Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SURGICAL MISHAPS

DOSEN KOORDINATOR MATA KULIAH :


NS. Hj. Asni Hasaini, M.Kep

KELOMPOK 4
MANAGEMENT PATIENT SAFETY

DI SUSUN OLEH:

1. Amaliya Shadrina (20201440120009)


2. Aulia Sofei (20201440120013)
3. Gita Ria Safitri (20201440120026)
4. Khalisah Amalia (20201440120034)
5. Muhammad Rizki (20201440120038)
6. Norliana (20201440120061)
7. Nurul Azmi Azhari (20201440120064)
8. Yusuf Al-Faridzi Natawiyanta (20201440120092)

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTAN MARTAPURA
DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Pertama tama dan yang paling utama, marilah kita hanturkan puji dan syukur kita atas
kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, dan Maha Bijaksana,
sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. Shalawat berantaikan salam tak lupa kita
hanturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang yang diterangi oleh Iman, Islam,
dan Ikhsan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Management
Patient Safety dengan dosen Koordinator Mata Kuliah Ibu Ns.Hj. Asni Hasaini, M.Kep,
selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Surgical Mishaps”
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.Hj. Asni Hasaini, M.Kep selaku
koordinator mata kuliah Management Patient Safety yang telah memberikan tugas ini dan
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
meyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik, dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Martapura, 08 Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................1
BAB II ISI...........................................................................................................................2
A. Pengertian Pasien Safety.........................................................................................2
B. Manajemen Pasien Safety Dikamar Operasi...........................................................2
a) Sign In..........................................................................................................4
b) Time Out......................................................................................................6
c) Sign Out.......................................................................................................9
C. Kasus/Penelitian Penggunaan Surgical Safety Checklist.........................................10
BAB III PENUTUP.............................................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien dan kualitas pasien adalah jantung dari penyampaian layanan
kesehatan. Untuk setiap pasien, yang merawat, anggota keluarga dan profesional
kesehatan, keselamatan sangat penting untuk penegakan diagnosa, tindakan kesehatan dan
perawatan.
Dokter, perawat dan semua orang yang bekerja di sistem kesehatan berkomitmen
untuk merawat, membantu, menghibur dan merawat pasien dan memiliki keunggulan
dalam penyediaan layanan kesehatan untuk semua orang yang membutuhkannya. Telah
ada investigasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir dalam peningkatan layanan,
peningkatan kapasitas sistem, perekrutan profesional yang sangat terlatih dan penyediaan
teknologi dan perawatan baru. Namun sistem kesehatan di seluruh dunia, menghadapi
tantangan dalam menangani praktik yang tidak aman, profesional layanan kesehatan yang
tidak kompeten, tata pemerintahan yang buruk dalam pemberian layanan kesehatan,
kesalahan dalam diagnosis dan perawatan dan ketidakpatuhan terhadap standar
(Commissionon Patient Safety & Quality Assurance, 2008).
Mengapa bidang keselamatan pasien ada? Keselamatan pasien sebagai sebuah disiplin
dimulai sebagai tanggapan atas bukti bahwa kejadian medis yang merugikan tersebar luas
dan dapat dicegah, dan seperti disebutkan di atas, bahwa ada "bahaya yang terlalu banyak"
(Emanuel, 2008). Tujuan dari bidang keselamatan pasien adalah untuk meminimalkan
kejadian buruk dan menghilangkan kerusakan yang dapat dicegah dalam perawatan
kesehatan. Bergantung pada penggunaan istilah "bahaya" seseorang, mungkin bercita-cita
untuk menghilangkan semua bahaya dalam perawatan kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana manajemen patient safety di ruang operasi ?
2. Bagaimana prosedur penggunaan dan perawatan peralatan ruang operasi

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui manajemen patient safety
2. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur penggunaan dan perawatan peralatan ruang
operasi

1
BAB II
ISI

A. Pengertian Patient Safety


Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk mengukur
dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap
pelayanan Kesehatan (Nursalam, 2011). Keselamatan pasien merupakan prioritas, isu
penting dan global dalam pelayanan Kesehatan. Keselamatan pasien merupakan
penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau
mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan Kesehatan.
Patient Safety adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputu Risk Assessment, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko tindakan pembedah yang
disebabkan oleh kesalahan tindakan pembedahan dan bertujuan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemn risiko dalam seluruh aspek
pelayanan yang disediakn oleh fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes, 2017).
Patient safety adalah adanya bahaya yang dapat dicegah untuk pasien selama
proses perawatan kesehatan dengan menerapkan budaya disiplin kerja. Disiplin
patient safety adalah upaya terkoordinasi untuk mencegah bahaya, yang disebabkan
oleh proses perawatan kesehatan itu sendiri, dari yang terjadi pada pasien selama
sepuluh tahun terakhir (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Patient safety saat ini menjadi perhatian utama di dunia dikarenakan layanan
kesehatan yang tidak aman dan tingkat kualitas pelayanan kesehatan yang dinilai
masih rendah terutama di negara yang berpenghasilan menengah ke bawah yang dapat
membahayakan pasien (WHO, 2017).

