Dai Q, Duan C, Liu Q, Yu H. Effect of nebulized budesonide on decreasing the recurrence
of allergic fungal rhinosinusitis. Am J Otolaryngol. 2017 May-Jun;38(3):321-324. doi:
10.1016/j.amjoto.2017.01.034. Epub 2017 Feb 1. PMID: 28185668.
20. Zhou LH, Wang X, Wang RY, Zhao HZ, Jiang YK, Cheng JH, Huang LP, Chen ZQ,
Wang DH, Zhu LP. Entities of Chronic and Granulomatous Invasive Fungal
Rhinosinusitis: Separate or Not? Open Forum Infect Dis. 2018 Sep 14;5(10):ofy228. doi:
10.1093/ofid/ofy228. PMID: 30302354; PMCID: PMC6171569.
21. Debbarma S, Gupta R, Patro SK, Gupta AK, Pandhi P, Shafiq N. Randomised
Comparison of Safety Profile and Short Term Response of Itraconazole, Voriconazole and
Amphotericin B in the Management of Chronic Invasive Fungal Rhinosinusitis. Indian J
Otolaryngol Head Neck Surg. 2019 Nov;71(Suppl 3):2165-2175. doi: 10.1007/s12070-
019-01602-4. Epub 2019 Jan 24. PMID: 31763315; PMCID: PMC6848640.
22. Loftus, C. A., Soler, Z. M., Koochakzadeh, S., Desiato, V. M., Yoo, F., Nguyen, S. A., &
Schlosser, R. J. (2019). Revision surgery rates in chronic rhinosinusitis with nasal polyps:
meta‐analysis of risk factors. International Forum of Allergy &
Rhinology. doi:10.1002/alr.22487 
23. Wang, T., Su, J., & Feng, Y. (2014). The effectiveness topical amphotericin B in the
management of chronic rhinosinusitis: a meta-analysis. European Archives of Oto-Rhino-
Laryngology, 272(8), 1923–1929. doi:10.1007/s00405-014-3269-y
24. Maniakas, A., Asmar, M.-H., Renteria Flores, A. E., Nayan, S., Alromaih, S., Mfuna
Endam, L., & Desrosiers, M. Y. (2018). Staphylococcus aureus on Sinus Culture Is
Associated With Recurrence of Chronic Rhinosinusitis After Endoscopic Sinus Surgery.
Frontiers in Cellular and Infection Microbiology, 8. doi:10.3389/fcimb.2018.00150
25. Sabino HA, Valera FC, Aragon DC, Fantucci MZ, Titoneli CC, Martinez R, Anselmo-
Lima WT, Tamashiro E. Amoxicillin-clavulanate for patients with acute exacerbation of
chronic rhinosinusitis: a prospective, double-blinded, placebo-controlled trial. Int Forum
Allergy Rhinol. 2017 Feb;7(2):135-142. doi: 10.1002/alr.21846. Epub 2016 Sep 9. PMID:
27610609.

Anda mungkin juga menyukai