Anda di halaman 1dari 16

PENGEMBANGAN APLIKASI DAN ALAT CALMSPHERE UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS & AKSESIBILITAS TERHADAP


LAYANAN KESEHATAN MENTAL DI INDONESIA

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi persyaratan Mahasiswa Berprestasi ITB 2021

oleh
Kanya Retno Budiman 17518028
Fakultas Seni Rupa dan Desain

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2021
DAFTAR ISI
I. Pendahuluan............................................................................................................................ 2

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 2

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 3

II. Landasan Teori ...................................................................................................................... 4

2.1 Kesehatan Mental ........................................................................................................ 4

2.2 Gangguan Kecemasan .................................................................................................. 5

2.3 Gangguan Panik .......................................................................................................... 6

2.4 Orang Dengan Masalah Kejiwaan............................................................................... 6

2.5 Orang Dengan Gangguan Jiwa .................................................................................... 6

III. Pembahasan.......................................................................................................................... 7

3.1 Lingkup Pembahasan .................................................................................................. 7

3.2 Identifikasi Potensi dan Kebutuhan Lingkungan ........................................................ 7

3.3 Rumusan Target Pembangunan ................................................................................... 9

3.4 Rencana Kerja ........................................................................................................... 11

3.5 Visualisasi Gagasan................................................................................................... 13

IV. Penutup .............................................................................................................................. 14

4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 14

V. Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 15

1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu Sustainable Development Goals yang sedang direalisasikan oleh Indonesia,
adalah SDGs nomor 3 yang berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan dalam segala
aspek. Namun dalam aspek kesehatan yang lebih spesifik, kesehatan mental di Indonesia
masih tergolong kurang baik. Menurut PDKJI atau Perhimpunan Dokter Spesialis
Kesehatan Jiwa Indonesia terdapat peningkatan kasus yang berkaitan dengan kesehatan
mental di angka 57,6 persen pada masa pandemi ini. Padahal untuk angka normalnya hanya
berkisar di angka 11,6 persen [1]. Dari angka tersebut, bisa dilihat bahwa terdapat
peningkatan kasus yang berhubungan dengan kesehatan mental meningkat drastis.

Kesadaran dari masyarakat Indonesia akan kesehatan mental masih tergolong kurang
baik. Salah satu stigma terbesar yang ada saat ini yang ada dalam pemahaman masyarakat
Indonesia adalah bahwa orang-orang yang masuk rumah sakit jiwa adalah orang-orang yang
memiliki gangguan mental. Sedangkan, masalah kesehatan mental sendiri sangat beragam,
contohnya seperti depresi dan kecemasan. Pada kenyataannya, sering kali Orang Dengan
Masalah Kejiwaan atau ODMK lebih memilih untuk menutup diri dari orang lain karena
seringnya dicap mencari perhatian atau terlalu berlebihan yang pada akhirnya malah
mendapatkan perilaku negatif dari orang-orang di sekitarnya. Dengan menutup diri, Orang
Dengan Masalah Kejiwaan atau ODMK lebih rentan untuk mengalami tingkat depresi yang
lebih tinggi hingga nantinya dapat menjadi salah satu alasan untuk bunuh diri [2]. Dengan
banyaknya stereotip atau labelling masyarakat Indonesia terhadap orang-orang dengan
masalah kejiwaan, semakin mudah pula orang-orang dengan masalah kejiwaan ini untuk
menjadi salah satu korban dari labelling dan bullying.

Peran pemerintah terhadap kesehatan jiwa masyarakat Indonesia sudah ada. Namun,
hal tersebut masih baru dan sangat terbatas. Salah satu layanan kesehatan jiwa yang dapat
diakses oleh masyarakat Indonesia merupakan layanan panggilan 119 ext. 8. Namun hal
tersebut masih tergolong baru. Layanan panggilan kesehatan jiwa 119 ext. 8, baru resmi
berjalan pada tahun 2020 [3]. Selain layanan tersebut yang masih tergolong baru, layanan
kesehatan mental di Indonesia pun masih sangat terbatas. Baik dari sisi fasilitas maupun
para ahli seperti psikiater, dokter spesialis, dan juga perawatan kejiwaan [4]. Dengan
berbagai hal yang telah disebutkan, karya tulis ilmiah ini akan membahas mengenai tingkat
penanganan dari layanan kesehatan mental yang ada di Indonesia serta solusi yang dapat
meningkatkan penanganan dari layanan kesehatan mental yang ada di Indonesia.

2
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana caranya layanan kesehatan mental dapat ditingkatkan dan dirancang
hingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Mengetahui tingkat penanganan dari layanan kesehatan mental yang ada di
Indonesia.
b. Memberikan solusi yang dapat meningkatkan penanganan dari layanan kesehatan
mental yang ada di Indonesia.

3
II. LANDASAN TEORI
2.1 Kesehatan Mental
Kesehatan mental yang baik adalah suatu kondisi ketika batin seseorang berada dalam
keadaan tenteram dan tenang, sehingga memungkinkan untuk menikmati kehidupan sehari-
hari dan menghargai orang lain yang ada di sekitarnya. Seseorang yang bermental sehat
dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal. Sedangkan orang
yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan
berpikir, serta kendali emosi sehingga dapat mengarah pada perilaku yang kurang baik [5].

2.1.1 Gejala Kesehatan Mental


Berikut merupakan beberapa gejala seseorang yang mengalami gangguan atau
penyakit mental [6]:

• Delusi, paranoia, atau halusinasi.


• Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
• Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
• Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
• Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.

2.1.2 Penyebab Umum dari Gangguan Mental


Berikut merupakan beberapa penyebab umum dari gangguan mental [6]:

• Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental dalam


keluarga.
• Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
• Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak.
• Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
• Mengalami diskriminasi dan stigma.

2.1.3 Pencegahan Gangguan Mental


Berikut merupakan beberapa upaya dalam pencegahan gangguan mental [6]:

• Melakukan aktivitas fisik dan tetap aktif secara fisik.


• Membantu orang lain dengan tulus.
• Memelihara pikiran yang positif.
• Memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah.
• Mencari bantuan profesional jika diperlukan.
4
2.1.4 Pengobatan Kesehatan Mental
Berikut merupakan beberapa pilihan pengobatan yang akan dilakukan dokter
dalam penanganan gangguan mental [6]:

• Psikoterapi, merupakan terapi bicara yang memberikan media yang aman


untuk pengidap dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran.
Psikiater akan memberikan bantuan dengan membimbing pengidap dalam
mengontrol perasaan. Psikoterapi beserta perawatan dengan menggunakan
obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit
mental.
• Obat-obatan. Pemberian obat-obatan untuk mengobati penyakit mental
umumnya bertujuan untuk mengubah senyawa kimia otak di otak. Obat-
obatan tersebut berupa golongan selective serotonin reuptake inhibitor
(SSRI), serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), dan
antidepresan trisiklik.
• Rawat inap, diperlukan jika pengidap membutuhkan pemantauan ketat
terhadap gejala-gejala penyakit yang dialaminya atau terdapat keadaan
gawat darurat di bidang psikiatri.
• Support group, umumnya beranggotakan pengidap penyakit mental yang
sejenis atau yang sudah dapat mengendalikan emosinya dengan baik.
Mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membimbing satu sama
lain menuju pemulihan.
• Stimulasi otak, berupa terapi elektrokonvulsif, stimulasi magnetik
transkranial, pengobatan eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam,
dan stimulasi saraf vagus.
• Pengobatan terhadap penyalahgunaan zat. Pengobatan ini dilakukan pada
pengidap penyakit mental yang disebabkan oleh ketergantungan akibat
penyalahgunaan zat terlarang.
• Membuat rencana bagi diri sendiri, misalnya mengatur gaya hidup dan
kebiasaan sehari-hari, untuk melawan penyakit mental.

2.2 Gangguan Kecemasan


Gangguan kecemasan adalah kondisi saat seseorang mengalami kecemasan yang
berlebihan dan berlangsung terus-menerus terhadap banyak hal. Beberapa penyebab dari

5
gangguan kecemasan merupakan faktor genetik, riwayat kejadian traumatis, dan
ketidakseimbangan zat kimia otak. Beberapa gejala dari gangguan kecemasan merupakan
merasa khawatir dan resah, susah tidur atau berkonsentrasi, serta mudah marah [7].

2.3 Gangguan Panik


Gangguan panik adalah kondisi yang tergolong ke dalam gangguan kecemasan yang
ditandai dengan terjadinya serangan panik secara tiba-tiba, kapan dan di mana saja, serta
dialami berulang-ulang. Gejala gangguan ini umumnya mulai dialami di akhir masa remaja
atau di awal usia dewasa. Dan ada lebih banyak wanita yang mengidap gangguan ini
dibandingkan pria. Beberapa ahli menilai, pengidap gangguan panik memiliki kekeliruan
dalam menginterpretasikan gerakan atau sensasi tubuh yang sebenarnya tidak
membahayakan, namun dianggap sebagai suatu ancaman. Selain itu, faktor dari luar seperti
faktor lingkungan juga dianggap menjadi pemicu gangguan panik [8].

2.4 Orang Dengan Masalah Kejiwaan


Menurut Undang-Undang RI No.18 Tahun 2014, Orang Dengan Masalah Kejiwaan
yang biasanya disingkat sebagai ODMK, adalah orang yang mempunyai masalah fisik,
mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki
risiko mengalami gangguan jiwa.

2.5 Orang Dengan Gangguan Jiwa


Menurut Undang-Undang RI No.18 Tahun 2014, Orang Dengan Gangguan Jiwa yang
biasanya disingkat sebagai ODGJ, adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran,
perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan
dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

6
III. PEMBAHASAN
3.1 Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini terbatas pada tingkat penanganan pada
layanan kesehatan mental di Indonesia, layanan panggilan kesehatan mental 119 ext. 8.
Untuk subjek yang akan diteliti terbatas pada masyarakat Indonesia, Generasi Milenial dan
Generasi Z, sebagai pengguna layanan kesehatan mental tersebut. Untuk objek yang akan
diteliti terbatas pada gangguan kesehatan mental kecemasan dan serangan panik. Untuk
pembatasan dalam sisi waktu, karya tulis ilmiah ini terbatas pada menganalisis dan meneliti
mulai dari awal layanan kesehatan mental muncul secara resmi hingga saat ini. Dengan
pembatasan-pembatasan yang telah disebutkan sebelumnya, diharapkan agar manfaat,
analisis, serta solusi dari karya tulis ini bersifat lebih spesifik, terarah, dan lebih tepat
sasaran.

3.2 Identifikasi Potensi dan Kebutuhan Lingkungan


3.2.1 Percepatan Digitalisasi
Dengan adanya percepatan digitalisasi di era globalisasi, masyarakat Indonesia telah
terbangun menjadi sebuah masyarakat penggemar teknologi dan berpusat pada
teknologi. Dalam hal pengembangan gawai yang ada di Indonesia, sudah terdapat
banyak merek-merek gawai dengan target konsumen mulai dari menengah ke bawah
hingga menengah ke atas. Hal-hal tersebut dapat dijadikan potensi, kemudahan, serta
keuntungan apabila terdapat pengenalan serta penetrasi dari produk-produk baru
terhadap masyarakat Indonesia.

3.2.2 Munculnya lembaga-lembaga berbasis kesehatan mental di Indonesia


Lembaga-lembaga berbasis kesehatan mental, formal maupun non-formal, mulai
banyak muncul di Indonesia. Hal ini menunjukkan sudah mulai banyak pula masyarakat
Indonesia yang mulai sadar akan pentingnya kesehatan mental dari seseorang. Dengan
banyaknya lembaga-lembaga kesehatan mental yang mulai muncul, hal tersebut dapat
dijadikan sebagai potensi untuk mendorong kesadaran akan pentingnya kesehatan
mental untuk seseorang bagi masyarakat Indonesia lainnya, terutama di kalangan
Generasi Milenial dan Generasi Z.

3.2.3 Layanan Kesehatan Mental yang Masih Terbatas


Layanan kesehatan mental di Indonesia masih sangat terbatas. Seperti yang sudah
dijabarkan sebelumnya, untuk layanan panggilan kesehatan mental 119 ext. 8 masih

7
sangat baru. Hal tersebut baru diresmikan pada tahun 2020. Selain hal tersebut, belum
ada layanan kesehatan mental yang ada di Indonesia yang menawarkan sebuah sistem
pertolongan pertama yang ampuh.

3.2.4 Fasilitas Kesehatan Mental yang Terbatas


Dalam hal fasilitas kesehatan mental, Indonesia masih tergolong kurang memadai. Di
mana jumlah dari fasilitas maupun para ahli seperti psikiater, dokter spesialis, dan juga
perawatan kejiwaan masih tergolong sedikit. Berdasarkan data yang diperoleh,
Indonesia memiliki sekitar 2500 psikolog klinis dan sekitar 600-800 psikiater. Hal ini
menunjukkan bahwa 1 psikiater harus melayani 300.000 hingga 400.000 pasien.
Padahal, WHO menetapkan standar jumlah psikolog terhadap jumlah penduduk adalah
1:30 [9]. Selain itu, persebaran dari psikolog klinis di Indonesia juga sangat tidak
seimbang. Dari data yang diperoleh, kebanyakan dari psikolog klinis terdapat di pulau
Jawa, dengan jumlahnya yang ratusan, sedangkan di daerah lainnya psikolog klinis
hanya berjumlah puluhan, belasan, bahkan satuan [10].

Sumber: Data IPK Indonesia

8
3.3 Rumusan Target Pembangunan
Meski sudah terdapat berbagai lembaga yang mempromosikan kesehatan mental dan
bahkan menawarkan layanan tertentu, bisa dibilang bahwa Indonesia belum memiliki solusi
dominan dalam mengatasi masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, solusi yang diusulkan
adalah CalmSphere, sebuah alat berbentuk bola yang terintegrasi dengan aplikasi sebagai
solusi preventif dan kuratif untuk masalah kesehatan mental. CalmSphere memanfaatkan
teknologi untuk menghasilkan pengalaman multisensor bagi pengguna dengan cara
mendeteksi detak jantung melalui genggaman tangan.

3.3.1 Penggunaan Alat CalmSphere

a. Pengguna mengalami anxiety/panic attack atau sedang berada di


keadaan stress
b. Pengguna mengambil CalmSphere, earphone, & telepon seluler
c. CalmSphere mendeteksi detakan jantung melalui sensor & meniru
detakan jantung melalui getaran
d. CalmSphere mengirim signal kepada telepon seluler pengguna & secara
otomatis membuka aplikasi CalmSphere
e. Aplikasi memainkan cuplikan audio-visual untuk menenangkan
pengguna
f. Apabila diizinkan oleh pengguna, CalmSphere juga mengirim notifikasi
kepada teman dekat atau keluarga pengguna. Di sini, penerima notifikasi
dapat memulai percakapan dengan pengguna untuk menemaninya.

3.3.2 Aplikasi CalmSphere


Melalui aplikasi CalmSphere, pengguna juga dapat menikmati berbagai layanan
kesehatan yang preventif dan kuratif. Pengguna yang berharap untuk
mengunduh aplikasi tersebut tidak harus memiliki alat CalmSphere itu sendiri,

9
sebab tujuan dari aplikasi ini adalah untuk menjangkau sebanyak mungkin
individu yang juga membutuhkan layanan berjangka panjang. Aplikasi yang
ditargetkan pada masyarakat Gen Z dan Millennial memiliki fitur-fitur sebagai
berikut:
Fitur Penjelasan
Teleconsultation Konseling atau terapi secara digital melalui aplikasi
& Teletherapy CalmSphere yang berlangsung selama 1 jam, dimana
pengguna dapat berbincang dengan psikolog baik via call
maupun chat, sesuai kebutuhannya.
Peer Support Perkumpulan para individu dengan masalah yang serupa,
Group dimana mereka dapat bertemu secara online untuk berdiskusi
dan membantu satu sama lain dalam proses pemulihan.
Get Help Pengguna dapat memanggil bantuan dari layanan kesehatan
jiwa pemerintah (119 Ext 8), teman dekat, atau keluarga.
Mood Tracker Memungkinkan pengguna untuk melacak mood dari hari ke
hari, dan algoritma machine learning akan
merekomendasikan konten yang dapat dibaca oleh pengguna
sesuai dengan apa yang ia rasakan.
Calm Center Kumpulan konten dan pedoman yang berhubungan dengan
kesehatan mental untuk membantu pengguna dalam proses
pemulihan atau memotivasi pengguna.

3.3.3 Business Model

CalmSphere akan menargetkan kedua segmen B2B dan B2C secara parallel
dengan skema revenue-sharing dimana psikolog berlisensi akan mendapatkan 70%
dari setiap konsultasi.

B2B B2C
(perusahaan besar dengan >200 (individu)
karyawan, valid hanya untuk aplikasi)
Model Subscription fee berdasarkan a) Pembelian produk
Bisnis jumlah pegawai CalmSphere

10
b) Biaya konsultasi & layanan
lainnya berdasarkan jumlah
transaksi
Skema Rp950,000/pegawai untuk jasa CalmSphere:
Harga konseling tanpa batas untuk 1 Rp900,000-1,000,000 per unit
tahun Teleconsultation:
Rp150,000 untuk 1x konsultasi
Rp150,000/pegawai untuk jasa Rp275,000 untuk 2x konsultasi
konsultasi tanpa batas untuk 1 Rp400,000 untuk 3x konsultasi
bulan Rp500,000 untuk 4x konsultasi

3.3.4 Product Roadmap

Produk ini ditargetkan untuk dapat luncur pada akhir Q1 2022, bulan April,
dengan Jabodetabek dan Bandung sebagai target lokasi utama pada tahun pertama
karena kedua daerah tersebut memiliki potensi pasar dari segi B2B maupun B2C
serta sumber daya terbesar dibanding daerah lainnya, melihat dari perilaku pasar
yang sudah jauh lebih tech-savvy dan sadar akan pentingnya kesehatan mental,
serta jumlah perusahaan terdapat di daerah tersebut. Setiap tahunnya, CalmSphere
akan secara bertahap memperluas jangkauan fokus pemasaran produknya ke
daerah-daerah berikut secara berurutan dengan dibangunnya kantor pusat di
Jakarta: 1) Y2 – Semarang, Surabaya, Bali; 2) Y3 – Seluruh Jawa + Bali; 3) Y4 –
Kota-kota besar Indonesia lainnya yang menunjukkan prospek yang tinggi.

3.4 Rencana Kerja


Rencana kerja untuk kegiatan ini mencakupi tiga tahap, yaitu inisiasi, perkembangan,
dan peluncuran yang akan dilakukan selama 12 bulan hingga produk dapat ditemukan di
pasar pada Q1 2022. Secara garis besar, produk ini akan ditargetkan kepada segmen
Millennial & Gen Z di daerah Jabodetabek dan Bandung, dengan aktivitas tim inti
dilakukan mayoritas secara daring. Kantor perusahaan diproyeksikan untuk dibangun
setelah tahun ke-2 peluncuran produk ketika CalmSphere sudah menjangkau daerah lain
untuk memitigasi resiko. Berikut adalah timeline rencana kerja hingga peluncuran
CalmSphere:

11
Bulan

Penanggung
Tahap/Aktivitas Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jawab
Initiation
Pembentukan Founder Divisi: IT,
Tim Inti R&D,
Marketing,
Design, Bus.
Dev.,
Product
Mgt.
Finance &
Partnership
Perancangan Founder
Model Bisnis &
Aktivitas
Perusahaan
Riset Pasar Marketing,
Product,
Bus. Dev.
Outline Strategi Marketing,
Peluncuran & Product,
Pengembangan Bus. Dev.
Produk

Formulasi Pitch Founder


Deck
Pencarian Finance & Pencarian
Dana/Funding Partnership seed funding
dari angel
investor/VC

Mencari Mitra Finance & Mitra/vendor


Kerjasama Partnership untuk R&D
& produksi
Development
Perancangan Product Alternatif
Produk desain, dsb.
Research & R&D
Development
Pembuatan IT, Product
Prototipe Alat &
Aplikasi

Testing Produk IT, Product


Pembuatan IT, Product
Produk Final
Usability Testing Marketing,
IT, Product
Produksi Massal Product Jumlah: 150
unit
Launch
Promosi & Marketing
Pemasaran
Daring
Menjangkau Marketing
Customer B2B
di Jabodetabek
& Bandung

12
3.5 Visualisasi Gagasan

13
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Laporan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia atau PDKJI
mengatakan bahwa kasus yang berkaitan dengan kesehatan mental di Indonesia mengalami
peningkatan di angka 57,6 persen di masa pandemi ini, di mana proses sosialisasi sebagian
besar terjadi secara daring. Padahal, nilai normalnya berkisar di angka 11,6 persen. Dalam
hal penanganan dari layanan kesehatan Indonesia masih cenderung kurang baik. Di mana
akses yang terdapat di Indonesia saat ini masih terbatas dan tergolong masih baru serta
jumlah fasilitas kesehatan mental dan jumlah tenaga profesional di bidang kesehatan mental
masih tergolong sangat sedikit. Sama halnya dengan kesadaran tentang kesehatan mental,
masih sangat banyak masyarakat Indonesia yang masih awam dan kurang peduli atas hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan mental.

Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, ditawarkan sebuah solusi berupa


produk (aplikasi dan alat) yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat Indonesia dalam
mengakses hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan mental serta menawarkan sebuah
sistem pertolongan pertama bagi penderita gangguan kecemasan dan serangan panik. Untuk
aplikasinya dapat digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Di mana aplikasi tersebut
dapat digunakan sebagai sarana pencarian informasi yang berkaitan dengan kesehatan
mental, serta dapat juga digunakan sebagai salah satu akses pengobatan jangka panjang bagi
penderita gangguan kesehatan mental. Target konsumen dari aplikasi tersebut adalah
seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki gawai, untuk lebih spesifiknya ditujukan bagi
Generasi Milenial dan Generasi Z.

Untuk alatnya sendiri, terintegrasi dengan aplikasi tersebut dan dapat digunakan untuk
sarana pertolongan pertama bagi para penderita gangguan kecemasan dan serangan panik.
Di mana alat tersebut akan mendeteksi detak jantung dari penggunanya. Apabila detak
jantung pengguna terdeteksi di luar angka detak jantung manusia normal pada umumnya,
alat tersebut akan memberikan sinyal ke dalam aplikasi penggunanya dan memberikan
beberapa pertolongan pertama yang dapat dilakukan dalam situasi tersebut. Target
konsumen dari alat tersebut adalah seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki gawai dan
menderita gangguan kecemasan dan serangan panik, untuk lebih spesifiknya ditujukan bagi
Generasi Milenial dan Generasi Z.

14
V. DAFTAR PUSTAKA
(1) Anugrah, Arbi. “Depresi Meningkat Selama Pandemi, Dokter Jiwa Ungkap
Penyebabnya.” DetikHealth, 9 Oktober 2020, health.detik.com/berita-detikhealth/d-
5207238/depresi-meningkat-selama-pandemi-dokter-jiwa-ungkap-penyebabnya.
(2) Litelnoni, Kim. “Mental Health Awareness Di Indonesia.” Medium, Hipotesa Media,
16 Juni 2019, medium.com/hipotesa-indonesia/mental-health-awareness-di-indonesia-
28686dc0427a.
(3) Tim Komunikasi Publik GT Nasional. “Pusat Panggilan 119 Dan Laman Resmi
PDSKJI Kini Bisa Layani Konsultasi Kesehatan Jiwa.” Komite Penanganan COVID-
19 Dan Pemulihan Ekonomi Nasional, 2020, covid19.go.id/p/berita/pusat-panggilan-
119-dan-laman-resmi-pdskji-kini-bisa-layani-konsultasi-kesehatan-jiwa.
(4) Antara. “Penanganan Kesehatan Mental RI Diklaim Masih Terbatas.” CNN Indonesia,
19 Oktober 2020, www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20201019042144-255-
559867/penanganan-kesehatan-mental-ri-diklaim-masih-terbatas.
(5) Kementrian Kesehatan. “Pengertian Kesehatan Mental.” Direktorat Promosi
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 8 Juni 2018, promkes.kemkes.go.id/pengertian-
kesehatan-
mental#:~:text=Pengertian%20Kesehatan%20Mental&text=Kesehatan%20mental%2
0yang%20baik%20adalah,menghargai%20orang%20lain%20di%20sekitar.
(6) Redaksi Halodoc. “Kesehatan Mental - Pengertian, Gejala, Penyebab, Faktor Risiko,
Diagnosis, Pencegahan, Pengobatan, Kapan Harus Ke Dokter?” Halodoc, Halodoc, 3
Maret 2021, www.halodoc.com/kesehatan/kesehatan-mental.
(7) Redaksi Halodoc. “Gangguan Kecemasan Umum - Pengertian, Gejala, Penyebab,
Faktor Risiko, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, Kapan Harus Ke Dokter.”
Halodoc, 7 Juli 2020, www.halodoc.com/kesehatan/gangguan-kecemasan-umum.
(8) Redaksi Halodoc. “Gangguan Panik - Pengertian, Gejala, Penyebab, Faktor Risiko,
Diagnosis, Pencegahan, Pengobatan, Kapan Harus Ke Dokter.” Halodoc, 7 Juli 2020,
www.halodoc.com/kesehatan/gangguan-panik.
(9) Pradila, Diaz Ajeng. “Kenapa Saat Ini Indonesia Gak Butuh Psikolog Dan Psikiater?”
Satu Persen, Satu Persen, 19 Oktober 2020, satupersen.net/blog/kenapa-saat-ini-
indonesia-gak-butuh-psikolog-dan-psikiater.
(10) IPK Indonesia. “Statistik Keanggotaan Ikatan Psikolog Klinis Indonesia.” Ikatan
Psikolog Klinis Indonesia, 9 Maret 2021, data.ipkindonesia.or.id/statistik/keanggotaan-
ikatan-psikolog-klinis-indonesia.
15

Anda mungkin juga menyukai