Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

DIARE

Oleh :

Ni Luh Putu Dea Ariska Maharani 20710042

Yuyun Listiyaningsih 20710086

Jerike Ismed Nuary 20710084

PEMBIMBING :

dr. Bagus Samsu Tri Nugroho, Sp.A

KSM ILMU KEDOKTERAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA

KUSUMA SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya, para penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Diare”. Penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi
tugas kepaniteraan klinik di KSM Ilmu Penyakit Anak di RSUD Sidoarjo.
Penulis berharap laporan kasus ini kedepannya berguna bagi kita semua,
khususnya bagi kami dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik
untuk memperlancar studinya. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima
kasih kepada dr. Bagus Samsu Tri Nugroho, Sp.A yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala masukan, kritik, dan
saran demi sempurnanya tulisan ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi
semua pihak yang terkait.

Sidoarjo, Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................ii

Daftar Isi ..............................................................................................................iii

BAB I LAPORAN KASUS...................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi.............................................................................................9

2.2 Epidemiologi....................................................................................10

2.3 Faktor Resiko....................................................................................11

2.4 Etiologi.............................................................................................12

2.5 Klasifikasi.........................................................................................14

2.6 Patofisiologi......................................................................................20

2.7 Manifestasi Klinis.............................................................................21

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................38

iii
BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : An. F. H.

Umur : 9 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Permata Taman Delta

Pekerjaan :-

Status :-

Agama : Islam

Tanggal periksa : 30 April 2021 Pukul 06.00 WIB

Tanggal MRS : 30 April 2021 Pukul 00.43 WIB

NO RM : 2103174

2. Anamnesa

a. Keluhan utama : BAB cair

b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan orang tuanya pada tanggal 29 April

2021 malam dengan keluhan BAB cair sejak kamis pagi (29/04)

sebanyak 10x berwarna kuning, berbau seperti telur busuk, sedikit

ampas, lendir (-), dan darah (-). Demam sejak kemarin malam (29/04)

suhunya naik turun. Selain itu pasien mengalami mual dan muntah

sebanyak 3x pada hari kamis (29/04) muntahan mengandung makanan.

1
2

Batuk (-), pilek (-), nafsu makan (-) minum (+) air putih dan susu. BAK

(+) banyak. Sebelumnya pasien makan nasi tim udang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

a) Antenatal : Keadaan ibu sehat saat hamil

Kontrol rutin ke bidan dan dokter kandungan

b) Natal : Usia kehamilan 38 minggu, cara kelahiran SC

Berat badan lahir 2800 gram dengan panjang 49

cm

Keadaan saat lahir anak menangis

c) Neonatal : Aterm

Warna kulit sawo matang

Sianosis (-) pucat (-) kuning (-) kejang (-)

perdarahan (-)

d) Sebelumnya pernah MRS karena diare pada bulan februari di RS

Jasem

d. Riwayat Imunisasi :

 Hepatitis B : < 24 jam

 BCG : 1 bulan

 Polio : 1, 2 bulan

 HIB : 1, 2 bulan

 DPT : 2 bulan

 Campak :-
3

e. Riwayat Tumbuh Kembang :

 Motorik kasar : Mengangkat kepala : 4 bulan

Tengkurap sendiri : 7 Bulan

Merangkak : 8 Bulan

Duduk sendiri : 8 Bulan

Berdiri : 9 Bulan (sedikit-sedikit)

Berjalan :-

 Motorik halus : tidak ditanyakan

 Kognitif : tidak ditanyakan

 Bahasa : tidak ditanyakan

 Psikolog sosial dan emosional : tidak ditanyakan

f. Riwayat Gizi dan Makanan :

 ASI :-

 Susu formula : usia 1 bulan

 MPASI : usia 6 bulan

 Nasi tim : usia 8 bulan

 Makanan padat : -

g. Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada yang pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

h. Riwayat Sosial dan Kepribadian

 Tidak ada tetangga yang sedang sakit sama seperti yang dialami

pasien

 Pasien dikatakan aktif


4

i. Riwayat Pengobatan :

 Sirup Neo Kaolana

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 4-5-6

Berat Badan : 10 kg

Vital Sign :

Tanggal 29 April 2021 di IGD RSUD Sidoarjo

 Tekanan Darah :-

 Nadi : 137 x/menit

 Respiration Rate : 35 x/menit

 Suhu : 38,5 oC

Tanggal 30 April 2021 di Ruang Rawat Inap RSUD Sidoarjo

 Tekanan Darah :-

 Nadi : 156 x/menit

 Respiration Rate : 24 x/menit

 Suhu : 36,6 oC

Kepala / leher

 Rambut : Hitam

 Mata : Konjungtiva pucat (-), Sklera Ikterik (-), Pupil

Isokor, Reflek Cahaya +/+, Mata Cowong (+)

 Telinga : Normal, sekret (-), darah (-)


5

 Hidung : Pernafasan cuping hidung(-), Epitaksis(-),

Sekret(-)

 Mulut : Mukosa: Sianosis (-), Berdarah (-), Kering (+),

Gusi

Berdarah (-)

 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax

Paru : Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris,

retraksi -/-

Palpasi : fremitus raba dan suara simetris.

Perkusi : sonor kedua lapang paru.

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+ , Ronkhi -/-, wheezing -/-

- Jantung: Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V midclavicula

sinistra

Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.

Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur -, gallop -

- Abdomen : Inspeksi : Distended (-), massa (-), jejas (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Soefl (+), turgor kulit kembali melambat,

massa (-)

Hepar tidak teraba.

Lien tidak teraba.


6

Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani (+), meteorismus (-), ascites (-).

Ekstremitas : Akral hangat kering merah , Edema

Capillary refill time <2 detik.

4. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium Darah lengkap Tanggal 29 April 2021

WBC : 11.43 NEUT% : 49.7 ↓


RBC : 5.7 LYMPH% : 36.6
HGB : 10.9 MONO% : 6.4
HCT : 40.4 LYMPH : 4.2 ↑
PLT : 371 GDS : 108 ↑
MCV : 76.1 ↓ SARS CoV-2 Antigen : Negatif
MCH : 20.5 ↓
MCHC : 26.9 ↓

5. Diagnosis Kerja

Diare Akut + Vomiting + Dehidrasi Ringan-Sedang

6. Penatalaksanaan

Infus KAEN 3B 10 tpm

Injeksi Ceftriaxone 2 x 500 mg (i.v)

Injeksi Paracetamol 3 x 100 mg (i.v) (kalau demam)

Injeksi Ondansetron 3 x 1 mg (i.v)

Syrup Neo Kaolana 3 x cth 1/3 (p.o)

Lacto B 1 x 1 sachet (p.o)


7

Zinc 1 x 20 mg selama 10 hari (p.o)

7. Rencana Pemeriksaan

8. Prognosis

Quo ad vitam : dubai ad bonam

Quo ad functionam : dubai ad bonam

9. Follow Up

Tanggal Keterangan
01-05-2021 S : Keluhan : Ibu mengatakan hari ini anaknya sudah
BAB 2x dengan sedikit ampas pada BAB terakhir,
tidak demam, tidak batuk, tidak pilek, tidak mual dan
muntah, BAK normal.
O : Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
N : 114x/menit, RR : 22x/menit, Suhu : 36,4oC
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
Thorax : Cor S1 S2 TR Murmur (-) Gallop (-)
Pulmo vesikuler (+) ronkhi (-) wheezing (-)
Abdomen : BU (+), hepar/lien tidak teraba, cubitan
kulit perut < 2 detik
Ekstremitas : akral hangat kering merah, tidak ada
oedema
A : Gastroenteritis Akut
P : Infus KAEN 3B 10 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2 x 500 mg (i.v)
Syrup Neo Kaolana 3 x cth 1/2 (p.o)
Paracetamol drop 4 x 1 cc (p.o) (bila demam)
Lacto B 1 x 1 sachet (p.o)
Zinc 1 x 20 mg selama 10 hari (p.o)
02-05-2021 S : Ibu pasien mengatakan hari ini anaknya sudah tidak
ada keluhan, tidak demam, tidak diare, tidak mual dan
muntah.
O : Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
N : 110x/menit, RR : 20x/menit, Suhu : 36 oC
Thorax : Cor S1 S2 TR Murmur (-) Gallop (-)
8

Pulmo vesikuler (+) ronkhi (-) wheezing (-)


Abdomen : BU (+), hepar/lien tidak teraba, cubitan
kulit perut < 2 detik
Ekstremitas : akral hangat kering merah, tidak ada
oedema
A : Gastroenteritis Akut
P : Infus HSD 10 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2 x 500 mg (i.v)
Syrup Neo Kaolana 3 x cth 1/3
Paracetamol drop 4 x 1 cc (p.o) (bila demam)
Lacto B 1 x 1 sachet (p.o)
Zinc 1 x 20 mg selama 10 hari (p.o)

ACC KRS
(Terapi oral dilanjut)

RESUME :

Pasien An. F. H., usia 9 bulan, BB 10 kg, Status gizi 111.1% (Baik). Datang

ke IGD pada 29/04/2021 malam dengan keluhan BAB cair sejak hari kamis pagi

(29/04) sebanyak 10x berwarna kuning, berbau seperti telur busuk, ampas sedikit,

lendir (-), dan darah (-). Mual dan muntah sebanyak 3x pada hari kamis (29/04)

muntahan mengandung makanan. Selain itu pasien mengalami demam sejak

kemarin malam (29/04) suhunya naik turun, batuk (-), pilek (-). Nafsu makan (-)

susah makan, minum (+) banyak air putih dan susu. BAK (+) banyak. Sebelum

diare pasien makan nasi tim udang. Dari hasil pemeriksaan fisik di Ruang Rawat

Inap didapatkan nadi 156x/menit, pernafasan 24x/menit, dan suhu 36.6°C. Pada

pemeriksaan penunjang didapatkan hasil lab sebagai berikut : 29/04/2021 : WCB :

11.43 / RBC : 5.7 / HGB : 10.9 / HCT : 40.4 / PLT: 371 / SARS CoV-2 Antigen:

Negatif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam satu hari, disertai

perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.

Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran

tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi

sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam. Menurut World Health Organization (WHO), diare

adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi

tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air

besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin

dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (Juffrie dkk, 2011).

Selain itu diare dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana

seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat

berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih)

dalam satu hari (Depkes RI, 2011). Pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan melalui tinja dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit berupa dehidrasi, asidosis metabolik, hipokalemia,

hiponatremia, hipernatremia, dan hipoglikemia.

9
10

2.2. Epidemiologi

Penyakit Diare merupakan penyakit endemis potensial Kejadian Luar

Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian di Indonesia (Kemenkes

RI, 2019). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar

kasus diare pada orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika

Serikat, insidens kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per

tahun. Sekitar 900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh

dunia, sekitar 2,5 juta kasus kematian karena diare per tahun (Amin, 2015).

Diare juga merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi

pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak

meninggal setiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut

terjadi di negara berkembang (Juffrie dkk, 2011).

Gambar 2.1 : Prevalensi diare pada balita menurut provinsi 2018


(Kemenkes RI, 2019)
11

Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare berdasarkan diagnosis tenaga

Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau

gejala yang pernah dialami sebesar 8%. Kelompok umur dengan prevalensi

diare (berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok

umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9%. Kelompok umur 75

tahun ke atas juga merupakan kelompok umur dengan prevalensi tinggi

(7,2%). Prevalensi pada perempuan, daerah perdesaan, pendidikan rendah, dan

nelayan relatif lebih tinggi dibandingkan pada kelompok lainnya. Prevalensi

diare pada balita (berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan) sebesar 11%

dengan disparitas antar provinsi antara 5,1% (Kepulauan Riau) dan 14,2%

(Sumatera Utara) (Kemenkes RI, 2019).

2.3. Faktor Resiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau

minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau

tidak langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, flies, fluid, field). Faktor

resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak

memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama, air bersih tidak

memadai, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),

dan tidak higienisnya penyiapan dan penyimpanan makanan (Juffrie dkk.,

2011).

Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan

kecenderungan terjangkit suatu diare yaitu (Juffrie dkk., 2011):


12
13

a. Faktor umur

Sebagian kasus terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan yaitu 6-11 bulan

pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini terjadi karena

kurangnya kekebalan aktif bayi dimana pada saat pengenalan makanan

mugkin telah terkontaminasi bakteri dan kontak langsung dengan bakteri

tinja saat bayi mulai merangkak.

b. Infeksi asimptomatik

Infeksi asimptomatik meningkat setelah umur 2 tahun karena

pembentukan imunitas aktif. Pada penderita karena infeksi asimptomatik

diare terjadi selama beberapa hari-minggu, tinja mengandung bakteri,

virus, atau kista protozoa yang infeksius.

c. Faktor musim

Di daerah tropik diare yang disebabkan oleh rotavirus terjadi sepanjang

tahun dengan peningkatan pada musim kemarau, sedangkan diare akibat

bakteri meningkat pada musim penghujan.

d. Epidemi dan pandemi

Vibrio cholera dan Shigella dysentriae 1 menyebabkan epidemi dan

pandemi dengan angka kesakitan yang tinggi pada semua golongan umur.

2.4. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan

besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infeksi parasit),

malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan sebab-sebab lainnya.


14

Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah

diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011).

Menurut Widjaja, 2002, diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorbsi

(gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis.

a. Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada

anak. Jenis – jenis infeksi yang menyerang antara lain:

1. Infeksi oleh bakteri seperti Eschericia coli, Salmonella, Vibrio cholera,

Shigella, dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan

patogenik seperti pseudomonas,

2. Infeksi basil (disentri),

3. Infeksi virus rotavirus,

4. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides)

5. Infeksi amoeba (amebiasis)

6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang

tenggorokan, dan

7. Keracunan makanan

b. Faktor malabsorpsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan

lemak. Pada bayi malabsorbsi karbohidrat dapat terjadi karena kepekaan

terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare.

Sedangkan malabsorbsi lemak terjadi bila dalam makanan terdapat lemak


15

yang disebut trigliserida. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan

mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.

c. Faktor makanan

Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,

beracun, terlalu banyak lemak, mentah, dan kurang matang. Makanan yang

terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak.

d. Faktor psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan

diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita umumnya terjadi pada

anak yang lebih besar.

2.5. Klasifikasi

Diare dapat dibedakan menjadi 2 yaitu diare akut yang berlangsung kurang

dari 14 hari, dan diare kronik yaitu diare intermiten (hilang timbul) yang

terjadi selama 1 bulan dengan etiologi non infeksi, diare rekuren yaitu episode

diare akut berulang dengan periode sembuh antar episode, dan diare persisten

yaitu episode diare yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi, mulanya

sebagai diare akut tetapi berakhir lebih dari 14 hari.

Berdasarkan penyebabnya diare pada anak secara garis besar dapat

disebabkan oleh karena infeksi maupun non infeksi. Penyebab dari diare dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :


16

a. Diare Akut Non Disentriform

Diare akut non disentriform dapat disebabkan oleh faktor infeksi

enteral dan parenteral. Infeksi enteral dapat diklasifikasikan karena virus

dan bakteri. Virus yang menyebabkan diare akut non disentriform antara

lain adalah Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk-like virus,

Cytomegalovirus (CMV), Echovirus, dan HIV. Bakteri yang dapat

menyebabkan diare antara lain adalah Vibrio cholera, Yersinia

entreocolytica, V. Parahaemoliticus, VNAG, Staphylococcus aureus,

Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, dan Proteis.

Infeksi parenteral atau sistemik penyebab diare akut pada anak antara

lain adalah otitits media akut (OMA), pneumonia, dan traveler’s diarrhea.

Rotavirus merupakan penyebab utama (60-70%) diare pada anak,

sedangkan sekitar 10-20% adalah bakteri dan kurang dari 10% adalah

parasit.

b. Diare Akut Disentriform

Diare akut disentriform disebabkan oleh infeksi mikroorganisme

patogen yang bersifat invasif di saluran cerna sehingga menyebabkan diare

disertai lendir dan darah. Penyebabnya antara lain bakteri Escherecia Coli

patogen (Enteroinvasif E.Coli / EIEC, Enteropatogenic E.Coli / EPEC,

Enterotoxigenic E.Coli / ETEC, Enteroagregatif E.Coli / EAEC, Entero

hemorrhagic E.Coli / EHEC), Campylobacter jejuni, Salmonella sp.,

Shigella sp..
17

c. Diare Persisten

Diare persisten dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non infeksi.

Faktor infeksi yang berpengaruh antara lain akibat infeksi parasit yaitu

Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia, serta bakteri enteropatogen.

Faktor non infeksi penyebab diare persisten antara lain adalah

malabsorbsi, enteropati protein et causa alergi susu sapi, antibiotik.

d. Diare kronis

Diare kronis disebabkan oleh faktor non infeksi. Faktor penyebab dari

diare kronis adalah akibat faktor malabsorbsi, enteropati tropikal,

defisiensi imun, defisiensi enzim pencernaan, dan gizi buruk.

Salmonella

Salmonella merupakan kuman batang gram negatif dari keluarga

Enterobacteriaceae dan bersifat non motil. Salmonellosis menyebebkan

gastroenteritis akut dan bersifat self limiting. Dapat terjadi pada bayi, anak,

orang tua dan pasien dengan imunodefisiensi. Penyebab tersering adalah

salmonella enterica serotype Enteriditis. Pada gastroenteritis akut yang

memiliki gejala diare profus, kram perut, mual dan muntah dan sering tanpa

disertai perdarahan. Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan kultur tinja.

Komplikasi yang sering muncul adalah gangguan cairan dan elektrolit.

Komplikasi paling sering pada salmonella gastroenteritis adalah dehidrasi dan

asidosis metabolik, hingga syok hipovolemik. Pencegahan salmonella dengan

cara mempersiapkan makanan yang tepat, sanitasi air dan cuci tangan yang

ketat.
18

Rotavirus

Rotavirus merupakan penyebab sebagian besar penyakit diare pada bayi

dan anak-anak tetapi tidak pada dewasa. Masa inkubasinya 1-3 hari. Gejala

khas meliputi diare, demam, nyeri perut, dan muntah-muntah diikuti dehidrasi.

Ekskresi virus biasanya berlangsung 2-12 hari pada individu yang sehat tapi

dapat memanjang pada individu dengan nutrisi yang buruk. Rotavirus

menginfeksi 2/3 proksimal ileum dengan terikat pada enterosit matur pada

ujung-ujung vili.

Escheria coli

E.coli merupakan menyebab tersering diare infektif pada bayi.

Berdasarkan antigen 0 maka E. coli dibagi menjadi beberapa golongan (sero

group) dan berdasarkan antigen H dibagi menjadi serotip (serotype).

