Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

DAFTR ISI

Cover………………………………………………………………………………………….
BAB I

PEMBAHASAN

.1 Terapi Biopsikologi Di Rumah Untuk Meningkatkan Kekuatan Motorik Pasca Stroke


Ulangan (Ambar & Dadang, 2017)
Hasil penelitian diperoleh melalui data-data pengamatan kegiatan subjek selama 30 hari
disajikan pada Grafik 1 berikut.

Gambar 1. Kurva
perubahan kekuatan motorik otot.

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa terjadi kenaikan kekuatan motorik secara
bertahap dari kekuatan otot 1 hingga 4 sesuai perkembangan waktu. Pada kondisi kekuatan 1,
subjek hanya bisa berbaring di tempat tidur. Di akhir pengamatan, subjek berada pada
kondisi kekuatan otot 4 dengan kondisi dapat berjalan dan buang air besar di kamar mandi.
Pada kondisi akhir, subjek juga sudah dapat makan sendiri.
Kemampuan fungsional individu tergantung dari kemampuan fisik yang dimilikinya.
Perkembangan fisik tidak hanya berdampak pada kemampuan aktivitas fisik, tetapi juga
berdampak pada kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Gerak memiliki
hubungan dengan perkembangan kognitif, aktivitas sosial, dan komunikasi.
Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh stroke bagi kehidupan manusia sangat
kompleks. Adanya gangguan-gangguan fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi,
gangguan keseimbangan, gangguan kontrol postur, gangguan sensasi, gangguan refleks gerak
akan menurunkan kemampuan aktivitas fungsional individu seharihari. Akibat adanya
gangguan vital otak, maka penderita stroke melakukan aktivitas berjalan dengan pola yang
abnormal. Fokus dari rehabilitasi stroke, khususnya fisioterapi adalah memperbaiki
permasalahan gerak yang terkait dengan fungsional pada kondisi stroke, dalam hal ini tangan
kanan dan kaki kanan subjek.
Aplikasi masase pada titik-titik akupunktur meningkatkan kemampuan sensomotoris
pasien post stroke. Masase ini melalui reseptor di kulit dapat memberikan rangsangan pada
sistem neuromuskuler dalam mengaktivasi kinerja saraf dan otot saat melakukan suatu gerak
fungsional. Titik akupunktur (akupoin) merupakan daerah yang menunjukkan sifat hantaran
listrik yang berbeda dengan titik yang bukan akupunkur. Ilmuwan Volt, Niboyet dan Nogier
menemukan bahwa akupoin memiliki tahanan listrik yang lebih rendah daripada tempat
lainnya di kulit. Penelitian-penelitian serupa mengenai sifat akupoin dilakukan oleh berbagai
ilmuwan. Titik akupunktur memiliki karakteristik bertegangan tinggi dan hambatan rendah
dibandingkan titik non akupunktur.
Perangsangan akupoin mempercepat transport elektron sehingga meningkatkan ATP
(melalui glikolisis dan fosforilasi oksidatif) dan gradient proton, sehingga meningkatkan
transport Na+/H+ dan Ca2+/Na+ (Sulianti, 2013). ATP diperlukan dalam kontraksi otot.
Dengan demikian peningkatan ATP menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi otot.
Pada pelaksanaan masase pada titik-titik akupunktur, dilakukan juga olah gerak pada
subjek. Pada akhir penelitian, subjek mencapai kekuatan otot 4 pada tangan dan kakinya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sullivan yang menunjukkan bahwa terapi
latihan adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi masalah mobilitas fisik
setelah kerusakan otak. Terapi latihan yang dikerjakan oleh keluarga berbasis titiktitik
akupunktur dapat meningkatkan kekuatan kekuatan otot, dan mengurangi tonus otot
(spastisitas) lower extremity sehingga dapat meningkatkan gait function pada pasien post
stroke.
Olah gerak dalam hal ini merupakan gabungan pelatihan kembali kontrol motorik
berdasarkan pemahaman tentang kinematika dan kinetika gerakan normal (biomekanik),
kontrol dan latihan motorik (motor control and motor learning), yang melibatkan proses
kognitif, ilmu perilaku dan psikologi, pelatihan, pemahaman tentang anatomi dan fisiologi
saraf. Latihan tersebut dapat memberikan proses pembelajaran aktivitas fungsional serta
menerapkan premis dasar bahwa kapasitas otak mampu untuk reorganisasi dan beradaptasi
(kemampuan plastisitas otak) dan dengan latihan yang terarah dan membaik.
Pada kasus ini, dilakukan perangsangan sensori dengan cara menggelitik telapak kaki
subjek. Sensori integrasi merupakan proses mengenal, mengubah, dan membedakan sensasi
dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respons berupa “perilaku adaptif bertujuan”.
Pada tahun 1972, A. Jean Ayres memperkenalkan suatu model perkembangan manusia yang
dikenal dengan teori sensori integrasi (SI). Menurut teori Ayres, SI terjadi akibat pengaruh
input sensori, antara lain sensasi melihat, mendengar, taktil, vestibular, dan proprioseptif.
Gangguan dalam pemrosesan sensori ini menimbulkan berbagai masalah fungsional dan
perkembangan, yang dikenal sebagai disfungsi sensori integrasi.
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang
mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan di antaranya sentuhan dan tekanan.
Modulasi sensori terjadi ketika susunan saraf pusat mengatur pesan saraf yang timbul akibat
rangsangan sensori melalui penggelitikan telapak kaki subjek.
Stroke sering berlanjut dengan stress hingga depresi karena faktor mental Hal ini terjadi
pada awal terapi subjek. Kondisi kesepian yang dialami subjek membuat subjek sering
melamun dan bersedih. Membaca Al Fatihah dengan menghayati maknanya dan dilakukan
setiap hari dapat memberikan motivasi dan pemahaman mengenai pandangan terhadap
pegangan hidupnya, dalam hal ini penderita pasca stroke ulangan. Diharapkan mereka dapat
meneguhkan pegangan hidupnya (anchor) mereka kepada Allah. Ketika sudah membaca Al
Fatihah maka mereka dapat mengembalikan semua hal yang terjadi dalam hidupnya kedalam
ketentuan Allah. Mereka juga tidak lagi merasa berputus asa dan memahami janji dan
ketentuan Allah dari Surat Al Fatihah yang mereka baca.
Mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al Quran yang dibacakan 10 ayat per hari
memengaruhi keseluruhan fisiologis tubuh. Hal ini diproses pada basis aktivasi korteks
sensori dengan aktivitas sekunder lebih dalam pada neokorteks dan beruntun ke dalam sistem
limbik, hipotalamus, dan sistem saraf otonom. Saraf kranial kedelapan dan kesepuluh
membawa impuls suara melalui telinga. Dari sini, saraf vagus, yang membantu regulasi
kecepatan denyut jantung, respirasi dan bicara, membawa impuls sensorik motorik ke
tenggorokan, laring, jantung, dan diafragma. Para ahli terapi suara menyatakan saraf vagus
dan system limbik (bagian otak yang bertanggung jawan untuk emosi) merupakan
penghubung antara telinga, otak, dan sistem saraf otonom yang menjelaskan bagaimana suara
bekerja dalam menyembuhkan gangguan fisik dan emosional.
sori perifer (Rezeki, 2013). Terapi murattal bekerja pada otak, dimana ketika didorong
oleh rangsangan dari luar (terapi musik dan Al-Qur‟an), maka otak akan memproduksi zat
kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan menyangkutkan ke dalam reseptor-
reseptor mereka yang ada di dalam tubuh dan akan memberikan umpan balik berupa
kenikmatan atau kenyamanan.
Dengan demikian, terapi terpadu kombinasi biologi-psikologi di rumah yang dilakukan
oleh keluarga meningkatkan kemampuan kontraksi otot pada penderita pasca stroke ulangan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERSARAFAN
2.1 Penatalaksanaan
2.1.1 Terapi Biopsikologi (Ambar & Dadang, 2017)
Terapi yang diberikan berupa metode terpadu Biopsikologi dengan memberikan masase
pada jalur-jalur akupunktur dikombinasi dengan mendengarkan, membaca, dan
memahami ayat-ayat Al Quran, serta pengaturuan diet. Penanganan biopsikologi yang
dapat dilakukan oleh keluarga di rumah terhadap penderita pasca stroke ulangan sebagai
berikut :
1. Tahap persiapan. Lima menit sebelum mendengarkan Al Quran, klien diminta
untuk mempersiapkan diri dengan menutup aurat. Keluarga subjek diminta untuk
mempersiapkan kaset yang berisi lantunan ayat-ayat suci Al Quran. Sebelum
mendengarkan Al Quran, klin diminta menarik napas 6 detik, tahan 3 detik, buang 6
detik, ulangi sampai satu menit dan klien merasa rileks.
2. Klien membaca Al Fatihah sambil menghayati maknanya.
3. Klien diperdengarkan ayat-ayat Al Quran sebanyak 10 ayat (Berurutan dari QS Al
Baqoroh).
4. Klien dijelaskan makna ayat-ayat tersebut.
5. Klien diminta untuk berdo’a setelah mendengarkan ayat-ayat tersebut.
6. Klien diberi treatment berupa penekanan pada titik ST 36 selama 5 detik, diikuti
masase meridian lambung, ginjal, dan limpa pada kaki sepuluh kali. Penentuan
meridian dan akupoin berdasarkan standard.
7. Klien diberi rangsang geli pada titik-titik akupunktur pada telapak tangan dan kaki
selama 1 menit.
8. Klien diberi latihan olah gerak ditempat tidur dengan cara keluarga menggerakan
tangan ke atas ke bawah sepuluh kali, serta menggerakkan kaki menendang di
tempat tidur sepuluh kali.
9. Klien diminta berdoa memohon kesembuhan kepada Allah SWT.
Contoh panduan doa:
“Astaghfirrullahal „aziim..... Astaghfirrullahal „aziim..... Astaghfirrullahal
„aziim.....” “Ya Allah Ya Mutakabbir, Zat yang berkuasa menyatukan burung yang
terpotong. Hamba mohonkan kepada-Mu agar dapat menggerakkan tangan ini, kaki
ini sehingga hamba dapat melaksanakan sholat dengan gerakan sempurna, hamba
mohonkan kepada-Mu kesembuhan .....sembuh tanpa sisa penyakit. Aamiin”
2.2 Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik,
kejang, penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari
oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah
satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga.
7. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15.
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah
tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80.
2) Nadi
Biasanya nadi normal.
3) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan
napas.
4) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik.
c. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah.
d. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung
lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
e. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang
baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) :
biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus
VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas,
dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung.
f. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus
VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas,
dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung.
g. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII
(facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan
dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) :
biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang
lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
h. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika
suara keras dan dengan artikulasi yang jelas.
i. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami
gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky
1 (+).
j. Thorak
i. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler).
ii. Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
k. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya
pasien tidak merasakan apa-apa.
l. Ekstremitas
 Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal
yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien
stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada
respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-))
dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya
jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
 Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki
kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)).
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis
diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek
gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
8. Test diagnostik
1. Radiologi
a. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan
ditemukan adanya aneurisma.
b. Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka
terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan
menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada intracranial.
c. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak.
d. Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit
untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada
penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b. Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien
menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau
pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu
diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati
heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
c. Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll.
Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien
sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam
salah satu pemicu stroke.
9. Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan
minuman beralkohol.
b) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien
stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
c) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/
nyeri otot.
d) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan
sensori , hemiplegi atau kelumpuhan.
e) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
f) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif.

2.3 Diagnosa Keperawatan Sistem Persarafan

1. Perfusi jaringn tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri
dan/atau vena.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
2.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnose KH & tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
1 Perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan 1. Perawatan sirkulasi 1. Untuk
tidak efektif b.d keperawatan diharapkan 2. Manajemen sensasi mengidentifikasi dan
penurunan aliran perfusi jarigan menjadi perifer merawat area lokal
darah arteri
efektif dengan KH: dengan keterbatasan
dan/atau vena. sirkulasi perifer.
2. Untuk
mengidentifikasi dan
mengelola
ketidaknyamanan
pada perubahan
sensasi perifer.
2 Gangguan 1. Dukungan ambulasi. 1. Untuk memfasilitasi
mobilitas fisik b.d 2. Dukungan pasien dan
gangguan mobilisasi. meningkatkan
neuromuscular. aktivitas berpindah.
2. Untuk memfasilitasi
pasien dan
meningkatkan
aktivitas pergerakan
fisik.
3 Gangguan 1. Promosi komunikasi : Untuk teknik tambahan
komunikasi verbal Defisit bicara pada individu dengan
b.d gangguan gangguan bicara.
neuromuscular.

Anda mungkin juga menyukai