B. Manajemen Pasien Safety di Kamar Operasi


Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah  prosedur
prosedur operasi, operasi, salah pasien operasi, operasi, akibat dari komunikasi
komunikasi yang tidak yang tidak efektif atau tidak adekuat antar anggota tim bedah.
Kurang melibatkan  pasien dalam penandaan area operasi ( sitemarking ), dan tidak
ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah
catatan medis juga tidak adekuat.

2
Langkah yang dilakukan tim bedah terhadap pasien yang akan di lakukan
operasi untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur  pembedahan,
mencegah  pembedahan, mencegah terjadi terjadi kesalahan kesalahan lokasi operasi,
operasi, prosedur prosedur operasi operasi serta mengurangi komplikasi kematian
akibat pembedahan sesuai dengan sepuluh sasaran dalam safety surgery (WHO 2008).
Yaitu :
1. Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan lokasi tubuh yang
benar.
2. Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah
bahaya dari pengaruh anestresia, pada saat melindungi  pasien dari rasa
nyeri.
3. Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup dari
adanya bahaya kehilangan atau hidup dari adanya bahaya kehilangan atau
gangguan p gangguan pernafasan. ernafasan.
4. Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko
kehilangan darah.
5. Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya
resiko alergi obat pada pasien.
6. Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk
meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
7. Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument  pada
luka pembedahan.
8. Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh
bahan) pembedahan.
9. Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang
hal-hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan  pembedahan yang
aman.
10. Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan
pengawasan yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.

Surgery safety ceklist   WHO merupakan penjabaran dari sepuluh hal  penting
tersebut  penting tersebut yang diterj yang diterjemahkan dala emahkan dalam bentuk
formulir formulir yang diisi yang diisi dengan melakukan ceklist . Ceklist  tersebut
tersebut sudah baku dari WHO yang merupakan alat merupakan alat komunikasi yang

3
praktis komunikasi yang praktis dan sederhana dan sederhana dalam memastikan
keselamatan pasien pada tahap preoperative, intraoperatif dan pasca operatif ,
dilakukan tepat waktu dan menunjukan manfaat yang lebih baik bagi keselamatan
pasien (WHO 2008).
Surgery Safety Checklist di kamar bedah digunakan melalui 3 tahap, masing-
masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi (Sign In), sebelum
insisi kulit (TimeOut ) dan sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi
(SignOut ) (WHO 2008) diawali dengan briefing  dan diakhiri dengan debriefing
menurut (Nhs,uk 2010). Implementasi Surgery Safety Checklist memerlukan seorang
koordinator untuk bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator
Koordinator biasanya biasanya seorang seorang perawat perawat atau dokter atau
profesional kesehatan lainnya yang terlibat dalam operasi. Pada setiap fase,
koordinator checklist harus diizinkan untuk mengkonfirmasi bahwa tim telah
menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan kegiatan lebih lanjut.Koordinator
memastikan setiap tahapan tidak ada yang terlewati, bila ada yang terlewati , maka
akan meminta operasi berhenti sejenak dan melaksanakan tahapan yang terlewati.
Proses penerapan surgical safety checlist WHO 2009 dibagi tiga tahap yaitu:
a. Sign In (Briefing Phase)
Sign in merupakan fase dimana verifikasi pertama kali saat pasien tiba di
ruang penerimaan atau ruang persiapan atau fase sebelum induksi anestesi,
koordinator yang biasanya dilakukan oleh penatan anestesi dimana bertanya dan
memeriksa apakah identisa pasien benar, prosedur dan bagian yang akan di operasi
sudah benar, dan telah diberi tanda, persetujuan operasi dan pembiusan telah
ditanda tangani oleh pasien, pulse oksimetri dapat berfungsi. Perawat serta dokter
anestesi konfirmasi ulang kemungkinan adanya risiko apakah pasien ada risiko
kehilangan darah dalam jumlah banyak, ada kemungkinan kesulitan bernafas, dan
pasien ada reaksi alergi (WHO, 2009).
Rincian untuk setiap langkah-langkah surgical safety checklist (Sign In)
adalah sebagai berikut:
1) Perawat di ruang serah terima instalasi bedah sentral mengkonfirmasi
kepada pasien mengenai identitas, bagian dan sisi yang akan di operasi,
prosedur dan persetujuan tindakan, setelah lengkap selanjutnya pasien akan
memasuki ruangan operasi (WHO, 2009).
a) Sisi yang akan di operasi sudah ditandai.

4
Menurut Clarke, et al. 2007. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesalahan operasi salah sisi terletak pada tahap sign
in, untuk itu tahapan ini harus konsisten dijelaskan.
b) Obat dan mesin anestesi telah diperiksa secara lengkap.
Dokter anestesi sebelum melakukan induksi anestesi
memeriksa peralatan anestesi, oksigen, dan inhalasi serta memeriksa
ketersediaan obat dan risiko anestesi terhadap setiap kasus (WHO,
2009).
c) Pulse oksimetri pada paien berfungsi.
Dokter anestesi memasang peralatan oksimetri pada pasien
dna berfungsi dengan benar sebelum induksi anestesi dana
indikatornya dapat dilihat pada layar monitoring oleh seluruh tim
operasi. Pulse oksimetri merupakan alat non invasif yang berguna
untuk memberikan perkiraan kejenuhan oksihemoglobin arteri
(SaO2) dengan memanfaatkan panjang gelombang cahaya untuk
menentukan saturasi oksihemoglobin (SpO2) tapi tidak dapat
menentukan metabolisme atau jumlah oksigen yang digunakan
pasien. Batas norma; adalah 95-199% meskipun nilai turun sampai
90% masih dianggap nilai normal pada orang sehat (WHO, 2009).
d) Apakah pasien memiliki alergi?
Sejak awal pasien masuk ke bangsal, harus ditanyakan ada
riwayat alergi apa dan melakukan tes alergi, jika ditemukan riwayat
alergi akan di antisipasi dan ditulis pada status pasien. Untuk dokter
anestesi akan melakukan visit ke bangsal untuk melakukan anestesi
dan pemeriksaan fisik diagnostik. Dari hasil tersebut, dokter anestesi
akan mengetahui adanya riwayat alergi terhadap pasien, sehingga
dapat mengantisipasi untuk mencegah komplikasi obat-obatan
anestesi (WHO, 2009).
e) Apakah pasien memiliki kesulitan bernafas atau mempunyai risiko
aspirasi?
Kesulitan bernafas pada pasien diketahui sebelum dilakukan
operasi dengan melakukan kunjungan kepada pasien oleh dokter
bedah maupun dokter anestesi. Dari hasil tersebut, dokter anestesi
akan mengetahui adanya kesulitan pernafasan terhadap pasien. Jika

5
ada kesulitan jalan nafas, dokter anestesi akan menulis di status
sehingga pada tahap sign in tim operasi dapat mengetahuinya
sehingga dapat mengantisipasi pemakaian jenis anestesi yang
digunakan. Risiko aspirasi juga harus di evaluasi sebagai bagian dari
penelitian jalna nafas, untuk mengantisipasi risiko aspirasi pasien
disuruh puasa 6 jam sebelum operasi. Beberapa keadaan paru yang
dapat menyebabkan kesulitan bernafas seperti emfisema, bronkitis
kronik, pneumonia dan edema paru (WHO, 2009).

2) Apakah pasien memiliki risiko kekurangan darah lebih dari 500 ml?
Pasien yang mempunyai risiko perdarahan lebih dari 500 ml
dipersiapkan dari sehari sebelum dilakukan operasi. Dokter anestesi akan
mempersiapkan langkah-langkah di ruang operasi dengan memakai infus
dua jalur dan memastikan ketersediaan darah dan cairan untuk resusitasi.
Volume kehilangan darah yang cukup besar merupakan salah satu dan
paling umun yang membahayakan pasien saat operasi. Risiko 30 syok
hipovolemik meningkat ketika kehilangan darah melebihi 500 ml (WHO,
2009).

b. Time Out (Time Out Phase)


Time out merupakan fase dimana setiap anggota tim operasi
memerkenalkan diri dan memberitahu perannya masing-masing. Operator harus
memastikan bahwa semua orang di ruang operasi harus kenal satu sama lain.
Sebelum melakukan insiis pertama kali pada kulit operator konfirmasi ulang
dengan suara yang keras bahwa mereka melakukan prosedur operasi yang sesuai
pada pasien yang tepat, dan insisi di tempat yang tepat. Tidak lupa konfirmasi
ulang bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan 30-60 menit sebelum insisi
(WHO, 2009).
Rincian untuk setiap langkah-langkah surgical safety checklist (Time Out)
adalah sebagai berikut:
1) Semua anggota tim yang telah memperkenalkan nama dan peranan mereka
masing-masing.
Anggota tim dapat berganti terus. Manajemen efektif situasi risiko
tinggi membutuhkan semua anggota tim mengerti setiap anggotanya dan

6
peranan serta kemampuan mereka. Koordinator akan menanyakan keapada
setiap orang yang berada di ruangan untuk memperkenalkan nama dan
perannya. Tim yang sudah familiar satu sama lain mengkonfirmasi masing-
masing orang yang telah dikenal, tetapi anggota baru atau staf yang
dimutasi ke kamar operasi sejak operasi terakhir harus memperkenalkan
diri, termasuk pelajar atau personel lain (WHO, 2009).
2) Operator, profesional anestesi dan perawat secara verbal mengkonfirmasi
indentitas pasien, lokasi dan prosedur langkah ini merupakan standard time
out.
Sebelum opertaor melakukan insisi, koordinator atau anggota tim
yang lain menanyakan setiap orang di kamar operasi untuk berhenti dan
secara verbal konfirmasi nama pasien, pembedahan yang akan dilakukan,
lokasi pembedahan dan jika memungkinkan memposisikan pasien untuk
mencegah kesalahan pasien atau lokasi (WHO, 2009).
3) Antisipasi kejadian krisis komunikasi tim yang efektif merupakan
komponen penting dari pembedahan yang aman, tim kerja yang efisien dan
pencegahan komplikasi.
Untuk memastikan komunikasi mengenai isu pasien kritis, selama
time out coordinator checklist memimpin diskusi singkat antara operator,
staf anestesi dan staf perawat mengenai rencana bahaya dan operasi. Ini
dapat dilakukan dengan pertanyaan sederhana kepada setiap anggota tim.
Selama prosedur rutin, operator dapat menentukan pernyataan sederhana,
“ini seperti kasus biasa dengan durasi X” dan kemudian menanyakan
kepada profesional anestesi dan perawat jika mereka mempunyai
pertimbangan tertentu (WHO, 2009).
4) Tinjauan operator aoakah langkah-langkah kritis atau yang tidak
diharapkan, durasi operasi, antisipasi kehilangan darah.
Diskusi mengenai langkah-langkah kritis atau yang tidak
diharapkan. Minimal untuk mengkonfirmasi anggota tim mengenai setiap
langkah yang meletakkan pasien dalam bahaya kehilangan darah yang
cepat, cedera atau morbiditas utama lainnya (WHO, 2009).
5) Tinjauan tim anestesi: apakah pasien mempunyai pertimbangan tertentu?
Pada pasien yang berisiko kehilangan darah, ketidakstabilan
hemodinamik atau morbiditas utama lainnya karena prosedur, seorang

7
anggota tim anestesi harus mengutarakan rencana spesifik dan
mempertimbangkan resusitasi. Pada ketiadaan risiko kritis ayang harus
dibagi dengan tim, profesional anestesi dapat mengakatakan dengan
sederhana, “Saya tidak mempunyai sesuatu pertimbangan yang khusus pada
kasus atau pasien ini” (WHO, 2009).
6) Tinjauan tim perawat: apakah sterilisasi telah dikonfirmasi dan apakah ada
pemberitahuan menngenai peralatan atau yang lain?
Perawat yang mencuci atau teknisi yang mengatur peralatan harus
secara verbal mengkonfirmasi bahwa sterilisasi telah dilaksanakan. Jika
tidak ada pemberitahuan yang penting, maka perawat yang mencuci atau
teknisi dapat mengatakan sederhana “sterilisasi terjaga, saya tidak ada
pemberitahuan yang lain” (WHO, 2009).
7) Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 30-60 menit terakhir?
Pemberikan antibitik profilaksis pada pembedahan adalah
penggunaan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi setelah
pembedahan. Pemberian antibiotik yang tepat dapat mengurangi terjadinya
infeksi luka operasi tetapi penggunaan antibiotik yang berlebihan
mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap antimikroba. Harus ada
perbedaan antara pemberikan antibiotik profilaksis pada sebelum
pembedahan dan sesudah pembedahan (WHO, 2009)
8) Penempatan pencitraan. Pencitraan penting untuk memastikan rencana yang
sesuai dan melibatkan banyak operasi, termasuk bedah tulang, spinal,
prosedur thorakal dan banyak reseksi tumor.
Selain time out koordinator harus menanyakan kepada operator
apakah perlu pencitraan. Jika iya, koordinatir harus mengkonfirmasi secara
verbal mengenai pencitraan yang ada di ruangan dan selalu diletakkan
selama operasi. Jika pencitraan dilakukan tetapi tidak dipasang, maka harus
diambil. Operator harus memutuskan apakah proses dapat dilakukan tanpa
pencitraan, jika iya, maka kotak pengisian dikosongkan. Jika tidak
dibutuhakan, maka diisikan pada kolom tidak dapat diaplikasikan (WHO,
2009).

c. Sign Out (Debriefing Phase)

8
Sign Out merupakan bagian dimana seluruh tim (bedah dan anestesi) akan
menilai akhir operasi yang sudah selesai dilakukan. Pengecekan kelengkapan pasca
operasi seperti, kasa dan penghitungan alat-alat bedah, pemberian label pada
spesimen 15 jaringan yang diambil, adanya kerusakan alat selama operasi dan
masalah lain yang belum dan telah ditangani. Periode final dimana tim bedah dan
anestesi merencanakna manajem setelah operasi dan fokus perhatian pada
manajemen pemulihan pasien dan disebutkan rencananya oleh operator dan dokter
anestesi sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi (WHO. 2009).
Rincian untuk setiap langkah-langkah surgical safety checklist (sign out)
adalah sebagai berikut:
1) Perawat melakukan konfirmasi secara verbal dengan tim mengenai nama
prosedur yang telah di rekam.
Sejak prosedur di ubah atau di perluas selama operasi, koordinator
checklist harus mengkonfirmasi dengan operator dan tim mengenai
prosedur yang telah dilakukan. Ini dapat dilakukan dengan pertanyan,
“prosedur apa yang telah dilakukan? “ atau “apakah kita telah melakukan
prosedur X?”.
2) Perhitungan instrument, jarum, dan kasa.
Pelaksanaan perhitungan instrumen, jarum, dan kasa di instalasi
bedah sudah mempunyai checklist tersendiri berupa rekaman asuhan
keperawatan perioperatid dimana perhitungan asuhan keperawatn
perioperatif (sebelum operasi) dan tambahan selama operasi dilakukan.
Perawat memebritahukan secara lisan kepada tim menganai kelengkapan
instrument (WHO,2000).
3) Jika ada spesimen harus dilakukan pelabelan.
Perawat atau dokter bedah membuat label yang benar dari setiap
spesimen patologis yang diperoleh selama prosedur dengan membuat
pengantar patologi dan menggambarkan bentuk spesimen, salah membuat
label berpotensi bencana bagi pasien dan telah terbukti menjadi sumber
kesalahan pada pemeriksaan patologi anatomi (WHO, 2009).
4) Permasalahan berbagai perlatan.
Koordinator harus mengkonformasikan masalah perlatan
diidentifikasi oleh tim.

9
5) Pada tahap akhir sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi
dilakukan pemeriksaan keselamatan, tujuannya adalah saat pemindahan
pasien dari ruang operasi diberikan informasi tentang kondisi pasien ke[ada
perawat yang bertanggung jawab di ruang pemulihan (WHO, 2009).

Pembedahan pada dasarnya, memiliki empat pembunuh utama:


infeksi, perdarahan, anestesi yang tidak aman dan hal-hal yang disebut sebagai
tak terduga. Dengan bantuan surgical safety checklist dapat menyediakan
perlinungan terhadap kesalahan-kesalahan pembedahan. Dalam penerapan
checklist kerja sama tim antara beberapa praktisi kesehatan yang diperlukan
bukan hanya mereka yang bekerja sama saling akur dengan yang lain. Yang
dibutuhkan adalah dispilin. Disiplin adalah suatu yang harus diperjuangkan
bahkan checklist yang sederhana sekalipun (Gawande, 2011). Disiplin kerja
adalah sikap yang patuh terhadap peraturan-peraturab dan norma yang berlaku
(Amiruddin, 2019).

C. Kasus/Penelitian Penggunaan Surgical Safety Checklist


Telah dilakukan uji coba penggunaan surgical safety checklist di delapan
rumah sakit di dunia. Hasil penelitian di delapan rumah sakit menunjukkan
penurunan kematian dan komplikasi akibat pembedahan dar total 1750 pasien
yang harus dilaksanakan operasi dalam 24 jam (emergency) divagi 842 pasien
sebelum pengenalan surgical safety checklist dan 908 pasien setelah pengenalan
surgical safety checklist. Dari 842 pasien yang belum diberikan pengenalan
surgical safety checklist mendapat komplikasi pembedahan 18,4% (N=151) dan
setelah diberikan pengenalan surgical safety checklist 3,7% menjadi 1,4%
(Weiser, et al 2010).
Komplikasi bedah setelah penggunaan surgical safety checklist secara
keseluruhan turun dari 11% sampai 7% dan angka kematian menurun dari 1,5%
menjadi 0,7% (Howard, 2011).
Beberapa penelitian tentang penggunaan Surgical Safety Checklist
menghasilkan :
1) surgical safety checklist dapat menurunkan angka kematian dan komplikasi
(Robertson & Vijayarajan 2010 ; Latosinsky, et al. 2010). Penelitian di
negara Amerika Serikat menunjukkan adanya penurunan angka komplikasi

10
dari 11% menjadi 7% dan penggunaan antibiotik profilaksis yang
meningkat dari 56% menjadi 83%, infeksi luka operasi (ILO) berkurang
33% sampai 88% (Baldrige % Quality, 2009).
2) Menurunkan surgical site infection dan mengurangi risiko kehilangan darah
lebih dari 500 ml. Penelitian Weiser menunjukkan angka infeksi luka
operasi (ILO) mengalami penrunan setelah dilakukan penelitian dengan
menggunakan surgical safety checklist. Angka ILO turun dari 11,2%
menjadi 6,6% dan risiko kehilangan darah lebih dari 500 ml turun dari
20,2% menjadi 18,2% (Weizer, et al 2008).
3) Menurunkan proporsi pasien yang tidak menerima antibiotik sampai insisi
kulit Vries pada penelitiannya tentang ‘a surgical patient safety system”
menghasilkan penerapan surgical safety checklist pra operasi menghasilakn
waktu yang lebih lama dari 23,9-29,9 menjadi 32,9 menit, akan tetapi
jumlah pasien yang tidak menerima antibiotik sampai insisi kulit menurun
sebesar 6% (Vries, et al. 2009).
4) Fungsi paling yang umum adalah menyediakan informasi yang detail
mengenai kasus yang sedang dikerjakan, konfirmasi detail, penyuraan fokus
diskusi dan pembentukan tim (Lingard et al. 2005).
5) Penggunaan ceklist kertas merupakan salah satu solusi karena ceklist kertas
dapat disediakan dengan cepat dan membutuhkan biaya sedikit, selain itu
ceklist kertas juga dapat diseuaikan ukuran dan bentuknya sesuai dengan
kebutuhan serta tidak memerlukan penguasaan teknoligi yang tinggi untuk
mengisisnya (Verdaasdonk et al 2009).

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayanan Kesehatan (Nursalam, 2011). Keselamatan pasien merupakan
prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan Kesehatan. Keselamatan pasien
merupakan penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak
diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan Kesehatan.
Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah  prosedur
prosedur operasi, operasi, salah pasien operasi, operasi, akibat dari komunikasi
komunikasi yang tidak yang tidak efektif atau tidak adekuat antar anggota tim bedah.
Kurang melibatkan  pasien dalam penandaan area operasi ( sitemarking ), dan tidak ada
prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan
medis juga tidak adekuat.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
pembelajaran kami kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hasri, Eva Tirtabayu. 2012. Praktik Keselamat Pasien Bedah di RSUD X Tesis. Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.

http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44185/9789241598552_eng.pdf;jsessionid=8
343A7E3D0BE99E601F656AB81D32D21?sequence=1

https://www.kompasiana.com/090901/553009a56ea8347b108b4594/surgery-safety-checklist-
sebagai-sistem-informasi-dalam-upaya-keselamatan-pasien-di-kamar-bedah

Tettanya Iyu Sama Ariqah. 2012. Pemeliharaan dan Perawatan Instrumen Kamar Operasi.
di https://www.scribd.com/document/329724802/ Pemeliharaan-dan-Perawatan-
Instrumen-kamar-operasi

WHO. 2008. The Global Burden of Disease:2004 update Geneva: World Health
Organization.
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GBD_report_2004update_full.
pdf.

13

Anda mungkin juga menyukai