Energi nuklir adalah energi yang dihasilkan dari reaksi antarpartikel di dalam inti atom. [1]
Sumber energi nuklir yaitu energi ikat pada partikel bebas.[2] Energi nuklir dihasilkan dari
sumber energi yang rendah karbon, murah dan aman untuk dimanfaatkan.[3] Bahan baku
yang digunakan berupa uranium dan plutonium.[4] Pemanfaatan energi nuklir telah
diusahakan oleh para ilmuwan sejak awal abad ke-19 Masehi melalui penggunaan reaktor
nuklir.[5]
Sumber
Proton dan neutron secara independen adalah partikel bebas, ketika bergabung membentuk
satu atom, partikel-partikel ini terikat oleh yang disebut energi ikat. Sebagian dari energi ikat
dalam bentuk energi kinetik yang kemudian terdisipasi, dilepaskan dalam proses reaksi fisi
menjadi panas di dalam medium bahan bakar yang kemudian menjadi sumber energi
nuklir.[2]
Pemanfaatan
Pembangkitan listrik
Energi nuklir dapat diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan detektor.[6]
Pembangkitan energi listrik memanfaatkan reaksi berantai yang terjadi di dalam reaktor
nuklir. Biaya pembangkitan per daya listrik dengan menggunakan energi nuklir lebih murah
dibandingkan dengan energi lainnya. Selain itu, energi nuklir dapat mengatasi krisis energi
karena energi yang dihasilkan hampir dimanfaatkan seluruhnya.[7]
Industri memanfaatkan sumber panas yang dihasilkan reaksi nuklir melalui teknik
kogenerasi panas. Metode yang digunakan dapat berupa kopel panas langsung, kogenerasi
paralel serta kogenerasi seri. Kopel panas langsung merupakan penggunaan panas yang
digunakan secara langsung tanpa perlu diubah menjadi energi listrik. Pada kogenerasi
paralel, panas dari reaktor dimanfaatkan untuk penggerak mula pada pembangkit listrik
tenaga uap untuk industri. Pada kogenerasi seri, uap yang dihasilkan untuk pembangkitan
listrik, juga digunakan untuk pemanasan yang berkaitan dengan proses industri. Kogenerasi
seri juga dimanfaatkan pada irigasi pertanian untuk desalinasi air laut. Pada agroindustri,
diperlukan air dan uap air yang memiliki suhu berkisar antara 20–200 °C.
Industri lain yang menghasilkan panas dari energi nuklir yaitu industri kimia, industri minyak
bumi, industri gas alam serta industri baja. Industri kimia memerlukan panas dengan suhu
antara 200–400 °C. Dalam industri minyak dan gas, panas digunakan untuk eksplorasi
minyak berat tanah dalam (300–600 °C), pengilangan minyak dan produksi olefin (500–800
°C), reformasi gas alam (650–900 °C), pengilangan batu bara dan lignit (750–950 °C), serta
produksi hidrogen (melebihi 1000 °C). Panas yang dihasilkan dari energi nuklir dengan suhu
melebihi 1000 °C digunakan pada industri baja.[9]
Dampak
Penurunan jumlah emisi gas buang karbon dioksida dapat dilakukan dengan pengurangan
penggunaan batu bara. Energi nuklir dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil,
khususnya batu bara.[10] Selama pembangkitan listrik dengan menggunakan energi nuklir,
tidak dihasilkan limbah berbentuk karbon dioksida.[11]
Referensi
1. Pudjanarsa, A., dan Nursuhud, D. (2013). Mesin Konversi Energi. Yogyakarta: Penerbit
ANDI. hlm. 5. ISBN 978-979-29-3452-6.
7. Tadeus, dkk. (2010). "Simulasi Kendali Daya Reaktor Nuklir dengan Teknik Kontrol
Optimal" (https://ejournal.undip.ac.id/index.php/transmisi/article/download/3593/pd
f) . Transmisi. 12 (1): 8. ISSN 2407-6422 (https://www.worldcat.org/issn/2407-6422) .
Daftar pustaka
1. Alatas. dkk. (2016). Buku Pintar Nuklir (http://drive.batan.go.id/kip/documents/12buku_
pintar.pdf) (PDF). Jakarta: BATAN Press. ISBN 978-979-8500-71-8.
3. Sutono, A. (2012). "Nilai Humanistik dalam Pengendalian Sumber Energi Nuklir" (http://j
ournal.upgris.ac.id/index.php/civis/article/download/595/545) . Civis. 2 (1): 156–172.
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Energi_nuklir&oldid=18666487"
Terakhir disunting 1 bulan yang lalu oleh HsfBot