OLEH:
SHERLY H. HUTAGAOL
NIM. 167014003
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
EFEK KOMBINASI EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa
oleifera L.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP
PENEKANAN EKSPRESI SIKLIN D1 DAN Bcl-2
PADA SEL KANKER PAYUDARA
TESIS
OLEH:
SHERLY H. HUTAGAOL
NIM. 167014003
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Komisi Penguji Tesis pada
hari kamis tanggal dua puluh tiga bulan Agustus tahun dua ribu delapan belas.
Mengesahkan:
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya
sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut
plagiat karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun
oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat.
Sherly H. Hutagaol
NIM 167014003
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya yang tak
dengan judul “Efek Kombinasi Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera L.) Dengan
Kanker Payudara”, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, untuk itu penulis
ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku Ketua Program Studi Magister
4. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku Pembimbing yang selalu
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
5. Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Yuandani,
M.Si., Ph.D., Apt., sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran dan
7. Bapak Prof. Dr. Supargiyono, DTM&H., SU, Ph.D., Sp. Park., Kepala
beserta staf.
hentinya kepada keluarga tercinta Marnaek D.V. Pangaribuan, Cahaya dan Lukas,
yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis. Serta
buat Bapak Denny Satria dan rekan Grace, Trinova, Cut Riska dan semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu
dalam penelitian tesis ini. Kiranya Tuhan memberikan balasan yang berlipat
ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir
kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu
Sherly H. Hutagaol
NIM 167014003
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
EFEK KOMBINASI EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa
oleifera L.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP
PENEKANAN EKSPRESI SIKLIN D1 DAN Bcl-2
PADA SEL KANKER PAYUDARA
ABSTRAK
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
COMBINATION EFFECT OF EXTRACT KELOR LEAVES
Moringa oleifera L.) WITH DOXORUBICIN ON DECREASE
EXPRESSION OF CYCLIN D1 AND Bcl-2 AGAINST
BREAST CANCER CELL LINES
ABSTRACT
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................... ix
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.1.1 Rb Pathway ................................................................. 12
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.6 Metode Pengujian Aktivitas Antikanker dari Berbagai
Tanaman Obat ...................................................................... 49
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
3.3.7 Larutan asam sulfat 2 N ............................................... 63
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
3.9.3 Pembuatan media DMEM ........................................... 71
3.10.8 Penghitungan Sel T47D, Sel MCF-7 dan Sel Vero ... 76
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
3.16 Pengujian Kombinasi Ekstrak Etilasetat Daun Kelor
dengan Doksorubin dalam Penekanan Ekspresi Siklin
D1 dan Bcl-2 terhadap Sel T47D dan Sel MCF-7 ................ 83
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.4 Hasil IC50 ekstrak daun kelor terhadap sel T47D, MCF-7
dan sel Vero ................................................................................. 90
4.10 Hasil pengujian apoptosis EEADK pada sel MCF-7 .................. 110
4.11 Hasil pengujian apoptosis EEADK pada sel T47D ..................... 113
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.6 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 EEADK ........... 100
4.7 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi 1/10 IC50 EEADK ......... 101
4.8 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi 1/8 IC50 EEADK dan
¼ IC50 doksorubisin ..................................................................... 101
4.9 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 doksorubisin ... 101
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
4.11 Gambaran siklus sel T47D yang diberi ½ IC50 EEADK ............ 105
4.12 Gambaran siklus sel T47D yang diberi 1/10 IC50 EEADK ............. 105
4.13 Gambaran siklus sel T47D yang diberi 1/8 IC50 EEADK dan
1
/4 IC50 doksorubisin ..................................................................... 106
4.14 Gambaran siklus sel T47D yang diberi ½ IC50 doksorubisin ...... 106
4.17 Gambaran persentase kondisi sel MCF-7 yang diberi 1/10 IC50
EEADK ........................................................................................ 110
4.18 Gambaran persentase kondisi sel MCF-7 yang diberi 1/8 IC50
EEADK dan 1/4 IC50 doksorubisin ................................................ 111
4.22 Gambaran persentase kondisi sel T47D yang diberi 1/10 IC50
EEADK ........................................................................................ 114
4.23 Gambaran persentase kondisi sel T47D yang diberi 1/8 IC50
EEADK dan 1/4 IC50 doksorubisin ................................................ 114
4.27 Ekspresi Bcl-2 yang diberi berbagai perlakuan pada sel T47D ... 121
4.28 Ekspresi Bcl-2 yang diberi berbagai perlakuan pada sel MCF-7 . 122
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
22 Sel MCF-7, T47D dan sel Vero di bawah mikroskop ................. 159
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
DAFTAR SINGKATAN
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
IK Indeks Kombinasi
IS Indeks Selektivitas
MAPK Mitogen Activated Protein Kinase
MCF-7 Michigan Cancer Foundation-7
MDR Multi Drug Resistance
MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida]
NEKL N-hexana Extract of Kelor Leaves
NF-ĸB Nuclear Factor kappa B
p21 Protein 21
p53 Protein 53
Pgp P-glikoprotein
PI Propidium Iodida
PKC Protein Kinase C
pRB Protein Retinoblastoma
PS Phosphatidylserine
RNA Ribo Nucleid Acid
ROS Reactive Oxygen Species
RPMI Roswell Park Memorial Institute
SDK Simplisia Daun Kelor
SDS Sodium Dodesil Sulfat
SI Selectivity Index
TNF Tumor Necrosis Factor
TNFR Tumor Necrosis Factor Receptor
T47D Tumor 47 Ductal
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal (yaitu
tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol) yang dapat menyerang ke jaringan tubuh
tubuh. Kanker merupakan suatu penyakit yang kompleks yang diakibatkan oleh
banyak faktor. Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur
oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila pada
individu terjadi apoptosis yang berlebih, maka individu tersebut akan mengalami
kemunduran fungsi dari suatu sistem organ yang dapat menimbulkan suatu
penyakit. Demikian juga halnya bila terjadi proliferasi sel secara berlebihan, maka
akan membentuk suatu massa tumor (malignancy) yang akan mengarah pada
Menurut data WHO tahun 2013, kanker menjadi penyebab kematian nomor dua di
2030 insiden kanker dapat mencapai 26 juta orang dari 17 juta diantaranya
kejadiannya akan lebih cepat. Insiden kanker meningkat dari 12,7 juta kasus tahun
2008 menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012. Sedangkan jumlah kematian meningkat
dari 7,6 juta orang pada tahun 2008 menjadi 8,2 juta orang pada tahun 2012
(Kemenkes, 2015).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Prevalensi penyakit kanker di Indonesia cukup tinggi, berdasarkan data
Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang. Kanker
Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2013 jumlah pasien rawat jalan maupun rawat inap
pada kanker payudara terbanyak yaitu 12.014 orang (28,7%), kanker serviks 5.349
orang (12,8%), leukemia sebanyak 4.342 orang (10,4%), lymphoma 3.486 orang
Kemoterapi merupakan salah satu terapi kanker yang digunakan saat ini
stadium awal. Akan tetapi pengobatan tersebut gagal digunakan pada kanker yang
kimia untuk menekan atau menghentikan proliferasi sel, atau menghancurkan sel
efektif sebagai salah satu agen kemoterapi antikanker dan banyak digunakan
(Frias, et al., 2009). Senyawa ini diisolasi dari Streptomyces peucetius var caesius
pada tahun 1960-an dan digunakan secara luas (Childs, et al., 2002).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
antara lain mempengaruhi sistem imun, rambut rontok, radang tenggorokan,
hepatotoksik, dan kardiotoksik (Frias, et al., 2009; Fogli, et al., 2004; Ekowati, et
al., 2013) yang bersifat irreversibel. Penelitian terhadap 399 pasien menunjukkan
bahwa insidensi gagal jantung pada pasien yang menerima doksorubisin dalam
dosis besar adalah lebih dari 18% (Singal, et al., 2000). Doksorubisin dapat
transaminase (AST) dalam serum (Ekowati, et al., 2013). Beberapa peneliti juga
melaporkan terjadi induksi NOS (Nitric oxide synthase) yang melepaskan NO dan
doxorubicin (Fogli, et al., 2004). Oleh karena itu, diperlukan inovasi untuk
ekspresi berlebih dari P-glikoprotein (Pgp), yakni protein yang berperan pada
pengeluaran obat dari sel, sehingga potensi sitotoksik pada sel kanker akan
berkurang (Imai, et al., 2005; Wong, et al., 2006). Timbulnya resistensi ini
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
kemoterapi pasangannya terhadap jaringan normal (Sharma, et al., 2004).
Bahan alami yang ideal digunakan sebagai kokemoterapi adalah bahan alami yang
berefek sinergis dengan agen kemoterapi sehingga dosis agen kemoterapi yang
dipakai dapat diturunkan sebagai upaya untuk menghindari efek samping serta
oleifera L). Daun kelor memiliki kandungan kimia yang unik yaitu isotiosianat,
(Sreelatha, et al., 2011; Karim, et al., 2016). Isotiosianat dan glukosinolat pada
daun kelor secara khusus merupakan zat yang berguna sebagai kemoprevensi
pada sel kanker yaitu benzil isotiosianat (BITC) dan Fenetil isotiosianat (PEITC),
dimana BITC secara in vitro mampu menginduksi apoptosis terhadap sel kanker
ovarium (Bose, et al., 2007) dan sel kanker pankreas BxPC-3 secara signifikan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Beberapa publikasi penelitian membuktikan potensi daun kelor sebagai
antikanker yaitu pada penelitian Sreelatha et al, (2011) dimana ekstrak etanolnya
mampu menginduksi apoptosis dan menghambat radikal bebas pada human tumor
cell line (Sreelatha, et al., 2011), pada leukemia dan hepatocarcinoma cell line
(Khalafalla, et al., 2010). Sebagai sitotoksik dan antikanker pada cell line hela dan
payudara ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hossain et al,
(2015) dimana ekstrak etanol daun kelor menghambat pertumbuhan sel MCF-7
sebesar 88,13% dan pada sel normal sebesar 12,89%. Penelitian lainnya dilakukan
oleh Yurina et al, (2014) dimana ekstrak etanol daun kelor mampu meningkatkan
sel MCF-7.
telah dilakukan oleh Hermawan et al, (2012), dimana ekstrak etanol M. Oleifera
2015). Ekstrak metanol daun kelor juga memiliki efek hepatoprotektif dimana
ekstraknya dapat meningkatkan GSH, GSH-R dan CAT, Kadar RBCs dan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
menurunkan peroksidasi lipid pada liver (Kumar et al., 2011). Selain itu ekstrak
etanol daun kelor memiliki aktivitas sebagai imunostimulator terhadap CD3+ dan
CD8+ pada tikus betina yang diinduksi oleh doksorubisin (Sari, et al., 2015).
Penelitian uji toksisitas akut ekstrak daun kelor telah dilakukan terhadap
tikus albino dan kelinci dimana ekstrak daun kelor memiliki efek toksisitas yang
rendah dengan LD50 pada tikus 6616,67 mg/kg BB dan pada kelinci sebesar
26043,67 mg/kg BB (Osman, et al., 2015), untuk uji toksisitas sub kroniknya
terhadap mencit diperoleh LD50 sebesar 1585 mg/kg BB (Awodele, et al., 2012).
Sel kanker payudara memiliki beberapa jenis untuk diteliti. Diantara jenis
sel kanker tersebut sel kanker payudara yang sering digunakan dalam penelitian
adalah sel T47D (human ductal breast epithelial tumor cell line) dan sel MCF7.
Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara in vitro karena
cepat pertumbuhannya, memiliki homogenitas yang tinggi dan mudah diganti sel
baru yang telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam, 2007). Sel MCF-7
1998), mengekspresikan reseptor estrogen (ER +), overekspresi Bcl-2 (Butt, et al.,
al., 2004).
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti efek
terhadap ekspresi Siklin D1 dan Bcl-2 pada sel kanker payudara T47D dan MCF-
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
kombinasi ekstrak daun kelor dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara
yaitu sel MCF7 dan T47D, secara diagramatis kerangka pikir penelitian ini dapat
Sel T47D
Aktivitas Persentase Indeks
Sel MCF7 Sitotoksik Sel Hidup Selektivitas
Ekstrak (IC50) (IS)
Sel Vero
Indeks
Efek kombinasi Kombinasi (IK)
EEADK
Penghambatan Persentase
Sel T47D Hambatan siklus
siklus sel
sel
Sel
Sel MCF-7 Induksi Persentase
Doksorubisin MCF7 Apoptosis Apoptosis
Penekanan
Ekspresi protein
ekspresi protein
Siklin D1 dan
Siklin D1 dan
Bcl-2
Bcl-2
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
1.3 Perumusan Masalah
adalah:
1.4 Hipotesis
ini adalah:
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
d. Kombinasi ekstrak yang paling potensial dengan doksorubisin mampu
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
menambah data informasi dalam pemanfaatan daun kelor sebagai tanaman obat
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
protein atau gen yang rusak, mekanisme istirahat dan mekanisme lain. Berbagai
mekanisme dan aktivitas sel pada siklus sel berlangsung dalam keadaan yang
seimbang dan gangguan salah satu aktivitas akan menyebabkan gangguan fungsi
Secara normal, siklus sel menghasilkan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri
dari 2 proses utama, yaitu replikasi DNA dan pembelahan kromosom yang telah
digandakan ke 2 sel anak. Secara umum, pembelahan sel terbagi menjadi 2 tahap,
yaitu mitosis (M) (pembelahan 1 sel menjadi 2 sel) dan interfase (proses di antara
2 mitosis). Interfase terdiri dari fase gap 1 (G1), sintesis DNA (S), gap 2 (G2).
Setiap tahap dalam siklus sel dikontrol secara ketat oleh regulator siklus sel, yaitu:
a. Cyclin, jenis cyclin utama dalam siklus sel adalah cyclin D, E, A, dan B.
ubah pada setiap fase siklus sel. Berbeda dengan cyclin yang lain, cyclin D
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
tidak diekspresikan secara periodik akan tetapi selalu disintesis selama ada
b. Cyclin-dependent kinases (Cdk). Cdk utama dalam siklus sel adalah Cdk
konstan selama siklus sel berlangsung. Cdks dalam keadaan bebas (tak
berikatan) adalah inaktif karena catalytic site, tempat ATP dan substrat
protein yaitu INK4 (p15, p16, p18, dan p19) dan CIP/KIP (p21, p27, p57).
nuclear antigen (PCNA). Ekspresi p21 diregulasi oleh p53 karena p53
2.1.1 Rb Pathway
Siklus sel dimulai dari masuknya sel dari fase G0 (quiescent) ke fase G1
karena adanya stimulus oleh growth factor (Gambar 2.1). Pada awal fase G1, Cdk
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
4 dan atau 6 diaktifkan oleh cyclin D (cycD). Kompleks Cdk 4/6 dengan cycD
awal G1. Efek dari fosforilasi ini, fungsi histon deasetilasi (HDAC) yang
struktur DNA menjadi longgar dan faktor transkripsi yang semula diikat pRb
menjadi lepas dan transkripsi dari E2F responsive genes yang dibutuhkan dalam
progresi siklus sel ke fase S menjadi aktif. Gen tersebut antara lain cycE, cycA,
supaya proses transkripsi yang dipacu E2F tetap aktif dan Restriction point (R)
yang ada di batas fase G1/S dapat terlampaui. Pada saat inilah cycA ditranskripsi
ketika siklus sel akan memasuki fase S, cycE akan didegradasi dan Cdk2 yang
replikasi DNA supaya aktif, contohnya adalah protein CDC6 (Cell Division Cycle
6). Kompleks tersebut juga menjaga supaya tidak terjadi multiplicity replikasi
DNA. Pada akhir fase S, cycA akan melepas Cdk2 dan mengikat Cdk1 (Cdc2)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
penggandaan sel (Lapenna and Giordano, 2009). Pada fase G2, sel juga memiliki
Gambar 2.1 Ilustrasi umum siklus sel (Lapenna and Giordano, 2009)
ekspresi cycB yang akan mengikat Cdk1. Kompleks Cdk1-cycB secara aktif
Giordano, 2009).
Cdk1 dapat dinonaktifkan oleh Wee1 dan Myt1 dengan cara Wee1 dan
Defosforilasi pada situs tersebut dapat dilakukan oleh Cdc25 sehingga Cdk 1
menjadi aktif kembali dan siklus sel tetap berlangsung (Vermeulen et al., 2003).
Pada akhir fase mitosis, cycB akan didegradasi oleh anaphase promoting complex
(APC) melalui proses proteolitik. APC juga berfungsi untuk memacu kromatid
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
untuk berpisah bergerak ke masing-masing kutub untuk menyelesaikan mitosis
DNA berduplikasi dengan akurat dan separasi dari kromosom terjadi dengan
kerusakan DNA, checkpoint akan memacu cell cycle arrest sementara untuk
perbaikan DNA atau cell cycle arrest permanen sehingga sel memasuki fase
senescent. Bila mekanisme cell cycle arrest tidak cukup menjamin DNA yang
rusak diduplikasi, maka sel akan dieliminasi dengan cara apoptosis (Siu, et al.,
1999).
point (R) dan muncul menjelang akhir G1. Pada checkpoint ini, DNA sel induk
diperiksa apakah terdapat kerusakan atau tidak. Bila terdapat DNA yang rusak,
siklus sel dihentikan hingga mekanisme repair DNA rusak telah selesai. Setelah
keseluruhan satu siklus (no return point) dan selanjutnya sel harus mampu
melakukan replikasi DNA. Bila tidak melampaui R, sel dapat kembali ke fase G0.
Hilangnya kontrol dari R akan menghasilkan survival DNA yang rusak (Cooper
Pada checkpoint G1/S, kerusakan DNA dapat memacu cell cycle arrest
dan proses ini adalah p53-dependent. Secara umum, level p53 sel rendah karena
diregulasi negatif oleh mdm2 yang mentarget degradasi p53, namun kerusakan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
DNA dapat menginduksi aktivitas p53 dengan cepat. p53 dikontrol oleh mdm2
dan p19ARF. Level protein p53 secara normal adalah pada konsentrasi rendah di
dalam sel. Namun, sekali distimulasi, level protein secara cepat akan meningkat
sepanjang waktu paruhnya, sedangkan level mRNA relatif tidak berubah. Regulasi
p53 terjadi pada level protein (bukan DNA atau RNA) adalah hal yang sangat
kritikal pada aktivasinya. Regulator negatif p53 yaitu mdm2 yang merupakan
suatu p53-responsive gene (gen yang terekspresi melalui faktor transkripsi p53).
Sel dapat menghambat mdm2 tergantung pada rangsangan misal adalah agen
perusak DNA (radiasi, UV, obat kemoterapi). DNA damage agent akan
p53. Fosforilasi p53 pada serin-15 dan serin-37 oleh ATM atau protein kinase lain
setelah terjadi kerusakan DNA dapat mencegah ikatan MDM2 dengan p53. Jadi,
ketika p53 terfosforilasi maka tidak akan bisa lagi mengikat mdm2, hal ini mampu
telah mengalami kerusakan DNA dan menghentikan siklus sel (cell cycle arrest)
sehingga sel dapat memperbaiki kerusakan (repair), atau dalam banyak kasus,
hanya memberitahu sel untuk bunuh diri (apoptosis), yaitu dengan cara
menstimulasi transkripsi gen seperti p21 dan Bax sehingga siklus sel berhenti atau
sebelum replikasi DNA selesai. Checkpoint utama pada fase S/G2/M adalah
Chk1. Ketika terdapat kerusakan DNA, protein kinase ATR akan memfosforilasi
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Chk1, kemudian Chk1 memfosforilasi Cdc25C pada serin-216. Fosforilasi
progresi fase G/M tidak aktif. Selain itu, Chk1 juga memfosforilasi Cdc25A yang
integritas genom menjelang akhir mitosis. Jika terjadi kegagalan pada penempatan
pasangan kromosom pada spindle, akan terjadi mitosis arrest. Pada sel kanker,
checkpoint tidak berfungsi dengan baik dan siklus sel berlangsung tanpa kendali
luas, antara lain menginduksi pertahanan sel, proliferasi serta berperan dalam
regulasi sistem imun dan respons inflamasi. Aktivasi NF-kB pada sel normal akan
mengaktifkan beberapa gen yang terlibat dalam supresi kematian sel melalui jalur
apoptosis yang diinduksi oleh p53. Selain itu, NF-kB mempromosikan progresi
siklus sel melalui pengaturan gen yang terlibat dalam siklus sel seperti cyclin D1,
D2, D3 dan cyclin E, c-myc dan c-mycb. NF-kB diduga berhubungan pula dengan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
konsep umum bahwa aktivasi NF-kB berperan terhadap resistensi apoptosis (Park
melalui transkripsi gen yang terlibat dalam proliferasi sel, kelangsungan hidup,
Gambar 2.2 Aktivasi NF-kB terhadap sel kanker (Nilius, et al., 2013)
sensitivitas sel kanker terhadap reaksi apoptosis pada kemoterapi dan radioterapi,
agresif sel kanker dan prognosis buruk kanker serviks (Ratnasari, et al., 2016).
Sistem pertumbuhan sel dalam individu secara fisiologis diatur oleh suatu
berlebihan, maka suatu sistem organ akan mengalami kemunduran fungsi yang
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
maka akan membentuk suatu massa tumor yang akan mengarah pada kanker
(Sudiana, 2011).
masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel baru
berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Peningkatan jumlah sel dalam populasi
stimulus atau kekurangan inhibitor akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tak
dengan pemendekan siklus sel pada fase G0 sampai sel memasuki siklus sel. Pada
sel dan menghilangkan sel yang rusak. Jalur apoptosis diinduksi oleh regulasi
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
mendegradasi DNA pada nukleus dan protein sitoplasma pada sel itu sendiri.
Membran plasma masih utuh, tetapi terjadi perubahan struktur menjadi sel
apoptosis yang akan menjadi target phagositosis oleh makrofag. Sel yang mati
segera dibersihkan sebelum terjadi kebocoran sel yang akan menyebabkan reaksi
inflamasi. Kematian sel dengan jalur apoptosis berbeda dengan nekrosis, pada
kematian sel untuk mengkontrol jumlah sel dan membersihkan sel yang rusak
yang mempunyai peran penting untuk supresi tumor. Akhir-akhir ini, apoptosis
digunakan untuk target terapi kanker. Sel yang apoptosis akan menunjukkan sel
menjadi sel apoptosis atau badan apoptosis yang akan memudahkan untuk
kinase di growth factor signaling pathways dan particular proteases yang disebut
caspase.
aktif mengkatalisis dan excution phase yaitu selama enzim bereaksi menjadikan
(mitochondrial pathways).
berbagai macam sel. Death receptor adalah anggota dari tumor necrosis factor
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
mekanisme apoptosisnya sedikit diketahui. Death receptor antara lain adalah
Type I TNF receptor (TNFR I) dan protein yang berhubungan disebut Fas
Diawali Fas ligand (FasL) melepaskan Fas dari ligandnya. Molekul Fas
menuju ke sitoplasma yang terdapat death domain, tempat untuk berikatan dengan
adapter protein yang juga mempunyai death domain dan disebut FADD (fas-
associated death domain). FADD yang dilekatkan pada death receptors kembali
berikatan dengan inaktif dari caspase-8 (di manusia, caspase 10) melalui death
phase dari apoptosis. Mekanisme apoptosis dapat dihambat oleh protein yang
disebut FLIP, yang berikatan dengan procaspase-8 tetapi tidak dapat berikatan
virus dan sel normal memproduksi FLIP dan digunakan untuk menghambat dan
memproteksi infeksi dan memproteksi sel normal dari Fas mediated apoptosis
(King, 2000).
internal seperti kerusakan DNA dan stress oksidatif. Jalur intrinsik disebabkan
apoptotic members dari Bcl-2 family. Bcl-2 family mempunyai lebih dari 20
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
macam protein, yang semuanya berfungsi regulasi apoptosis. Dua protein yang
berfungsi anti apoptosis adalah Bcl-2 dan Bcl-X. Protein anti-apoptosis dalam
keadaan normal berada disekitar membran mitokondria dan sitoplasma. Ketika sel
kelompok protein pro-apoptosis seperti Bax, Bak dan Bim. Ketika Bcl-2/Bcl-x
keluarnya beberapa protein yang akan mengaktifkan caspase cascade. Salah satu
caspase-9. ( Bcl-2 dan Bcl-x secara langsung menghambat aktivasi Apaf-1 dan
kemudian menghilang dari sel yang menyebabkan dapat terjadi aktivasi Apaf-1).
Protein mitokondria yang lain seperti apoptosis initiating factor (AIF) memasuki
Gambar 2.3 Jalur ekstrinsik dan intrinsik apoptosis (Marzban, et al., 2015)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.2 Kanker
tempat yang lebih jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut
regulasi daur sel maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler
sehingga sel tidak dapat berproliferasi secara normal. Akibatnya, sel akan
Sel kanker timbul dari sel normal tubuh yang mengalami transformasi atau
akibat aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Pada tahap awal,
sel normal (King, 2000). Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi,
yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain sehingga maligna sering disebut
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
sebagai kanker. Kanker sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor
Sel kanker memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan sel normal.
segmen-segmen kromosom.
proangiogenik, dan juga dapat melepaskan bahan kimia seperti ROS yang
bersifat mutagenik.
sel kanker ini dapat disebabkan 3 hal, yaitu perubahan sinyal pertumbuhan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
perubahan dalam sirkuit intraseluler yang menerjemahkan sinyal menjadi
abnormal, yang mempengaruhi apakah sel akan hidup atau mati. Efektor
yang paling penting dari apoptosis adalah berbagai jenis protein caspase
memendek setiap kali sel membelah, disisi lain pada sel kanker, enzim
g. Mesin metabolisme sel kanker tidak berfungsi baik, proliferasi sel secara
terus menerus dan tidak terkendali bukan saja berakibat pertumbuhan tidak
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
terkontrol tetapi juga menyebabkan kebutuhan metabolisme energi
cara oleh sel kanker agar dapat mengelak dari sistem imun sehingga selnya
tidak dikenal oleh sel-sel imun, dan berinteraksi dengan sel-sel imun
menahan sel agar tidak terlepas ke sekitarnya pada sel kanker mengalami
tidak lagi melekat satu sama lain dan memudahkan sel terlepas dari
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.2.1 Karsinogenesis
progresif sel normal menjadi sel malignan (ganas). Perubahan ini diawali dari
mutasi somatik satu sel tunggal yang mengakibatkan perubahan dari normal
menjadi hiperplastik, displastik, dan pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau
sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk perubahan seluler mendasar pada sel
kanker yang dipengaruhi oleh beberapa gen seperti tumor suppresor genes (pRb,
dapat dibagi menjadi empat tahap utama, yaitu tahap inisiasi, promosi, progresi,
(abnormal) sebuah sel. Tahap inisiasi dapat terjadi melalui jalur germinal dan
terjadinya kesalahan acak saat pembelahan sel atau karena paparan dari
karsinogen spesifik seperti tobako dan radiasi. Pada tahap ini, senyawa yang
terutama di hepar menjadi senyawa metabolitnya. Senyawa metabolit ini ada yang
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
tubuh seperti DNA dengan ikatan irreversible. Sel yang mengalami inisiasi atau
prakanker dapat kembali ke tingkat normal secara spontan, tetapi pada tingkat
inisiasi. Pada tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel. Berbeda
dengan tahap inisiasi yang dapat melewati jalur germinal dan somatik, tahap
promosi hanya diketahui terjadi melalui jalur somatik. Pada tahap promosi, sel
pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi
tidak melibatkan perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya
terjadi perubahan ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004; King, 2000).
terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut
Pada tahap ini, sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan
terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari
ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan lain di dalam tubuh melalui
pembuluh darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh. Sel malignan yang
bermetastasis ini masuk melalui basement membran menuju saluran limpoid. Sel
tersebut akan berinteraksi dengan sel limpoid yang digunakan sebagai inangnya.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel yang disebabkan
sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker, sehingga proses
umum diderita oleh wanita selain kanker serviks. Penyebab kanker payudara
sangat beragam, antara lain kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi
genetik. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh radiasi yang berlebihan. Selanjutnya
fase awal, faktor pertumbuhan yang abnormal, dan malfungsi DNA repairs seperti
Kanker payudara terjadi ketika sel pada payudara tumbuh tidak terkendali
dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat dengan organ
tipe jaringan pada payudara dapat berkembang menjadi kanker, namun pada
umumnya kanker muncul baik dari saluran (ducts) maupun kelenjar (glands).
tumor tersebut cukup besar untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi
terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya multidrug
resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab
lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini
diakibatkan oleh adanya breast cancer resistance protein (BCRP) yang salah
satunya adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005). Aktivasi Pgp dan
payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30%
berlebih beberapa protein, seperti Estrogen Reseptor (ER) dan c-erbB-2 (HER- 2)
melalui ikatan kompleks dengan estrogen akan memacu transkripsi gen yang
mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu ekspresi protein yang berperan
dalam siklus sel seperti cyclin D1, CDK4, cyclin E, dan CDK2. Selain itu, aktivasi
dalam sinyal pertumbuhan, misalnya Ras, Myc, dan cycD1 (King, 2000). Aktivasi
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan yang berlebihan melalui aktivasi
onkoprotein yang lain seperti P13K, AKT, Raf, ERK, dan MAP kinase (Hahn, et
al., 2002). Di lain pihak, kompleks estrogen dengan reseptornya juga akan
memacu transkripsi beberapa gen tumor suppressor, seperti BRCA1, BRCA2, dan
p53. Namun, pada penderita kanker payudara (yang umumnya telah lewat masa
Beberapa jenis sel kanker payudara yang dapat dikultur adalah MCF-7, Ia-
Banyaknya jenis sel kanker payudara ini akan memberikan hasil yang
berbeda pada setiap selnya. Perbedaan hasil ini akan memberikan peluang baru
untuk menyelidiki perkembangan yang terjadi pada resistensi obat pada pasien
dengan tumor payudara yang memiliki p53 termutasi (Schafer, et al., 2000).
atau yang biasa disebut ER positif serta mengekspresikan p53 yang telah termutasi
2010). Pada sel ini, p53 mengalami missense mutation pada residu 194 (dalam
zincbinding domain L2) sehingga p53 kehilangan fungsinya. Jika p53 tidak dapat
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
apoptosis. Sel ini dapat kehilangan estrogen reseptor (ER) apabila kekurangan
estrogen pada jangka waktu lama selama percobaan in vitro. Oleh karena itu, sel
ini digunakan pada model untuk penelitian resistensi obat pada pasien dengan
Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara in vitro karena
cepat pertumbuhannya, memiliki homogenitas yang tinggi dan mudah diganti sel
baru yang telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam, 2007). Sel T47D
MCF-7. Beberapa protein yang terlibat dalam stimulasi pertumbuhan sel ini
Sel MCF-7 adalah salah satu model sel kanker payudara yang banyak
digunakan dalam penelitian. Sel tersebut diambil dari jaringan payudara seorang
sel adherent (melekat) yang dapat ditumbuhkan dalam media penumbuh DMEM
atau RPMI yang mengandung foetal bovine serum (FBS) 10% dan antibiotik
reseptor estrogen (ER +), overekspresi Bcl-2 (Butt, et al., 2000; Amundson, et al.,
2000) dan tidak mengekspresikan caspase-3 (Onuki, et al., 2003). Sel MCF-7
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
tergolong cell line adherent (ATCC, 2008) yang mengekspresikan reseptor
Sel Vero ATCC CCL-81 merupakan sel epitel non kanker (sel normal).
Sel ini berasal dari organ ginjal monyet hijau asal Afrika. Sel Vero merupakan sel
cell. Sel ini melekat erat pada substrat yang berbahan polistirena dengan
2.2.4 P-glycoprotein
yang termasuk dalam subfamili MDR/TAP (Allen, et al., 2002). Pgp dikenal
member 1, MDR1, dan PGY1 (Choi, 2005). ABCD1 atau Pgp termasuk dalam
ATP dependent efflux pump yang memiliki substrat spesifik, antara lain: obat
tubuh, Pgp dapat ditemukan pada sel usus, hati, tubula ginjal dan capillary
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
MDR1 (Kitagawa, 2006). Gen ini dicirikan dengan pompa efflux obat dan anggota
dari keluarga ATP-binding transport (Choi., 2005). Dalam sistem organ, Pgp
ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat dari Pgp akan diikat dan
dikeluarkan dari dalam sel. Aktivitas Pgp sangat bergantung pada aktivasi Pgp
Hidrolisis ATP oleh ATPase memberikan energi aktivasi pada Pgp (Choi, 2005).
efikasi agen tersebut terhadap sel kanker. Pada kondisi ekspresi berlebihan, Pgp
dapat menyebabkan resistensi obat terutama agen kemoterapi pada jenis kanker
doksorubisin sebagai salah satu substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel
(Wong, et al., 2006). Pgp atau ABCD1 pertama kali diujikan sebagai multidrug
al., 1976).
dalam keberhasilan terapi kanker (Zhou, et al., 2006). Penghambatan aktivitas Pgp
dapat melalui beberapa mekanisme, antara lain penghambatan substrat Pgp secara
hidrolisis ATP oleh ATPase melalui ikatan substrat dengan ATP. Penghambatan
ini dapat dilakukan menggunakan senyawa flavonoid dan polifenol melalui dua
sisi ikatan pada ATP binding sites dan steroid interacting region dimana ATPase
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Deng, et al., (2001) melaporkan bahwa aktivasi NF-κB sebagai akibat
adanya stimulus dari lingkungan berupa stress, paparan agen sitotoksik, heat
berikatan dengan promoter gen MDR1 sehingga proses ekspresi Pgp dapat
kemopreventif dibagi menjadi dua kategori, yaitu blocking agent dan suppressing
agent. Blocking agent mencegah karsinogen mencapai target aksinya, baik melalui
menghambat pembentukan malignan dari sel yang telah terinisiasi pada tahap
tersier. Kemopreventif primer adalah mencegah terjadinya sel kanker sejak tahap
untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi setelah terapi untuk malignan
proliferasi sel sehingga sel tidak jadi memperbanyak diri. Kemoterapi bisa
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
diberikan secara tunggal ataupun kombinasi dengan harapan bahwa sel-sel yang
resisten terhadap obat tertentu juga bisa merespon obat yang lain sehingga bisa
diperoleh hasil yang lebih baik. Dampaknya pada pasien biasanya rambut rontok,
selera makan menurun, serta rasa lemah dan letih (Sharma, 2000).
wanita dan kanker prostat (berkaitan dengan hormon androgen) pada pria. Terapi
hormon pada dasarnya berusaha menghambat sintesis steroid sehingga sel tidak
dapat membelah. Terapi ini membawa dampak negatif bila diaplikasikan pada
wanita yang masih dalam usia subur karena dapat menghambat siklus menstruasi.
Radioterapi menggunakan sinar-X dengan dosis tertentu dapat merusak DNA dan
memaksa sel untuk berapoptosis. Efek negatif yang ditimbulkan hampir sama
dengan angka 10-year relative survival pada pasien kanker payudara. Terdapat
dari pasien stadium I/II meninggal dalam 10 tahun pertama setelah diagnosis
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
ditegakkan, dibandingkan pada pasien stadium III yang lebih dari 60%, dan lebih
dari 90% pada pasien stadium IV. Sistem staging kanker payudara juga
(Rasjidi, 2010).
prognosisnya; ukuran dari tumor (T), ada atau tidaknya keterlibatan kelenjar limfe
tahapan kanker payudara yang baru berdasarkan pada sistem TNM pada tahun
1958 yaitu:
a. Stage 0 sel kanker payudara tetap didalam kelenjar payudara, tanpa invasi
b. Stage I terdapat tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan batas yang
c. Stage IIA tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker
atau kurang dan telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak/ aksiller,
atau tumor yang lebih besar dari 2 cm, tapi tidak lebih besar dari 5cm dan
d. Stage IIB tumor dengan ukuran 2-5 cm dan telah menyebar ke kelenjar
getah bening yang berhubungan dengan ketiak, atau tumor yang lebih
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
e. Stage IIIA tidak ditemukan tumor di payudara, kanker ditemukan di
kelenjar getah bening ketiak yang melekat bersama atau dengan struktur
f. Stage IIIB tumor dengan ukuran tertentu dan telah menyebar ke dinding
tulang dada.
g. Stage IIIC ada atau tidak tanda kanker di payudara atau mungkin telah
menyebar ke dinding dada dan/ atau kulit payudara dan kanker telah
h. Stage IV kanker telah menyebar atau metastasis ke bagian lain dari tubuh
(Rasjidi, 2010).
sering digunakan pada kanker payudara antara lain kemoterapi neoajuvan, ajuvan,
dan paliatif (Yudissanta and Ratna, 2012). Obat kemoterapi yang biasanya
diberikan dalam upaya penyembuhan kanker payudara ada dalam bentuk tunggal
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
dan kombinasi. Beberapa bentuk tunggal yang biasanya diberikan antara lain
2.3.1.1 Doksorubisin
kemampuan yang kuat dalam melawan kanker dan telah digunakan sebagai obat
melalui interkalasi di antara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan
RNA. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah melibatkan ikatan dengan lipid
membran sel yang akan mengubah berbagai fungsi selular dan berinteraksi dengan
Keterangan: a. Ikatan kovalen doksorubisin dengan guanine pada satu untai DNA (warna
merah) dan ikatan hydrogen dengan guanine pada untaian yang berlawanan.; b.Struktur
interkalasi doksorubisin pada DNA
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Doksorubisin telah digunakan pada beberapa pengobatan jenis tumor
jaringan lunak, limfoma Hodgkin, dan non-Hodgkin baik dalam aplikasi tunggal
maupun kombinasi dengan beberapa agen antitumor lainnya (Tyagi, et al., 2004).
adalah mual, imunosupresi, dan aritmia yang sifatnya revesibel serta dapat
dikontrol dengan obat-obat lain. Efek samping yang paling serius dalam jangka
waktu yang lama adalah hepatotoksik (Ekowati, et al., 2013) dan cardiomyopathy
yang diikuti dengan gagal jantung (Tyagi, et al., 2004). Berdasarkan hasil
al., 2004; Wattanapitayakul, et al., 2005). Permasalahan yang sering timbul pada
resistensi obat yang menjadi penyebab kegagalan terapi. Pengeluaran obat yang
disebabkan oleh adanya pompa efflux Pgp menjadi salah satu penyebab utama
Pgp. Doksorubisin akan dikenali oleh Pgp dan selanjutnya segera dikeluarkan dari
kanker. Mekanisme pemompaan oleh Pgp sangat bergantung pada aktivasi protein
tersebut dan penekanan ekspresi Pgp. Oleh karena itu, inaktivasi Pgp dan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
penekanan ekspresinya mampu mengatasi permasalahan resistensi sel kanker
terhadap doksorubisin (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006; Wong, et al.,
2006).
terhadap sel kanker, bersifat spesifik, dan memiliki efek toksik seminimal
mungkin. Terapi kombinasi hingga saat ini dikembangkan secara empiris. Namun
sampai saat ini belum ada terapi pengobatan untuk kanker payudara yang telah
dengan agen kemoterapi (Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode
tepat.
2.4 Kelor
berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah
cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Perbanyakan
bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran
rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian ± 1000 m dpl, banyak ditanam
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
sebagai pagar di halaman rumah atau ladang (Krisnadi, 2015). Gambar pohon
Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan WHO telah
sebagai suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa
pertumbuhan. Semua bagian dari tanaman kelor memiliki nilai gizi, berkhasiat
Tanaman kelor tidak hanya dapat tumbuh dan berkembang di India dan
Indonesia saja, tetapi juga di kawasan tropis lainnya di dunia. Kondisi lahan dan
kesuburan tanah atau jenis tanah, dan pengelolaan tanaman (Kurniasih, 2013).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Kandungan nilai gizi yang tinggi, khasiat dan manfaatnya menyebabkan
kelor mendapat julukan sebagai Mother’s Best friendly and miracle tree. Namun
hanya dikenal sebagai salah satu menu sayuran. Selain dikonsumsi langsung
dalam bentuk segar, kelor juga dapat diolah menjadi bentuk tepung atau powder
yang dapat digunakan sebagai bahan fortikan untuk mencukupi nutrisi pada
Indonesia yaitu bahasa Sunda dan melayu kelor; di Sulawesi kelo, wori atau
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneaea
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda
setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1-2
cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus. Merupakan
jenis daun bertangkai karena hanya terdiri atas tangkai dan helaian saja. Tangkai
daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak pipih, menebal pada pangkalnya dan
pangkal daunnya tidak bertoreh dan termasuk ke dalam bentuk bangun bulat telur.
Ujung dan pangkal daunnya membulat (rotundatus) dimana ujungnya tumpul dan
tidak membentuk sudut sama sekali, hingga ujung daun merupakan semacam
mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, dan merupakan
terusan tangkai daun. Selain itu, dari ibu tulang itu ke arah samping keluar tulang-
mempunyai tepi daun yang rata (integer) dan helaian daunnya tipis dan lunak.
Berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan, permukaannya licin (laevis) dan
tiga tidak sempurna (Krisnadi, 2015). Gambar daun kelor dapat dilihat pada
Gambar 2.6.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.4.4 Kandungan Bahan Aktif dalam Daun Kelor
unik yaitu glukosinolat dan isotiotianat (Bennet et al., 2003). Beberapa kandungan
bahan aktif daun kelor adalah vitamin, carotenoid, polifenol, phenolic acid,
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Gambar 2.7 Struktur kimia kandungan aktif daun kelor (Leone, et al., 2015)
dilaporkan bahwa dalam 100 gram daun kelor mengandung 12 kali vitamin C
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
yogurt, kalium 15 kali dari pada pisang, kalsium 17 kali daripada susu dan besi 25
kali daripada bayam (Karim, et al., 2016). Kandungan gizi ini sangat penting
Ekstrak kelor telah digunakan sebagai bahan obat tradisional, tanaman ini
(Divi,et al., 2012). Tanaman ini juga kaya akan fitosterol seperti stigmasterol,
2013).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap daun kelor dapat dilihat
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Menghambat Luqman et
6 Antioksidatif Etanol Tikus albino
radikal bebas al., 2012
Kanker pancreas Menghambat NF-
Berkovich et
7 Antiproliferasi Aqua (Panc-1), Colo KB Signaling
al., 2013
357 pathway
MDA MB 231, Antiproliferasi sel Ghosh et al.,
8 Antikanker Metanol
MCF 7 kanker 2013
Antioksidan dan HepG2, Caco-2, Antiproliferasi sel Charoensin
9 Diklorometan
antikanker MCF 7 kanker et al., 2014
Meningkatkan
GSH, CAT,
Kadar RBCs dan Kumar et al.,
10 Hepatoprotektif Metanol Tikus
menurunkan 2011
peroksidasi lipid
liver
Menghambat
radiasi yang
menginduksi lipid Sinha et al.,
11 Radioprotektif Etanol Tikus albino
peroksidasi dan 2011
meningkatkan
GSH
Penghambatan
translokasi NF-
KB dan Sinha et al.,
12 Radioprotektif Hidroalkohol Tikus albino
peroksidasi lipid, 2012
meningkatkan
SOD, CAT, GSH
Menurunkan
Fikriansyah
13 Kardioprotektif Etanol Tikus aktivitas peroksid
et al., 2015
radikal (ROS)
2.5 Target Molekular Terapi Herbal untuk Prevensi dan Terapi Kanker
Target dan mekanisme molekular herbal untuk prevensi dan terapi kanker
(IKK, EFGR, HER2, JNK, MAPK), protein siklus sel (cyclin, cyclin dependent
kinase), cell adhesion molecules, COX-2 and Growth factor signaling pathways.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
karsinogen, tumor promotor, endotoksin, radiasi, ultraviolet dan X-rays. Bila
terjadi aktivasi maka akan terjadi translokasi di nukleus, yang akan menginduksi
ekspresi lebih dari 20 gen yang akan menekan apoptosis dan menginduksi
ekspresi cyclin D1, menekan apoptosis dengan meningkatkan protein Bcl-2 dan
Bcl XL serta menyebabkan terjadi angiogenesis dan metastasis (Park and Hong,
2016).
Siklus sel, diatur oleh cyclin dan cyclin dependent kinase, cyclin D1, Cdk-
4 dan Cdk-6. Gangguan dari pengaturan waktu, check point, dan over ekspresi
dari growth promoting cell cycle factor seperti cyclin D1 dan CDK akan
menghambat gangguan pada pengaturan siklus sel pada kanker (Hartono, 2009).
mati dan sel matur dengan menghancurkan sel yang rusak dan abnormal. Ekspresi
aktivasi NF-κB atau AP-1 yang akan menekan proliferasi dan menginduksi
agen kemoterapi (Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode dapat
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Uji efek kombinasi dengan kedua metode tersebut biasanya dilakukan secara in
vitro. Metode uji in vitro dapat digunakan sebagai uji praklinik awal untuk
index (CI), pemacuan apoptosis dan siklus sel dengan metode flowcytometry, dan
sel yang digunakan dalam evaluasi keamanan obat, kosmetik, zat tambahan
bersifat toksik pada sel tumor secara in vitro dan jika toksisitas ini ditransfer
(Freshney, 2000).
yang digunakan untuk kultur sel primer manusia serta dapat memberikan
informasi secara langsung efek potensial pada sel target manusia serta uji yang
digunakan sangat sensitif dan dampak yang ditimbulkan dapat dilihat langsung.
Akhir dari uji sitotoksisitas pada organ target memberikan informasi tentang
perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik (Doyle, et al., 2000).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.6.1.1 Uji Sitotoksik Menggunakan Metode MTT
adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan
suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna. Pada uji ini digunakan
garam MTT. Garam ini akan terlibat pada kerja enzim dehidrogenase. MTT akan
Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air
sehingga dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanol atau 10% SDS
dalam HCl 0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan
Absorbansi sampel
% Viabilitas = x 100%
Absorbansi kontrol
rasio IC50 sel Vero sel dibandingkan dengan sel kanker yang diuji. Nilai lebih
tinggi dari 3 menunjukkan bahwa obat atau ekstrak memiliki selektivitas yang
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.6.3 Indeks Terapi Kombinasi
kali oleh Chou dan Talalay pada tahun 1984 (Zhao, et al., 2004).
ketika diaplikasikan sebagai agen tunggal kemudian diplotkan pada sumbu X dan
sama digambarkan pada plot yang sama. Efek sinergis, aditif atau antagonis
diindikasikan oleh letak titik plot tersebut, yaitu apakah (secara berurutan) di
software untuk menentukan efek kombinasi 2 obat atau lebih apakah memberi
efek sinergis, aditif atau antagonis (Chou and Martin, 2004; Zhang, et al., 2016).
Interaksi antara dua obat dapat dianalisis dengan Combination Index (CI).
tunggal yang dibutuhkan untuk memberikan efek, dalam hal ini adalah IC50
terhadap pertumbuhan sel kanker payudara. (D)1 dan (D)2 adalah besarnya
konsentrasi kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama. Nilai IK kurang,
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
sama atau lebih dari 1 mengindikasikan efek (secara berurutan) sinergis, aditif
CI Interpretasi CI Interpretasi
2.6.4 Flowcytometry
partikel mikroskopis yang tersuspensi dalam aliran fluida (Sayed, et al., 2009).
Prinsip dasar dari metode ini adalah berdasarkan fluoresensi. Suspensi sel atau
partikel yang hendak dianalisa disedot atau dialirkan. Aliran dikelilingi oleh fluida
yang sempit, sel akan melewati satu demi satu melalui sinar laser terfokus. Sinar
laser akan menyerang sel tersebut. Sel yang sesuai dengan cahaya laser dan
panjang gelombang yang tepat dapat dipancarkan kembali sebagai fluoresensi jika
antibody melekat pada permukaan atau struktur internal sel. Penyerapan cahaya
tergantung pada struktur internal sel dan ukuran dan bentuknya. Cahaya
memblokir cahaya yang tidak diinginkan. Hasil data disimpan melalui komputer
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
sel melalui pewarnaan sel dengan pewarna propidium iodide (PI) atau 4’,6’-
maka tiap sel yang memiliki jumlah set kromosom yang berbeda akan
siklus sel ditambahkan antibodi propidium iodida. Lalu diukur dengan alat
Activated Cell Sorting) digunakan untuk membaca intensitas fluoresensi tiap sel
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.6.5 Imunositokimia
mendeteksi adanya ekspresi suatu protein spesifik atau antigen dalam sel dengan
menggunakan antibodi spesifik yang akan berikatan dengan protein atau antigen.
Ada dua jenis metode imunositokimia, yaitu metode langsung dan metode
tidak langsung. Pada metode langsung, antibodi yang mengikat fluoresen atau zat
warna langsung berikatan dengan antigen pada sel. Sedangkan pada metode tidak
oleh enzim sehingga terjadi pembentukan warna (pigmen) yang akan mewarnai
Untuk menjamin antibodi agar dapat mengikat antigen, sel harus difiksasi
immobile. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan sel pada slide
mikroskop, coverslip, atau bahan pendukung plastik yang sesuai. Ada dua macam
metode fiksasi, yaitu pelarut organik dan reagen cross-linking. Pelarut organik
seperti alkohol dan aseton akan memindahkan lipid, mendehidrasi sel, dan
berikatan dengan antigen atau protein spesifik di dalam sel. Antibodi yang tidak
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
dideteksi secara langsung dengan antibodi primer berlabel, maupun secara tidak
langsung dengan antibodi sekunder berlabel enzim atau fluoresen (CCRC, 2009).
(24 jam), mudah, relatif murah, dan dapat digunakan untuk pemeriksaan sampel
matriks atau simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi
yang digunakan tergantung pada jenis, sifat fisik, dan sifat kimia kandungan
senyawa yang akan diekstraksi. Pelarut yang digunakan tergantung pada polaritas
senyawa yang akan disari, mulai dari pelarut yang bersifat non polar hingga polar
campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah diketahui.
dan alat yang tersedia. Struktur untuk setiap senyawa, suhu, tekanan merupakan
salah satu pelarut yang paling banyak digunakan untuk menyari secara total.
a. Maserasi
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
antara larutan di luar dan di dalam sel sehingga diperlukan penggantian
dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu 40-60°C.
b. Perkolasi
sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang lebih
c. Refluks
Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Agar hasil penyarian lebih baik atau sempurna, refluks
d. Sokletasi
Sokletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu didih
dengan alat soklet. Pada metode ini simplisia dan ekstrak berada pada labu
e. Infusa
Infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, pada suhu 96-
98°C selama 15-20 menit (dihitung setelah suhu 96°C tercapai). Bejana
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
infusa tercelup dalam tangas air. Cara ini sesuai untuk simplisia yang bersifat
f. Dekok
Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip infusa, hanya saja waktu ekstraksinya
lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya mencapai titik didih air.
g. Destilasi (penyulingan)
Destilasi adalah cara ekstraksi untuk menarik atau menyari senyawa yang ikut
menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses pendinginan, senyawa dan
uap air akan terkondensasi dan terpisah menjadi destilat air dan senyawa yang
diekstraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari minyak atsiri dari
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
2.8 Kerangka Teori Penelitian
Bax Topoisomerase
Ekstrak II terhambat
etil
asetat Citochrom C Kompleks
Keluar dari Cyclin Sintesis
daun
sitoplasma D1-CDK 4/6 DNA/RNA
kelor
Kompleks
cytochrom
C-Apaf 1 Siklus sel Siklus sel
terhenti terhenti pada
pada fase fase S
Caspase 9 G1/S
Fagosit
Makrofag
Sel kanker
mati
Keterangan: menghambat
meningkatkan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
ekstrak n-heksan daun kelor (ENDK), ekstrak etil asetat daun kelor (EEADK),
ekstrak etanol daun kelor (EEDK) dan doksorubisin memiliki efek kombinasi
terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D. Tahap penelitian meliputi
ekstrak, pembuatan ekstrak n-heksana (ENDK), etil asetat (EEADK) dan etanol
3.1.1 Alat-alat
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
penangas air, rotary evaporator, sentrifugator, seperangkat alat penetapan kadar
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kelor. Bahan kimia
yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis, yaitu α-
naftol, amonium hidroksida, asam asetat anhidrida, asam asetat pekat, asam
klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida,
kloralhidrat, bismut (III) nitrat, etanol, eter, etil asetat, n-heksana, iodium,
sulfat anhidrat, petroleum eter, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk
zinkum, sodium hidrogen sulfat, timbal (II) asetat, toluena, air suling, dimethyl
sulfoxide (DMSO). Sel MCF-7, sel T47D dan sel Vero, doksorubisin, media
sulfat (SDS) dalam HCl 0,1 N, Annexin V, propidium iodida, antibodi Bcl-2 dan
siklin D1.
membandingkan dengan daerah lain. Daun yang diambil sebagai sampel adalah
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
keseluruhan dari helaian daun tumbuhan pada urutan kelima dari pucuk daun yang
masih dalam keadaan baik, bersumber dari Kelurahan Bukit Batrem, Kecamatan
Bahan yang digunakan adalah daun kelor yang masih segar. Daun
dipisahkan dari tangkainya lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan
temperature ± 40°C sampai kering. Simplisia yang telah kering diblender menjadi
serbuk lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup dan disimpan pada suhu
kamar.
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 mL
(Depkes, 1995).
Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
3.3.4 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling
hingga 60 mL. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu
Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20
diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 mL (Depkes,
1995).
Sebanyak 5,5 mL asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Depkes, 1986; WHO, 1998).
luar, rasa, dan tekstur dari daun kelor. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan
terhadap serbuk simplisia daun kelor (Moringa oleifera L.). Serbuk simplisia
ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan
Alat terdiri dari alas bulat 500 mL, alat penampung, pendingin, tabung
a. Penjenuhan toluen
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian di destilasi selama
volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 mL.
yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 mL. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
selama 24 jam dalam 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling
sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam
pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang
telah dipanaskan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.
Kadar sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah
etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
penguapan etanol. Sejumlah 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105° C sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung
dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan di udara dengan rumus sebagai
dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar
perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600°C selama 3
jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar
abu dihitung dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan di udara dengan
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total, dididihkan
dalam 25 mL asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci
dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600°C sampai
bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam
asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan dengan rumus sebagai berikut:
(Depkes, 1995).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Berat abu (g)
% Kadar abu tidak larut asam = x 100%
Berat sampel (g)
1996).
selama 2 menit, didinginkan, dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan
filtrate ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 mL asam klorida pekat dan 2
mL amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth,
1966).
mL campuran etanol 96% dengan air (7:3) dan 10 mL asam klorida 2 N, direfluks
mL air suling dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu
dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada
dimasukan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa
cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Depkes,
1995).
kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
3.5.5 Pemeriksaan Tanin
menit dalam 100 mL air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat
ditambahkan 1-2 tetes peraksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru
heksana selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada
warna biru atau biru hijau menunjukan adanya steroid, sedangkan warna merah,
dikocok dan didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring, kocok lapisan
turut n-heksan, etilasetat dan etanol 70%. Serbuk simplisia dimaserasi dengan
pelarut n-heksan sebanyak tiga kali, kemudian serbuk yang sama dimaserasi lagi
dengan pelarut etil asetat sebanyak tiga kali, dan terakhir serbuk tersebut
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke dalam wadah maserasi,
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan
terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas dan plastik yang akan digunakan
disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Lay, 1994).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
homogenkan dengan menggunakan stirer magnet. Ukur pH 7,2 – 7,4 dengan pH
meter, untuk menyesuaikan pH dapat digunakan HCl 1N (bila larutan basa) atau
sterilisasi dengan filter vaccum di dalam LAF (Laminar Air Flow), dipasang filter
aparatus steril pada botol duran 1 L steril, lakukan proses penyaringan dengan
filter, aliquot media ditampung dalam botol duran 500 mL, diberi identitas pada
botol media (nama media, tanggal pembuatan, expire date, dan nama pembuat),
LAF (Laminar Air Flow), beri identitas pada botol MK (nama media, tanggal
pembuatan, expire date, dan nama pembuat), simpan pada suhu 2 – 8°C
(Sambrook, et al,.1989).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
basa) atau natrium hidroksida 1 N (bila larutan asam) sehingga pH sesuai dengan
sterilisasi dengan filter vaccum didalam LAF, dipasang filter aparatus steril pada
botol duran 1 L steril, lakukan proses penyaringan dengan filter, aliquot media
ditampung dalam botol duran 500 mL, diberi identitas pada botol media (nama
media, tanggal pembuatan, expire date dan nama pembuat) dan disimpan pada
LAF, tiap botol MK diberi identitas (nama media, tanggal pembuatan, expire date
dan nama pembuat), disimpan pada suhu 2-8oC (Sambrook, et al., 1989).
Komposisi: M199 sachet, spesifikasi: GIBCO Lot No. 819942, dengan Earle’s
salt, dengan L-glutamine, tanpa NaHCO3, netto 9,5 gram
Akuabidest 1 liter
NaHCO3 2,2 gram
Hepes 2 gram
HCl 1 N secukupnya
NaOH 1 N secukupnya
menambahkan HCL 1 N (bila larutan basa) atau NaOH 1 N (bila larutan asam).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
vaccum di dalam LAF (Laminar Air Flow). Dipasang filter aparatus steril pada
aliquot media ditampung dalam botol duran 500 mL, diberi identitas pada botol
media (nama media, tanggal pembuatan, expire date, nama pembuat). Media
LAF (Laminar Air Flow), beri identitas pada botol MK (nama media, tanggal
pembuatan, expire date, dan nama pembuat), simpan pada suhu 2 – 8°C
media RPMI pada tabung konikel 15 mL, ambil ampul (sel T47D) dari freezer -
80°C atau tangki nitrogen dan cairkan pada suhu kamar, ambil suspensi sel dalam
ampul, masukkan tetes demi tetes kedalam media RPMI yang telah disiapkan,
sentrifuge pada 600 rpm selama 5 menit, buang supernatan dan tambahkan 4 mL
flask kultur, dan homogenkan. Amati kondisi sel dengan menggunakan inverted
microscope. Pastikan sel homogen pada seluruh permukaan flask kultur (tidak
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
menggerombol pada bagian tertentu). Beri identitas pada flask kultur, kemudian
pengerjaan pada LAF. Proses panen sel T47D dilakukan dengan cara mengambil
500 Μl panenan sel dan masukkan ke dalam flask kultur. Tambahkan 6 mL MK-
RPMI, homogenkan. Inkubasi sel pada inkubator CO2, amati kondisi sel pada
Persiapkan alat dan kondisikan bahan pada suhu ruangan, amati kondisi
sel. Panen dilakukan apabila sel telah dalam kondisi 80% konfluen, semua
pekerjaan dilakukan pada LAF. Buang MK dari flask dengan mikropipet atau
pipet pasteur, cuci sel 3 kali dengan 5 mL PBS (Phosphate Buffer Salin),
menginaktifkan tripsin. Resuspensi sel dengan mikropipet agar sel terlepas satu-
Resuspensi sel kembali jika masih ada sel yang menggerombol. Transfer sel ke
Prosedur penumbuhan sel, subkultur sel dan panen sel MCF-7 dilakukan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
3.10.5 Penumbuhan Sel Vero
media M199 pada tabung konikel, ambil ampul dari freezer -80°C (sel Vero) atau
tangki nitrogen dan cairkan pada suhu kamar, ambil suspensi sel dalam ampul,
masukkan tetes demi tetes ke dalam media M199 yang telah disiapkan, sentrifuge
pada 600 rpm selama 5 menit, buang supernatan dan tambahkan 4 mL MK-M199
Pastikan sel homogen pada seluruh permukaan flask kultur (tidak menggerombol
pada bagian tertentu). Beri identitas pada flask kultur, kemudian simpan dalam
pengerjaan pada LAF. Lakukan proses panen sel Vero dengan cara mengambil
500 μL panenan sel Vero dan masukkan ke dalam flask kultur. Tambahkan 6 mL
MK-M199, homogenkan. Inkubasi sel pada inkubator CO2, amati kondisi sel pada
Persiapkan alat dan kondisikan bahan pada suhu ruangan, amati kondisi
sel Vero. Panen dilakukan apabila sel telah dalam kondisi 80% konfluen, semua
pekerjaan dilakukan pada LAF. Buang MK-M199 (sel Vero) dari masing-masing
flask dengan mikropipet atau pipet pasteur, cuci sel 2 kali dengan 5 mL PBS
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
merata, kemudian inkubasi di dalam inkubator CO2 selama ± 5 menit, dan
mikropipet agar sel terlepas satu-satu (tidak menggerombol). Amati keadaan sel di
inverted microscope. Resuspensi sel kembali jika masih ada sel yang
panenan sel dan pipetkan ke dalam hemositometer. Hitung jumlah sel di bawah
hitung (A, B, C, dan D), setiap kamar hitung terdiri dari 16 kotak (Gambar 3.1).
Hitung sel pada 4 kamar hemositometer, sel yang gelap (mati) dan sel
yang berada di batas luar di sebelah kiri dan atas tidak ikut dihitung. Sel di batas
kanan dan bawah ikut dihitung. Hitung jumlah sel per mL dengan rumus:
Hitung jumlah total sel yang diperlukan. Misalnya untuk menanam sel
pada tiap sumuran 96-well plate, maka jumlah total sel yang diperlukan adalah
1x104/sumuran x 100 sumuran (dibuat lebih) = 1x106 sel. Hitung volume panenan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Jumlah total sel yang diperlukan
Volume panenan sel =
Jumlah sel terhitung/ml
masing sel, kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh larutan uji
dengan konsentrasi 1000 μg/mL, 500 μg/mL, 250 μg/mL, 125 μg/mL, 62,5
μg/mL, 31,25 μg/mL dan 15,625 μg/mL semua pengenceran dilakukan dengan
Pengujian sitotoksik meliputi pengujian terhadap sel Vero, sel T47D dan
sel MCF7 yang selanjutnya dikonversi ke dalam persen sel hidup dan dianalisis
kerapatan sel sebesar 1 x 106 sel/mL. Suspensi sel dibagi ke dalam sumuran-
ditambahkan ke dalamnya larutan atau suspensi ekstrak sampel uji dalam berbagai
pada kontrol negatif adalah media M199. Sampel diinkubasi sampai pertumbuhan
sel konfluen. Pada tiap sumuran ditambahkan 100 μL media kultur M199 dan 10
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
μL MTT (Sigma) konsentrasi 5 mg/mL. Sel diinkubasi kembali selama 4 – 6 jam
dalam inkubator CO2 5% bersuhu 37ºC. Reaksi MTT dihentikan dengan reagen
stopper (SDS 10% dalam HCl 0,01 N), lalu plate dibungkus agar tidak tembus
cahaya dan dibiarkan selama satu malam pada suhu kamar. Serapan dibaca
37°C selama 24 jam untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. Setelah itu
medium diganti dengan yang baru kemudian ditambahkan ekstrak sampel uji
berbagai konsentrasi dengan co-solvent DMSO (Sigma) dan diinkubasi pada 37ºC
dalam inkubator CO2 5% selama 24 jam. Pada akhir inkubasi, media dan ekstrak
dibuang kemudian sel dicuci dengan PBS (Sigma). Pada masing-masing sumuran,
bersuhu 37ºC. Reaksi MTT dihentikan dengan reagen stopper (SDS 10% dalam
HCl 0,01 N), lalu plate dibungkus agar tidak tembus cahaya dan dibiarkan selama
satu malam pada suhu kamar. Serapan dibaca dengan Microplate reader pada
Prosedur pengujian sitotoksik terhadap sel MCF7 sama seperti terhadap sel T47D.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Berdasarkan data absorbansi yang diperoleh dari uji sitotoksik, sel
dikonversi ke dalam persen sel hidup. Persen sel hidup dihitung menggunakan
rumus:
menyebabkan kematian 50% populasi sel) yang dianalisis dengan analisis probit
yang baik. Setelah itu medium diganti dengan yang baru kemudian ditambahkan
diinkubasi pada 37ºC dalam inkubator CO2 5% selama 24 jam. Pada akhir
inkubasi, media dan ekstrak dibuang kemudian sel dicuci dengan PBS (Sigma).
MTT (Sigma) 5 mg/mL. Sel diinkubasi kembali selama 4-6 jam dalam inkubator
CO2 5%, 37ºC. Reaksi MTT dihentikan dengan reagen stopper (SDS 10% dalam
HCl 0,01 N), plate dibungkus agar tidak tembus cahaya dan dibiarkan selama satu
malam. Serapan dibaca dengan Microplate reader (Bencmark Bio Rad) pada
Indeks selektivitas diperoleh dari rasio IC50 sel vero dibandingkan dengan
sel kanker yang diuji (sel T47D, sel MCF-7). Indeks selektivitas dihitung
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
IC50 Sel Vero
Indek Selektivitas =
IC50 Sel Kanker
dipanen. Jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji kombinasi adalah 1 x 104
sehingga konsentrasi sel akhir 1x104 sel/100 μL MK. Ditransfer sel ke dalam
sumuran, masing-masing 100 μL. Setiap kali mengisi 12 sumuran, resuspensi sel
agar tetap homogen. Sebanyak 3 sumuran kosong disisakan untuk kontrol media.
Keadaan sel diamati di mikroskop untuk melihat distribusi sel. Sel diinkubasikan
ke dalam inkubator selama 24 jam. Setelah sel normal kembali, segera buat seri
konsentrasi ekstrak terdiri dari 4 konsentrasi: ½; 3/8; 1/4; 1/8 IC50. Seri
konsentrasi doksorubisin terdiri dari 4 konsentrasi: ½; 3,8; 1/4; 1/8 IC50. Diambil
plate yang telah berisi sel dari inkubator. Media sel dibuang dengan cara
membalikkan plate 180° di atas tempat buangan, kemudian plate ditekan secara
perlahan di atas tisu makan untuk meniriskan sisa cairan. Sel dicuci dalam
sumuran dengan masing-masing 100 μL PBS. PBS dibuang, ditiriskan sisa cairan
masing 50 μL.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Pada kelompok perlakuan tunggal, dimasukkan seri konsentrasi sampel
CO2. Lama inkubasi tergantung pada efek perlakuan terhadap sel. Jika dalam
waktu 24 jam belum terlihat efek sitotoksik, diinkubasikan kembali selama 24 jam
(waktu inkubasi total 24 – 48 jam). Dibuat stok MTT 5 mg/mL dengan cara
vortex). Dibuat reagen MTT untuk perlakuan (0,5 mg/mL) dengan cara diambil 1
mL stok MTT 5 mg/mL dan diencerkan dengan MK ad 10 mL. Reagen ini dibuat
untuk 1 buah 96 well plate. Media sel dibuang lalu dicuci masing-masing dengan
100 μL PBS 1x. Ditambahkan 100 μL reagen MTT 0,5 mg/mL 100 μL ke setiap
sumuran, termasuk kontrol media (tanpa sel). Diinkubasikan sel selama 2 – 4 jam
jam, kondisi sel diperiksa dengan inverted microscope. Jika formazan telah jelas
terbentuk, ditambahkan stopper SDS 10% dalam HCl 0,1 N. Plate dibungkus
dengan kertas atau alumunium foil dan diinkubasikan di tempat gelap dan suhu
kamar selama semalam. Keesokan harinya, plate di-shaker selama 10 menit untuk
progressing hingga selesai. Pembungkus plate dibuka dan plate ditutup. Lalu
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Dibaca absorbansi pada masing-masing sumuran dengan Microplate
reader dengan λ= 550 – 600 nm (λ= 595 nm) dengan cara tekan tombol START.
Setelah semua sumuran dibaca, tekan tombol STOP dan Microplate reader
2013), dari hasil persen hidup perlakuan tunggal dan kombinasi dianalisa
Jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji apoptosis adalah sebanyak 1 x 106
selama 24 jam. Keesokan harinya sel ditambahkan sampel uji lalu diinkubasi
pada tiap konsentrasi lalu dimasukkan dalam tabung konikel 15 mL lalu media
pada tiap sumuran lalu diinkubasi selama 3 menit pada suhu 37°C (pastikan di
bawah mikroskop sel tidak menggerombol satu sama lain untuk mendapatkan
hasil yang maksimal). Setelah itu, ditambahkan 1 mL media kultur lalu media
disentrifugasi lagi dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit, setelah itu
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
supernatannya dibuang. Untuk pengujian apoptosis ditambahkan Annexin V dan
metode imunositokimia. Sebelum sel T47D ditanam terlebih dahulu pada masing-
inkubator CO2 5% lalu dibuang medium. Sel yang telah diinkubasi kemudian
masing-masing 1 kali IC50 dan ½ IC50. Pada kelompok kontrol, ditambahkan 1000
μl media kultur. Sel kembali diinkubasi selama 24 jam. Keesokan harinya larutan
uji dan media kultur dibuang. Kemudian dicuci dengan PBS 2 kali. Kemudian sel
di fiksasi dengan metanol dingin selama 30 menit. Setelah itu coverslip di masing-
masing sumuran diangkat dengan pinset secara hati-hati dan diletakkan di atas
kaca objek lalu dicuci dengan PBS 2 kali, lalu cuci dengan aquadest lalu
keringkan, tambahkan blocking serum lalu simpan pada sumur kamar diamkan 15
tambahkan larutan label dan cuci PBS 2 kali keringkan tambahkan campuran 1 :
100 DAB substrat lalu cuci dengan aquadest lalu genangi dengan hematoxicillin
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
absolut lalu tambahkan xylol dan tambahkan entelan. Mengekspresikan Bcl-
BAB IV
(MEDA) Universitas Sumatera Utara adalah jenis Moringa oleifera L., suku
Moringaceae. Hasil identifikasi dan gambar daun dapat dilihat pada Lampiran 1
dan Lampiran 2.
kelor adalah helaian daun berwarna hijau sampai hijau kecoklatan, berbentuk
bundar telur atau bundar telur terbalik, panjang 1 cm sampai 3 cm, lebar 4 mm
sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, tepi daun rata, dengan
terlihat adanya fragmen pengenal berupa rambut penutup terdiri dari 1 sel sampai
2 sel, fragmen epidermis atas, fragmen epidermis bawah dengan stomata tipe
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
anomositik, hablur kalsium oksalat berbentuk roset, fragmen berkas pembuluh
pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilai
pemeriksaan kadar air serbuk simplisia daun kelor (SDK) adalah 5,32%. Hasil
penetapan kadar air simplisia dari daun kelor memenuhi persyaratan dari buku
Materia Medika Indonesia, yaitu tidak melebihi 10% (Depkes, 1989). Tingginya
dan jamur, dan bahan aktif yang terkandung dapat terurai. Perubahan senyawa
kimia berkhasiat akibat aktivitas enzim karena enzim tertentu dalam sel masih
dapat bekerja menguraikan senyawa aktif setelah sel mati dan selama ekstrak
masih mengandung jumlah air tertentu (Depkes, 1986). Penetapan kadar air
dilakukan untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih dapat
Hasil penetapan kadar sari yang larut dalam air dari simplisia sebesar
32,78%, hasil ini memenuhi syarat sesuai dengan yang tercantum di Materia
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Medika Indonesia yaitu kadar sari larut dalam air untuk simplisia daun kelor
adalah tidak kurang dari 5% (Depkes, 1989). Senyawa-senyawa yang dapat larut
dalam air adalah glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna, dan asam
organik. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dari simplisia adalah
14,42%, hasil ini memenuhi syarat Materia Medika Indonesia yaitu tidak kurang
dari 5% (Depkes, 1989). Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol digunakan
untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar. Senyawa-senyawa
yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakuinon, steroid, alkaloid,
flavonoid, klorofil, dan dalam jumlah sedikit yang larut, yaitu lemak dan saponin
(Depkes, 1986).
Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam dari serbuk
simplisia 10,67% dan 0,95%, hasil ini memenuhi syarat Materia Medika
Indonesia dimana untuk penetapan kadar abu total tidak lebih dari 11% dan kadar
abu tidak larut asam adalah tidak lebih dari 1% (Depkes, 1989). Tujuan penetapan
kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam adalah untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya simplisia (Depkes, 2000). Zat-zat ini dapat berasal dari
adanya zat anorganik logam-logam (Ca, Mg, Fe, Cd, dan Pb) yang sebagian
mungkin berasal dari pengotor. Kadar logam berat yang tinggi dapat
membahayakan kesehatan sehingga perlu dilakukan penetapan kadar abu total dan
kadar abu tidak larut asam untuk memberikan jaminan bahwa simplisia tidak
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak
terdapat di dalamnya. Hasil skrining fitokimia SDK, ENDK, EEADK dan EEDK
senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid pada daun kelor.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
golongan senyawa kimia yang ada pada ENDK adalah alkaloid, dan steroid.
sel sehingga komponen penyusun membran akan berubah dan proses fisiologi
yang terdiri dari kerangka dasar C15 (C6-C3-C6). Beberapa tanaman yang
isorhamnetin pada daun kelor, senyawa ini merupakan senyawa flavonoid yang
memiliki efek yang baik sebagai antikanker dimana berperan dalam menghambat
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
dimana senyawa ini menghambat aktivitas NF-kB (nuclear factor-kappa B) yang
berperan dalam proliferasi sel dan apoptosis sel (Brunelli, et al., 2010).
4.4 Ekstraksi
Pemisahan ini bertujuan untuk memisahkan senyawa kimia yang terdapat pada
daun kelor berdasarkan tingkat kepolarannya. Senyawa polar akan larut didalam
pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar.
Hasil ekstraksi dari 600 g serbuk simplisia daun kelor (SDK) diperoleh
untuk menarik senyawa kimia non polar, seperti alkaloid, triterpenoid dan steroid
bebas. Pelarut etil asetat digunakan agar senyawa kimia yang bersifat semipolar
antrakuinon glikosida dan tanin. Pelarut etanol untuk menarik senyawa yang
Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih
mudah larut dalam air. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon,
flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah
larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. Masing-masing ekstrak yang
diperoleh dilakukan uji sitotoksik terhadap sel MCF-7, sel T47D dan sel Vero dan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
4.5 Uji Sitotoksik Ekstrak
adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan
suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna. Pada uji ini digunakan
garam MTT. Garam ini akan terlibat pada kerja enzim dehidrogenase, MTT akan
termasuk dalam mitokondria dari sel hidup (Kupcsick, 2011). Perlakuan masing-
masing ekstrak dengan seri konsentrasi 1000 μg/mL; 500 μg/mL; 250 μg/mL; 125
μg/mL; 62,5 μg/mL; 31,25 μg/mL dan 15,625 μg/mL menunjukkan adanya
korelasi antara konsentrasi larutan uji dengan efek toksik yang ditimbulkan Pada
μg/mL; 6,00 μg/mL; 3,00 μg/mL; 1,50 μg/mL; 0,75 μg/mL dan 0,375 μg/mL.
sel yaitu terhadap sel MCF-7 dapat dilihat pada Gambar 4.1, terhadap sel T47D
pada Gambar 4.2 dan sel Vero pada Gambar 4.3, sedangkan untuk uji sitotoksik
doksorubisin ditunjukkan pada Gambar 4.4. Nilai viabilitas sel dari masing-
masing ekstrak dianalisis dengan SPSS 24 untuk menentukan nilai IC50 dari
masing-masing ekstrak terhadap sel MCF-7, sel T47D dan sel vero. Hasil IC50
Tabel 4.4 Hasil IC50 Ekstrak daun kelor terhadap Sel T47D, MCF-7 dan Sel Vero
IC50 ± SD (g/mL)
No. Nama Ekstrak
Sel T47D Sel MCF 7 Sel Vero
1 ENDK 1.053,76±24,05 367,73±23,58 842,57±28,13
2 EEADK 186,56±33,09 149,29±24,41 983,97±30,23
3 EEDK 2.738,89±21,35 1.604,22±18,34 3.994,90±11,97
4 Doksorubisin 1,40±1,98 5.80±7,25 251,09±9,65
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Viabilitas sel MCF-7
100.0
80.0
60.0
% Hidup
Ekstrak n-heksan
40.0
Ekstrak etilasetat
20.0 ekstrak etanol
0.0
0 200 400 600 800 1000 1200
Konsentrasi (g/mL)
60.0
Ekstrak n-heksan
40.0
Ekstrak etil asetat
20.0
Ekstrak etanol
0.0
0 200 400 600 800 1000 1200
Konsentrasi (g/mL)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Uji sitotoksik Doksorubisin
70.0
60.0
50.0
% Hidup
40.0
30.0 Doksorubisin
20.0 terhadap sel MCF7
10.0 Doksorubisin
0.0 terhadap T47D
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00
Konsentrasi g/ml
Hasil uji sitotoksik pada gambar 4.1; 4.2 dan 4.3 menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka nilai viabilitas sel semakin rendah atau
semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka sel yang hidup semakin sedikit yang
berarti semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka akan semakin tinggi efek
Hasil uji sitotoksik perlakuan doksorubisin untuk sel MCF-7 dan sel T47D
yang pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa sel T47D lebih sensitif terhadap
doksorubisin dibandingkan dengan sel MCF-7 hal ini disebabkan bahwa sel MCF-
7 adalah salah satu sel kanker payudara yang sudah resisten terhadap agen
kemoterapi (Mechetner, et al., 1998) sehingga sel ini kurang sensitif terhadap
diperoleh IC50 yang paling poten adalah ekstrak etilasetat daun kelor yaitu
terhadap sel MCF-7 memberikan nilai IC50 149,29±24,41 μg/mL dan hasil
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
186,56±33,09 μg/mL. Ekstrak dinyatakan poten jika mempunyai nilai IC50 kurang
dari 500 μg/mL (Machana, et al., 2011). Dari hasil pengujian dan perhitungan
nilai IC50 EEADK terhadap sel MCF-7 dan sel T47D, diperoleh hasil IC50 di
bawah 500 μg/mL. Ekstrak ini dapat menjadi agen ko-kemopreventif, sebagai
doksorubisin. EEADK adalah ekstrak paling poten sesuai dengan hasil skrining
banyak dibanding ekstrak yang lain yaitu flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan
steroid dimana senyawa ini telah diteliti memiliki aktivitas antikanker (Karim, et
al., 2016). Perlakuan selanjutnya diteruskan pada ekstrak yang paling poten yaitu
EEADK.
Sel MCF-7 adalah sel kanker payudara yang tergolong resisten terhadap
obat kemoterapi seperti doksorubisin dibandingkan dengan sel T47D. Hal ini
disebabkan karena pada sel MCF-7, Pgp diekspresikan tinggi sehingga sensitivitas
samping doksorubisin. Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara
terbatas atau cepat pertumbuhannya. Selain itu memiliki homogenitas yang tinggi
dan mudah diganti sel baru yang telah dibekukan jika terjadi kontaminasi.
Hasil uji sitotoksik doksorubisin dengan nilai IC50 5,8 μg/mL terhadap sel
MCF-7 dan 1,4 μg/mL terhadap sel T47D. Kombinasi doksorubisin dan EEADK
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
diharapkan dapat memberikan hasil yang sinergis sehingga dapat dikembangkan
Penentuan nilai indeks selektivitas (IS), perlu diketahui IC50 sel Vero dan
IC50 sel MCF-7 serta sel T47D dengan menggunakan metode MTT. Indeks
dari ekstrak terhadap sel kanker dibandingkan sel normal, yaitu dengan
membandingkan IC50 ekstrak terhadap sel normal dan IC50 ekstrak terhadap sel
kanker. Nilai indeks selektivitas ekstrak pada sel MCF-7 dan sel T47D dapat
Tabel 4.5 Nilai indeks selektivitas (IS) ekstrak daun kelor pada sel MCF-7 dan
sel T47D
Indeks selektivitas
No. Nama Ekstrak
Sel T47D Sel MCF 7
1 ENDK 0,80 2,29
2 EEADK 5,27 6,59
3 EEDK 1,46 2,49
4.5 yaitu ENDK terhadap T47D 0,80; terhadap MCF7 2,29; EEADK terhadap
T47D 5,27; EEADK terhadap MCF7 6,59; EEDK terhadap T47D 1,46 dan
terhadap MCF7 2,49. Ekstrak dikatakan memiliki selektivitas yang tinggi apabila
nilai IS lebih besar dari 3 sehingga ekstrak yang selektif terhadap sel kanker
MCF-7 dan sel T47D adalah ekstrak etil asetat daun kelor (Machana, et al., 2011).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
4.7 Uji Kombinasi EEADK-Doksorubisin terhadap Sel MCF-7
Salah satu ciri sel kanker adalah tidak sensitif terhadap sinyal
antiproliferasi oleh karena itu pengobatan penyakit kanker dengan obat modern
menimbulkan masalah karena semakin banyak sel normal yang terserang dan
mati. Selain itu peningkatan dosis dapat menyebabkan sel kanker cepat menjadi
resisten terhadap obat. Salah satu pendekatan yang sedang populer adalah
non toksis atau lebih tidak toksik dikombinasikan dengan agen kemoterapi untuk
Hasil pengujian EEADK terhadap sel MCF-7 diperoleh nilai IC50 149,29
pertumbuhan sel sebesar 50% dengan IC50 5,8 μg/mL. Uji kombinasi dilakukan
3 1 1
(doksorubisin dengan ½; /8; /4; /8 IC50). Hasil uji sitotoksik kombinasi EEADK-
software Compusyn system version 1 (Zhang, et al., 2016). Hasil analisa data
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Tabel 4.6 Nilai indeks kombinasi (CI) EEADK-doksorubisin terhadap sel MCF-7
EEADK Doksorubisin (ug/mL)
(µg/mL) 2,9 2,18 1,45 0,73
74,63 0,551 0,603 0,102 0,436
55,97 0,379 0,323 0,064* 0,341
37,31 0,265 0,189 0,039* 0,179
18,66 0,277 0,088* 0,023* 0,083*
Keterangan:
Indeks Kombinasi perlakuan kombinasi EEADK dengan doksorubisin terhadap
sel MCF-7, Dihitung menggunakan metode Compusyn system versi 1.
kombinasi EEADK-doksorubisin memberikan efek sinergis sangat kuat (CI < 0,1)
sel MCF-7 dapat diamati morfologi sel yang mati akibat perlakuan tunggal
ekstrak dan doksorubisin serta kombinasi keduanya. Efek sinergisme untuk semua
tersebut untuk mencegah resistensi obat akibat pompa efflux Pgp yang terjadi pada
sel kanker payudara MCF-7. Pencegahan resistensi obat dapat dilakukan dengan
penekanan terhadap aktivasi Pgp dan ekspresinya. Pgp berperan sebagai pompa
dalam sel melalui mekanisme efflux obat dari dalam sel. Akibatnya potensi
sitotoksik doksorubisin pada sel kanker berkurang (Wong, et al., 2006). Ekspresi
berlebihan dari P-gp, suatu transporter membran plasma yang mengantarkan agen
kemoterapi keluar dari sel, diduga berperan dalam timbulnya resistensi sel kanker
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
ikatan antara substrat dengan P-gp dan menghambat aktivitas ATPase sehingga
2006).
Hasil pengujian EEADK terhadap sel T47D diperoleh nilai IC50 186,56
pertumbuhan sel sebesar 50% dengan IC50 1,4 μg/mL. Data tersebut
1 3 1 1
μg/mL ( /2; /8; /4; /8 IC50 doksorubisin). Indeks kombinasi (CI) EEADK-
Tabel 4.7 Nilai indeks kombinasi (CI) EEADK-doksorubisin terhadap sel T47D
EEADK Doksorubisin (ug/mL)
(µg/mL) 0,7 0,525 0,35 0,175
93,28 1,467 1,015 0,853 1,167
69,96 1,742 1,052 0,756 1,025
46,64 1,930 1,019 0,733 0,949
23,32 2,034 1,103 0,698* 0,800
Keterangan:
Indeks Kombinasi perlakuan kombinasi EEADK dengan doksorubisin terhadap
sel T47D, dihitung menggunakan metode Compusyn system versi 1.
sel T47D dengan dosis optimum ekstrak-doksorubisin 23,32 μg/mL – 0,35 μg/mL
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
1 1
( /8 IC50 EEADK- /4 IC50 doksorubisin), ada juga kombinasi memberi efek aditif
(CI = 0,9-1,1) dan antagonis (CI = 1,45-3,3). Hasil yang diperoleh menunjukkan
EEADK dan doksorubisin yang diberikan. Pada pengamatan morfologi sel T47D
dapat diamati morfologi sel yang mati akibat perlakuan tunggal ekstrak dan
namun penggunaannya dalam klinik dibatasi oleh timbulnya efek samping (Tyagi,
et al., 2004). Efek samping yang timbul segera setelah pengobatan dengan
doksorubisin adalah mual, imunosupresi dan aritmia yang sifatnya reversibel serta
dapat dikontrol dengan obat-obat lain. Efek samping yang paling serius akibat
doksorubisin yang dalam terapi kanker payudara selain toksis terhadap jaringan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
4.9 Uji Penghambatan Siklus Sel Terhadap Sel MCF-7
Akumulasi sel pada siklus sel merupakan salah satu target utama agen
antikanker. Pada penelitian ini pengamatan siklus sel dilakukan dengan metode
flowsitometri, dengan metode ini, dapat dilihat distribusi sel pada masing-masing
fase dalam siklus sel setelah perlakuan, sehingga dapat diperkirakan jalur
menghambat siklus sel. Fase-fase dalam siklus sel normal memiliki perbedaan
pada jumlah set kromosom yaitu fase G1 jumlah set kromosomnya adalah 2n.
Berlanjut pada fase S, jumlah set kromosomnya antara 2n dan 4n karena terjadi
kemampuan berinterkalasi dengan basa untai DNA seperti propidium iodide maka
tiap sel yang memiliki jumlah set kromosom yang berbeda akan memberikan
intensitas fluoresensi akan semakin besar. Alat yang digunakan untuk membaca
intensitas fluoresensi tiap sel pada penelitian ini adalah FACS (Fluorescence
pada Gambar 4.5, EEADK pada konsentrasi ½ IC50 yaitu 74,63 μg/mL
ditunjukkan pada Gambar 4.6, EEADK pada konsentrasi 1/10 IC50 yaitu 14,93
1
μg/mL ditunjukkan pada Gambar 4.7, EEADK-doksorubisin ( /8 IC50 EEADK dan
1
/4 IC50 doksorubisin yaitu 18,66 μg/mL dan 1,45 μg/mL) ditunjukkan pada
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
R1
Gambar 4.8, doksorubisin pada konsentrasi ½ IC50 yaitu 2,9 μg/mL ditunjukkan
GO-G1
pada Gambar 4.9. Profil penghambatan siklus sel MCF-7 Tabel 4.8 dibawah ini.
S-pha se G2-M
M1
Tabel 4.8 Distribusi sel MCF-7 setelah perlakuan dengan berbagai M5 konsentrasi
EEADK, doksorubisin dan kombinasi keduanya.
Fase sel (%)
Konsentrasi
G0 – G1 S G2 - M
Fil e: KS SS .00 1 Total Even ts: 2000 0
Kontrol X Pa rameter: FL2-A FL2-Area (L inea r) 47,64 19,94 32,12
EEADK Marke r ½Events
IC50 % Gated % Total Mean 63,77CV Media 18,44 n 17,58
All 200 00 100 .00 100 .00 375 .68 56.07 336 .00
EEADK IC 1/10 20850 1.0 4 1.0 4
M1 69,8993.74 16,13
69.76 47.50 13,43
GO-G1 686 8
Kb.EEADK- Dox (1/8 IC EEADK-
50 1/4 34.34
50
34.34
IC doxo) 200 .96
54,4810.32
R1 202 .00
18,16 27,62
S-pha se 298 1 14.90 14.90 294 .76 8.9 9 297 .00
Doksorubisin ½ IC
G2-M 569
501 28.46 28.46 383 .52
55,00 7.1 2 383 .00
30,00 15,00
M5 435 0 21.75 21.75 709 .62 25.67 666 .00
GO-G1
GO-G1
G2-M
S-pha se G2-M
M1
S-pha se
M5
GO-G1 G2-M
S-pha se
Gambar 4.6 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 EEADK
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
R1
GO-G1
G2-M
S-pha se
M1
M5
GO-G1 G2-M
S-pha se G2-M
M1 S-pha se
M5
GO-G1
G2-M
S-pha se
Gambar 4.9 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 doksorubisin
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Analisis data dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan
antara perlakuan dengan kontrol. Analisis siklus sel dilakukan pada fase siklus sel
Hasil akumulasi sel terbesar pada fase G0-G1 ditunjukkan pada Tabel 4.8,
sel pada fase G0-G1 sebesar 47,64%. Persentase yang lebih tinggi dibanding
materi DNA yang akan disintesis. Penghambatan pada siklus G0-G1 memungkinan
terjadi pemacuan apoptosis. Penghentian siklus sel pada fase G0-G1 memberi
kesempatan sel memperbaiki DNA yang rusak dan memberikan kesempatan pada
sel yang mengalami kerusakan untuk dikenali lalu dilanjutkan proses apoptosis.
pada checkpoint akan meloloskan sel untuk berkembang biak meskipun terdapat
kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap atau kromosom tidak terpisah
sempurna sehingga akan menghasilkan kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi
timbulnya kanker, oleh karena itu, proses regulasi siklus sel mampu berperan
Hambatan regulasi daur sel pada fase G0-G1 oleh EEADK terjadi melalui
sehingga tidak terjadi aktivasi CDK4 dan CDK6 yang berakibat pada
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
terfosforilasi akan berikatan dengan faktor transkripsi E2F mengikat DNA dan
menghambat transkripsi gen yang produknya diperlukan untuk fase S siklus sel
sehingga sel tertahan di fase G1 atau terjadi G1arrest (King, 2000). Penghambatan
daur sel ini kemungkinan dapat juga disebabkan oleh kemampuan senyawa yang
terkandung dari EEADK meningkatkan ekspresi Protein p21 dan p27 akan
membentuk ikatan kompleks dengan siklin D dan Cyclin Dependent Kinase 4/6
ini mengakibatkan E2F inaktif, hal ini berakibat pada terhentinya daur sel
(Obakan, et al., 2017; King, 2000). Penghentian siklus sel pada fase G0-G1
memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki DNA yang rusak apabila
Akumulasi siklus sel pada fase S ditunjukkan pada Tabel 4.8 untuk
1
perlakuan tunggal EEADK ½ IC50 sebesar 18,44%, EEADK /10 IC50 sebesar
½ IC50 akumulasi sel pada fase S sebesar 30,00% lebih besar dari kontrol.
yang terjadi pada fase S, hal ini menyebabkan siklus sel tertahan di fase S (Yang,
et al., 2014).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Pada fase G2-M, akumulasi sel untuk perlakuan EEADK ½ IC50 sebesar
1
17,58%, EEADK /10 IC50 sebesar 13,43%, doksorubisin ½ IC50 sebesar 15,00%
dengan kontrol sel sebesar 32,12%. Penurunan persentase perlakuan tunggal dan
perbaikan DNA yang rusak (DNA repair) pada sel kanker (Dipaola, 2002).
pada Gambar 4.10, EEADK pada konsentrasi ½ IC50 yaitu 93,28 μg/mL
ditunjukkan pada Gambar 4.11, EEADK pada konsentrasi 1/10 IC50 yaitu 18,66
1
μg/mL ditunjukkan pada Gambar 4.12, EEADK-doksorubisin ( /8 IC50 EEADK
1
dan /4 IC50 doksorubisin yaitu 23,32 μg/mL dan 0,35 μg/mL) ditunjukkan pada
Gambar 4.13, doksorubisin pada konsentrasi ½ IC50 yaitu 0,7 μg/mL ditunjukkan
pada Gambar 4.14. Profil penghambatan siklus sel T47D Tabel 4.9 dibawah ini.
Tabel 4.9 Distribusi sel T47D setelah perlakuan dengan berbagai konsentrasi
EEADK, doksorubisin dan kombinasi keduanya.
Fase sel (%)
Konsentrasi
G0 – G1 S G2 - M
Kontrol 43,84 23,86 32,36
EEADK ½ IC50 52,34 24,33 23,57
EEADK 1/10 IC50 55,04 27,26 18,07
Kb.EEADK- Dox (1/8 IC50EEADK-1/4 IC50doxo) 54,49 20,34 25,43
Doksorubisin ½ IC50 50,64 25,51 23,35
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Marke r Events % Gated % Total Mean CV Media n
All 200 00 100 .00 100 .00 298 .47 45.27 285 .50
M1 123 0 6.1 5 6.1 5 34.43 137
R1.68 12.00
GO-G1 770 2 38.51 38.51 217 .18 8.9 6 214 .00
S-pha se 416 1 20.80 20.80 307 .11 8.7 7 307 .00
G2-M 601 9 30.09 30.09 388 .74 5.7 2 387 .00
M5 100 2 5.0 1 5.0 1 671 .17 25.24 631 .50
GO-G1
GO-G1
G2-M
S-pha se G2-M
M1
S-pha se
M5
Fil e:
Fil e: 1 /2 EEADK KS 1SS.004
T47D T4 7D SS.0 02 Total0Even ts: 2000 0
Total Even ts: 2000
X Pa rameter: X Pa rameter:
FL2-A FL2-AreaFL2-A FL2-Area
(L inea r) (L inea r)
Marke%
Marke r Events r Gated
Events% Total
% GatedMean% TotalCVMeanMedia nCV Media n
All 200 00 All 100 .00
170 34 100 .00
100 .00 85.1766.25
332 .97 R1
292 .29
284 26.56 280 .00
.00
M1 GO-G1
208 3 10.42746 810.4243.8423.16
37.34 216 .06 8.0 0 8.4 8 213 .00
158 .22
GO-G1 S-pha
695 6 se 34.78 406 434.7823.86 20.3210.71
209 .73 302 .04
207 .50 8.8 4 302 .00
S-pha se 330G2-M
8 16.54551 216.5432.36 27.56 8.3386
301 .18 0 .04301 .00 5.8 2 385 .00
G2-M 402 3 20.11 20.11 386 .61 7.7 5 383 .00
Gambar 4.10 Gambaran siklus sel T47D kontrol
M5 374 0 18.70 18.70 704 .67 25.91 649 .00
GO-G1
GO-G1 G2-M
S-pha se
M1 G2-M
S-pha se M5
Marke%r Gated
Marke r Events Events % Gated
% Total % TotalCVMeanMediaCV
Mean n Media n
All 200 00 All100 .00
132 01 100 .00
100 .00 66.0083.35
214 .59 271 .37 27.61 251 .00
216 .00
M1 GO-G1
655 0 32.75690 932.7552.3421.1434.54 209 .67 9.010.67
153 .98 0 207 .00
GO-G1 S-pha
662 9 se33.15321 233.1524.33 16.06 9.8
216 .77 300
7 .80
215 .008.2 9 301 .00
S-pha se 328 G2-M
0 16.40311 216.4023.57 15.56 9.0
304 .10 379
6 .46
303 .006.7 5 377 .00
G2-M 242 3 12.12 12.12 387 .25 6.9 3 381 .00
Gambar 4.11 Gambaran siklus sel T47D yang diberi ½ IC EEADK
M5 122 8 6.1 4 6.1 4 663 .15
50
25.89 617 .00
GO-G1
G2-M
S-pha se
Gambar 4.12 Gambaran siklus sel T47D yang diberi 1/10 IC50 EEADK
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
X Pa rameter: FL2-A FL2-Area (L inea r)
GO-G1
GO-G1
G2-M
S-pha se G2-M
M1 S-pha se
M5
GO-G1
G2-M
S-pha se
Gambar 4.14 Gambaran siklus sel T47D yang diberi ½ IC50 doksorubisin
antara perlakuan dengan kontrol. Analisis siklus sel dilakukan pada fase siklus sel
Akumulasi sel terbesar pada fase G0-G1 ditunjukkan pada Tabel 4.9 yaitu
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
akumulasi sel pada fase G0-G1 sebesar 43,84%. Persentase yang lebih tinggi
persiapan materi DNA yang akan disintesis. Penghambatan pada siklus G0-G1
memungkinan terjadi pemacuan apoptosis. Penghentian siklus sel pada fase G0-G1
kesempatan pada sel yang mengalami kerusakan untuk dikenali lalu dilanjutkan
genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel untuk berkembang biak
meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap atau
genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker, oleh karena itu, proses regulasi
Pada perlakuan tunggal dan kombinasi ekstrak etil asetat daun kelor
1 1
dengan doksorubisin dengan dosis (EEADK /8 IC50 dan doksorubisin /4 IC50)
terjadi penghambatan pada siklus G0-G1, penghentian siklus sel pada fase G0-G1
akan memberikan kesempatan pada sel yang mengalami kerusakan untuk dikenali
flowsitometri.
Hambatan regulasi daur sel pada fase G0-G1 oleh EEADK terjadi melalui
sehingga tidak terjadi aktivasi CDK4 dan CDK6 yang berakibat pada
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
terfosforilasi akan berikatan dengan faktor transkripsi E2F mengikat DNA dan
menghambat transkripsi gen yang produknya diperlukan untuk fase S siklus sel
sehingga sel tertahan di fase G1 atau terjadi G1 arrest (King, 2000). Penghambatan
daur sel ini kemungkinan dapat juga disebabkan oleh kemampuan senyawa yang
terkandung dari EEADK meningkatkan ekspresi Protein p21 dan p27 akan
membentuk ikatan kompleks dengan siklin D dan Cyclin Dependent Kinase 4/6
ini mengakibatkan E2F inaktif, hal ini berakibat pada terhentinya daur sel
(Obakan, et al., 2017; King, 2000). Penghentian siklus sel pada fase G0-G1
memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki DNA yang rusak apabila
Akumulasi sel pada fase S ditunjukkan pada Tabel 4.9 yaitu untuk
1
perlakuan tunggal EEADK ½ IC50 sebesar 24,33%, EEADK /10 IC50 sebesar
dengan kontrol akumulasi sel pada fase S sebesar 23,86%. Persentase yang lebih
fase S sehingga mencegah terjadinya sintesa DNA. Hambatan regulasi siklus sel
doksorubisin akumulasi sel pada fase S sebesar 20,34% lebih kecil dari pada
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Pada fase G2-M, akumulasi sel untuk perlakuan EEADK ½ IC50 sebesar
1
23,57%, EEADK /10 IC50 sebesar 18,07%, doksorubisin ½ IC50 sebesar 23,35%
menunjukkan tidak ada perbaikan DNA yang rusak (DNA repair) (Dipaola, 2002).
merupakan metode untuk menghitung sel hidup, sel nekrosis dan apoptosis secara
cepat. Pada uji ini digunakan suatu protein yaitu Annexin V yang dapat berikatan
secara spesifik pada fosfatidilserin yang terdapat pada membran plasma sel
selama proses apoptosis. DNA pada sel yang rusak baik nekrosis maupun
fluoresensi oranye hingga merah. Saat melewati sinar laser, sel akan tereksitasi
pada konsentrasi ½ IC50 yaitu 74,63 μg/mL ditunjukkan pada Gambar 4.16,
1
EEADK pada konsentrasi /10 IC50 yaitu 14,93 μg/mL ditunjukkan pada Gambar
1 1
4.17, EEADK-doksorubisin ( /8 IC50 EEADK dan /4 IC50 doksorubisin yaitu
18,66 μg/mL dan 1,45 μg/mL) ditunjukkan pada Gambar 4.18, doksorubisin pada
konsentrasi ½ IC50 yaitu 2,9 μg/mL ditunjukkan pada Gambar 4.19. Hasil uji
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Tabel 4.10 Hasil pengujian apoptosis EEADK pada sel MCF-7
Jenis Perlakuan Konsentrasi (g/mL) R1 (%) R2 (%) R3 (%) R4 (%)
Kontrol 90,70 4,25 2,60 2,50
EEADK ½ IC50 74,63 0,27 0,18 42,83 56,99
EEADK 1/10 IC50 14,93 10,48 20,59 58,64 10,39
Kb EEADK-Dox 18,66-1,45 4,71 41,47 13,89 40,08
Doksorubisin ½IC50 2,9 64,61 17,04 12,80 5,58
Keterangan: R1 = sel hidup, R2 = sel yang mengalami apoptosis awal, R3 = sel
yang mengalami apoptosis akhir dan nekrosis awal, R4 = sel yang mengalami
nekrosis akhir (late nekrosis).
dengan tunggal dan kombinasi menunjukkan persentase jumlah sel hidup yang
Pada sel MCF7 yang diberi EEADK ½ IC50 terlihat persentase sel yang
mengalami apoptosis awal (0,18%), EEADK 1/10 IC50 (20,59%) sedangkan yang
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
awal (41,47%), doksorubisin ½ IC50 (17,04%), dibandingkan kontrol (4,25%).
1
Terlihat EEADK pada konsentrasi /10 IC50 dan kombinasinya dengan
Persentase sel yang mengalami apoptosis akhir dan nekrosis awal pada
pemberian EEADK ½ IC50 (42,83%), EEADK 1/10 IC50 (58,64%), yang diberi
sel (2,60%). Sel yang mengalami late necrosis pada sel MCF7 yang diberi
EEADK ½ IC50 (56,99%), EEADK 1/10 IC50 (10,39%), yang diberi EEADK-
membran luar sel. Sel apoptosis awal mengekspresikan PS pada luar membran
plasma. PS dapat terwarnai oleh label annexin V. Sel yang mengalami apoptosis
akhir dan sel nekrosis akan kehilangan integritas membran selnya dan permeabel
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
lebih bagus daripada penggunaan tunggal ekstrak. Kombinasi EEADK-
konsentrasi ½ IC50 yaitu 93,30 μg/mL ditunjukkan pada Gambar 4.21, EEADK
1
pada konsentrasi /10 IC50 yaitu 18,66 μg/mL ditunjukkan pada Gambar 4.22,
1 1
EEADK-doksorubisin ( /8 IC50 EEADK dan /4 IC50 doksorubisin yaitu 23,32
μg/mL dan 0,35 μg/mL) ditunjukkan pada Gambar 4.23, doksorubisin pada
konsentrasi ½ IC50 yaitu 0,7 μg/mL ditunjukkan pada Gambar 4.24. Hasil uji
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
R3 Fil e: KS 1 T4 7D APOPT.0 07
R4
Pati ent ID: 04 09.1 8
Acquis itio n Date : 09 -Apr-18
Gate: No Gate
Total Even ts: 2000 0
Gambar 4.23 Gambaran persentase kondisi sel T47D yang diberi 1/8 IC50
EEADK- ¼ IC50 doksorubisin
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
R3 Fil e: 1 /2 DOXO APOPT.006
R4
Pati ent ID: 04 04.1 8
Acquis itio n Date : 04 -Apr-18
Gate: No Gate
Total Even ts: 2000 0
Pada sel T47D yang diberi EEADK ½ IC50 terlihat persentase sel yang
1
mengalami apoptosis awal (1,07%), EEADK /10 IC50 (17,76%), EEADK-
awal.
Persentase sel yang mengalami apoptosis akhir dan nekrosis awal pada
dibandingkan dengan kontrol sel (4,70%). Sel yang mengalami late necrosis pada
sel T47D yang diberi EEADK ½ IC50 (73,69%), EEADK 1/10 IC50 (62,58%),
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
EEADK-doksorubisin sebesar 25,94%, doksorubisin ½ IC50 (5,44%), sedangkan
membran luar sel. Sel apoptosis awal mengekspresikan PS pada luar membran
plasma. PS dapat terwarnai oleh label annexin V. Sel yang mengalami apoptosis
akhir dan sel nekrosis akan kehilangan integritas membran selnya dan permeabel
kombinasi lebih memacu terjadinya apoptosis akhir dan nekrosis awal. Hasil ini
phenetil isotiosianat) yang memiliki aktifitas antitumor yang tinggi yang telah
ekspresi gen siklin D1 yang berperan pada awal siklus sel (fase G1). Selanjutnya
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
untuk mengetahui suatu sel kanker mempertahankan kehidupannya dalam kaitan
Pengamatan ekspresi protein regulator siklus sel Siklin D1 pada sel T47D
dengan EEADK 1 kali IC50, ½ IC50, kombinasi EEADK dengan doksorubisin dan
menurunkan ekspresi Siklin D1 pada sel T47D yang ditunjukkan pada Gambar
4.25 dan pada sel MCF7 pada Gambar 4.26 secara visual menunjukkan bahwa
signifikan dengan kontrol sel dengan antibodi spesifik Siklin D1 yang berwarna
gelap/coklat.
a b
c d
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
e f
Gambar 4.25 Ekspresi Siklin D1 yang diberi berbagai perlakuan pada sel T47D
Keterangan: : ekspresi (+) : ekspresi (-)
a. Kontrol tanpa antibodi d. EEADK ½ IC50
b. Kontrol + antibodi Siklin D1 e. Doksorubisin ½ IC50
c. EEADK 1 IC50 f. 1/8 IC50 EEADK-1/4 IC50 doksorubisin
a b
c d
e f
Gambar 4.26 Ekspresi Siklin D1 yang diberi berbagai perlakuan pada sel MCF7
Keterangan : : ekspresi (+) : ekspresi (-)
a. Kontrol tanpa antibodi d. EEADK ½ IC50
b. Kontrol + antibodi Siklin D1 e. Doksorubisin ½ IC50
c. EEADK 1 IC50 f. 1/8 IC50 EEADK-1/4 IC50 doksorubisin
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Perjalanan teratur sel melalui berbagai fase siklus sel ini dikendalikan oleh
sasaran yang penting dan diekspresikan selama siklus sel tetapi dalam bentuk
inaktif. Sebaliknya berbagai siklin baru disintesis sewaktu fase tertentu siklus sel.
Siklin ini berfungsi untuk mengaktifkan CDK dengan berikatan dan kadar siklin
dengan cepat turun. Karena sifat pembentukan dan penguraiannya yang siklis,
protein ini disebut siklin. Sementara siklin membangkitkan CDK, inhibitor siklin
yang banyak jenisnya, menekan CDK dan menimbulkan kontrol negatif terhadap
siklus sel (Budityastomo, 2010). Walaupun setiap fase siklin dipantau dengan
dalam siklus sel. Apabila suatu sel menemukan sinyal yang mendorong
pertumbuhan, kadar siklin D meningkat dan CDK4 dan CDK6 menjadi aktif.
Tahap ini dijaga oleh produk protein retinoblastoma (pRB). Fosforilasi pRB yang
siklin D/CDK4, siklin D/CDK6 dan siklin E/CDK2 mengatur transisi fase G1 ke
fase S. Cyclin D1-CDK4 komplek adalah protein yang bertanggung jawab dalam
sehingga menyebabkan proliferasi sel (King, 2000). NF-kB adalah salah satu
gen yang terlibat dalam siklus sel seperti cyclin D1, D2, D3 dan cyclin E, c-myc
dan c-mycb. NF-kB diduga berhubungan pula dengan aktivitas pRb melalui cyclin
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
D1. Hambatan regulasi daur sel oleh EEADK dan kombinasi dengan doksorubisin
(Ratnasari, et al., 2016; Park and Hong, 2016) dimana pada penelitian sebelumnya
telah dibuktikan bahwa ekstrak etanol daun kelor dapat menurunkan jumlah NF-
doksorubisin dapat juga terjadi melalui penurunan level ekspresi siklin D1 yang
karena E2F tidak terlepas dari ikatan dengan pRb sehingga sel tidak mampu
mentranskrip gen-gen yang diperlukan pada proses daur sel maupun proliferasi sel
(King, 2000).
2 pada sel T47D yang ditunjukkan pada Gambar 4.27 dan pada sel MCF7 yang
ditunjukkan pada Gambar 4.28 secara visual menunjukkan bahwa sitoplasma sel
uji mempunyai warna transparan kebiruan berbeda signifikan dengan kontrol sel
a b
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
c d
e f
Gambar 4.27 Ekspresi Bcl-2 yang diberi berbagai perlakuan pada sel T47D
Keterangan : : ekspresi (+) : ekspresi (-)
a. Kontrol tanpa antibodi d. EEADK ½ IC50
b. Kontrol + antibodi Siklin D1 e. Doksorubisin ½ IC50
c. EEADK 1 IC50 f. 1/8 IC50 EEADK-1/4 IC50 doksorubisin
a b
c d
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
e f
Gambar 4.28 Ekspresi Bcl-2 yang diberi berbagai perlakuan pada sel MCF7
Keterangan : : ekspresi (+) : ekspresi (-)
a. Kontrol tanpa antibodi d. EEADK ½ IC50
b. Kontrol + antibodi Siklin D1 e. Doksorubisin ½ IC50
c. EEADK 1 IC50 f. 1/8 IC50 EEADK-1/4 IC50 doksorubisin
Penelusuran jalur apoptosis pada penelitian ini melalui pengamatan ekspresi Bcl-2
yang didapat menurun akibat perlakuan ekstrak dengan warna sitoplasma biru.
2003).
Apabila ekspresi Bax atau Bak dinaikkan dan Bcl-2 atau Bcl-XL
diturunkan, maka akan terjadi regulasi sel ke arah kematian melalui apoptosis. Hal
Protein Bcl-2 merupakan salah satu jenis protein anti apoptosis yang
terlibat dalam proses apoptosis. NFκB merupakan faktor transkripsi yang penting
dalam transkripsi protein antiapoptosis seperti Bcl-2, IAP dan Bcl-XL (Park dan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
dapat terlihat secara visual dibandingkan dengan kontrol sel yang diberi antibodi
ekspresi protein pro apoptosis seperti Bad, Bax, Bak (Park dan Hong, 2016). Oleh
pengaruh pemberian EEADK terhadap ekspresi protein pro apoptosis (Bax dan
Bak).
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
BAB V
5.1 Kesimpulan
a. ENDK, EEADK dan EEDK memiliki aktivitas antikanker pada sel MCF-7
EEADK - doksorubisin 18,66 µg/mL – 1,45 µg/mL (1/8 IC50 - 1/4 IC50) dan
dan 54,48%; EEADK dengan konsentrasi 1/10 IC50 (18,66 µg/mL), ½ IC50
sel T47D pada fase G0-G1 dengan persentase berturut-turut 55,04%, 52,34%
dan 54,49%.
1
d. EEADK dengan dosis 1/10 IC50, /2 IC50 dan kombinasinya dengan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
persentase berturut-turut sebesar 20,59%; 0,18%; 41,47%; untuk apoptosis
5.2 Saran
proapoptosis (Bax, Bak) dan ekspresi p53 yang berperan dalam proliferasi
b. Melakukan isolasi senyawa aktif yang ada pada ekstrak etil asetat daun
kelor.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K., and Lichtman, A.H. (2003). Cellular and Molecular Immunology.
Edisi kelima. Philadelphia: Saunders. Hal. 522-534.
Abcam. (2007). T47D (Human Ductal Breast Epithelial Tumor Cell Line) Whole
Cell Lysate (ab14899) data sheet. Diunduh tanggal 18 September 2017
dari: http://www.abcam.com/T47D-Human-ductal-breast-epithelial
tumor cell line- Whole-Cell-Lysate-ab14899.html.
Abdull R.A.F, Ibrahim, M.D., and Kntayya, S.B. (2014). Health benefit of
Moringa oleifera. Asian Pac J Cancer Prev, 20, 8571-6.
Allen, J.D., Arnold, V.L., Jeany, M.L., Martin, V.D.V., Olaf, V.T., Glen, R., et al.
(2002). Potent and Specific Inhibition of the Breast Cancer Resistance
Protein Multidrug Transporter In Vitro and In Mouse Intestine by A
Novel Analogue of Fumitremorgin C. Molecular Cancer Therapeutics.
1(6): 417-425.
Aka, J.A., and Lin, X.S. (2012). Comparison of Functional Proteomic Analyses
of Human Breast Cancer Cell Lines T47D and MCF-7. Proteomic
Analyses of Breast Cancer Cell Lines. 7(2): e31532.
Amundson, S.A., Myers, T.G., Scudiero, D., Kitada, S., Reed, J.C., and Fornace,
A.J. (2000), An Informatics Approach Identifying Markers of
Chemosensitivity in Human Cancer Cell Lines. Cancer Res. 60:6101-
6110.
Andjani, N., Sujuti, H., and Winarsih, S. (2016). Efek ekstrak etanol daun kelor
(M.oleifera) terhadap nuclear factor kappa beta (NF-kB) aktif dan
apoptosis cell line kanker MCF-7. Biokimia FKUB. Vol.3 No.4. Hal.204-
212.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Awodele, O., Oreagbe I.A., and Odoma, S. (2012). Toxicological evaluation of
aquaeous leaf extract of Moringa oleifera Lam. (Moringaceae).
J.Ethnopharmacol. 139: 300-306.
Aziz, F., Andrijono, dan Saifuddin, A.B. (2010). Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono. Hal. 17.
Bennett, R.N., Mellon, F.A., Foidl, N., Pratt, J.H., Dupont, M.S., Perkins, L., et al.
(2003). Profiling glucosinolates and phenolics in vegetative and
reproductive tissues of the multi-purposetrees Moringa oleifera L.
(Horseradish Tree) and Moringa stenopetala L. J. Agric. Food Chem.,
51, 3546–3553.
Berkovich, L., Earon, G., Ron, I., Rimmon, A., Vexler, A., and Levari S. (2013).
Moringa oleifera aqueous leaf extract down-regulates nuclear factor-
kappaB and increases cytotoxic effect of chemotherapy in pancreatic
cancer cells. BMC Complementary and Alternative Medicine. 13:212.
Bose, C.K., (2007). Possible role of Moringa Oleifera L. root in epithelial ovarian
cancer, MedGenMed, 9(1): 26.
Brunelli, D., Tavecchio, M., Falcioni, C., Frapolli, R., Erba, Iori, R., et al. (2010).
The isothiocyanate produced from glucomoringin inhibit NF-kB and
reduces myeloma growth in nude mice in vivo. Biochemical
Pharmacology. 79(8): 1141-1148.
Butt, A.J., Firth, S.M., King, M.A., and Baxter, R.C. (2000). Insulin-Like Growth
Factor-Binding Protein-3 Modulates Expression of Bax and Bcl-2 and
Potentiates P53-Independent Radiation-Induced Apoptosis In Human
Breast Cancer Cells. J. Biol Chem, 275(50):39174-39181.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
CCRC (Cancer Chemoprevention Research Centre). (2009). Protokol Kultur Sel.
Yogyakarta: Cancer Chemoprevention Research Centre. Hal. 1-7.
Childs, A.C., Phaneuf, S.L., Dirks, A.J., Phillips, T., and Leeuwenburgh. (2002).
Doxorubicin Treatment In Vivo Causes Cytochrome c Release and
Cardiomyocyte Apoptosis, as well as Increased Mitochondrial
Efficiency, Superoxide Dismutase Activity, and Bcl-2:Bax Ratio. Cancer
Res, 62: 4592-4598.
Chou, C.T., and Martin, N. (2004). Compusyn For Drug Combinations User’s
Guide. Combosyn, Inc USA. Hal. 24-33.
Clarke, L.H. (2000). Estrogens, BRCA1 and Breast Cancer. Cancer Research. 60:
4993-5001.
Conseil, G., Helene, B.C., Guila, D., Jean, M.J., Denis, B., and Attilio, D.P.
(1998). Flavonoids: A Class of Modulators with Bifunctional Interactions
at Vicinal ATP-and Steroid-Binding Sites on Mouse P-glycoprotein.
Proceedings of the National Academy of Science of the United States of
America. 95(17): 9831-9836.
Cooper ,G.M., and Hausman R.E. (2009). The Cell: A Molecular Approach, Fifth
Edition, ASM Press and Sinauer Associates, Inc. Hal. 52.
Demo, S.D., Masuda, E., Rossi, A.B., Throndset, B.T., Gerard, A.L., and Chan,
E.H. (1999). Quantitative Measurement of Mast Cell Degranulation
Using a Novel Flow Cytometric Annexin-V Binding Assay. Cytometry.
36: 340-348.
Deng, L., Linlee, Y.C., Claret, F.X., and Kuo, M.T. (2001). 2
Acetylaminofluorene Up-regulates Rat mdr1b Expression through
Generating Reactive Oxygen Species That Activate NF-κB Pathway. The
Journal of Biological Chemistry. 276(1): 413-420.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Ditjen POM. Hal. 33.
Depkes RI. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Ditjen POM. Hal. 1,7, 10, 19, 21.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 299-304, 321-325, 333-335.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-17.
Dhulipala, V.C., Welshons, W.V., and Reddy, C.S. (2006). Cell Cycle Proteins in
Normal and Chemically Induced Abnormal Secondary Palate
Development: a Review, Human Exp. Toxicol. 25: 675-682.
Doyle, A., Griffiths, J.B., and Newell, D.G. (2000). Cell and Tissue Culture:
Laboratory Procedures. Edisi ke III. New York: John Wiley & Son. Hal.
23-24.
Fogli, S., Nieri P., and Breschi M.C. (2004). The role of nitric oxide in
anthracycline toxicity and prospects for pharmacologic prevention of
cardiac damage. FASEB J, 18 (6), 664-75
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Freshney, I.A. (2000). Culture of Animal Cells. A Manual of Basic Technique.
Edisi ke IV. Toronto: Willey-Liss. Hal. 329-344.
Frias, M.A., Lang, U., Gerber-Wicht, C., and James, R.W. (2009). Native and
reconstituted HDL protect cardiomyocytes from doxorubicin-induced
apoptosis, Cardiovasc Res. 85: 118-26.
Givan, A.L. (2001). Flowcytometry First Principles. New York: Wiley-Liss Inc.
Hal. 115-116,123.
Goncalves, E.M., Ventura, C.A., Yano. T., Macedo, M.L.D., and Ganeri, S.C.
(2006). Morphological and Growth Alterations In Vero Cells
Transformed by Cysplatin. Cell Biology International. 30(6): 485-494.
Hahn, W.C., and Weinberg, R.A. (2002). Modelling The Molecular Circuitry of
Cancer. Nature Reviews Cancer. 2(5): 331-341.
Hermawan, A., Nur, K.A., Samoko, D.D., Putri, P., and Meiyanto, E. (2012),
Ethanolic Extract of Moringa oleifera Increased Cytotoxic Effect of
Doxorubicin on Hela Cancer Cells. Journal of Natural Remedies.
12(2):106–114.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Hossain, N., Mirghani, M.E.S., and Raus, B.R., (2015). Optimization of Moringa
oleifera Leaf Extraction and Investigation of Antibreast Cancer Activity
with Leaf Extract. Engineering International. Vol.3.No.2: 97-103
Hostanska, K., Nisslein, T., Freudenstein, J., Reichling, J., and Saller, R. (2004).
Evaluation of Cell Death Caused by Triterpene Glycosides and Phenolic
Substances from Cimifuga racemosa Extract in Human MCF-7 Breast
Cancer Cells. Biologycal & Pharmaceutical Bulletin. 27(12): 1970-1975.
Huang, Y., Bruyne, T.D., Apers, S., Ma, Y., Claeys, M., Berghe, V., Pieters, L.,
and Vlietinck, A. (1998). Complement Inhibiting Cucurbitacin
Glycosides from Picriafel-terrae. J.Nat. Prod. 61: 757-761.
Imai, Y., Ishikawa, E., Asada, S., and Sugimoto, Y. (2005). Estrogen Mediated
Post Transcriptional Down-Regulation of Breast Cancer Resistance
Protein/ABCG2. Cancer Research. 65(2): 596-604.
Karim, A.A.N., Ibrahim, D.M., Kntayya, B.S., Rukayadi, Y., Hamid, A.H., and
Razis, A.F.A. (2016). Moringa oleifera Lam: Targeting
Chemoprevention. Asian Pasific Journal of Cancer Prevention. 17(8):
3675-3686.
Kemenkes RI. (2015). Kanker Pembunuh Papan Atas. Edisi 55. Jakarta:
Kemenkes RI Mediakom. Hal. 11, 25.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Kresno, B.S. (2014). Biomarker Keganasan Patobiologi, Patofisiologi dan
Aplikasi Klinik. Edisi Pertama. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal. 46-
51.
Kumar, R., Babu, B.P.,Bharavi, R., Venkateswarlu, U., Devi, V. R., and Srilatha,
C. (2011) Protective Effect of Moringa oliefera Lam Leaf Extract in
Paracetamol Induced Hepatotoxic Rat. IJPI’s Journal of Pharmacology
and Toxicology. 1:5.
Kupcsik, L., and Martin, J.S. (2011). Mammalian Cell Viability: Methods and
Protocols. New York: Humana Press. Hal. 13-18.
Kurniasih. (2013). Khasiat dan Manfaat Daun Kelor. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press. Hal. 166-169.
Lapenna, S., and Giordano, A. (2009). Cell Cycle Kinases as Therapeutic Targets
for Cancer, Nat. Rev. Drug Discov. 8(7): 547-566.
Leone, A.,Spada, A., Battezzatti, A., Schiraldi, A.,Aristil, J., and Bertoli, S.
(2015). Cultivation, Genetic, Ethnopharmacology, Phytochemistry and
Pharmacology of Moringa oleifera Leaves: An Overview. International
Journal of Molecular Science. 16, 12791-12835
Luqman, S., Srivastava, S., Kumar, R., Maurya, A. K., and Chanda, D. (2012).
Experimental assessment of Moringa oleifera leaf and fruit for its
antistress, antioxidant, and scavenging potential using in vitro and in vivo
assays. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.
Article ID 519084. doi:10.1155/2012/519084. Hal. 1-12.
Marzban, H., Belgio, D.R.M., Alizadeh, J., Ghavami, S., Zachariah, M.R., and
Rastegar, M. (2015). Cellular commitment in developing cerebellum.
Frontiers in Cellular Neuroscience. 8(450): 1-26.
Mechetner, E., Kyshtoobayeva, A., Zonis, S., Kim, H., Stroup, R., Garcia, R., et
al. (1998). Levels of Multidrug Resistance (MDR1) PGlycoprotein
Expression by Human Breast Cancer Correlate with in vitro Resistance to
Taxol and Doxorubicin. Clinical Cancer Research. 4(2): 389-398.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Meiyanto, E., Susidarti, A.R., Handayani, S., and Rahmi, F. (2008). Ekstrak
Etanolik Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) Mampu Menghambat
Proliferasi dan Memacu Apoptosis Sel MCF-7. Majalah Farmasi
Indonesia. 19(1): 12-19.
Mutiara, T., Harijono. Estiasih, T., and Sri, E.W. (2013) Effect lactagogue
moringa leaves (Moringaoleifera Lam) powder in rats, J. Basic Appl. Sci.
Res. 3(4). ISSN 2090-4304. 430–434.
Nilius, B., Amana, G.S., Guderman, T., Jahn, R., Lill, R., Offermanns, S., et al.
(2013). Review of Physiology, Biochemistry and Pharmacology.
Springer International Publishing Switzerland. Hal. 44.
Nugroho, A.E., Hermawan, A., Putri, D.D.P., Novika, A., and Meiyanto, E.
(2013). Combinational Effects of Hexane Insoluble Fraction of Ficus
septica Burm. F. and Doxorubicin Chemotherapy on T47D Breast Cancer
Cells. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 3(4): 297-302.
Obakan, P., Arisan, D.E., Gurkan, C.A., and Unsal, P.N. (2017). Breast cancer
and flavonoid as treatment strategy. Intech Open Science. Hal. 305-326.
Onuki, R., Kawasaki, H., Baba, T., and Taira, K. (2004). Analysis of A
Mitochondrial Apoptotic Pathway Using Bid-Targeted Ribozymes in
Human MCF7 Cells in the Absence of A Caspase-3-Dependent Pathway.
Antisense and Nucleic Acid Drug Development. 13 (2): 75-82.
Osman, H.M., Shayoub, M.E., Babiker, E.M., Faiza, A.O., Ahmed, M.E.,
Elhassan, M., et al. (2015). Assesment of acute toxicity and LD50 of
Moringa oleifera ethanolic leave extract in albino rats and rabbits.
Journal of Medicinal and Biological Science Research. 1(4): 38-43.
Padanilam, B.J. (2003). Cell Death Induced by Acute Renal Injury: A Perspective
on the contributions of Apoptosis and Necrosis. Am J Physiol Renal
Physiol. 284: 608–627.
Pao, M.L., Clamon, G., Maclndoe, J., White, M., Hukku, B., and Peterson, W.D.
(1985). Development of A New Human Breast Cancer Line Ia-270.
Breast Cancer Researh and Treatment. 5(1): 23-29.
Park, M.H., and Hong, H.J. (2016). Roles of NF-kB in Cancer and Inflamatory
Diseases and Their Therapeutic Approaches. Cell.5(15): 1-13.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Quiles, J.L, Huertas, J.R., Battino, M., Mataix, J., and Ramerez. M.C. (2002).
Antioxidant Nutrients and Adriamycin Toxicity. Toxicol, 180 : 79-95.
Rao, A. V., Devi, P. U., and Kamath, R. (2001). In vivo radioprotective effect of
Moringa oleifera leaves. Indian Journal of Experimental Biology,; 39(9),
858-863.
Ratnasari A.A., Winarto, H., Purbadi, S., Sekarutami, M.S., dan Sutrisna, B.
(2016). Hubungan Ekspresi NF-kB dengan Respons Radiasi Kanker
Serviks Stadium Lokal Lanjut. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK
Universitas Sebelas Maret. 4(1): 31-36.
Ruddon, R.W. (2007). Cancer Biology. New York: Oxford University Press. Hal.
117-196.
Sari, I.D.,Yasin, H.A., Arovia, A.R., Mayani, I.U., dan Darmawan, E. (2015).
Peningkatan Sistem Imun oleh Kombinasi Ekstrak Etanol Awar-Awar
(Ficus septica burm. F) dan Ekstrak etanol Daun Kelor (Moringa
oleifera) Sebagai Kokemoterapi Kanker pada Tikus Betina Galur
Sprague Dawley yang Diinduksi Doksorubisin. Pharmaciana. Vol.5. No.
2: 147-152.
Schafer, J.M., Lee, E.S., Regan, R.M., Yao, K., and Jordan, V.C. (2000). Rapid
Development of Tamoxifen-stimulated Mutant p53 Breast Tumors
(T47D) in Athymic Mice. Clinical Cancer Research. 6: 4373-4380.
Sekti, D.A., Mubarok, M.F., Armandani, I., Junedy, S., dan Meiyanto, E. (2010).
Ekstrak Etanolik Daun Awar-Awar (Ficus septica Burm. F) Memacu
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Apoptosis Sel Kanker Payudara MCF-7 Melalui Penekanan Ekspresi
Bcl-2. Majalah Obat Tradisional. 15(3): 100-104.
Sharma, G., Tyagi, A.K., Singh, R.P., Chan, D.C.F., and Agarwal, R. (2004).
Synergistic Anti-Cancer Effect of Grape sedd Extract and Covenentional
Cytotoxic Agent Doxorubicin Against Human Breast Carcinoma Cells,
Breast Cancer Research and Treatment. 85(1): 1-12.
Singal, P.K., Li, T., Kumar, D., Danelisen, I., and Iliskovic, N. (2000).
Adriamycin-induced heart failure: mechanism and modulation. Mol Cell
Biochem. 207: 77–86.
Sinha, M., Das, D. K., Bhattacharjee, S., Majumdar, S., and Dey, S. (2011). Leaf
extract of Moringa oleifera prevents ionizing radiation-induced oxidative
stress in mice. Journal of Medicinal Food. 14(10), 1167-1172.
Sinha, M., Das, D. K., Datta, S., Ghosh, S., and Dey, S. (2012). Amelioration of
ionizing radiation induced lipid peroxidation in mouse liver by Moringa
oleifera Lam. leaf extract. National Journal of Medicinal Food. vol 50:
209-215
Siu, W.Y., Yam, C.H., and Poon, R.Y.C. (1999). G1 versus G2 Cell Cycle After
Adriamycin-induced Damage in Mouse Swiss3T3 Cells. Federation of
European Biochemical Societies. 461: 299-305.
Sreelatha, S.A., Jeyachitra, B., and Padma, P.R. (2011). Antiproliferation and
induction of apoptosis by Moringa oleifera leaf extraction human cancer
cells. Food Chem Toxicol. 6: 1270-5.
Srivastava, S.K., and Singh, S.V. (2004). Cell cycle arrest, apoptosis induction
and inhibition of nuclear factor kappa B activation in antiproliverative
activity of benzyl isothiocyanate against human pancreatic cancer cells.
Carcinogenesis. 25(9): 1701-1709.
Stitcha, K.R., Kenney, P.M., Boysen, G., Liang, H., Su, X., Wang, M., et al.
(2002). Effects of benzyl isothiocyanate phenethyl isothiocyanate on
DNA adduct formation by a mixture of benzo[a]pyrene and 4-
(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone in A/J mouse lung.
Carcinogenesis. 23(9): 1433-1439.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Suismono, Widaningrum, dan Miskiyah. (2007). Bahaya Kontaminasi Logam
Berat dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin
Teknologi Pascapanen Pertanian. 3: 16-27.
Tsao, A.S., Kim, E.S., and Hong, W.K. (2004). Chemoprevention of Cancer. CA
Cancer Journal for Clinicians. 54(3): 150-180.
Tyagi, A.K., Agarwal, C., Chan, D.C.F., and Agarwal, R. (2004). Synergistic
Anti-Cancer Effects of Silibinin with Conventional Cytotoxic Agents
Doxorubicin, Cisplatin and Carboplatin against Human Breast
Carcinoma MCF-7 and MDA-MB468 Cells. Oncology Reports. 11(2):
493-499.
Vermeulen, K., Berneman, Z.N., and Bockstaele, D.R. (2003). Cell Cycle and
Apoptosis, Cell Prolif. 36(3): 165-175.
Wargasetia, T.L. (2005). Terapi Gen pada Penyakit Kanker. JKM. 4(2): 24- 37.
Wong, H.L., Bendayan, R., Rauth, A.M., Xue, H.Y., Babakhanian, K., and Wu,
X.Y. (2006). A Mechanistic Study of Enhanced Doxorubicin Uptake and
Retention in Multidrug Resistant Breast Cancer Cells Using A Polymer-
Lipid Hybrid Nanoparticle System. The Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics. 317(3): 1372-1381.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Xiao, Z., Chen, Z., Gunasekera, A.H., Sowin, T.J., Rosenberg, S.H., Fesik, S., et
al. (2003). Chk1 Mediates S and G2 Arrest Through Cdc25A
Degradation in Response to DNA-Damaging Agents. J. Biol. Chem.
278(24): 21767-21773.
Yang, F., Teves, S.S., Kemp, J.C., and Henikoff, S. (2014). Doxorubicin, DNA
Torsion, and Chromatin Dynamics. Biochimica et Biophysica Acta
(BBA). 1845(1): 84-89.
Yurina, V., Sujuti, H., Rahmani, E. and Nopitasari, A.R. (2014). The Role of
Moringa oleifera Extract Leaves in Inducing Apoptosis in Breast Cancer
Cell Line. International Journal of Pharmacological and Pharmaceutical
Science. Vol.1, No. 12: 204-211
Zampieri, L., Bianchi, P., Ruff, P., and Arbuthnot, P. (2002). Differential
Modulation by Estradiol of P-glycoprotein Drug Resistance Protein
Expression in Cultured MCF7 and T47D Breast Cancer Cells. Anticancer
Res. 22(4): 2253-9.
Zhang, N., Fu, J.N., and Chou, C.T. (2016). Synergistic Combination of
Microtubule Targeting Anticancer Fludelone with Cytoprotective
Panaxytriol Derived from Panax Ginseng Against Mx-1 Cells in vitro:
Experimental Design and Data Analysis Using the Combination Index
Method. Am. J. Cancer. Res. 6(1): 97-104.
Zhao, L., Wientjes, M.G., and Au, J.L.S. (2004). Evaluation of Combination
Chemotherapy: Integration of Nonlinear Regression, Curve Shift,
Isobologram, and Combination Index Analyses. Clinical Cancer
Research. 10: 7994-8004.
Zhou, J., Liu, M., Aneja, R., Chandra, R., Lage, H., and Joshi, H.C. (2006).
Reversal of P-glycoprotein Mediated Multidrug Resistance in Cancer
Cells by The c- Jun-NH2-Terminal Kinase. Cancer Research. 66(1): 445-
452.
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 1. Hasil identifikasi daun kelor (Moringa oleifera L.)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 2. Gambar daun kelor (Moringa oleifera L.)
Keterangan:
a. Gambar daun kelor
b. Gambar simplisia daun kelor (SDK)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 3. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk SDK
Untano
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 4. Bagan ekstraksi serbuk simplisia secara maserasi bertingkat
Serbuk simplisia
Ampas Maserat
Hasil
Maserat Ampas
dipekatkan
Ekstrak etil asetat*
Hasil
diskrining
Hasil
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 5. Perhitungan kadar air SDK
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 6. Perhitungan kadar sari larut air SDK
Nama Berat sampel Berat sari (g) Kadar sari Rata-rata (%)
(g) larut dalam air
(%)
5,0130 0,3148 31,40
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 7. Perhitungan kadar sari larut etanol SDK
Nama Berat sampel Berat sari (g) Kadar sari Rata-rata (%)
(g) larut dalam
etanol (%)
5,0160 0,1457 14,55
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 8. Perhitungan kadar abu total SDK
Nama Berat sampel Berat abu (g) Kadar abu Rata-rata (%)
(g) total (%)
2,0232 0,2178 10,77
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 9. Perhitungan kadar abu tidak larut asam SDK
Nama Berat sampel Berat abu (g) Kadar abu Rata-rata (%)
(g) total (%)
2,0232 0,0190 0,94
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 10. Perhitungan persen sel hidup sel MCF-7
b. EEADK
Contoh pada kadar 1000 ug/mL:
0,137 - 0,097
% Sel Hidup = x 100%
0,350
% Sel Hidup = 11,51%
c. Doksorubisin
Contoh pada kadar 1000 ug/mL:
0,249 - 0,097
% Sel Hidup = x 100%
0,350
% Sel Hidup = 43,39%
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 11. Perhitungan persen sel hidup sel T47D
b. EEADK
Contoh pada kadar 1000 ug/mL:
0,102 - 0,070
% Sel Hidup = x 100%
0,797
% Sel Hidup = 4,35%
c. Doksorubisin
Contoh pada kadar 1000 ug/mL:
0,215 - 0,070
% Sel Hidup = x 100%
0,797
% Sel Hidup = 19,94%
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 12. Perhitungan persen sel hidup sel Vero
b. EEADK
Contoh pada kadar 1000 ug/mL:
0,143 - 0,116
% Sel Hidup = x 100%
0,289
% Sel Hidup = 9,47%
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 13. Bagan pembuatan media RPMI
Media RPMI
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 14. Bagan pembuatan media komplit (MK) RPMI
Dicampur
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 15. Bagan penumbuhan sel
Konikel
Dimasukkan ke dalam konikel yg berisi RPMI
Dibuang supernatan
Ditambahkan 4 mL MK RPMI
Dihomogenkan
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 16. Bagan panen sel
Sel MCF-7,
T47D dan Vero
Ditambahkan 4 mL MK
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 17. Bagan penghitungan sel
Jumlah Sel
T47D, MCF-7
dan Vero
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 18. Bagan pembuatan larutan uji
EEADK
Ditimbang sebanyak 10 mg
Divortex
Larutan Uji
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 19. Bagan pengujian sitotoksik
Sel
Dibuang medium
Absorbansi
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 20. Bagan pengujian flowsitometri
Sel
Dibuang medium
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 21. Bagan pengujian imunositokimia
Sel
Ekspresi Bcl2/siklin
D1
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 22. Sel MCF-7, T47D dan sel Vero di bawah mikroskop
a b
Keterangan: a. Sel MCF-7 sebelum diberi larutan uji (perbesaran 10 x 10)
b. Sel MCF-7 setelah diberi larutan uji (sel mengalami
perubahan bentuk morfologi) (perbesaran 10 x 10)
a b
Keterangan: a. Sel T47D sebelum diberi larutan uji (perbesaran 10 x 10)
b. Sel T47D setelah diberi larutan uji (sel mengalami
perubahan bentuk morfologi) (perbesaran 10 x 10)
a b
Keterangan: a. Sel Vero sebelum diberi larutan uji (perbesaran 10 x 10)
b. Sel Vero setelah diberi larutan uji (sel mengalami
perubahan bentuk morfologi) (perbesaran 10 x 10)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 23. Microplate-96 sumuran
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 24. Hasil IC50 EEADK pada sel MCF-7 dengan analisis probit SPSS
24
Confidence Limits
95% Confidence Limits for Konsentrasi ekstrak 95% Confidence Limits for log ( Konsentrasi
etil asetat daun kelor terhadap MCF 7 ekstrak etil asetat daun kelor terhadap MCF 7b)
Probability Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
a
PROBIT 0.01 26306.351 10540.278 101626.276 4.420 4.023 5.007
0.02 14350.659 6331.778 47908.449 4.157 3.802 4.680
0.03 9769.830 4580.054 29746.051 3.990 3.661 4.473
0.04 7315.951 3588.469 20791.048 3.864 3.555 4.318
0.05 5782.181 2941.715 15540.436 3.762 3.469 4.191
0.06 4732.834 2483.366 12132.866 3.675 3.395 4.084
0.07 3970.683 2140.216 9767.706 3.599 3.330 3.990
0.08 3393.024 1873.069 8045.467 3.531 3.273 3.906
0.09 2940.971 1658.902 6745.419 3.468 3.220 3.829
0.1 2578.285 1483.242 5736.137 3.411 3.171 3.759
0.15 1495.114 931.278 2938.110 3.175 2.969 3.468
0.2 969.588 641.209 1732.119 2.987 2.807 3.239
0.25 668.690 463.846 1104.769 2.825 2.666 3.043
0.3 478.979 345.317 740.884 2.680 2.538 2.870
0.35 351.591 261.298 514.378 2.546 2.417 2.711
0.4 262.193 199.197 366.330 2.419 2.299 2.564
0.45 197.398 151.880 266.077 2.295 2.181 2.425
0.5 149.286 115.074 196.314 2.174 2.061 2.293
0.55 112.900 86.138 146.608 2.053 1.935 2.166
0.6 85.000 63.377 110.351 1.929 1.802 2.043
0.65 63.387 45.612 83.246 1.802 1.659 1.920
0.7 46.529 31.924 62.486 1.668 1.504 1.796
0.75 33.328 21.538 46.239 1.523 1.333 1.665
0.8 22.985 13.799 33.300 1.361 1.140 1.522
0.85 14.906 8.162 22.851 1.173 .912 1.359
0.9 8.644 4.192 14.310 .937 .622 1.156
0.91 7.578 3.566 12.789 .880 .552 1.107
0.92 6.568 2.991 11.321 .817 .476 1.054
0.93 5.613 2.465 9.904 .749 .392 .996
0.94 4.709 1.985 8.532 .673 .298 .931
0.95 3.854 1.551 7.199 .586 .191 .857
0.96 3.046 1.160 5.899 .484 .064 .771
0.97 2.281 .811 4.620 .358 -.091 .665
0.98 1.553 .504 3.340 .191 -.298 .524
0.99 .847 .238 2.006 -.072 -.624 .302
a. A heterogenity factor is used.
b. Logarithm base = 10
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 25. Hasil IC50 Doksorubisin pada sel MCF-7 dengan analisis probit
SPSS 24
Confidence Limits
95% Confidence Limits for Konsentrasi 95% Confidence Limits for log ( Konsentrasi
doksorubisin terhadap MCF 7 doksorubisin terhadap MCF 7b)
Probability Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
a
PROBIT 0.01 1.419E9 1.502E7 2.088E13 9.152 7.022 13.320
0.02 1.475E8 1901150.767 7.343E11 8.169 6.279 11.866
0.03 3.509E7 641849.903 8.781E10 7.545 5.807 10.944
0.04 1.191E7 283528.783 1.777E10 7.076 5.453 10.250
0.05 4948534.292 145847.985 4.847E9 6.694 5.164 9.685
0.06 2342401.672 82816.975 1.604E9 6.370 4.918 9.205
0.07 1215799.522 50416.036 6.085E8 6.085 4.703 8.784
0.08 675862.068 32323.914 2.555E8 5.830 4.510 8.407
0.09 396225.327 21573.231 1.160E8 5.598 4.334 8.065
0.1 242361.327 14867.107 5.612E7 5.384 4.172 7.749
0.15 31666.757 3178.650 2777002.853 4.501 3.502 6.444
0.2 6282.607 930.669 255230.322 3.798 2.969 5.407
0.25 1568.515 323.542 33021.580 3.195 2.510 4.519
0.3 451.117 124.775 5283.894 2.654 2.096 3.723
0.35 142.163 51.273 973.362 2.153 1.710 2.988
0.4 47.524 21.786 197.859 1.677 1.338 2.296
0.45 16.462 9.261 43.531 1.216 .967 1.639
0.5 5.799 3.690 10.609 .763 .567 1.026
0.55 2.043 1.189 3.198 .310 .075 .505
0.6 .708 .293 1.212 -.150 -.533 .084
0.65 .237 .062 .496 -.626 -1.208 -.305
0.7 .075 .012 .200 -1.128 -1.936 -.698
0.75 .021 .002 .077 -1.669 -2.728 -1.115
0.8 .005 .000 .027 -2.271 -3.615 -1.576
0.85 .001 .000 .008 -2.974 -4.650 -2.110
0.9 .000 .000 .002 -3.858 -5.955 -2.781
0.91 .000 .000 .001 -4.071 -6.270 -2.943
0.92 .000 .000 .001 -4.303 -6.613 -3.119
0.93 .000 .000 .000 -4.558 -6.990 -3.312
0.94 .000 .000 .000 -4.843 -7.410 -3.528
0.95 .000 .000 .000 -5.168 -7.891 -3.774
0.96 .000 .000 .000 -5.549 -8.455 -4.062
0.97 .000 .000 .000 -6.018 -9.148 -4.417
0.98 .000 .000 .000 -6.642 -10.071 -4.889
0.99 .000 .000 .000 -7.625 -11.524 -5.632
a. A heterogenity factor is used.
b. Logarithm base = 10
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 26. Hasil IC50 EEADK pada sel T47D dengan analisis probit SPSS 24
Confidence Limits
95% Confidence Limits for Konsentrasi ekstrak 95% Confidence Limits for log ( Konsentrasi
etil asetat daun kelor terhadap T47D ekstrak etil asetat daun kelor terhadap T47Db)
Probability Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
a
PROBIT 0.01 5369.694 2648.687 15995.479 3.730 3.423 4.204
0.02 3622.178 1910.949 9673.375 3.559 3.281 3.986
0.03 2821.555 1552.450 7035.154 3.450 3.191 3.847
0.04 2338.204 1327.280 5538.727 3.369 3.123 3.743
0.05 2006.791 1168.077 4560.986 3.303 3.067 3.659
0.06 1761.984 1047.442 3866.979 3.246 3.020 3.587
0.07 1572.036 951.760 3346.652 3.196 2.979 3.525
0.08 1419.403 873.360 2941.026 3.152 2.941 3.468
0.09 1293.496 807.538 2615.434 3.112 2.907 3.418
0.1 1187.494 751.221 2348.067 3.075 2.876 3.371
0.15 833.467 555.776 1505.531 2.921 2.746 3.178
0.2 629.068 436.060 1060.783 2.799 2.640 3.026
0.25 494.162 353.033 787.982 2.694 2.548 2.897
0.3 397.860 291.068 605.362 2.600 2.464 2.782
0.35 325.459 242.500 475.908 2.512 2.385 2.678
0.4 268.980 203.070 380.370 2.430 2.308 2.580
0.45 223.683 170.206 307.722 2.350 2.231 2.488
0.5 186.559 142.270 251.175 2.271 2.153 2.400
0.55 155.596 118.183 206.296 2.192 2.073 2.314
0.6 129.393 97.223 170.042 2.112 1.988 2.231
0.65 106.939 78.899 140.241 2.029 1.897 2.147
0.7 87.478 62.862 115.288 1.942 1.798 2.062
0.75 70.431 48.848 93.972 1.848 1.689 1.973
0.8 55.326 36.636 75.352 1.743 1.564 1.877
0.85 41.758 26.022 58.647 1.621 1.415 1.769
0.9 29.309 16.800 43.092 1.467 1.225 1.634
0.91 26.907 15.102 40.036 1.430 1.179 1.602
0.92 24.520 13.446 36.972 1.390 1.129 1.568
0.93 22.140 11.831 33.885 1.345 1.073 1.530
0.94 19.753 10.252 30.752 1.296 1.011 1.488
0.95 17.343 8.703 27.543 1.239 .940 1.440
0.96 14.885 7.175 24.209 1.173 .856 1.384
0.97 12.335 5.656 20.671 1.091 .753 1.315
0.98 9.609 4.119 16.769 .983 .615 1.225
0.99 6.482 2.495 12.078 .812 .397 1.082
a. A heterogenity factor is used.
b. Logarithm base = 10
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 27. Hasil IC50 doksorubisin pada sel T47D dengan analisis probit
SPSS 24
Confidence Limits
95% Confidence Limits for Konsentrasi 95% Confidence Limits for log ( Konsentrasi
doksorubisin terhadap T47D doksorubisin terhadap T47Db)
Probability Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
a
PROBIT 0.01 1059.196 345.891 6006.264 3.025 2.539 3.779
0.02 487.024 182.184 2226.091 2.688 2.261 3.348
0.03 297.485 121.206 1186.814 2.473 2.084 3.074
0.04 205.313 89.156 739.820 2.312 1.950 2.869
0.05 151.850 69.419 503.907 2.181 1.841 2.702
0.06 117.466 56.082 363.544 2.070 1.749 2.561
0.07 93.788 46.498 273.134 1.972 1.667 2.436
0.08 76.667 39.303 211.505 1.885 1.594 2.325
0.09 63.826 33.721 167.668 1.805 1.528 2.224
0.1 53.916 29.278 135.432 1.732 1.467 2.132
0.15 26.811 16.246 56.175 1.428 1.211 1.750
0.2 15.387 10.100 28.116 1.187 1.004 1.449
0.25 9.556 6.656 15.670 .980 .823 1.195
0.3 6.230 4.521 9.385 .795 .655 .972
0.35 4.191 3.106 5.935 .622 .492 .773
0.4 2.877 2.130 3.924 .459 .328 .594
0.45 2.000 1.445 2.692 .301 .160 .430
0.5 1.398 .965 1.897 .145 -.015 .278
0.55 .977 .634 1.360 -.010 -.198 .133
0.6 .679 .409 .981 -.168 -.388 -.008
0.65 .466 .258 .706 -.332 -.589 -.151
0.7 .314 .157 .502 -.504 -.803 -.299
0.75 .204 .092 .349 -.689 -1.036 -.457
0.8 .127 .051 .234 -.896 -1.297 -.631
0.85 .073 .025 .147 -1.138 -1.602 -.832
0.9 .036 .010 .082 -1.441 -1.988 -1.085
0.91 .031 .008 .072 -1.514 -2.081 -1.145
0.92 .025 .007 .061 -1.594 -2.183 -1.211
0.93 .021 .005 .052 -1.681 -2.294 -1.284
0.94 .017 .004 .043 -1.779 -2.419 -1.365
0.95 .013 .003 .035 -1.891 -2.562 -1.457
0.96 .010 .002 .027 -2.022 -2.729 -1.565
0.97 .007 .001 .020 -2.183 -2.935 -1.698
0.98 .004 .001 .013 -2.397 -3.208 -1.874
0.99 .002 .000 .007 -2.734 -3.640 -2.152
a. A heterogenity factor is used.
b. Logarithm base = 10
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 28. Hasil IC50 EEADK pada sel Vero dengan analisis probit SPSS 24
Confidence Limits
95% Confidence Limits for Konsentrasi ekstrak 95% Confidence Limits for log ( Konsentrasi
etil asetat daun kelor terhadap sel Vero ekstrak etil asetat daun kelor terhadap sel Verob)
Probability Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
a
PROBIT 0.01 80057.511 8193.918 6.003E8 4.903 3.913 8.778
0.02 47812.449 5893.529 1.658E8 4.680 3.770 8.220
0.03 34475.319 4777.757 7.335E7 4.538 3.679 7.865
0.04 26956.446 4077.903 3.973E7 4.431 3.610 7.599
0.05 22067.439 3583.633 2.414E7 4.344 3.554 7.383
0.06 18611.324 3209.475 1.580E7 4.270 3.506 7.199
0.07 16029.352 2912.969 1.090E7 4.205 3.464 7.037
0.08 14022.983 2670.220 7818513.251 4.147 3.427 6.893
0.09 12417.181 2466.576 5780590.354 4.094 3.392 6.762
0.1 11102.084 2292.403 4378442.908 4.045 3.360 6.641
0.15 6984.107 1689.374 1389105.747 3.844 3.228 6.143
0.2 4832.025 1321.170 559597.693 3.684 3.121 5.748
0.25 3522.727 1066.599 257325.175 3.547 3.028 5.410
0.3 2652.309 877.165 128509.074 3.424 2.943 5.109
0.35 2038.967 729.062 67784.359 3.309 2.863 4.831
0.4 1588.655 609.007 37106.564 3.201 2.785 4.569
0.45 1247.888 508.877 20829.490 3.095 2.707 4.319
0.5 983.968 423.349 11885.677 2.993 2.627 4.075
0.55 775.866 348.720 6849.786 2.890 2.542 3.836
0.6 609.438 282.284 3969.058 2.785 2.461 3.599
0.65 474.845 222.018 2307.613 2.677 2.346 3.363
0.7 365.038 166.562 1348.515 2.562 2.222 3.130
0.75 274.842 115.616 797.892 2.439 2.063 2.903
0.8 200.370 70.815 483.601 2.302 1.850 2.684
0.85 138.628 35.788 301.472 2.142 1.554 2.479
0.9 87.208 13.398 188.272 1.941 1.127 2.275
0.91 77.972 10.425 170.330 1.892 1.018 2.231
0.92 69.043 7.905 153.414 1.839 .828 2.186
0.93 60.401 5.807 137.322 1.781 .764 2.138
0.94 52.022 4.097 121.859 1.716 .612 2.086
0.95 43.874 2.740 106.813 1.642 .438 2.029
0.96 35.917 1.700 91.935 1.555 .230 1.963
0.97 28.084 .940 76.876 1.448 -.027 1.886
0.98 20.250 .425 61.027 1.306 -.372 1.786
0.99 12.094 .120 42.877 1.083 -.921 1.632
a. A heterogenity factor is used.
b. Logarithm base = 10
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 29. Nilai Persen hidup sel MCF-7 dengan pemberian kombinasi
EEADK-Doksorubisin
Kontrol sel
0,447 0,459 0,439 0.433 0.438 0,432
Kontrol media
0,086 0,095 0,088 0,097 0,096 0,097
37,31 0,390 0,395 0,392 85,93 1,45 0,298 0,310 0,304 60,56
18,66 0,397 0,432 0,438 94,54 0,73 0,328 0,318 0,320 65,73
µg/mL 55,97 0,264 0,261 0,267 49,07 0,274 0,255 0,253 48,11
µg/mL 55,97 0,155 0,152 0,137 15,75 0,276 0,277 0,265 51,56
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 30. Nilai Persen hidup sel T47D dengan pemberian kombinasi
EEADK-Doksorubisin
Kontrol sel
0,820 0,843 0,835 0.875 0.840 0,835
Kontrol media
0,079 0,077 0,083 0,084 0,087 0,093
46,64 0,747 0,812 0,781 91,90 0,35 0,127 0,154 0,148 7,811
23,32 0,786 0,803 0,798 93,58 0,18 0,383 0,348 0,354 36,68
µg/mL 69,96 0,147 0,160 0,155 9,26 0,126 0,134 0,140 6,54
µg/mL 69,96 0,145 0,140 0,133 7,33 0,315 0,304 0,318 30,17
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 31. Indeks kombinasi (IK) EEADK - doksorubisin pada sel MCF-7
dengan Compusyn system version 1
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 31. (Lanjutan)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 32. Indeks kombinasi (IK) EEADK - doksorubisin pada sel T47D
dengan Compusyn system version 1
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 32. (Lanjutan)
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 33. LAF (Laminar Air Flow), mikroskop inverted, dan inkubator CO2
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Lampiran 34. Microplate reader dan Flowsitometer
Keterangan: Flowsitometer
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara
Universitas
Universitas Sumatera
Sumatera Utara
Utara