Analisis Persoalan Ekonomi Kot a : Pola Guna Lahan dan Nilai Lahan Jalan Lingkar Salat iga
alfian haris aryawan
CRITICAL REVIEW
ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
Disusun Oleh:
3614100040
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori Lokasi memiliki pembahasan mengenai pertanyaan penting tentang siapa
(Perusahaan, Individu, Pemerintah) yang memproduksi barang atau jasa tertentu pada lokasi
yang mana, dan mengapa memilih lokasi tersebut. Selain itu, teori lokasi juga ditekankan pada
segi ekonomi seperti teori yang telah diungkapkan oleh Von Thunen. Dalam teori nilai lahan
yang diungkapkannya, Von Thunen berpendapat tentang keuntungan penggunaan lahan
didapat dari keseragaman fungsi lahan yang mengelilingi daerah pusat produksi. Faktor utama
yang mempengaruhi dan menentukan pola penggunaan lahan , adalah biaya transportasi.
Biaya transportasi tersebut dihubungkan dengan jarak dan sifat dari barang dagangan, Von
Thunen berasumsi terhadap barang hasil pertanian. Penjelasannya yaitu, semakin jauh jarak
dari lokasi tempat dimana barang tersebut diproduksi, maka semakin besar biaya transportasi
yang dikeluarkan. Hal tersebut lalu diadaptasikan pada teori Alonso yang berkaitan dengan
harga sewa ekonomi tanah (land rent), pada teori Alonso dikatakan bahwa semakin dekat
dengan Central Business District (CBD) maka harga sewa tanah juga semakin tinggi,
sebaliknya jika semakin jauh dari CBD maka harga sewa tanah juga semakin rendah.
Kota Semarang sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat kegiatan ekonomi mampu
menarik penduduk dari kota atau daerah lain untuk tinggal dan mencari penghasilan yang lebih
tinggi. Fenomena itu tentu saja menyebabkan adanya permintaan tempat tinggal yang tinggi di
Kota Semarang. Permintaan tinggi akan permukiman atau tempat tinggal berimbas pada harga
lahan yang semakin tinggi pula pada pusat kota, sehingga pendatang dari daerah lain dan
penduduk yang berpenghasilan rendah lebih memilih bergeser ke wilayah pinggiran kota.
Pergeseran tersebut terjadi 1nomaly selatan Kota Semarang, tepatnya pada kawasan
Banjarsari, Kelurahan Tembalang. Pergeseran ke kawasan Tembalang yang sejatinya wilayah
suburban juga dipicu oleh pembangunan suatu fungsi kawasan baru, yaitu kawasan kampus
yang berskala regional maupun nasional. Dengan berjalannya waktu, wilayah suburban yang
tebilang wilayah sepi berubah menjadi wilayah padat dan ramai sehingga terjadi 1nomali harga
lahan di kawasan Tembalang, lebih tepatnya pada Kawasan Banjarsari.
1
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
jurnal yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Kawasan Banjarsari,
Kelurahan Tembalang, Semarang”. Hasil kajian kritis ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan tambahan ilmu kepada penulis dan pembaca mengenai teori lokasi pada
fenomena keruangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan
pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Harga sewa suatu lahan akan
berbeda-beda nilainya tergantung tata guna lahannya. Lahan yang berada di dekat pusat pasar
atau kota memiliki sewa lahan yang lebih mahal dibandingkan lahan yang jauh dari pusat pasar.
Karena semakin jauh jarak dari pusat pasar maka meningkatkan biaya tranportasi.
2
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
Teori Alonso
William Alonso mengadaptasi konsep Von Thunen dan kemudian memasukkannya ke
dalam konteks kota. Pasar pusat kota seperti pada teori Von Thunen diinterprestasikan oleh
Alonso sebagai sebuah kota dengan Central Business District (CBD) di tengahnya. Seperti
beberapa teori sebelumnya, transportasi menjadi faktor utama dalam penentuan perumahan
dan perusahaan. Teori ini juga disebut sebagai bid-rent theory yang memiliki artian sebagai
teori ekonomi geografi yang menunjukkan bagaimana harga dan permintaan berubah ketika
jarak dengan CBD meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna lahan yang berbeda akan
berkompetisi satu sama lain demi lahan yang dekat dengan pusat kota. Teori ini
mengasumsikan bahwa semakin mudah aksesibilitas dari suatu area, maka area itu akan lebih
menguntungkan. Berikut merupakan bid-rent curve dari teori Alonso.
3
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
BAB III
PEMBAHASAN
4
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
5
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
Dapat dilihat dari tabel bahwa Angka disana merupakan loading factor atau besarnya
korelasi antara satu variabel dengan faktor 1, 2, dan 3. Terlihat bahwa korelasi variabel kuat
karena angkanya mendekati angka 1. Berikut tiga faktor penentu lokasi yang diperoleh.
1) Fasilitas
Kualitas lingkungan, loading factor : 0,600
Penggunaan lahan, loading factor : 0,864
Kelengkapan fasilitas, loading factor : 0,951
Fasilitas yang dimaksudkan pada poin ini adalah fasilitas pendidikan, yaitu Universitas
Diponegoro. Terbangunnya Universitas Diponegoro memberikan dampak positif pada Kawasan
6
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
Dampak lain yang ditimbulkan yaitu terciptanya lingkungan yang bersih, distribusi air
bersih yang merata, serta pembuangan sampah yang terorganisir karena adanya TPS baru.
Semua dampak positif itu tercipta karena adanya pembangunan Universitas Diponegoro
sebagai fasilitas pendidikan tinggi di kawasan tersebut.
2) Aksesibilitas
Letak lokasi, loading factor : 0,761
Jarak ke CBD, loading factor : -0,606
Aksesibilitas, loading factor : 0,852
Jaringan transportasi, loading factor : 0,783
7
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
pelebaran jalan menjadi dua jalur dan setiap jalurnya memiliki lebar 8 meter. Tentunya dengan
jaringan jalan selebar itu mengindikasikan kemudahan untuk dilalui kendaraan.
Moda transportasi umum seperti angkot sendiri mulai ada sekitar tahun 1990 dengan
rute dari gang Ngesrep Timur V sampai ke Politeknik dan sekarang telah berkembang sampai
ke Banjarsari. Angkutan umum ini juga masuk ke dalam kawasan kampus untuk semakin
mempermudah aksesibilitas disana. Pada Kelurahan Tembalang, beberapa angkutan umum
juga mudah ditemui pada jalan-jalan utama koridor Kawasan Banjarsari. Semakin dekat lokasi
tersebut dengan Universitas Diponegoro sebagai Outlying Business District (OBD) maka
semakin mudah aksesibilitasnya.
3) Ketersediaan
Faktor sosial, loading factor : 0.576
Permintaan dan penawaran, loading factor : 0,875
Universitas Diponegoro ikut andil dalam menarik pendatang untuk masuk ke Tembalang
karena merupakan salah satu universitas berskala nasional di Indonesia. Mahasiswa yang
berjumlah lebih dari 19.000 jiwa menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan akan lahan
disana. Sehingga menyebabkan permintaan akan lahan yang semakin tinggi, padahal
ketersediaan lahan semakin rendah. Hal tersebut menimbulkan prinsip penawaran tertinggi
pada lahan di Banjarsari.
8
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
Implikasi teori Von Thunen pada Kawasan Banjarsari, Kelurahan Tembalang, Kota
Semarang pada poin mengenai harga sewa suatu lahan yang berbeda-beda nilainya tergantung
tata guna lahannya dapat dikatakan relevan. Fenomena itu dapat dilihat dari perkembangan
Kawasan Banjarsari yang pada awalnya tegalan dan sawah lalu berubah pemanfaatan lahan
menjadi aktifitas perdagangan jasa maupun permukiman. Saat pemanfaatan lahannya sebagai
tegalan dan sawah, harga lahan disana masih rendah karena land value yang juga masih
rendah. Sebaliknya, saat pemanfaatan lahannya sebagai perdagangan jasa dan permukiman,
harga lahan disana makin lama makin tinggi karena land value disana mengalami peningkatan.
Adanya peningkatan harga lahan disana juga diakibatkan oleh peningkatan pendatang atau
jumlah penduduk yang berimbas pada permintaan akan ketersediaan lahan.
Poin selanjutnya pada teori Von Thunen yang dikaji yaitu, mengenai lahan yang berada
di dekat pusat pasar memiliki sewa lahan yang lebih mahal dibandingkan lahan yang jauh dari
pusat pasar atau pada teori Alonso pusat pasar diinterpretasikan sebagai Central Business
District (CBD). Pada poin ini, Kawasan Banjarsari dapat dikatakan kurang relevan dengan teori
Von Thunen dan teori Alonso karena sewa lahan disana juga tinggi padahal berada di pinggiran
kota atau jauh dengan pusat kota. Namun tidak sepenuhnya tidak relevan karena pada
Kawasan Banjarsari terdapat kawasan pendidikan sebagai Outlying Business District (OBD)
yaitu Universitas Diponegoro yang sejatinya merupakan business district juga tetapi tidak
berada pada pusat kota.
9
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
BAB IV
PENUTUP
4.1 Lesson Learned
Berdasarkan pembahasan dalam jurnal, maka lesson learned yang dapat diambil oleh penulis
kajian kritis adalah:
Teori Von Thunen dan teori Alonso memiliki banyak kemiripan, hanya saja pada teori
Alonso pusat pasar yang ada pada teori Von Thunen diinterpretasikan sebagai Central
Business District (CBD) oleh Alonso.
Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh pada teori lokasi yaitu, letak lokasi, faktor sosial,
jarak ke CBD, aksesibilitas, jaringan transportasi, kualitas lingkungan, penggunaan lahan,
kelengkapan fasilitas, kondisi infrastruktur, kesuburan lahan, dan permintaan penawaran.
Faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar berjumlah tiga faktor. Dalam studi kasus yang
diambil ketiga faktor itu adalah fasilitas, aksesibilitas, dan ketersediaan.
Harga sewa suatu lahan akan berbeda-beda nilainya tergantung pemanfaatan tata guna
lahannya.
Harga sewa lahan yang tinggi tidak hanya terdapat pada pusat pasar atau CBD, tetapi
dapat terjadi pada kawasan pinggiran kota yang merupakan kawasan OBD atau memiliki
sebuah fungsi kawasan sendiri. Dalam studi kasus ini adalah kawasan pendidikan
Universitas Diponegoro sebagai OBD disana.
10
CRITICAL REVIEW ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Eko Budi, dkk. 2012. Diktat Analisis Lokasi dan Keruangan. Surabaya. Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Fajariyah, Norul, dkk. 2014. Implikasi Teori Von Thunen pada Pulau Sebatik Kawasan
Perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia. Surabaya. Jurusan Perencanaan Wilayah dan
Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
11