Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)

PEMBIMBING AKADEMIK : PEMBIMBING KLINIK :

Ns. Edo Gusdiansyah M.Kep Ns. Amliza, S.Kep

OLEH:

INDAH ANGGINA MARITO NST

(1914201018)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH

PADANG

TAHUN 2020/2021
A. PENGERTIAN

pemasangan NGT (nasogastric tube) adalah suatu tindakan memasukan sebuah selang
atau pipa melalui lubang hidung melewati nasofaring dan esofagus menuju ke dalam lambung
(Knies, R.C, 2001). Tindakan pemasangan NGT ini bertujuan untuk : dekompresi (mengeluarkan
cairan dan gas dari saluran gastrointestinal/lambung), feeding (memberikan cairan dan nutrisi ke
dalam lambung pada pasien yang tidak mampu menelan), kompresi (memberi tekanan internal
dengan menggunakan balon untuk mencegah perdarahan gastrointestinal), dan lavage (irigasi
lambung pada kasus perdarahan aktif, keracunan atau dilatasi lambung) (Proehl, J.A, 2004).
Selain tujuan pemasangan NGT yang berguna bagi pasien, tindakan pemasangan NGT juga
dapat menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya, yaitu aspirasi dan trauma jaringan. Oleh
karena itu, tindakan pemasangan NGT harus dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi berpikir kritis yang optimal.

Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh perawat dalam melakukan pemasangan
NGT. Sesuai dengan langkah-langkah dalam proses keperawatan, sebelum melakukan prosedur
pemasangan NGT, perawat wajib melakukan pengkajian terhadap pasien, contohnya adalah
mengkaji kondisi pasien yang menjadi indikasi maupun kontraindikasi untuk dilakukannya
pemasangan NGT. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pemasangan NGT
merupakan prosedur invasif dengan cara memasukkan selang NGT melalui hidung menuju
lambung pasien. Prosedur bedside method yang selama ini dilakukan oleh perawat untuk
memastikan ketepatan posisi NGT di lambung yaitu menggunakan beberapa metode, diantaranya
adalah : metode aspirasi yaitu menghisap cairan lambung dan melihat warna cairan lambung
yang keluar melalui selang, metode auskultasi yaitu dengan memasukkan udara sebanyak 5-10
cc yang kemudian didengarkan melalui stetoskop pada abdomen kiri kuadran atas, memastikan
posisi pemasangan NGT dengan memasukkan ujung NGT ke dalam kom berisi air (Knies, R.C,
2001) .
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Kavum Orofaringeal

Kavum orofaringeal adalah suatu saluran mulai dari hidung sampai faring dan laring,
diantaranya terdapat pita suara yaitu suatu ruang segi tiga yang bermuara ke dalam trakea dan
dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah.
Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ
pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glottis, dan
fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglottis yang berbentuk daun, berperan untuk
mengarahkan makanan dan cairan ke dalam esophagus, namun jika benda asing masih mampu
masuk melampaui glottis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau
benda dan secret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Fungsi sekresi saliva, yang
diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva yaitu sub maksilaris, sub lingual dan parotis. Fungsi
motilitas yaitu penghancuran mekanis oleh proses mengunyah, ini menghasilkan bolus makanan
yang menggumpal dan dilicinkan oleh saliva yang kemudian dapat ditelan. Menelan makanan
mempunyai dua fase ; fase awal volunter dan fase intervolunter (Price & Wilson, 1995 ; Smeltzer
& Bare, 2002).

2. Esophagus

Terletak di mediastinum rongga thorakal, anterior terhadap tulang punggung dan


posterior terhadap trachea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini panjangnya kira-kira
25 cm menjadi distensi bila makanan melewatinya. Fungsi esophagus untuk sekresi yaitu dengan
cara mensekresi mucus untuk melindungi lapisan esophagus dari kerusakan oleh sekresi gastrik
atau substansi makanan serta bekerja sebagai pelicin untuk memudahkan pemasukan makanan.
Fungsi motilitas dengan cara mendorong makanan melewati lumen oleh refleks-refleks yang
melibatkan pusat menelan dan saraf-saraf cranial ke sembilan dan ke sepuluh (Price & Wilson,
1995 ; Smeltzer & Bare, 2002).

3. Lambung

Terletak pada bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat dibawah
diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira
1500 ml. Inlet ke lambung disebut pertemuan esophagogastrik, bagian ini dikelilingi cincin otot
halus disebut spingkter esophagus bawah yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari
esophagus. Lambung dapat di bagi ke dalam empat bagian anatomis ; kardia, fundus, korpus dan
pylorus. Otot halus sirkuler di dinding pylorus membentuk sfingter piloris dan mengontrol
lubang antara lambung dan usus halus (Price & Wilson, 1995 ; Smeltzer & Bare, 2002).

Fungsi sekresi terjadi karena adanya sel-sel pensekresi dalam mukosa lambung.
Membran permukaan luminal dari sel-sel mukosa lambung dan ikatannya yang sangat kuat satu
sama lain memberikan sawar pelindung terhadap kerusakan yang disebabkan oleh HCl. Sekresi
lambung diatur oleh tiga fase yaitu sefalik, gastric dan intestinal, fase-fase ini dikontrol oleh
mekanisme neural dan hormonal. (Price & Wilson, 1995 ; Smeltzer & Bare, 2002).

Fungsi motalitas terjadi karena makanan dari esophagus secara refleks mendorong
terjadinya relaksasi yang reseptif, setelah lambung berisi makanan, kontraksi peristaltic
mencampur makanan dan secara berulang- ulang menyemprotkan sedikit demi sedikit makanan
tersebut dalam kecepatan yang terkontrol ke dalam duodenum. Spingter pilorik hanya berperan
sedikit dalam pengosongan gaster fungsi utamanya adalah untuk mencegah refluks duodenal.
Muntah disebabkan karena relaksasi seluruh esophagus yang dibarengi dengan kontraksi
simultan yang kuat pada otot- otot abdomen dan diafragma serta penutupan epiglotis diatas
saluran udara. (Price & Wilson, 1995 ; Smeltzer & Bare, 2002).

4. Usus Halus

Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran cerna, bagian ini membalik dan
melipat diri yang mungkin kira-kira 700 cm area permukaan untuk sekresi dan absorbsi. Usus
halus dibagi dalam tiga anatomik yaitu duodenum, ilium dan yeyunum. Dukus koledukus yang
memungkinkan untuk pasase baik empedu ataupun pancreas, mengosongkan diri ke dalam
duodenum dan ampula veter. Fungsi sekeresi dengan mengeluarkan chime dalam duodenum
tercampur dengan enzim-enzim pencernaan, substansi alkali, air, mucus, dan empedu dari
lambung, pancreas, kandung empedu. Enzim-enzim intestine ditambah ke dalam campuran ini.
(Price & Wilson, 1995 ; Smeltzer & Bare, 2002).

Motilitas, terjadi karena usus halus mempunyai dua tipe gerakan yaitu mencampur dan
kontraksi peristaltik. Pengosongan usus halus ke dalam kolon terjadi dengan cara yang sama
dengan pengosongan pada lambung. Penyerapan terjadi karena lapisan mukosal pada usus halus
memiliki banyak lapisan diselimuti oleh tonjolan-tonjolan yang berbentuk vili-vili. Permukaan
luminal pada villus ditutupi oleh mikrovilli. Mikrovilli ini akan memperluas area penyerapan
pada usus halus. (Price & Wilson, 1995 ; Smeltzer & Bare, 2002).

C. INDIKASI

a. Indikasi diagnostik pemasangan nasogastric tube adalah:

1. Evaluasi adanya dan volume pendarahan saluran cerna bagian atas

2. Aspirasi cairan lambung

3. Identifikasi esofagus dan lambung pada rontgen toraks

4. Pemberian cairan kontras ke saluran cerna untuk tindakan radiografik

b. Indikasi terapeutik pemasangan nasogastric tube adalah:

1. Dekompresi lambung, termasuk mempertahankan keadaan dekompresi setelah dilakukan


intubasi endotrakeal, seringkali melalui orofaring.

2. Mengurangi gejala pada kasus obstruksi usus kecil, ileus, pankreatitis.

3. Aspirasi cairan lambung dan lavage lambung pada kasus tertelan bahan mengandung racun
(toxic) dan overdosis obat.

4. Pemberian obat-obatan.

5. Pemberian makan (nutrisi).

6. Irigasi saluran cerna.

7. Pada keadaan trauma, digunakan untuk mencegah terjadinya muntah dan aspirasi.
D. KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi absolut pemasangan nasogastric tube adalah:

1. Trauma wajah/midface yang berat (adanya gangguan pada cribiform plated.

2. Adanya risiko memasukkan nasogastric tube ke intrakranialPada kasus ini sebaiknya gunakan
selang orogastrik.

3. Riwayat baru dilakukan operasi pada daerah hidung

4. Kontraindikasi relatif pemasangan nasogastric tube adalah:

5. Gangguan koagulasi

6. Sedang konsumsi obat antikoagulan

7. Varises esofagus

8. Striktur esofagus

9. Riwayat baru dilakukan ligasi (banding) varises esofagus

10. Tertelan bahan bersifat basa (risiko terjadinya ruptur esofagus)

E. KOMPLIKASI

Komplikasi (akibat yang tidak diharapkan) dari tindakan pemasangan NGT (proehl, 2004
; craven dan himle, 2003) adalah :

a. Komplikasi yang mungkin terjadi jika NGT terpasang dalam jangka waktu lama adalah
erosi kulit di dalam hidung, sinusitis, esofagitis, fistula esofagotrakeal, ulserasi gaster/lambung,
dan infeksi oral dan pulmonal.

b. Pasien mengalami distensi abdomen, muntah, atau adanya drainase dari selang.

c. Pasien mengeluh tenggorokan kering akibat membran mukosa kering dan iritasi.
d. Pasien mengalami tanda defisit volume cairan akibat sekresi yang berlebihan dengan
ditandai penurunan output urin dan turgor kulit yang buruk.

e. Pasien dapat mengalami tanda dan gejala aspirasi pulmonal: demam, nafas pendek,
kongesti pulmonal.

PERALATAN

1. Selang NGT (no. 14-20 untuk dewasa, 8-16 untuk anak-anak, 5-7 untuk bayi)

2. Klem

3. Spuit 10 cc

4. Stetoskop atau gelas berisi air matang

5. Plester dan gunting plaster

6. Kain kassa

7. Pelumas (jelly)

8. Perlak atau pengalas

9. Bengkok atau baskom muntah.

10. Sarung tangan

F. PROSEDUR PELAKSANAAN TINDAKAN

1. Tahap prainteraksi

a. Melakukan pengecekan program terapi

b. Mencuci tangan

c. Menempatkan alat di dekat pasien


2. Tahap orientasi

a. Memberikan salam dan menyapa nama pasien

b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

c. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien.

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy

b. Mengatur posisi pasien dalam posisi semi fowler atau fowler (jika tidak ada kontra indikasi)

c. Memakai sarung tangan

d. Membersihkan lubang hidung pasien

e. Memasang pengalas diatas dada

f. Meletakkan bengkok atau baskom muntah di depan pasien.

g. Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara menempatkan ujung selang dari
hidung klien ke ujung telinga atas lalu dilanjutkan sampai processus xipodeus.

h. Mengolesi ujung NGT dengan jelly sepanjang 20-30 cm.

i. Meminta pasien untuk relaks dan tenang, masukkan selang secara perlahan sepanjang 5-10 cm
lalu meminta pasien untuk menundukkan kepala (fleksi) sambil menelan.

j. Masukkan selang sampai batas yang ditandai.

k. Jangan memasukkan selang secara paksa jika ada tahanan.

l. Jika pasien batuk atau bersin, hentikan lalu ulangi lagi. Anjurkan pasien untuk melakukan
teknik nafas dalam.

m. Jika tetap ada tahanan, tarik selang perlahan-lahan dan masukkan selang krmbali ke lubang
hidung yang lain secara perlahan.
n. Jika pasien terlihat akan muntah, tarik tube dan inspeksi tenggorokan lalu melanjutkan
memasukkan selang secara perlahan.

o. Mengatur pasien pada posisi fleksi kepala, dan masukkan perlahan ujung NGT melalui hidung
(bila pasien sadar menganjurkan pasien untuk menelan ludah berulang-ulang)

p. Memastikan NGT masuk kedalam lambung dengan cara: menginspirasi NGT dengan spuit
atau memasukkan udara 10 cc sambil di auskultasi di region lambung atau memasukkan kedalam
gelas berisi air)

q. Menutup ujung NGT dengan spuit/klem atau disesuaikan dengan tujuan pemasangan.

r. Melakukan fiksasi NGT di depan hidung dan pipi dengan menggunakan plester.

4. Tahap terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan.

DOKUMENTASI

Catat jam, hari, tanggal, serta respon pasien setelah dilakukan tindakan NGT.
Daftar pustaka

Asmadi. (2008). Tekhnik prosedural keperawatan, konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarata: Salemba medika.

Budiarto, E. (2006). Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarata: EGC.

Dewanto, George, dkk. (2009). Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai