Anda di halaman 1dari 20

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI Referat

FAKULTASKEDOKTERAN
Juli 2021
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LATIHAN PROSTETIK PADA PASIEN STROKE

Disusun Oleh:

Arina Rezkyana Arfa C014202265


Yolanda Geraldy C014202077

Supervisor Pembimbing :
dr. Husnul Mubarak, Sp. KFR (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK & REHABILITASI MEDIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :


Arina Rezkyana Arfa C014202265
Yolanda Geraldy C014202077

Dengan judul referat : Latihan Prostetik Pada Pasien Stroke


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Juli 2021


Supervisor Pembimbing

dr. Husnul Mubarak, Sp. KFR (K)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................i

Halaman Pengesahan.....................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................2

2.1 Definisi Stroke.................................................................2

2.2 Komplikasi Stroke...........................................................5

2.3 Rehabilitasi Medik Pada Stroke....................................5

BAB III PENUTUP.....................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................14

iii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut WHO, Stroke adalah penyakit neurologis yang menimbulkan


tanda-tanda klinis yang berkembang sangat cepat berupa defisit atau penurunan
neurologi fokal dan global, berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian. Stroke ini terjadi apabila pembuluh darah otak
mengalami penyumbatan atau pecah yang dapat mengakibatkan kurangnya asupan
darah yang membawa oksigen ke otak secara optimal.1

Stroke termasuk dalam penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit


kanker dan jantung. Seperempat dari semua penderita stroke yang meninggal,
diperkirakan merupakan akibat langsung dari stroke dan komplikasinya.2

Berdasarkan data diagnosis Tenaga Kesehatan dari Pusat Data dan


Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, diperkirakan jumlah
penderita Stroke di Indonesia tahun 2013 adalah 1.236.825 orang. 3

Pada umumnya, penderita stroke biasanya merasa menjadi beban ekonomi


bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, butuh penanganan
untuk meminimalisasi kecacatan akibat penyakit stroke dan membantu penderita
untuk mengoptimalkan kembali aktivitas dan interaksinya dengan keluarga
maupun masyarakat.2

Dalam penanganan stroke terdapat beberapa tahapan yaitu tatalaksana fase


akut yang memiliki prinsip stabilisasi kondisi pasien, konfirmasi diagnosis cepat
dan efisien, pemeriksaan laboratorium dan menetapkan pengobatan.Kemudian
terapi pencegahan sekunder atau rehabilitasi.Rehabilitasi bertujuan untuk
memaksimalkan kembali fungsi tubuh, aktivitas dan interaksi individu dalam
lingkungannya.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menyebabkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak.4
Stroke dapat terjadi akibat berkurangnya perfusi ke otak yang dapat diakibatkan
oleh adanya iskemik maupun sumbatan pada pembuluh darah (Stroke
NonHemoragik) atau akibat pecahnya pembuluh darah otak (Stroke
Hemoragik).5,6

Stroke terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium akut, stadium recovery, dan
stadium residual.21 Pada stadium akut, terjadi oedema cerebri yang ditandai
dengan abnormalitas dari tonus yaitu flaccid, perlangsungannya antara 1 sampai 3
minggu dari awal terjadi serangan. Pada fase ini terjadi perbaikan neurologi
dimana apabila diberikan penanganan yang baik di awal maka prognosis gerak
dan fungsional semakin baik. Pada stadium recovery, akan menyebabkan
perubahan tonus yang abnormal yang ditandai dengan peningkatan tonus. Dengan
adanya abnormal tonus secara postural (spastisitas) maka akan terjadi gangguan
gerak yang dapat berakibat terjadi gangguan aktifitas fungsional dan dapat
menghalangi serta menghambat timbulnya keseimbangan. Hal ini juga tergantung
dari jenis lesi, derajat berat, dan juga kondisi tubuh pasien, ketaatan pasien dalam
menjalani proses pemulihan, dan juga semangat pasien untuk sembuh.22

Stroke merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi, baik
di Indonesia maupun secara global. Pada tahun 2013, stroke merupakan penyebab
kematian terbesar kedua, yaitu 11,8% dari total kematian di seluruh dunia dan
menduduki peringkat kelima penyebab kematian terbesar di Amerika dimana
stroke membunuh hampir 133.000 orang per tahun. Stroke merupakan penyebab
utama disabilitas jangka panjang yang serius di Amerika Serikat.7

2
Pada umumnya, penderita stroke merasa menjadi beban ekonomi bagi
keluarga dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, butuh penanganan untuk
meminimalisasi kecacatan akibat penyakit stroke dan membantu penderita untuk
mengoptimalkan kembali aktivitas dan interaksinya dengan keluarga maupun
masyarakat agar terwujud kualitas hidup yang baik.2

Program rehabilitasi stroke dapat digambarkan sebagai prosedur yang


bertujuan untuk memfasilitasi orang-orang yang mungkin mengalami atau akan
mengalami pada fase kecacatan untuk mencapai fungsi optimal dalam
interaksinya dengan lingkungan. Pada umumnya, hal ini membantu dalam
meningkatkan potensi fisik, psikososial, dan pekerjaan mereka dengan
mempertimbangan keterbatasan fisiologis dan lingkungan. Seiring dengan adanya
kemajuan teknologi dan informasi serta pengembangan ilmu mampu menurunkan
angka kematian selama dekade terakhir.8

Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi outcome individu


dalam pemulihan fungsional, diantaranya:9

A. Tipe stroke, distribusi, pola, dan derajat berat gangguan fungsional.


B. Kemampuan kognitif, bahasa, komunikasi dan belajar
C. Jumlah, tipe, dan derajat keparahan kondisi medis yang menjadi faktor
komorbid
D. Kemampuan individu dalam beradaptasi
E. Keterlibatan dan partisipasi keluarga
F. Tipe dan kualitas program rehabilitasi.

Adapun gejala yang didapatkan pada penderita stroke, antara lain :


A. Mati rasa
B. Gangguan penglihatan
C. Gangguan berbicara dan sulit memahami ucapan orang lain
D. Sakit kepala hebat
E. Kesulitan berjalan

3
F. Kehilangan kesadaran
G. Kurangnya keseimbangan
H. Lemah setengah badan
I. Salah satu sisi wajah ada yg kendur.

Pasien stroke yang ditangani dengan cepat untuk mencegah perburukan


pada struktur neurologis akan memberikan prognosis vitam yang bonam,
kemundian prognosis sanationam dan fungsionam yang cenderung bonam dengan
perkiraan dapat mencapai level neurologis termampunya rata-rata dalam 15
minggu tergantung dari derajat keparahan. Sehingga waktu untuk memulai
rehabilitasi pada penderita stroke nonhemoragik dapat dilakukan sedini
mungkin10.

Selain itu terdapat kriteria bagi pasien stroke untuk menjalani program
rehabilitasi yaitu:10

1. Status neurologis stabil


2. Terdapat defisit neurologis persisten yang signifikan

4
3. Pada saat identifikasi terdapat minimal 2 disability dari: mobilisasi, ADL,
komunikasi, kontrol berkemih dan defekasi, atau gangguan menelan
4. Fungsi kognitif mampu
5. Mampu berkomunikasi dengan terapis
6. Fisik yang mampu untuk menjalani program
7. Serta adanya tujuan atau goals pengobatan

Ciri-ciri neurologis stabil:11

1. Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial


2. Tidak terdapat pendarahan intraserebral
3. Tidak ditemukan kejang
4. Tidak mengalami penurunan kesadaran
5. Tidak mengalami gangguan otonom (gangguan pernapasan, hipotensi,
hipertensi, takikardi dan bradikardi)

2.2. Komplikasi Stroke


Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat
penanganan yang baik, antara lain sebagai berikut20 :
1. Abnormal tonus
Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas, serta dapat
menganggu gerak dan juga menghambat terjadinya keseimbangan.
2. Shoulder Hand Syndrome
Shoulder hand syndrome (syndrome bahu) merupakan komplikasi dari
stroke yang dialami sebagian pasien. Pasien akan merasakan nyeri dan
kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi.
3. Deep Venous Thrombosis (DVT)
DVT yang disebabkan tirah baring yang lama, memungkinkan
thrombus terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi.
Hal ini dapat menyebabkan oedem pada tungkai bawah.
4. Orthostatic Hypotension

5
Hal ini terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak. Penurunan
tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah.
5. Kontraktur
Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila
dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot
mengecil dan memendek.

2.3. Rehabilitasi Medik Pada Stroke


Rehabilitasi yang dilakukan untuk pasien stroke dibagi menjadi
dua, yakni fase akut dan fase lanjut. Rehabilitasi paling baik dilakukan di
rumah sakit pada fase akut dan di pusat rehabilitasi pada fase lanjut.12,13
a. Rehabilitasi Fase Akut
Pada fase ini, kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya
dilakukan perawatan di rumah sakit yaitu di ruang gawat biasa ataupun
di unit stroke. Program pada fase ini dijalankan oleh tim, dimulai aktif
sesudah prosesnya stabil yaitu sesudah 24-72 jam setelah serangan,
kecuali terjadi perdarahan.12,13
Tujuan pada fase ini, adalah untuk meminimalkan disabilitas akibat
stroke dan mengoptimalkan pemulihan fungsional dengan memberikan
intervensi rehabilitasi medik yang dapat membantu perbaikan perfusi
otak dan mencegah komplikasi yang terjadi akibat stroke dan efek
imobilitas serta menetapkan mobilisasi dini sesuai dengan kondisi
medis.18,19
Target rehabilitasi fase akut adalah memberikan penanganan awal
sehingga tidak memperburuk terjadinya gangguan perfusi di otak serta
meminimalkan disabilitas yang terjadi pada penderita stroke.12,13
Rehabilitasi fase akut yaitu meliputi manajemen disfagia, manajemen
afasia, pencegahan pressure ulcer, pencegahan jatuh, pencegahan nyeri
dan deprivasi sensori, dan pencegahan nyeri serta Deep Venous
Thrombosis (DVT).14 Tidak ada perbedaan signifikan mengenai
rehabilitasi pada pasien stroke hemoragik dan non hemoragik namun

6
tindakan rehabilitasi latihan pasif dapat dimulai 2-3 hari setelah
serangan pada stroke iskemik dan pada stroke hemoragik dapat
dimulai setelah 1 minggu. Serta menurut Guideline manajemen awal
stroke oleh America Heart Association 2018, tindakan rehabilitasi
dibawah 24 jam setelah serangan tidak direkomendasikan untuk
dilakukan.15 Dengan tingginya dependan terhadap orang lain maka
tindakan yang dapat dilakukan yaitu: 12,13
1. Head To Bed Position
Menurut penelitian Gregoria, dkk pada tahun 2019, elevasi kepala
30˚ dapat meningkatkan aliran darah otak pada penderita stroke
iskemik dibandingkan kepala yang diposisikan 0˚ pada 24 jam
awal setelah serangan stroke.(Gregoria). Sedangkan belum ada
penelitian yang mengemukakan mengenai efek posisi kepala pada
24 jam awal setelah serangan stroke pada penderita stroke
hemoragik.16 Elevasi kepala bermanfaat untuk mencegah
regurgitasi dan pneumonia aspirasi.12
2. Bed Proper Positioning
Bed proper positioning dilakukan untuk mencegah kontraktur dan
ulkus akibat imobilisasi. Teknik ini sebaiknya dilakukan 72 jam
setelah serangan stroke. Ubah posisi tidur setiap 2 jam pada siang
hari, dan setiap 4 jam pada malam hari.12
 Pengaturan posisi terlentang
 Pengaturan posisi tidur miring ke sisi sehat
 Pengaturan posisi tidur miring ke sisi sakit

7
3. Penggunaan orthosis untuk mengembalikan fungsional sendi
Penggunaan orthosis bertujuan untuk mengurangi spastisitas dan
nyeri, memperbaiki fungsi, dan sebagai kompensasi keamanan
serta mencegah kontraktur dan deformitas dengan
mempertahankan posisi ekstremitas dalam posisi anatomis untuk
mempertahankan posisi sendi di posisi normal atau mendekati
normal. Prinsip penggunaan orthose yaitu memberikan kelebihan
dari durasi efektivitas karena dapat dapat dipasang beberapa jam
dan tidak membutuhkan orang lain untuk menjaga. Orthosis yang
biasanya digunakan yaitu resting hand splint dan resting ankle
splint. Resting hand splint untuk mencegah pergelangan tangan dan
jari-jari yang hemiplegik sedangkan resting ankle splint digunakan
pada pasien nonambulatori. Resting ankle splint digunakan saat
malam, pada posisi plantigrade (pergelangan kaki berada 90° dan
subtalar pada posisi netral).12,13

4. Latihan full ROM secara pasif lalu menjadi aktif pada seluruh
sendi minimal sekali sehari untuk mencegah kontraktur dengan
pola stretching-strengthening-endurance
Latihan fisik dapat menurunkan volume infark, peningkatan
plastisitas neuron, meningkatkan angiogenesis, peningkatan
reaktifitas vasomotor serebral, peningkatan biogenesis
mitokondria, penurunan permeabilitas sawar darah otak,
peningkatan regulasi kolinergi sehingga dengan latihan dapat
terjadi peningkatan aktivitas otak akibat perbaikan perfusi ke otak
yang dapat memengaruhi outcome fungsional pasien.17 Latihan

8
pasif dapat dimulai 2-3 hari setelah serangan pada stroke iskemik
dan pada stroke hemoragik dapat dimulai setelah 1 minggu.
Latihan ini berfungsi agar tidak terjadi kontraktur dan kekakuan
otot.xx Latihan ini dilakukan minimal sekali sehari dan diharapkan
dilakukan secara kontinyu baik bagi pasien maupun caregiver
untuk menstimulasi neuromuscular yang terdampak stroke.17
 Latihan gerak pasif ekstremitas atas

 Latihan gerak pasif ekstremitas bawah

9
5. Pencegahan Deep Venous Thrombosis (DVT)
Tidak ada perbedaan intervensi profilaksis mekanik terhadap
pencegahan DVT pada stroke nonhemoragik dan hemoragik, yang
membedakan adalah profilaksis farmakologi untuk pencegahan
DVT.
 Stroke hemoragik dapat diberikan low molecular weight
heparin (LMWH) enoxaparin 20 mg setelah 48 jam setelah
muncul gejala
 Stroke nonhemoragik dapat diberikan unfractionated heparin
(UFH) setelah 48 jam setelah muncul gejala

Insidens terjadinya DVT meningkat dapat disebabkan oleh


beberapa hal yaitu derajat parese tungkai, gangguan gait, spastisitas
otot, dan penggunaan ortotik untuk mencegahnya dapat diberikan
cilostazol yang berperan mencegah mikroinjuri endotel vena.
Profilaksis mekanik yang dianjurkan yaitu intermitten pneumatic
compression yang dipadukan dengan elastic stocking. Penggunaan
graduated compression stocking (GCS) juga tidak dianjurkan pada
stroke fase akut.

b. Rehabilitasi Fase Lanjut


Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak berbeda dengan
fase sebelumnya.Hanya dalam fase inisirkuit-sirkuit gerak/aktivitas
sudah terbentuk, membuatpembentukan sirkuit baru menjadi lebih sulit
dan lambat. Hasil latihan masih tetap dapat berkembang bila ditujukan
untuk memperlancar sirkuit yang telah terbentuk sebelumnya,membuat
gerakan semakin baik dan penggunaan tenaga semakin efisien. Latihan
yang dilakukan yaitu latihan endurans dan penguatan otot yang
dilakukan bertahap dan terus ditingkatkan sampai pasien dapat
mencapai aktivitas aktif yang optimal.
Tujuan dari program latihan fase kronis ini yaitu untuk
mengoptimalkan kemampuan fungsional pasien, mempertahankan

10
kemampuan fungsional yang telah dicapai, mengoptimalkan kualitas
hidup pasien, dan mencegah komplikasi.
Targetnya membuat gerakan semakin baik dan penggunaan tenaga
semakin efisien.
Latihan endurans dan penguatan otot secara bertahap terus
ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai aktivitas aktif yang
optimal.Tergantung pada beratnya stroke, hasil luaran rehabilitasi
dapat mencapai berbagai tingkat seperti:
 Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit
 Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan
sesuai kondisi
 Mandiri penuh namun tidak bekerja
 Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain
 Aktivitas sehari-hari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang
lain

Latihan pada fase ini penderita dilatih lebih aktif, meliputi latihan
turning, rolling, sitting, dan kneeling. Reedukasi motorik harus
berdasarkan12,13:

1. Sisi sakit harus diaktifkan dengan cara postur yang benar melalui
gerakan pasif dan aktif
2. Penderita harus diposisikan pada postur pola anti-spastik,
contohnya pada posisi miring yang sakit di atas dan kepala
menoleh ke sisi sakit, yang berguna untuk menghambat keadaan
spastik dari otot-otot ekstensor tungkai dan fleksor lengan
3. Latihan aktif dan pasif pada otot yang lumpuh harus dimulai sejak
awal dan berlanjut hingga fase lanjut
4. Gerakan pasif dan aktif harus dimulai pada badan lalu selanjutnya
di bahu dan panggul. Gerakan tersebut dimulai dari sendi
proksimal lalu ke distal

11
5. Perbaiki righting reaction, equilibrium reaction, menumpu pada
sisi sakit, adaptasi postural sisi sakit melawan gravitasi yang
dilakukan secara pasif maupun aktif. Teknik neuromuscular
facilitation digunakan untuk menimbulkan gerakan yang bertujuan
sampai terjadi gerakan yang permanen.

12
BAB III

PENUTUP

Stroke merupakan suatu kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi individu


dan orang-orang sekitar individu yang sakit sehingga membutuhkan penanganan
untuk meminimalisasi kecacatan akibat penyakit stroke dan membantu penderita
untuk mengoptimalkan kembali aktivitas dan interaksinya dengan keluarga
maupun masyarakat.Penilaian dan pendekatan rehabilitasi yang dianjurkan pada
pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga pemilihan rehabilitasi yang
tepat membantu penderita mencapai fungsi terbaiknya. pelatihan gaya berjalan
menggunakan prostesis dapat mengatur ulang strategi motorik untuk gaya berjalan
hemiparetik dengan mendorong penggunaan kaki paretik untuk menopang dan
mendorong tubuh. Itu harus memuat proses pembelajaran motorik fisioterapi
untuk mengoptimalkan pola kiprah. Efek spesifik tugas yang diberikan oleh
pelatihan kiprah prostetik memungkinkan pasien stroke untuk mengembangkan
secara dramatis kemampuan berjalan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ni Made Trismarani, Dion Krismashogi, Heni Fatmawati. Intisari Sains


Medis. 2019. Gambaran Faktor Risiko dan Tingkat Risiko Stroke Iskemik
Berdasarkan Stroke risk Scorecrd do RSUD Klungkung. Vol. 10 No. 3:
720-729
2. Dwita Oktaria, Sabrina Fazriesa. Efektivitas Akupunktur untuk
Rehabilitasi Stroke. 2017. Fakultas kedokteran universitas Lampung. Vol.
6. no. 2
3. Kemenkes RI. Infodatin: Situasi Kesehatan Jantung. 2014. Jakarta.
4. WHO, 2014. Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2014.
World Health, p: 176.

5. Smith, W.S., Hauser, S.L., Easton, J.D., 2001. Cerebrovascular Dissease.


New York.
6. Price, S.A, Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Volume 2. 6th ed. Jakarta : EGC pp 1105-32
7. AHA, Emelia J, Benjamin, Michael J, et. al. 2017. Heart Disease and
Stroke Statistics—2017 Update: A Report from The American Heart.
Circulation.
8. Bindawas SM, Vennu VS. Stroke rehabilitation. A call to action in Saudi
Arabia. Neurosciences (Riyadh). 2016;21(4):297-305.
doi:10.17712/nsj.2016.4.20160075
9. Randall L. Braddom. Physical Medicine & Rehabilitation 4th Edition.
Philadelphia:Elsevier. 2011
10. Frontera Walter R. et al. Delisa JA ed. Rehabilitation Medicine Principles
and Practice 5th ed. Philadelphia: Lippincottraven. 2010. Chapterb23
p:552-571
11. Yanuarita Tursinawati, Arif Tajally, Arum Kartikadewi. 2017. Buku Ajar
Sistem Syaraf. Universitas Muhammadiyah Semarang. Unimus Press;
Semarang.

14
12. Randall L. Braddom. Physical Medicine & Rehabilitation 4th Edition.
Philadelphia: Elsevier. 2011
13. Frontera Walter R. et al. Delisa JA ed. Rehabilitation Medicine Principles
and Practice 5th ed. Philadelphia: Lippincottraven. 2010. Chapterb23p:
552-571

14. Fuath, A. (2015). Physical Activity and Exercise After Stroke. One Day
Seminar: Stroke, 73-89
15. Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, Adeoye OM, Bambakidis NC,
Becker K, Biller J, Brown M, Demaerschalk BM, Hoh B, Jauch EC,
Kidwell CS, Leslie-Mazwi TM, Ovbiagele B, Scott PA, Sheth KN,
Southerland AM, Summers DV, Tirschwell DL; on behalf of the American
Heart Association Stroke Council. 2018 Guidelines for the early
management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for
healthcare proffesionals from the American Heart Assosciation/American
Stroke Association. Stroke. 2018;49:e46-e99.
doi:10.1161/STR.0000000000000158.
16. Gregori-Pla C, Blanco I, Camps-Renom P, et al. Early microvascular
cerebral blood flow response to head-of-bed elevation is related to
outcome in acute ischemic stroke. J Neurol. 2019;266(4):990-997.
doi:10.1007/s00415-019-09226-y
17. Pin-Barre C, Laurin J. Physical Exercise as a Diagnostic, Rehabilitation,
and Preventive Tool: Influence on Neuroplasticity and Motor Recovery
after Stroke. Neural Plast. 2015;2015:608581. doi:10.1155/2015/608581

18. Salbach NM, Mayo NE, Robichaud-Ekstrand S, Hanley JA, Rich- ards
CL, Wood-Dauphinee S: The effect of a task-orientated walking
intervention on improving balance self-efficacy post- stroke: a
randomized, controlled trial. J Am Geriatr Soc 2015; 53: 576-582

15
19. Chung YJ, Cho SH, Lee YH: Effect of the knee joint tracking training in
closed kinetic chain condition for stroke patients. Re-stor Neurol Neurosci
2016; 24: 173 180
20. Masduchi RH, Andriati, Pawana A, dkk. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto, 2020
21. Junaidi, Iskandar, 2006; Stroke A-Z, PT Buana Ilmu Popular, Jakarta
22. Suyono, A., 1992; Gangguan Sensori Motor pada Penderita Hemiplegi
Pasca Stroke, Workshop Fisioterapi pada Stroke, IKAFI Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai