FAKULTASKEDOKTERAN
Juli 2021
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Disusun Oleh:
Supervisor Pembimbing :
dr. Husnul Mubarak, Sp. KFR (K)
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................i
Halaman Pengesahan.....................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................1
DAFTAR PUSTAKA...................................................................14
iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium akut, stadium recovery, dan
stadium residual.21 Pada stadium akut, terjadi oedema cerebri yang ditandai
dengan abnormalitas dari tonus yaitu flaccid, perlangsungannya antara 1 sampai 3
minggu dari awal terjadi serangan. Pada fase ini terjadi perbaikan neurologi
dimana apabila diberikan penanganan yang baik di awal maka prognosis gerak
dan fungsional semakin baik. Pada stadium recovery, akan menyebabkan
perubahan tonus yang abnormal yang ditandai dengan peningkatan tonus. Dengan
adanya abnormal tonus secara postural (spastisitas) maka akan terjadi gangguan
gerak yang dapat berakibat terjadi gangguan aktifitas fungsional dan dapat
menghalangi serta menghambat timbulnya keseimbangan. Hal ini juga tergantung
dari jenis lesi, derajat berat, dan juga kondisi tubuh pasien, ketaatan pasien dalam
menjalani proses pemulihan, dan juga semangat pasien untuk sembuh.22
Stroke merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi, baik
di Indonesia maupun secara global. Pada tahun 2013, stroke merupakan penyebab
kematian terbesar kedua, yaitu 11,8% dari total kematian di seluruh dunia dan
menduduki peringkat kelima penyebab kematian terbesar di Amerika dimana
stroke membunuh hampir 133.000 orang per tahun. Stroke merupakan penyebab
utama disabilitas jangka panjang yang serius di Amerika Serikat.7
2
Pada umumnya, penderita stroke merasa menjadi beban ekonomi bagi
keluarga dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, butuh penanganan untuk
meminimalisasi kecacatan akibat penyakit stroke dan membantu penderita untuk
mengoptimalkan kembali aktivitas dan interaksinya dengan keluarga maupun
masyarakat agar terwujud kualitas hidup yang baik.2
3
F. Kehilangan kesadaran
G. Kurangnya keseimbangan
H. Lemah setengah badan
I. Salah satu sisi wajah ada yg kendur.
Selain itu terdapat kriteria bagi pasien stroke untuk menjalani program
rehabilitasi yaitu:10
4
3. Pada saat identifikasi terdapat minimal 2 disability dari: mobilisasi, ADL,
komunikasi, kontrol berkemih dan defekasi, atau gangguan menelan
4. Fungsi kognitif mampu
5. Mampu berkomunikasi dengan terapis
6. Fisik yang mampu untuk menjalani program
7. Serta adanya tujuan atau goals pengobatan
5
Hal ini terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak. Penurunan
tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah.
5. Kontraktur
Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila
dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot
mengecil dan memendek.
6
tindakan rehabilitasi latihan pasif dapat dimulai 2-3 hari setelah
serangan pada stroke iskemik dan pada stroke hemoragik dapat
dimulai setelah 1 minggu. Serta menurut Guideline manajemen awal
stroke oleh America Heart Association 2018, tindakan rehabilitasi
dibawah 24 jam setelah serangan tidak direkomendasikan untuk
dilakukan.15 Dengan tingginya dependan terhadap orang lain maka
tindakan yang dapat dilakukan yaitu: 12,13
1. Head To Bed Position
Menurut penelitian Gregoria, dkk pada tahun 2019, elevasi kepala
30˚ dapat meningkatkan aliran darah otak pada penderita stroke
iskemik dibandingkan kepala yang diposisikan 0˚ pada 24 jam
awal setelah serangan stroke.(Gregoria). Sedangkan belum ada
penelitian yang mengemukakan mengenai efek posisi kepala pada
24 jam awal setelah serangan stroke pada penderita stroke
hemoragik.16 Elevasi kepala bermanfaat untuk mencegah
regurgitasi dan pneumonia aspirasi.12
2. Bed Proper Positioning
Bed proper positioning dilakukan untuk mencegah kontraktur dan
ulkus akibat imobilisasi. Teknik ini sebaiknya dilakukan 72 jam
setelah serangan stroke. Ubah posisi tidur setiap 2 jam pada siang
hari, dan setiap 4 jam pada malam hari.12
Pengaturan posisi terlentang
Pengaturan posisi tidur miring ke sisi sehat
Pengaturan posisi tidur miring ke sisi sakit
7
3. Penggunaan orthosis untuk mengembalikan fungsional sendi
Penggunaan orthosis bertujuan untuk mengurangi spastisitas dan
nyeri, memperbaiki fungsi, dan sebagai kompensasi keamanan
serta mencegah kontraktur dan deformitas dengan
mempertahankan posisi ekstremitas dalam posisi anatomis untuk
mempertahankan posisi sendi di posisi normal atau mendekati
normal. Prinsip penggunaan orthose yaitu memberikan kelebihan
dari durasi efektivitas karena dapat dapat dipasang beberapa jam
dan tidak membutuhkan orang lain untuk menjaga. Orthosis yang
biasanya digunakan yaitu resting hand splint dan resting ankle
splint. Resting hand splint untuk mencegah pergelangan tangan dan
jari-jari yang hemiplegik sedangkan resting ankle splint digunakan
pada pasien nonambulatori. Resting ankle splint digunakan saat
malam, pada posisi plantigrade (pergelangan kaki berada 90° dan
subtalar pada posisi netral).12,13
4. Latihan full ROM secara pasif lalu menjadi aktif pada seluruh
sendi minimal sekali sehari untuk mencegah kontraktur dengan
pola stretching-strengthening-endurance
Latihan fisik dapat menurunkan volume infark, peningkatan
plastisitas neuron, meningkatkan angiogenesis, peningkatan
reaktifitas vasomotor serebral, peningkatan biogenesis
mitokondria, penurunan permeabilitas sawar darah otak,
peningkatan regulasi kolinergi sehingga dengan latihan dapat
terjadi peningkatan aktivitas otak akibat perbaikan perfusi ke otak
yang dapat memengaruhi outcome fungsional pasien.17 Latihan
8
pasif dapat dimulai 2-3 hari setelah serangan pada stroke iskemik
dan pada stroke hemoragik dapat dimulai setelah 1 minggu.
Latihan ini berfungsi agar tidak terjadi kontraktur dan kekakuan
otot.xx Latihan ini dilakukan minimal sekali sehari dan diharapkan
dilakukan secara kontinyu baik bagi pasien maupun caregiver
untuk menstimulasi neuromuscular yang terdampak stroke.17
Latihan gerak pasif ekstremitas atas
9
5. Pencegahan Deep Venous Thrombosis (DVT)
Tidak ada perbedaan intervensi profilaksis mekanik terhadap
pencegahan DVT pada stroke nonhemoragik dan hemoragik, yang
membedakan adalah profilaksis farmakologi untuk pencegahan
DVT.
Stroke hemoragik dapat diberikan low molecular weight
heparin (LMWH) enoxaparin 20 mg setelah 48 jam setelah
muncul gejala
Stroke nonhemoragik dapat diberikan unfractionated heparin
(UFH) setelah 48 jam setelah muncul gejala
10
kemampuan fungsional yang telah dicapai, mengoptimalkan kualitas
hidup pasien, dan mencegah komplikasi.
Targetnya membuat gerakan semakin baik dan penggunaan tenaga
semakin efisien.
Latihan endurans dan penguatan otot secara bertahap terus
ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai aktivitas aktif yang
optimal.Tergantung pada beratnya stroke, hasil luaran rehabilitasi
dapat mencapai berbagai tingkat seperti:
Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit
Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan
sesuai kondisi
Mandiri penuh namun tidak bekerja
Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain
Aktivitas sehari-hari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang
lain
Latihan pada fase ini penderita dilatih lebih aktif, meliputi latihan
turning, rolling, sitting, dan kneeling. Reedukasi motorik harus
berdasarkan12,13:
1. Sisi sakit harus diaktifkan dengan cara postur yang benar melalui
gerakan pasif dan aktif
2. Penderita harus diposisikan pada postur pola anti-spastik,
contohnya pada posisi miring yang sakit di atas dan kepala
menoleh ke sisi sakit, yang berguna untuk menghambat keadaan
spastik dari otot-otot ekstensor tungkai dan fleksor lengan
3. Latihan aktif dan pasif pada otot yang lumpuh harus dimulai sejak
awal dan berlanjut hingga fase lanjut
4. Gerakan pasif dan aktif harus dimulai pada badan lalu selanjutnya
di bahu dan panggul. Gerakan tersebut dimulai dari sendi
proksimal lalu ke distal
11
5. Perbaiki righting reaction, equilibrium reaction, menumpu pada
sisi sakit, adaptasi postural sisi sakit melawan gravitasi yang
dilakukan secara pasif maupun aktif. Teknik neuromuscular
facilitation digunakan untuk menimbulkan gerakan yang bertujuan
sampai terjadi gerakan yang permanen.
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
14
12. Randall L. Braddom. Physical Medicine & Rehabilitation 4th Edition.
Philadelphia: Elsevier. 2011
13. Frontera Walter R. et al. Delisa JA ed. Rehabilitation Medicine Principles
and Practice 5th ed. Philadelphia: Lippincottraven. 2010. Chapterb23p:
552-571
14. Fuath, A. (2015). Physical Activity and Exercise After Stroke. One Day
Seminar: Stroke, 73-89
15. Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, Adeoye OM, Bambakidis NC,
Becker K, Biller J, Brown M, Demaerschalk BM, Hoh B, Jauch EC,
Kidwell CS, Leslie-Mazwi TM, Ovbiagele B, Scott PA, Sheth KN,
Southerland AM, Summers DV, Tirschwell DL; on behalf of the American
Heart Association Stroke Council. 2018 Guidelines for the early
management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for
healthcare proffesionals from the American Heart Assosciation/American
Stroke Association. Stroke. 2018;49:e46-e99.
doi:10.1161/STR.0000000000000158.
16. Gregori-Pla C, Blanco I, Camps-Renom P, et al. Early microvascular
cerebral blood flow response to head-of-bed elevation is related to
outcome in acute ischemic stroke. J Neurol. 2019;266(4):990-997.
doi:10.1007/s00415-019-09226-y
17. Pin-Barre C, Laurin J. Physical Exercise as a Diagnostic, Rehabilitation,
and Preventive Tool: Influence on Neuroplasticity and Motor Recovery
after Stroke. Neural Plast. 2015;2015:608581. doi:10.1155/2015/608581
18. Salbach NM, Mayo NE, Robichaud-Ekstrand S, Hanley JA, Rich- ards
CL, Wood-Dauphinee S: The effect of a task-orientated walking
intervention on improving balance self-efficacy post- stroke: a
randomized, controlled trial. J Am Geriatr Soc 2015; 53: 576-582
15
19. Chung YJ, Cho SH, Lee YH: Effect of the knee joint tracking training in
closed kinetic chain condition for stroke patients. Re-stor Neurol Neurosci
2016; 24: 173 180
20. Masduchi RH, Andriati, Pawana A, dkk. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto, 2020
21. Junaidi, Iskandar, 2006; Stroke A-Z, PT Buana Ilmu Popular, Jakarta
22. Suyono, A., 1992; Gangguan Sensori Motor pada Penderita Hemiplegi
Pasca Stroke, Workshop Fisioterapi pada Stroke, IKAFI Jakarta
16