Penggolongan Escheria coli disebutkan sebagai berikut:

1. Enteropathogenic Escheria Coli (EPEC)

Penyebab tersering menyebabkan diare akut pada bayi. EPEC

merupakan rumpun, E. coli dengan sifat virulensi yang sangat ringan;

EPEC juga mampu memproduksi enterotoksin tetapi tidak mampu

menyimpannya. Setelah sampai di usus halus bakteri EPEC akan melekat

pada enterosit dan menyebabkan kerusakan vili mikro. Kemudian bakteri

tadi diselimuti oleh bahan kimia pada dinding sel enterosit atau sel bulat

pada lamina propria. Keadaan ini sebetulnya mirip untuk semua sero

group dari EPEC. Perlekatan bakteri pada enterosit di lakukan oleh HEp2
19

(Human Epithelial) yang mana sifat ini tak ada pada lain strain dari E. coli

Perlekatan HEp2 dengan enterosit tadi disebabkan adanya plasmid (yang

diberi tanda 50 - 70 MDa), yang disebut EPEC Adhereni Factor (EAF)

merupakan perkembangan tonjolan hibrid atau biji dari DNA. Perlekatan

pada enterosit tadi belum cukup untuk menimbulkan gejala dari penyakit

diare. Perlekatan tadi akan menimbulkan perlukaan pada sel epitel,

keadaan tadi mungkin disebabkan oleh karena sitotoksin yang

menyebabkan sel menjadi rusak atau mati. Belum diketahui secara pasti

dari mekanisme produksi toksin dari kebanyakan serotip E. coli terutama

toksin EPEC merupakan salah satu toksin dengan virulensi tinggi

menyerupai toksin Shiggella.

2. Enterotoxicogenic Escheria Coli (ETEC).

Merupakan penyebab utama. dari traveler's diarrhea dan diare pada

bayi di negara berkernbang. Strain ini ditandai dengan kemampuannya

menghasilkan toksin sebagai :

- Toksin labil terhadap panas (Heat Labile Toksin) (LT)

- Toksin stabil terhadap panas (Heat StableToksin) (ST)

Toksin tadi merupakan faktor virulensi bakteri yang dapat

mcnyebabkan diare sekretorik, dan keadaan tersebut dapat timbul karena :

- Alat pelekat (Adhesion organelles), yang disebut fimbria, vili atau

faktor kolonisasi.

- Produksi enteretoksin
20

Perlekatan bakteri pada permukaan enterosit dengan reseptor tadi

berguna untuk menghindari gerakan peristaltik usus (sebagai mekanisme

ketabanan usus) jumlah ini berarti bakteri tersebut harus dapat mengatasi

mekanisme ketahanan (kekebalan) lokal usus halus, termasuk

immunoglobulin sekretorik.

3. Enterinvasive Escheria Coli (EIEC)

Di dalam lumen usus bakteri memproduksi racun yang disebut

enterotoksin lebih dahulu masuk kedalam mukosa usus halus. Bakteri

lebih-lebih Vibrio Cholera melekat pada epitel mukosa usus dan

menembus lapisan mukusa, serta mengeluarkan enterotoksin yang

menyerupai enterotoksin (LT) E.coli (ETEC). Enterotoksin tadi dipegang

oleh reseptor substansi brush border sel epitel usus sebagai bentukan

gangliosida dari oligosakharida (oligosacharide moieties of the

ganglioside). Gangliosida ini menerima dan melekat pada sub unit B dari

enterotoksin, sehingga toksin dapat melekat pada dinding sel epitel, sub

unit A dari molekul enterotoksin kemudian masuk kedalam sel epitel yang

kemudian mempengaruhi siklus AMP.

4. Enterohemorrhagic Escheria Coli (EHEC)

Toksin yang terbentuk ini tidak akan diabsorpsi, tetapi akan

merangsang sel epitel dari mukosa usus yang menyebabkan terjadinya

sekresi cairan dari usus halus yang dapat terus berlangsung selama 24-35

jam. Enterotoksin yang dihasilkan bakteri tadi adalah suatu peptida, dan

berdasarkan sifat kumannya, dapat dibagi menjadi:


21

- Stimulator yang labil terhadap panas yang bekerja terhadap Adenil

siklase pada E coli dan Kolera

- Senyawa yang tahan panas, lebih kecil moIekulnya, bekerja untuk

guanilida siklase dan meningkatnya konsentrasi siklus AMP


.

2.6. Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi, antara lain:

- Osmolaritas intraluminal yang meningkat, disebut diare osmotic

- Sekresi cairan dan elektrolit meningkat, disebut diare sekretorik

- Gangguan motilitas usus

a. Gangguan osmotik

Disebabkan makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus

yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya

sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi

Terjadi akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding

usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga

usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga

usus.

c. Gangguan motilitas usus


22

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila

peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan

yang selanjutnya dapat menimbulkan diare.

2.7. Manifestasi Klinis

a. Anamnesis

Untuk menentukan diagnosis kita perlu menanyakan beberapa

pertanyaan yang spesifik seperti pemberian makan anak sangat penting

dalam melakukan tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan frekuensi

buang air besar (BAB) anak, lamanya diare terjadi (berapa hari), adanya

darah dalam tinja. Tanyakan juga laporan setempat mengenai Kejadian

Luar Biasa (KLB) kolera, pengobatan antibiotik yang baru diminum anak

atau pengobatan lainnya, gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan

pada bayi). Tanyakan juga kondisi buang air kecil, warna, volume, dan

baunya. Perlu diketahi juga riwayat makanan dan minuman yang diberikan

sebelum dan selama diare. Adakah demam atau penyakit lain yang

menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, dan campak. Selain itu,

tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare seperti memberi

oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-

obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

b. Pemeriksaan fisik

1. Cari tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:

- Rewel atau gelisah


23

- Letargis atau kesadaran berkurang

- Mata cekung

- Ubun-ubun besar cekung atau tidak

- Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat

- Ada-tidaknya air mata

- Bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah

- Haus atau minum dengan lahap, malas minum atau tidak bisa

minum

2. Darah dalam tinja

3. Tanda invaginasi (massa intrabdominal, tinja hanya lender dan darah)

4. Tanda-tanda gizi buruk

5. Perut kembung

6. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan ekektrolit, seperti nafas

cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang

(hipo atau hipernatremia)


24

Tabel 2.1 Gejala diare berdasarkan mikroorganisme patogen (Juffrie,

2009)

Tabel 2.2 Bentuk Klinis Diare Berdasarkan Penyebab (WHO, 2009)

Diagnosa Didasarkan pada Keadaan


Diare cair akut ● Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung
kurang dari 14 hari
● Tidak mengandung darah
Kolera ● Diare air cucian beras yang sering dan
banyak dan cepat menmbulkan dehidrasi
berat, atau
● Diare dengan dehidrasi berat selama
terjadi KLB kolera, atau
● Diare dengan hasil kultus tinja positif
untuk V. cholera O1 atau O139
Disentri ● Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan)
Diare persisten ● Diare berlangsung selama 14 hari atau
lebih
Diare dengan gizi ● Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi
buruk buruk
Diare terkait antibiotik
● Mendapat pengobatan antibiotik oral
(Antibiotic Associated
spectrum luas
Diarrhea)
Invaginasi ● Dominan darah dan lendir dalam tinja
● Massa intra abdominal (abdominal mass)
● Tangisan keras dan kepucatan pada bayi

Tabel 2.3 Gejala Klinis Diare Berdasarkan Derajat Dehidrasi


(Depkes RI, 2011)
25
26

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan feses

a) Makroskopis dan mikroskopis

b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet

clinitest, bila diduga intoleransi terhadap gula.

c) Pemeriksaan kultur / uji resistensi jika curiga infeksi.

d) Floatation test/ Uji Apung pada feces → untuk melihat apakah ada

minyak pada feces, jika positif terdapat minyak maka akan

melayang di permukaan air.

2. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya infeksi sistemik

3. Pemeriksaan urin lengkap untuk mengetahui adanya infeksi saluran

kemih (diare yang disebabkan parenteral)

4. Analisa gas darah untuk mengetahui kondisi asam basa pada tubuh.

5. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

6. Pemeriksaan kadar elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium

dan fosfor dalam serum.

d. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita

adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung

oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi

bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi

usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah


27

anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati

diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:

1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4. Antibiotik Selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

Berikut penjelasannya :

a) Oralit

Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium

klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta

glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan

elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Campuran glukosa dan

garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh

usus penderita diare. Pemberian oralit didasarkan pada derajat

dehidrasi (Juffrie, 2009):

1) Diare tanpa dehidrasi

- Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

- Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

- Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret


28

2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/kg bb dan

selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa

dehidrasi.

3) Diare dengan dehidrasi berat

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke

Puskesmas untuk di infus.

Anak diatas umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok

dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol

tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung

dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit

kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3

menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti 5 .

Cara pemberian oralit yaitu satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam

satu gelas air matang (200 cc).

Oralit di Indonesia terdapat jenis oralit lama dan oralit formula

baru. Bedanya terdapat pada tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit

baru lebih rendah yaitu 245 mmol/l dibanding total osmolaritas oralit

lama yaitu 331 mmol/l. Penelitan menunjukkan bahwa oralit formula

baru mampu:

- Mengurangi volume tinja hingga 25%

- Mengurangi mual-muntah hingga 30%

- Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena


29

Anak yang tidak menjalani terapi intravena, tidak harus dirawat di

rumah sakit. Ini artinya risiko anak terkena infeksi di rumah sakit

berkurang, pemberian ASI tidak terganggu, dan orangtua akan

menghemat biaya.

Tabel 2.4 Perbedaan Oralit Lama dan Oralit Formula Baru


(Depkes RI, 2011)
No Oralit lama Oralit formula baru
(WHO/UNICEF 1978) (WHO/UNICEF 2004)
1 Nacl: 3.59 g NaCl: 2.6 g
2 NaHCO3: 2.5 g Na Citrate: 2.9 g
3 Kcl: 1.5 g Kcl: 1.5 g
4 Glucose: 20 g Glucose: 13.5 g
Osmolar 331 mmol/l Osmolar 245 mmol/l
Dengan Osmolaritas
1 Na+ : 90 mEq/l Na+ : 75 mEq/l
2 K+ : 20 mEq/l K+ : 20 mEq/l
3 HCO3 : 30 mEq/l Citrate : 10 mmol/l
4 Cl- : 80 mEq/l Cl- : 65 mEq/l
5 Glucose : 111 mmol/l Glucose : 75 mmol/l
Osmolar 331 mmol/l Osmolar 245 mmol/l

b) Zinc

Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide

Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan

mengakibatkan hipersekresi epitel usus.

Pemberian Zinc selama diare mampu mengurangi lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi


30

volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3

bulan berikutnya.

Terapi Zinc tetap diberikan selama 10 hari sehkali sehar walaupun

diare sudah berhenti untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah

kekambuhan selama 2-3 bulan kedepan. Cara pemberian tablet zink

dengan melarutkannya dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,

sesudah larut berikan pada anak diare . Dosis pemberian Zinc pada

balita:

Gambar 2.2 Pemberian zinc


(moodul pemberian sosialisasi)

c) Pemberian ASI/makanan

Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak

yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.

Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan

makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan

diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
31

pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk

membantu pemulihan berat badan (Juffrie, 2009).

d) Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah

(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat anti muntah

tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah

dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian

besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat

fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh

parasit (amuba, giardia).

Tabel 2.5. Antibiotik selektif sesuai dengan pathogen penyebab diare

e) Pemberian Nasihat

Memberi nasihat kepada ibu maupun pengasuh yang berhubungan

erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:

1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah


32

2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

- Diare lebih sering

- Muntah berulang

- Sangat haus

- Makan/minum sedikit

- Timbul demam

- Tinja berdarah

- Tidak membaik dalam 3 hari.


33
34

e. Komplikasi

Yang dapat terjadi pada diare akut maupun kronis adalah :

1. Dehidrasi adalah kondisi dimana tubuh kehilangan cairan ekstraseluler

lebih banyak (output) daripada yang didapatkan (iuput)

2. Gangguan keseimbangan elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit dapat terjadi karena volume diare

yang banyak keluar dan muntah berlebihan. Gangguan elektrolit bisa

terjadi karena tubuh mengandung terlalu banyak elektrolit atau

kekurangan elektrolit yang dibutuhkan. Selain itu gejala dari

gangguan elektrolit adalah tubuh lemas, kelainan tulang, tekanan

darah tidak stabil, kelainan sistem saraf, kejang otot, tubuh mati

rasa.

- Hipernatremia

Masuknya natrium berlebih >150 mmol/L memerlukan

pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya menurunkan kadar

natrium secara perlahan karena jika penurunan kadar natrium

terlalu cepat dapat menimbulkan edema otak. Koreksi dengan

rehidrasi intravena menggunakan saline 0,45% dan dextrose 5%

selma 8 jam. Untuk rumatan menggunakan saline 0,18% dan

dextrose 5%. Selanjutnya pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap

BAB. Sampai diare berhenti.

- Hiponatremia
35

Terjadi pada anak dengan diare yang minum hanya mengandung

sedikit garam dapat terjadi hiponatremi yaitu natrium <130

mmol/L. hiponatremi sering terjadi pada anak dengan diare karen

shigella dan anak malnutrisi dengan oedema. Kadar natrium <130

mmol/L dapat terjadi kejang, lethargi. Anak dengan hiponatremia

dapat diberikan oralt bila tidak berhasil dapat diberikan cairan

Ringer Laktat atau Normal Saline.

- Hiperkalemia

Dapat dikatakan hiperkalemia jika kalsium >5 mEq/L. dapat

dilakukan dengan pemberian kalosium glukonas 10% 0,5 ml/kgBB

i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.


36

- Hipokalemia

Terjadi bila K<3,5 mEq/L. hipokalemia dapat menyebabkan

kelemahan otot, ileus paralitik, gangguan fungsi ginjal dan aritmia.

Pencergahan hipokalemia dapat menggunakan oralit dan makanan

yang kaya kalium selama diare dan sesuadah diare berhenti.

- Ketidakseimbangan asam-basa (asidosis metabolik)

Dapat terjadi pada diare terjadi penurunan pH, PCO2, Na-

bikarbonat. Klinis dari asidosis metabolik adalah pernafasan cepat,

teratur dan dalam (pernafasan Kuszmaull).

- Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja

- Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna

sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

- Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.

- Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak

dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).

- Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan

intraseluler.

3. Gangguan sirkulasi

Akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan

sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi

jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,

dapat mengakibatkan pendarahan dalam otak, kesadaran menurun

(soporokomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat


37

meninggal. Semua akibat diare cair diakibatkan karena kehilangan air

dan elektrolit tubuh melalui tinja. Dehidrasi adalah keadaan kehilangan

cairan dan elektrolitberdasaran kadar natrium atau osmolaritas plasma.

Ada tiga macam dehidrasi :

a) Dehidrasi isotonik

Ini adalah terjadi bila kadar natrium serum 130-140 mEq/L.

Merupakan dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini

terjadi bila kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama

dengan keadaan normal dan ditemui dalam cairan ekstraseluler.

b) Dehidrasi Hipertonik

Kadar natrium serum melebihi 150 mEq/L. Beberapa anak

yang diare, terutama bayi sering menderita dehidrasi

hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan

kelebihan natrium. Bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa

ditemukan dalam cairan ekstraseluler dan darah. Ini biasanya

akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada saat diare yang tidak

di absopsi secara efisien dan pemasukan air yang tidak cukup.

c) Dehidrasi Hipotonik

Kadar natrium serum <130 mEq/L. Anak dengan diare yang

minum air dalam jumlah besar atau yang mendapat infus 5 %

glukosa dalam air, mungkin bisa menderita hiponatremik. Hal ini

terjadi karena air diabsopsi dari usus sementara kehilangan garam


38

(NaCl ) tetap berlangsung dan menyebabkan kekurangan natrium

dan kelebihan air.

4. Gangguan Gizi ( Malnutrisi)

Yang disebabkan oleh Makanan sering dihentikan oleh orang tua

karena takut diare dan / muntahnya akan bertambah hebat, Makanan

yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik

karena adanya peningkatan peristaltik usus.

5. Sindrom Uremik Hemolitik atau Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)

adalah gangguan yang biasanya terjadi ketika infeksi pada sistem

pencernaan memproduksi zat beracun yang merusak sel-sel darah

merah. Setelah proses ini dimulai, sel-sel darah merah yang rusak

mulai menyumbat sistem penyaringan pada ginjal, yang pada akhirnya

dapat menyebabkan gagal ginjal yang mengancam jiwa terjadi pada

diare berdarah.
39

BAB III

KESIMPULAN

Diare merupakan penyakit endemis yang banyak terjadi di masyarakat,

karena masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Penyebab utama diare

akut adalah infeksi Rotavirus, infeksi bakteri Escherichia coli , Salmonela, dan

infeksi parasit yang bersifat self limiting sehingga tidak memerlukan pengobatan

dengan antibiotika. Pemakaian antibitika hanya untuk kasus-kasus yang

diindikasikan. Masalah utama diare akut pada anak berkaitan dengan risiko

terjadinya dehidrasi. Upaya pemberian rehidrasi menggunakan cairan rehidrasi

oral merupakan satu-satunya pendekatan terapi yang paling dianjurkan.

Penggantian cairan dan elektrolit merupakan hal penting dalam terapi diare akut.

Pemakaian anti sekretorik, probiotik, dan mikronutrien dapat memperbaiki

frekuensi dan lamanya diare. Serta memperhatikan dalam pemberian makanan

atau nutrisi yang cukup selama diare dan mengobati penyakit penyerta. Pada

kasus tersebut pasien An. Farel usia 9 bulan dengan berat badan 10 kg mengalami

diare 10 kali dan cair berwarna kuning, anak rewel, minum dengan kuat dan

capillary refil time kembali lambat lebih dari 2 detik, nadi 156 x/ menit dan

respiratori rate 24 x/ menit, pasien banyak minum susu dan air putih dan rewel.

Diagnosis anak Farel adalah Diare Akut + vomiting + dehidrasi ringan-sedang.


40

DAFTAR PUSTAKA

Amin, L. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran

(CDK).

Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan: LINTAS Diare. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:

IDAI.

IDAI. 2020. Buku ajar Gastrohepatologi Anak. Jakarta: IDAI.

Juffrie, M & Mulyani, S,M. 2009. Modul Pelatihan Diare Edisi Pertama. Jakarta:

UKK Gastro-Hepatologi IDAI.

Juffrie, M dkk. 2011. Modul Pelatihan Diare Edisi Pertama. Jakarta: UKK

Gastro-

Hepatologi IDAI.

Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta : Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan RI 2017.

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta :

Kementerian Kesehatan RI 2015.

Kemenkes RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta : Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan RI 2020.

Kemenkes RI. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan, Volume 2, Triwulan 2, 2011.


41

Robert M. Kliegman et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th Edition.

America.

WHO. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta :

WHO

Indonesia.

Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan

Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai