Anda di halaman 1dari 45

DI SUSUtf OLEH :

tfAtfA tfAHASISWA tfOVI SAULItfA SItfAtfUtfGKALIT


tfItf 200802113
FAKULTAS/PRODI tfIPA/ S1 KItfIA
SEtfESTER II
TAHUtf AJARAtf 2020/2021
KELAS II A
DOSEtf PEtfGAtfPU ROY FACHRABY GItfTItfG S.H, tf.Kn
TAtfGGAL DISERAHKAtf 13 APRIL 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena
hingga saat ini masih memberikan napas kehidupan dan anugerah akal, sehingga
saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Implementasi
Pancasila Bagi Karakter Anak Milenial” tepat pada waktunya. Terima kasih pula
kepada semua pihak yang telah ikut membantu hingga dapat disusunnya makalah
ini.

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi Ujian Tengah Semester genap
mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Makalah ini membahas
tentang pengertian Pendidikan Pancasila, pengertian etika, pengertian karakter
bangsa, implementasi Pancasila untuk kaum milenial, dasar hukum Pendidikan
Pancasila berdasarkan UUD 1945, dan masih banyak lagi. Akhirnya saya
sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan saya
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya
pembaca pada umumnya.

Akhir kata, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini
dan makalah-makalah lainnya pada waktu mendatang.

Balige, 13 April 2021

Penulis

Novi Saulina Simanungkalit

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................3
B. Rumusan masalah.....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
A. Pengantar Pendidikan Pancasila...............................................................5
1. Pengertian Pendidikan Pancasila..........................................................5
2. Dasar Hukum........................................................................................5
3. Maksud dan Tujuan Pendidikan Pancasila...........................................6
B. Sejarah Peradaban Bangsa Indonesia.......................................................7
1. Sejarah Bangsa Indonesia.....................................................................7
2. Sejarah Lahirnya Pancasila...................................................................9
3. Pancasila sebagai Ideologi, Dasar, dan Sistem Filsafat Bangsa
Indonesia.............................................................................................14
4. Pancasila sebagai Etika dan Pandangan Hidup Bangsa bagi kaum
milenial ...............................................................................................21
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................37
A. Kesimpulan.............................................................................................37
B. Saran.......................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS............................................................43
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang setiap warga negara
Indonesia harus mematuhi segala isi dalam Pancasila tersebut. Namun sebagian
besar warga negara Indonesia hanya menganggap Pancasila sebagai dasar negara
dan ideologi negara semata tanpa memedulikan makna dan manfaatnya dalam
kehidupan.
Dapat dilihat sekarang ini banyaknya perilaku yang menyimpang dari nilai-
nilai yang diajarkan Pancasila. Maka dari itu pentingnya memahami Pancasila
tidak hanya mengerti namun juga mengamalkan dan melaksanakan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi
kebiasaan dan akan menjadi karakter bangsa yang terpupuk secara perlahan.
Harus kita sadari bahwa pembangunan karakter bangsa bukan merupakan
tindakan sederhana dan mudah dilaksanakan. Keterbukaan informasi tidak hanya
membawa nilai positif bagi kehidupan bangsa, tetapi juga negatif. Simak saja
perilaku seksual yang dilakukan oleh sejumlah anak dibawah umur, dikatakan
karena dipengaruhi oleh meniru perilaku seksual artis tertentu yang beredar luas
dan mudah diakses telepon seluler. Perilaku penyimpangan tidak akan terjadi
apabila seseorang memiliki kepribadian dan karakter kuat yang mampu menjadi
penyaring (filter) terhadap stimulan nilai-nilai negatif yang tidak atau kurang
sesuai dengan nilai luhur yang didukung oleh masyarakat Indonesia.
Dari permasalahan tersebut banyak pihak yang mulai sadar tentang
pentingnya pendikan karakter, agar mendidik anak bangsa menjadi pribadi yang
berkarakter baik. Dari pemerintah pun mulai menata kembali kehidupan bangsa
ini dengan dikeluarkannya Kurikulum 2013. Kuriulum 2013 ini menitikberatkan
kepada pengembangan karakter peserta didik. Diharapkan dengan pembelajaran
karakter yang bertahap mulai dari bangku sekolah menjadikan peserta didik
mempunyai karakter yang baik, karakter yang dapat membangun negeri ini
menjadi lebih baik, dan tidak dapat secara mudah terpengaruh oleh kebudayaan
asing yang bukan merupakan jati diri bangsa Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu Pendidikan Pancasila?
2. Apa pengertian karakter?
3. Apa hubungan Pancasila dengan Karakter Anak Milenial?
4. Bagimana jika terhapusnya mata kuliah Pendidikan Pancasila di
Perguruan tinggi?
5. Mengapa Pancasila berkaitan erat dengan karakter, khususnya etika?
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengantar Pendidikan Pancasila


1. Pengertian Pendidikan Pancasila
Pendidikan mengenai Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia
dengan tujuan menanamkan nilai-nilai luhur pada generasi muda Indonesia
sehingga memiliki karakter/watak Pancasila di dalam dirinya.

2. Dasar Hukum
Ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan
Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah:
a. UU Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Berdasarkan ketentuan UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 39 dinyatakan
bahwa:
i) Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran
untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang
bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
ii)Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib
memuat:
 Pendidikan Pancasila
 Pendidikan Agama
 Pendidikan Kewarganegaraan
b. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menetapkan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa.
c. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun
1990, menetapkan status Pendidikan Pancasila dalam kurikulum
pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program
studi dan bersifat nasional.
d. PP No. 60 Tahun 1999 tentang pendidikan tinggi menyatakan bahwa
Pancasila wajib diajarkan di perguruan tinggi.
e. Keputusan Dirjen Dikti No. 265/Dikti/Kep/2000 tentang
penyempurnaan Kurikukum Inti Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi di
Indonesia.
f. Keputusan Mendiknas Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan Nomor 45/U2002
tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah menetapkan
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan menjadi kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program
studi.

3. Maksud dan Tujuan Pendidikan Pancasila


Pendidikan Pancasila ini diwujudkan secara nyata dengan memasukkan
mata pelajaran PKN atau PPKn dalam kurikulum sekolah (tepatnya dalam
program wajib belajar 9 tahun). PKN/PPKN sendiri bisa kita jumpai di
tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, hingga Sekolah
Menengah Atas. Pendidikan mengenai Pancasila juga bisa dijumpai di
bangku perkuliahan dan umumnya menjadi mata kuliah yang harus dilewati
mahasiwa baru di awal perkuliahan.
Pendidikan mengenai Pancasila ini memang perlu dilaksanakan
mengingat peran dan kedudukan Pancasila yang sangat vital bagi masyarakat
Indonesia. Pancasila sendiri adalah dasar Indonesia di mana di dalamnya
terkandung nilai luhur yang wajib menjadi acuan/landasan dalam berpikir
dan berprilaku dalam lingkungan sosial sehari-hari pun juga dalam
lingkungan berbangsa dan bernegara.
Tujuan Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk:

a. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi


bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma
dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Agar mahasiswa dapat mengembangkan karakter manusia
Pancasilais dalam pemikiran, sikap, dan tindakan.
c. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai
dasar Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik
Indonesia, serta membimbing untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
d. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari
solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan
nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
e. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan
kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang
demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila,
untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan eksternal
masyarakat bangsa Indonesia.

B. Sejarah Peradaban Bangsa Indonesia


1. Sejarah Bangsa Indonesia
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang
yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa"
yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Secara geologi, wilayah Indonesia
modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan
pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng
Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia).
Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat
melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan,
masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni
awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga
500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)
di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus
hingga masa Zaman Es terakhir.
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000
tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar
60.000 sampai 70.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan
Australia. Mereka, yang berfenotip kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi
nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan
membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang
berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara
bergelombang sejak 3.000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan
Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses
migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik.
Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke
arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur
dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta
Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian,
termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8
SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat,
praktik-praktik Megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-
benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk
permukiman-permukiman serta kerajaan-kerajaan kecil dan sangat mungkin
sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.

Era Kerajaan-Kerajaan di Nusantara


Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan
Hindu Jawa Dwipa di Pulau Jawa dan Sumatra atau Swarna Dwipa sekitar
200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan
bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang
menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam,
Kalimantan.
Pada tahun 425 ajaran Buddhisme telah mencapai wilayah tersebut.
Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ratusan tahun dengan
dua imperium besar, yaitu Sriwijaya di Sumatera pada abad ke-7 hingga ke-
14 dan Majapahit di Jawa pada abad ke-13 sampai ke-16, ditambah dengan
puluhan kerajaan kecil yang acap kali menjadi vasal tetangganya yang lebih
kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perkawinan dan
perdagangan (seperti di Maluku). Hal tersebut telah terjadi sebelum Eropa
Barat mengalami masa Renaisans pada abad ke-16.

Kerajaan Hindu-Buddha

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat
kerajaan bercorak Hindu-Buddha, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang
dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada abad ke-7
hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di
Sumatera. Penjelajah Tiongkok, I Ching, mengunjungi ibu kota Sriwijaya,
Palembang, sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14
juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur,
Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada
berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya
adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.
Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam
kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

2. Sejarah Lahirnya Pancasila


Lahirnya Pancasila merupakan judul pidato yang disampaikan Sukarno.
a. Rumusan Pancasila dari 3 Tokoh Nasional
Pancasila menjadi dasar negara Indonesia. Setiap tahunnya
terdapat dua peringatan Pancasilan di Indoensia. Pertama pada
tanggal 1 Juni yang menjadi Hari Lahir Pancasila dan setiap tanggal
1 Oktober yang menjadi Hari Kesaktian Pancasila untuk
memeringati para pahlawan yang gugur. Di balik terciptanya
Pancasila yang digunakan hingga saat ini, terdapat tiga tokoh
penting yang berperan dalam perumusan Pancasila.
Pancasila adalah lima dasar yang di jadikan perjanjian luhur dan
di sepakati oleh pendiri bangsa Indonesia. Secara etimologis,
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta.Panca artinya lima
dan syla berarti batu sendi atau alas dasar.

Tiga tokoh besar yang turut merumuskan Pancasila:


i) Mohammad Yamin
Mohammad Yamin merupakan seorang sastrawan,
sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum. Dalam
membuat rumusan Pancasila, Mohammad Yamin
memberikan lima hal untuk bisa dijadikan dasar negara.
Pertama diajukan secara lisan pada tanggal 29 Mei 1945
yang berisi:
 Perikebangsaan
 Perikemanusiaan
 Periketuhanan
 Perikerakyatan
 Kesejahteraan rakyat
Kemudian hal tersebut berubah saat Mohammad Yamin
menyampaikan rumusan dasar negara yang diajukan secara
tertulis, yaitu:
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Kebangsaan Persatuan Indonesia
 Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
ii) Soepomo
Soepomo merupakan seorang ahli hukum pada generasi
pertama yang sudah ada ketika Indonesia merdeka.
Soepomo adalah seorang pahlawan nasional Indonesia
yang juga dikenal sebagai arsitek Undang-undang Dasar
1945, bersama dengan Mohammad Yamin dan Soekarno.
Usulan untuk rumusan Pancasila diungkapkan Soepomo
dalam pidatonya di sidang BPUPKI yang digelar pada 31
Mei 1945.
Soepomo memberikan lima rumusan untuk dijadikan dasar
negara, yaitu:
 Persatuan
 Kekeluargaan
 Keseimbangan lahir dan batin
 Musyawarah
 Keadilan rakyat

iii) Soekarno
Presiden pertama Indonesia, Soekarno juga turut serta
merumuskan Pancasila. Dalam pidatonya di sidang
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan
pidato yang berisi gagasan mengenai dasar negara yang
terdiri dari lima butir gagasan.
Gagasan tersebut adalah:
 Kebangsaan Indonesia
 Internasionalisme dan perikemanusiaan
 Mufakat atau demokrasi
 Kesejahteraan sosial
 Ketuhanan yang Maha Esa
Selain itu, Soekarno juga mengusulkan tiga dasar negara
yang diberi nama Ekasila, Trisila, dan Pancasila. Di mana
akhirnya dasar negara yang dipilih adalah Pancasila.

b. Rumusan Dasar Negara Pancasila yang Sah


Setelah rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara
resmi, kemudian diterbitkan beberapa dokumen penetapannya,
yaitu:
i) Rumusan pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) tanggal
22 Juni 1945
ii) Rumusan kedua: Pembukaan Undang-Undang Dasar tanggal
18 Agustus 1945
iii) Rumusan ketiga: Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia
Serikat tanggal 27 Desember 1949
iv) Rumusan keempat: Mukadimah Undang-undang Dasar
Sementara tanggal 15 Agustus 1950
v) Rumusan kelima: Rumusan kedua yang dijiwai oleh
rumusah pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

Rumusan yang sah berdasarkan sistematis yang benar terdapat


pada UUD 1945 dan di sahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.
Rumusan dasar negara dalam pembukaan UUD 1945 terletak pada
alinea ke empat. Presiden Republik Indonesia mengeluarkan
Instruksi No.12/1968 pada 13 April 1968. Dalam instruksi tersebut
ditegaskan bahwa tata urutan dan rumusan Pancasila sah sebagai
berikut:
i) Ketuhanan Yang Maha Esa
ii) Kemanusiaan yang adil dan beradab
iii) Persatuan Indonesia
iv) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusyawaratan/perwakilan
v) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
c. Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI mengadakan sidang pertama dari 29 Mei hingga 1
Juni 1945. Rapat tersebut dilakukan di gedung Chuo Sangi In
yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada
zaman Belanda, gedung itu digunakan sebagai gedung
Volksraaf atau Perwakilan Rakyat. Rapat tersebut tidak
menemukan titik terang. Sukarno mendapat giliran untuk
menyampaikan gagasan pada 1 Juni 1945. Gagasan yang
disampaikan Sukarno tentang dasar negara Indonesia merdeka,
dinamakan Pancasila. Pidato Sukarno tersebut berisi Lahirnya
Pancasila. Pidato tanpa persiapan tertulis itu diterima secara
aklamasi oleh segenap anggota BPUPKI.
BPUPKI membentuk paniti kecil untyk merumuskan dan
menyusun Undang-Undang Dasar yang berpedoman pada
pidato Bung Karno tersebut.
Panitia Sembilan terdiri dari dari:
1. Sukarno
5. Abdul Kahar Muzakir
2. Mohammad
6. Agus Salim
Hatta
7. Achmad Soebardjo
3. AA Maramis
8. Wahid Hasjim
4. Abikoesno
9. Mohammad Yamin
Tjokrosoejoso
Panitia Sembilan merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar
Negara berdasarkan pidato yang diucapkan Sukarno pada 1 Juni
1945.

f. Penetapan Hari Lahir Pancasila dan Rezim Orde Baru


Presiden Sukarno menuntut diadakannya acara peringatan
hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1964. Hal ini karena
beberapa orang mulai menyelewengkan Pancasila. Saat itu tepat
hari ulang tahun ke-19 Pancasila. Hari Lahir Pancasila
diperingati untuk pertama kalinya dengan upacara kenegaraan
di Istana Merdeka.

3. Pancasila sebagai Ideologi, Dasar, dan Sistem Filsafat Bangsa Indonesia


a. Pengertian Ideologi Pancasila
Ideologi adalah seperangkat tujuan dan ide-ide yang
mengarahkan pada satu tujuan, harapan, dan tindakan. Pengertian
Ideologi adalah suatu kumpulan gagasan, ide-ide dasar, keyakinan
serta kepercayaan yang bersifat sistematis dengan arah dan tujuan
yang hendak dicapai dalam kehidupan nasional suatu bangsa dan
negara. Jadi, ideologi politik dapat diartikan sebagai seperangkat
tujuan dan ide yang menjelaskan bagaimana suatu rakyat bekerja, dan
bagaimana cara mengatur kekuasaan.
Ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang
menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan
menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ideologi politik
biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur kekuasaan
dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.
Teori Pancasila, Komunis Karl Marx, Friedrich Engels dan
pengikut mereka, sering dikenal dengan marxisme, dianggap sebagai
ideologi politik paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad
ke-20. Kepopuleran ideologi berkat pengaruh dari "moral
entrepreneurs", yang kadangkala bertindak dengan tujuan mereka
sendiri. Ideologi politik adalah badan dari ideal, prinsip, doktrin,
mitologi atau simbol dari gerakan sosial, institusi, kelas, atau grup
besar yang memiliki tujuan politik dan budaya yang sama.
i) Pancasila sebagai Dasar Negara
Merupakan landasan kehidupan bernegara atau
berbangsa yang mana setiap negara memilki dasar
negara sebagai dasar penyelengaran negara tersebut. Fungsi
dasar negara: dasar berdiri dan tegaknya suatu negara.
dasar pergaulan antara rakyat negara. Ada juga yang
memakai agama sebagai ideologi politik.
Hal ini disebabkan agama tersebut mempunyai
pandangan yang menyeluruh tentang kehidupan. Negara
Indonesia mempunyai landasan Pancasila sebagai dasar
Negara dan memiliki 5 dasar atau sila yang terdiri dari:
 Ketuhanan yang Maha Esa
 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusawaratan/
Perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara bagi
bangsa Indonesia, berbeda tingkatannya dengan kedudukan
dan fungsi Pancasila sebagai ideologi, sebagai alat
pemersatu, maupun fungsi kedudukan Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara lainya. Tanpa
kedudukan dan peran Pancasila sebagai dasar Negara,
fungsi – fungsi dan kedudukan Pancasila dalam pedoman
kehidupan dan kenegaraan yang lain tidak akan bisa di
lakukan. Pancasila yang berakar pada kehidupan bangsa
Indonesia pada hakikatnya mengandung pandangan yang
mengutamakan harmoni dalam kehidupan masyarakat.
Pancasila sebagai ideologi merupakan bagian
terpenting dari fungsi dan kedudukan Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi adalah
kumpulan ide ide yang muncul dan tumbuh dalam satu
pemerintahan Negara. Melalui proses pengmbangan
pemikiran tentang Pancasila, diharapkan bangsa Indonesia
dapat memelihara dan mengembangkan gagasan gasan,
konsep konsep, teori teori dan ide ide baru tentang
kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum,
hankam dan semua proses kehidupan bangsa yang tidak
saja bersumber pada Pancasila dan Undang Undang 1945,
tapi juga mengandung relevansi yang kuat dengan
kepentingan pembangunan masyarakat, bangsa dan Negara.

ii) Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila dikatakan sebagai ideologi terbuka, karena
mampu menyesuaikan diri dalam perkembangan zaman.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang mampu mengikuti
perkembangan zaman dan bersifat dinamis. Nilai-nilai dasar
Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan kehidupan
bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.
Arti Pancasila sebagai ideologi terbukaPada hakikatnya
Pancasila telah di bentuk melalui proses yang cukup panjang
oleh para pendiri bangsa. Pancasila sebagai ideologi dinamis
yang mencerminkan keterbukaan pemikiran yang mampu
menerima segala iklim perubahan yang terjadi.
Hal ini agar Pancasila mampu menerima segala iklim
perubahan yang terjadi dan mampu melaksanakan nilai-nilai
Pancasila yang luhur. Fungsi Pancasila untuk memberikan
orientasi ke depan telah menuntut bangsa Indonesia untuk
menyadari situasi yang sedang dihadapinya. Kemajuan ilmu
pengetahuan, kecanggihan teknologi, dan sarana komunikasi
yang semakin modern membuat dunia semakin kecil dan
menguatnya interdependensi di kalangan bangsa-bangsa.
Hal ini berati bahwa pembangunan nasional tidak hanya
ditentukan oleh faktor-faktor dalam negeri. Namun di
pengaruhi oleh faktor luar negeri. Untuk menjawab
tantangan tersebut, maka Pancasila perlu tampil sebagai
ideologi terbuka. Karena ketertutupan hanya membawa pada
kemandekan dan kita tertinggal karena tidak dapat mengikuti
perkembangan jaman yang semakin maju dan dinamis.

iii) Pancasila sebagai sistem Filsafat


Filsafat adalah kajian masalah umum dan mendasar
tentang persoalan seperti eksistensi, pengetahuan, nilai, akal,
pikiran, dan bahasa. Istilah ini kemungkinan pertama kali
diungkapkan oleh Pythagoras. Filsafat Pancasila adalah
penggunaan nilai-nilai pancasila sebagai dasar dan
pandangan hidup bernegara. Dalam prinsipnya, Pancasila
sebagai filsafat merupakan perluasan manfaat dari yang
bermula sebagai dasar dan ideologi, merambah hingga
produk filsafat. Pengertian Filsafat Pancasila menurut Ruslan
Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir
sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa
Indonesia.
Pengertian Filsafat Pancasila Menurut Soekarno,
Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil
dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya
India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen) dan Arab (Islam).
Beliau berpendapat bahwa (ketuhanan) ialah asli berasal dari
Indonesia (keadilan sosial) terinpirasi dari konsep ratu adil.
Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini memberikan
pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat
pancasila. Secara ontologi, kajian pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar
sila-sila pancasila. Menurut Notonagoro, hakikat dasar
antologi pancasila adalah manusia, karena manusia ini yang
merupakan subjek hukum pokok sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu
persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar kesatuan
yang mutlak, yang berupa sifat kodrat monodualis yaitu
sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk
sosial, serta kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang
berdiri sendiri dan sekaligus juga sebagai makhluk Tuhan.
Konsekuensi pancasila dijadikan dasar negara Indonesia
adalah segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi
oleh nilai-nilai pancasila yang merupakan kodrat manusia
yang monodualis tersebut.
Sedangkan jika secara epistemologis filsafat Pancasila
diartikan sebagai upaya untuk mencari kebenaran Pancasila
sebagai suatu sistem pengetahuan. Kajian epistemologi
filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari
hakikat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini
dimungkinkan adanya karena epistemologi merupakan
bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan
(ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi pancasila ini tidak
bisa dipisahkan dengan dasar antologinya. Oleh karena itu,
dasar epistemologis pancasila sangat berkaitan dengan
konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Sebagai suatu
paham epistemologi, pancasila mendasarkan pandangannya
bahwa imu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai
karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam kehidupan
manusia.
Oleh karena itu pancasila secara epistemologis harus
menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun
perkembangan sains dan teknologi pada saat ini. Secara
aksiologi, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-
nilai pancasila. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesia
itulah yang mengakui, menghargai, menerima pancasila
sebagai sesuatu yang bernilai. Kajian Aksiologi
filsafat pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai
praksis atau manfaat suatu pengetahuan mengenai pancasila.
Hal ini disebabkan karena sila-sila pancasila sebagai suatu
sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologi, nilai-
nilai dasar yang terkandung di dalam pancasila pada
hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Aksiologi pancasila ini mengandung arti bahwa kita
membahas tentang filsafat nilai pancasila. Pengakuan,
penerimaan dan penghargaan pancasila sebagai sesuatu yang
bernilai itu akan tampak menggejala dalam dalam sikap,
tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia. Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan
kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan harus
didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
pesatuan, kerakyatan dan yang terakhir keadilan. Pemikiran
filsafat kenegaraan ini bertolak dari pandangan bahwa
negara merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau
organisasi kemasyarakatan, di mana merupakan masyarakat
hukum. Sumber pengertian Filsafat Pancasila menurut
Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang
lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh
bangsa Indonesia. Mengapa pancasila dikatakan sebagai
filsafat, hal itu karena pancasila merupakan hasil perenungan
jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu
kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang
tepat.
Pemikiran filsafat kenegaraan ini bertolak dari
pandangan bahwa negara merupakan suatu persekutuan
hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, di mana
merupakan masyarakat hukum. Ketika kita berbicara
Pancasila sebagai filsafat maka penggunaan nilai-nilai
pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bernegara.
Dalam prinsipnya, Pancasila sebagai filsafat merupakan
perluasan manfaat dari yang bermula sebagai dasar dan
ideologi, merambah hingga produk filsafat (falsafah).
Pancasila sebagai produk filsafat berarti digunakan sebagai
pandangan hidup dalam kegiatan praktis. Ini berarti Filsafat
Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman
dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai filsafat juga berarti bahwa pancasila
mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat
menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
Hal yang mendasari pernyataan ini adalah karena pada
hakikatnya Pancasila memiliki sistem nilai (value system)
yang didapat dari penggalian dan pengejawantahan nilai-
nilai luhur mendasar dari kebudayaan bangsa Indonesia
sepanjang sejarah, berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar
yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi
kebudayaan bangsa Indonesia.
Hal inilah yang kemudian ditangkap sebagai hasil
perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para
tokoh pendiri bangsa (The Founding Father) Indonesia (yang
merupakan prinsip dasar filsafat) dan merumuskannya dalam
suatu sistem dasar negara yang diatasnya berdiri sebuah
Negara Republik Indonesia. Pertanyaan “di atas dasar
apakah negara Indonesia didirikan?” menjadi awalan yang
sangat fundamental dalam perumusan Pancasila ketika
mereka bersidang pertama kali di lembaga BPUPKI. Nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi
cita-cita yang hendak dicapai menjadi pedoman hidup dalam
penyelenggaraan bernegara.
Pancasila disepakati bersama dan digunakan sebagai
prinsip yang dipegang teguh dan menjadi sarana pemersatu
bangsa Indonesia.Kedua makna di atas menunjukkan bahwa
pancasila menjadi fundamental dalam kehidupan bernegara
di Indonesia. Apabila sebuah wilayah di Indonesia memiliki
kebijakan tanpa berlandaskan pancasila maka secara
otomatis aturan tersebut tidak berlaku.

4. Pancasila sebagai Etika dan Pandangan Hidup Bangsa


a. Pancasila sebagai Etika
Etika merupakan hal yang sangat diperlukan dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara, karena dengan memiliki etika
maka kita mampu menjalankan kehidupan bernegara dengan baik
sebagai masyarakat yang mempunyai perilaku yang baik, kebiasaan
hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan
moral.
Nilai-nilai Pancasila, meskipun merupakan kristalisasi nilai yang
hidup dalam realita sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan
bangsa Indonesia, namun sebenarnya juga nilai-nilai yang bersifat
universal dapat diterima oleh siapa pun dan kapan pun. Etika
Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia.
Etika juga merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus
mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan
berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika
khusus. Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku
bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas
prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia (Suseno, 1987).
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang
bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka
sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis
dan sistematis. Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat
fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai
tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek
kehidupannya. Pentingnya pancasia sebagai sistem etika bagi bangsa
Indonesia ialah menjadi rambu normatif untuk mengatur perilaku
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti
korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan.

b. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Pancasila sebagai dasar negara berati menjadi pedoman dalam
mengatur kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan negara dalam
berbagai bidang. Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan
rakyat Indonesia. Kedududukan Pancasila sebagai dasar negara di
dalamnya mengandung makna sebagai ideologi nasional, cita-cita,
dan tujuan negara. Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa perlu kita pertahankan. Karena jika tidak, maka bangsa
Indonesia akan mudah terpecah belah dan tidak memiliki tujuan
dalam bernegara dan berbangsa.
Dalam buku Pendidikan Filsafat Pancasila dan Kewarganegaraan
(2019) karya Gianto, Pancasila adalah sebuah karya bersama bangsa
Indonesia. Pancasila tidak hanya milik satu golongan atau satu partai
tertentu, tetapi sebagaimana yang dikatakan Presiden Sukarno dalam
pidatonya di pertemuan Gerakan Pembela Pancasila di Istana Negara
pada 17 Juni 1954.

"... Pancasila adalah dasar negara dan harus kita pertahankan sebagai
dasar negara jika tidak mau mengalami bahaya besar terpecahnya
negara ini... jangan ada sesuatu partai berkata Pancasila asasku. PNI
ini tetaplah pada asas Marhaenisme, olah karena itulah PNI
mempertahankan Pancasila, tetapi jangan berkata PNI berdasar pada
Pancasila. Sebab jikalau dikatakan Pancasila adalah ideologi partai,
maka lalu partai-partai lain tidak mau...".

Sebelum Pancasila disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia


Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), nilai-nilai kearifan lokal
yang dimiliki Indonesia telah menjadi pandangan hidup dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut diangkat dan dirumuskan
secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar
filsafat negara Indonesia.
Pancasila itu sendiri bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal
yang sudah hidup di tengah-tengah masyarakat sejak dulu. Pola-pola
yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang berbeda-beda
memancarkan falsafah Pancasila.

c. Identitas Nasional
i) Pengertian Identitas
Dalam pendekatan sosiologi dan antropologi, identitas
sendiri mengacu pada ciri-ciri ataupun sifat khas yang ada pada
sesuatu. Identitas ini tidak hanya dimiliki oleh individu, tetapi
juga kelompok.Tidak jarang kan kita melihat bahwa pada suatu
komunitas, terdapat ciri-ciri tertentu yang membedakannya
dengan kelompok lain. Ciri tersebut dimiliki oleh hampir semua
orang yang ada pada kelompok tersebut. Hal inilah yang disebut
sebagai identitas kelompok.
Sebagaimana yang sudah kita singgung diawal mengenai
asal kata identitas nasional dan penjabaran mengenai identitas
kelompok. Identitas nasional Indonesia sendiri berada pada
level makro yang ada diatas identitas-identitas lainnya. Identitas
nasional sendiri merupakan pembeda antara suatu negara
dengan negara lainnya. Harapannya, semua masyarakat di
negara tersebut memiliki nilai yang sejalan dengan identitasnya.
Contohnya adalah negara Kanada yang identik dengan
penduduknya yang ramah, Singapura dengan peraturan yang
ketat dan penataan ruangnya yang rapih, atau Indonesia yang
identik dengan budayanya yang sangat kaya seperti makanan
rendang, tarian-tarian tradisional, hingga lagu-lagu daerah kita
yang sangat banyak. Oleh karena itu, kita dapat menarik
kesimpulan bahwa secara umum, definisi luas dari identitas
nasional sendiri adalah sebagai jati diri, penciri, atau sifat unik
yang tumbuh dan berkembang di suatu negara sehingga dapat
menjad pembeda dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Namun, harus kita sadari bersama bahwa sebuah negara-
bangsa adalah konsep sosio-politik yang sangat dinamis.
Indonesia sendiri sebagai negara yang majemuk dan
menjunjung Bhinneka Tunggal Ika memiliki banyak sekali
identitas, baik secara bahasa, etnis, agama, ras, ataupun tradisi.
Oleh karena itu, identitas nasional bangsa Indonesia pada
dasarnya adalah kristalisasi dari kumpulan identitas-identitas
yang heterogen tersebut.
ii) Tujuan dan Manfaat Adanya Identitas Nasional
Identitas nasional bertujuan untuk mempertahankan
kesatuan sebuah negara, pembeda dari negara lain, landasan
negara, dan alat pemersatu bangsa. Indonesia memiliki berbagai
macam suku, ras, agama dan kebudayaan. Identitas nasional
kemudian hadir untuk mempersatukan keberagaman masyarakat
tersebut. Identitas nasional juga menjadi salah satu ciri khas
sebuah negara. Dari ciri khas tersebut, Indonesia dapat mudah
dikenali oleh negara-negara lain yang ada di dunia.
Selain itu, Identitas Nasional juga menjadi landasan negara
Indonesia. Landasan negara Indonesia adalah Pancasila yang
berasal dari budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia yang
kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Identitas nasional tercipta dari
berbagai macam faktor yakni agama yang menciptakan ideologi
yang menciptakan sebuah identitas, tokoh bangsa dan pemimpin
bangsa yang berperan penting yang dianggap sebagai simbol
persatuan dan sejarah bangsa yang dapat mempengaruhi pola
pikir masyarakat terhadap masa lalu yang telah dialaminya.

iii) Penerapan Nilai Pancasila Pada Generasi Milenial


Sejarah perkembangan Pendidikan karakter yang dilakukan
bangsa Indonesia pada era orde lama, dengan dicanangkannya
untuk menjadi bangsa yang berkarakter dan berdikari, yaitu
berdiri di atas kekuatan dan kemampuan diri sendiri. Soekarno
Presiden Republik Indonesia yang pertama mengajak bangsa
dan seluruh rakyat Indonesia untuk tidak bergantung pada
bangsa lain, melainkan harus menjadi bangsa yang mandiri.
Semangat untuk menjadi bangsa yang berkarakter ditegaskan
oleh Soekarno dengan mencanangkan nation and character
building dalam rangka membangun dan mengembangkan
karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa,
seperti yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu,
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. serta untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Secara spesifik Soekarno menegaskan dalam amanat
Pembangunan Semesta Berencana tentang pentingnya karakter
ini sebagai mental investment, yang mengatakan bahwa kita
jangan melupakan aspek mental dalam pelaksanaan
pembangunan dan mental yang dimaksud adalah mental
Pancasila.
Pendidikan karakter pada masa pemerintahan presiden
Soeharto yang dikenal era orde baru, menghendaki bangsa
Indonesia senantiasa bersendikan pada nilai-nilai Pancasila dan
ingin menjadikan warga negara Indonesia menjadi manusia
Pancasila melalui penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila). Secara filosofis penataran ini sejalan
dengan kehendak pendiri negara, yaitu ingin menjadikan rakyat
Indonesia sebagai manusia Pancasila, namun secara praksis
penataran ini dilakukan dengan metodologi yang tidak tepat
karena menggunakan cara-cara indoktrinasi dan tanpa
keteladanan yang baik dari para penyelenggara negara sebagai
prasyarat keberhasilan penataran P-4. Sehingga bisa dipahami
jika pada akhirnya penataran P-4 ini mengalami kegagalan,
meskipun telah diubah pendekatannya dengan menggunakan
pendekatan kontekstual. Pada masa reformasi keinginan
membangun karakter bangsa terus berkobar bersamaan dengan
munculnya euforia politik sebagai dialektika runtuhnya rezim
orde baru. Keinginan menjadi bangsa yang demokratis, bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), menghargai dan taat
huku merupakan beberapa karakter bangsa yang diinginkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun, kenyataan yang ada justeru menunjukkan fenomena
yang sebaliknya. Konflik horizontal dan vertikal yang ditandai
dengan kekerasan dan kerusuhan muncul di manamana, diiringi
mengentalnya semangat kedaerahan dan primordialisme yang
bisa mengancam instegrasi bangsa; praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme tidak semakin surut malahan semakin berkembang;
demokrasi penuh etika yang didambakan berubah menjadi
demokrasi yang kebablasan dan menjurus pada anarkisme;
kesantuan sosial dan politik semakin memudar pada berbagai
tataran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
kecerdasan kehidupan bangsa yang diamanatkan para pendiri
negara semakin tidak tampak, semuanya itu menunjukkan
lunturnya nilai-nilai luhur bangsa. Dikalangan pelajar dan
mahasiswa dekadensi moral ini tidak kalah memprihatinkan.
Perilaku menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan
sampai yang berat masih kerap diperlihatkan oleh pelajar dan
mahasiswa. Kebiasaan mencontek pada saat ulangan atau ujian
masih dilakukan. Keinginan lulus dengan cara mudah dan tanpa
kerja keras pada saat ujian nasional menyebabkan mereka
berusaha mencari jawaban dengan cara tidak beretika. Mereka
mencari bocoran jawaban dari berbagai sumber yang tidak jelas.
Apalagi jika keinginan lulus dengan mudah ini bersifat
institusional karena direkayasa atau dikondisikan oleh pimpinan
sekolah dan guru secara sistemik. Pada mereka yang tidak lulus,
ada di antaranya yang melakukan tindakan nekat dengan
menyakiti diri atau bahkan bunuh diri. Perilaku tidak beretika
juga ditunjukkan oleh mahasiswa. Plagiarisme atau penjiplakan
karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga masih bersifat massif.
Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa program doktor.
Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di kalangan
pelajar dan mahasiswa. Perilaku yang tidak terpuji yang
dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa yaitu tawuran antar
pelajara, unjuk rasa dengan anarkisme, kebut-kebutan di jalan
raya serta penyalah gunaan obat-obatan dan narkotika.
Fenomena degradasi moral yang melanda para generasi
muda Indonesia, harus segera diwaspadai dan diantisipasi.
Menurut Thomas Lickona (dalam Ratna Megawangi, 2009:
7-8) mengungkapkan: Ada 9 tanda zaman yang harus
diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, itu berarti
bahwa sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran,
tanda-tanda yang dimaksud antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja seperti
tawuran
2. Penggunaan bahasa, dan kata yang memburuk, seperti
mengolok-olok teman sebayanya, atau berkata tidak sopan
pada pendidik/guru.
3. Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan
narkoba, alkohol
dan sek bebas.
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
6. Menurunya etos kerja.
7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan
guru
8.Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga
negara, membudayanya ketidak jujuran.
9. Adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara
sesama.
Jika dicermati, ternyata tanda-tanda jaman seperti tersebut
sudah ada di Indonesia yang melanda generasi muda, baik
pelajar maupun mahasiswa dan diantaranya juga melanda
para orang tua, yaitu sebagai berikut:
1. Terjadinya tawuran antar pelajar atau mahasiswa, bahkan
sampai ada yang meninggal dunia.
2. Penggunaan bahasa prokem dan bahasa kasar dikalangan
generasi muda yang tidak sesuai dengan norma etika
pergaulan.
3. Adanya gank-gank remaja yang memiki loyalitas yang
tinggi terhadap kelompoknya.
4. Terjadinya tindak asusila dan pelecehan seksual
dikalangan pelajara dan mahasiswa.
5. Melakukan tindakan curang ketika Ujian Nasional
dengan cara mencontek dan perjokian ketika seleksi masuk
perguruan tinggi.
6. Rendahnya semangat belajar dikalangan pelajar dan
lemahnya etos kerja dikalnagan generasi muda.
7. Sikap tidak menghormati orang tua atau orang yang lebih
tua dan pendidik/guru.
8. Banyaknya coretan-coretan di tempat-tempat umum atau
pagar tembok yang mereka anggap sebagai seni “graffiti”
9. Sering terjadinya adu mulut yang berakhir dengan
perkelahian bahkan sampai terjadinya kematian.
Fenomena diatas menciptakan suasana yang kurang sehat
dan kurang nyaman dikalangan generasi muda, maka sangat
tepat pendidikan karakter perlu segera direalisasi
sebagaimana amanat dalam Undang-undang sistem
pendidikan nasional yaitu Undang-undang No. 20 tahun
2003 pasal 3 yang berbunyi pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan bangsa. Pendidikan Nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, beraklaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta
bertanggung jawab.
Susilo Bambang Yudoyono Presiden Republik Indonesia,
pada peringatan hari nyepi tahun 2010 menyampaikan
pesannya: Pembangunan watak (Charakter building) amat
penting, Kita ingin membangun manusia Indonesia yang
berakhlaq, berbudi pekerti, dan berperilaku teruji. Bangsa
kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia.
Peradaban demikian dapat kita capai apabila masyarakat
kita juga merupakan masyarakat yang baik. (good Society).
Dan, masyarakat idaman seperti ini dapat kita wujudkan
manakala manusia-manusia Indonesia merupakan manusia
yang berakhlak baik, manusia yang bermoral, dan beretika
baik, serta manusia yang bertutur dan berperilaku baik pula.
(Kemendiknas. 2010:3) Karakter adalah sifat batin manusia
yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya, ada
pula yang mengartikan karakter identik dengan kepribadian
dan hanya merupakan salah satu aspek kepribadian
seseorang. Karakter tidak dapat dikembangkan secara cepat
dan segera (instan), tetapi harus melewati suatu proses yang
panjang, cermat dan sistematis. Menurut tokoh psikologi
Kohlberg (1992) dan ahli pendidikan dasar Marlene
Locheed ada empat tahap pendidikan karakter, yaitu:
1. Pembiasaan sebagai awal perkembangan karakter awal
2. Tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap
perilaku dan karakter siswa.
3. Tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakan nyata
dalam kenyataan sehari-hari.
4. Tahap pemahaman yaitu suatu tahap refleksi dari para
siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku
yang telah mereka pahami dan lakukan dan bagaimana
dampak dan manfaatnya dalam kehidupannya baik bagi
dirinya maupun orang lain. (Abdul Majid dan Dian
Andayani. 2012: 109). Pada sarasehan Nasional pendidikan
budaya dan karakter bangsa yang dilaksanakan di Jakarta
tanggal 14 Januari 2010 telah dicapai kesepakatan Nasional
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa
yang dinyatakan sebagai berikut:
1. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan
bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan
nasional secara utuh.
2. Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus
dikembangkan secara komprehensif sebagai proses
pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan
secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
3. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat,
sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan
pendidikan budaya karakter harus melibatkan keempat
unsur tersebut.
4. Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan
karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna
menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di
lapangan.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional melalui
website http://www. Kemdiknas.go.id. telah dilansir ada
sembilan pilar pendidikan
karakter, kesembilan pilar tersebut adalah:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya,
2. kemandirian dan tanggung jawab,
3. kejujuran/amanah dan diplomatis
4. hormat dan santun
5. dermawan, suka tolong menolong dan
gotong-royong/kerja sama,
6. percaya diri dan kerja keras
7. kepemimpinan dan keadilan
8. baik dan rendah hati, serta
9. toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Pendidikan Karakter adalah adalah suatu penanaman nilai-
nilai karakter kepada siswa/ peserta didik yang meliputi
komponen pengetahuan, keadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai karakter tersebut.
Fungsi pendidikan karakter menurut Pusat kurikulum badan
penelitian dan pengembangan Kementrian pendidikan
Nasinal adalah sebagai berikut:
1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berfikiran baik, dan berperilaku baik.
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia.
Dalam kaitan itu telah diidentifikasi sejumlah nilai
pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik
pusat kurikulum. Nilai pembentuk karakter yang bersumber
dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan
nasional adalah:
a. Religius
b. Jujur
c. Toleransi
d. disiplin
e. kerja keras
f. kreatif
g. Mandiri
h. Demokratis
i. Rasa ingin tahu
j. Semangat kebangsaan
k. Cinta tanah air
l. Menghargai prestasi
m. bersahabat/ komunikatif
n. Cinta damai
o. gemar membaca
p. peduli lingkungan
q. peduli sosial
r. Tanggung jawab.
Penerapan pendidikan karakter di semua jenis dan jenjang
pendidikan diharapkan para siswanya atau outputnya dari
hasil pendidikan tersebut, akan melahirkan siswa-siswa
yang berkarakter baik dan pada akhirnya akan dapat
mewujudkan manusia-manusia yang beriman dan
berkarakter baik.

Pancasila merupakan hasil dari satu kesatuan proses yang


dimulai dengan rumusan Pancasila 1 Juni 1945 yang
dipidatokan Ir Sukarno, piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan
rumusan final Pancasila 18 Agustus 1945. Adalah jiwa besar
para founding fathers, para ulama dan pejuang kemerdekaan
dari seluruh pelosok Nusantara sehingga kita bisa membangun
kesepakatan bangsa yang mempersatukan kita.” (Presiden Joko
Widodo, 1 Juni 2017)
Bangsa Indonesia dengan segenap potensi yang ada,
merupakan bangsa yang besar dan kaya. Memiliki keuntungan
demografi, dengan posisi strategis di antara jalur-jalur distribusi
barang dan jasa internasional, dan memiliki SDA hayati dan
non-hayati yang melimpah serta diberkahi dengan sumber
energi yang seakan tak ada habisnya. Tepat apabila dijuluki
sebagai the winning region (kawasan pemenang), karena negara
ini memiliki segalanya. Kebesaran bangsa Indonesia dengan
segala sumber dayanya itu sangat rentan menjadi negara yang
hancur dan gagal (failed state).
Karena Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang
memiliki perbedaan dari segala bidang (naturally fragmented).
Keanekaragaman baik dari suku, agama, maupun golongan
sangat mudah memicu terjadinya disintegrasi bangsa. Belajar
dari sejarah dunia, sejak 1991 tercatat 3 negara terpecah oleh
konflik yang disebabkan bahasa, ekonomi, dan agama. Hasilnya,
23 negara baru memproklamasikan diri dengan warisan konflik
yang berkepanjangan. Sebut saja Yugoslavia, Sudan, dan Uni
Soviet.
Pengalaman sejarah menunjukkan beberapa kali Indonesia
juga pernah diterpa dengan perpecahan antaranak bangsa.
Namun, pada akhirnya negara ini mampu untuk bertahan.
Kemampuan untuk bertahan dari perpecahan bangsa itu, bukan
tanpa sebab. Hal ini disebabkan bangsa Indonesia memiliki alat
pemersatu bangsa (national cohesion) yang terbentuk secara
alamiah dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Lihat saja pada
zaman majapahit, Mpu Tantular di dalam Kitab Sutasoma telah
menuliskan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa
yang mengisahkan bahwa pada masa itu tidak ada perselisihan
sedikitpun yang disebabkan perbedaan baik agama maupun
suku bangsa.
Hal ini bukti bahwa menghormati perbedaan telah diyakini
nenek moyang bangsa Indonesia beratus-ratus tahun yang lalu.
Sementara itu, di belahan dunia lain, sekelompok manusia
masih memperlakukan manusia lainnya sebagai budak yang
dipekerjakan secara kasar tanpa upah layak atas dasar perbedaan
rasial dan warna kulit semata. Oleh karena itu, sangat
disayangkan apabila sejarah kerukunan bangsa Indonesia yang
sudah tumbuh beratus-ratus tahun lamanya ini harus
dihancurkan oleh kebencian yang disebabkan oleh keserakahan
dan perebutan kekuasaan di antara kelompok-kelompok tertentu.
Tentunya perpecahan seperti negara-negara itu tidak kita
inginkan terjadi di negara yang kita cintai ini. Tanggung jawab
ini terletak pada kita semua, terlebih pada bahu dan pundak para
generasi muda yang hidup di zaman now khususnya bagi
generasi milenial.
Generasi milienial atau generasi Y (teori William Straus
dan Neil Howe) yang saat ini berumur antara 18–36 tahun,
merupakan generasi di usia produktif. Generasi yang akan
memainkan peranan penting dalam kelangsungan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Keunggulan generasi ini memiliki kreativitas tinggi, penuh
percaya diri serta terkoneksi antara satu dengan lainnya. Namun,
karena hidup di era yang serba otomatis, generasi ini cenderung
menginginkan sesuatu yang serba instan dan sangat gampang
dipengaruhi.
Hal inilah yang menjadi titik kritis bagi masa depan negara
dan bangsa kita. Sungguh merupakan suatu ironi di tengah
masifnya perkembangan teknologi komunikasi saat ini, tetapi di
sisi lain, ternyata hal itu tidak mampu mendekatkan dan
menyatukan anak bangsa. Era komunikasi terbukti memberi
jaminan akses dan kecepatan memperoleh informasi. Akan
tetapi, acapkali menciptakan jarak serta membuat tidak
komunikatif. Bahkan, berujung dengan rusaknya hubungan
interpersonal.
Semangat Pancasila ialah semangat persatuan dan kesatuan
yang di implementasikan dalam kehidupan ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa, mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara kita harus bisa menanamkan semangat Pancasila
dalam diri kita, karena hal tersebut merupakan jati diri Bangsa
Indonesia. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menumbuhkan rasa semangat Pancasila salah satunya bisa
terjun langsung kepada para pelajar ataupun mahasiswa untuk
diberi soal tentang nilai-nilai pancasila.
Generasi milenial adalah generasi yang tidak lepas dari
perkembangan teknologi, tingkat penggunaan internet saat ini
sangatlah meningkat, dimana anak yang berusia mulai dari 7Th
ke atas sudah dapat menggunakan gadjetnya untuk membuka
segala macam hal yang terdapat di internet. Maka dari itu mari
kita isi waktu luang kita dengan melakukan hal positif dengan
begitu kita dapat berguna bagi orang lain.

Contoh penerapan nilai Pancasila:


Menjaga toleransi atau saling hormat menghormati di
antara umat beragama agar tercapai kedamaian dan kenyamanan
bersama.
 Menghargai perbedaan di tengah masyarakat yang
terdiri dari banyak suku, agama, ras, dan adat istiadat
(SARA).
 Meningkatkan kreativitas dan inovasi dari diri sendiri
untuk memajukan bangsa Indonesia.
 Ikut serta dalam pemilihan umum dengan kita
menggunakan hak pilih atau mengajak orang lain untuk
menggunakan hak pilihnya.
 Selalu berusaha sebaik mungkin untuk membantu
orang-orang yang sedang dilanda kesulitan.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki keragaman pada
masyarakatnya. Ada banyak suku, agama, ras, kelompok maupun budaya di
dalamnya. Namun, semua itu bisa disatukan dengan Pancasila. Pada dasarnya
keberagaman suku bangsa, bahasa, dan budaya di Indonesia lahir lebih dulu
ketimbang negara Indonesia. Karena itu dibutuhkan pondasi yang kuat untuk
menyatukan dan melindung keberagaman, yaitu Pancasila itu sendiri.
Demikian disampaikan Dr. Listiyono Santoso, S.S., M.Hum., Wakil Dekan
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Airlangga (Unair) pada "Kursus Kader kebangsaan Tingkat Dasar Gen Z" yang
digelar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) beberapa waktu lalu. Menurutnya,
negara Indonesia adalah rumah yang nyaman untuk keberagaaman suku bangsa,
ras dan agama, karena sangat kuatnya pondasi Pancasila dan pilar kebangsaan.
Baca juga: Arti Pengamalan Sila Ke-4 Pancasila, Siswa Harus Paham Namun
sebaliknya, ia mengatakan situasi kebangsaan Indonesia saat ini berada pada titik
krusial yang memperlemah wawasan kebangsaan, yakni menguatnya intoleransi
sosial, radikalisme dan primordialisme.
Itulah sebabnya, menguatkan wawasan kebangsaan pada masyarakat
Indonesia sangat penting untuk dilakukan. "Apa wawasan kebangsaan itu? Yakni
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan yang mengutamakan
persatuan dan kesatuan," terangnya seperti dikutip dari laman Unesa, Sabtu
(19/12/2020). "Tentu dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.
Generasi muda harus paham wawasan kebangsaan sebagai kekuatan
mempersatukan bangsa," imbuhnya. Dijelaskan, berbicara tentang bangsa, maka
berbicara pula tentang budaya. Ia mengatakan bangsa Indonesia adalah sebuah
komitmen dan kesepakatan yang terdiri atas berbagai etnik dan pemeluk agama
yang tersusun menjadi satu kesatuan. Adapun setiap suku bangsa memiliki ciri
atau karakter tersendiri, dalam aspek sosial maupun budaya. "Generasi muda
diharapkan mampu melestarikan budaya yang telah menjadi karakter bangsa,"
tegasnya. Untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, maka seluruh
generasi muda harus:
1. Bangga menjadi warga negara Indonesia
2. Turut menjadi bagian dari pewaris budaya
3. Lebih mengenal budaya dari etnik lain baca juga: Begini Cara Tanamkan
Nilai-nilai Pancasila pada Anak Usia Dini
4. Menguatkan identitas bangsa serta mengharumkan nama bangsa melalui
prestasi

Melihat begitu besarnya hati dan jiwa para pahlawan akan masa depan
bangsa, di tengah rumitnya situasi yang mencekam, kita sebagai generasi milenial
tidak bisa hanya duduk dan menikmati kemerdekaan saat ini, namun kita kaum
milenial harus mampu berperan aktif mewujudkan Indonesia yang
harmoni/damai/adil melalui pengahayatan nilai-nilai luhur Pancasila dalam
realitas kehidupan sehari-hari kita sebagai kaum milenial.
Jika ditinjau lebih jauh, generasi milenial kini berada di usia produktif yang
memiliki peranan penting untuk kelanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara
di masa depan. Berkembang pesatnya globalisasi dan digitalisasi menjadikan
generasi ini unggul dalam hal kreativitas dan kemudahan dalam menghubungkan
dirinya dengan dunia luar dirinya. Sayangnya, keunggulan ini banyak dilihat
milenial sebagai sesuatu yang membuka ruang untuk menginginkan segalanya,
serba instan dan interaksi antarbudaya yang terbuka mengakibatkan generasi ini
mudah dipengaruhi oleh pikiran dan perilakunya. Perilakunya dinamis dan
fleksibel. Maka di titik inilah Pancasila relevan dan berperan penting untuk kita
generasi milenial.
Eksistensi Pancasila menurut generasi milenial dapat menjadi jembatan emas
untuk kaum milenial membangun batas apa yang bisa diterima dari pengaruh luar
yang merugikan dan tidak etis-negatif. Dengan luar biasanya ideologi Pancasila
kita menempatkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila ke-1 berguna untuk
memperingatkan generasi milenial bahwa ada Tuhan sebagai pusat dari kehidupan
segala sesuatu dalam bentangan dunia ini. Kecanggihan teknologi tidak akan
pernah menggantikan kehebatan Tuhan dan memiliki iman yang kuat
pada Tuhan menjadi sebuah keharusan (keniscayaan). Generasi Milenial harus
sadar bahwa semuanya milik Tuhan, sehingga kesombongan dalam diri manusia
bisa terminimalisir dan berusaha untuk selalu mengambil manfaat positif dalam
setiap kemudahan, bukan untuk mengambil kekuasaan apalagi menggunakan
kekuasaan secara sewenang-wenang dalam kekuasaan. Kekuasaan Tuhan
melampaui kekuasaan manusia.
Pancasila harus dijadikan acuan bagaimana generasi milenial juga dalam
menjalani hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam relevansinya
dengan sila ke-2. Di mana kaum milenial Indonesia harus dengan bijaksana,
harus selalu adil dalam pikiran dan perilaku etis pada sesama, tidak
menggampangkan segala sesuatu dan terus berbuat kebaikan yang mementingkan
kepentingan umum demi cita-cita bonum commune (kebaikan bersama).
Generasi milenial harus sadar diri untuk selalu bersinergi menciptakan
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia (sila ke-3) melalui sikap toleransi akan
perbedaan dan memegang teguh pendirian yang tidak bisa diacak oleh bangsa
luar. Sesama bangsa Indonesia, generasi milenial harus bergotong royong
mengangkat derajat bangsa Indonesia lebih tinggi darpada negara lain untuk
menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara lemah yang gampang terjajah, tapi
negara yang kuat karena generasi penerusnya mampu bersatu memajukan
Indonesia lebih baik di tengah tantangan global masa kini.
Generasi muda milenial juga harus bersikap demokratis dengan
mementingkan aspek musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan
(sila ke-4). Keputusan tidak boleh diambil secara otoriter namun hasil
kesepakatan dan musyawarah bersama. Juga sila kelima anak muda milenial
harus mengusahakan keaadilan sosial. Perlu mengkritik struktur social, ideologi,
politik dalam negara dan masyarakat yang menciptakan ketidakadilan social bagi
rakyat Indonesia.
Maka dari itu, pada hakikatnya generasi milenial harus terus memelihara dan
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan nyata sehari-hari. Melalui pendidikan,
generasi milenial harus sadar bahwa nilai-nilai Pancasila yang ditanam, seperti
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, gotong royong, musyawarah untuk mufakat,
keadilan sosial, patriotisme, nasionalisme, menghormati perbedaan bukan hanya
untuk dihafal, namun terlebih dan paling penting adalah untuk diterapkan pada
diri sendiri dan menebarkannya kepada generasi milenial lain yang sama-sama
berperan penting dalam menciptakan Indonesia yang damai, aman dan tentram.
Marilah kita maju ke depan dengan membawa obor yang dapat menyalakan api
semangat membangun Indonesia jaya pada kehidupan lebih baik lagi di masa
mendatang menuju keabadian.

B. Saran

Sosialisasi tentang nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan agar generasi muda


yang akan menjadi penerus bangsa ini tidak lupa dan bisa terus menjaga jati diri
Bangsa Indonesia. Mengingat bahwa di era industri 4.0 ini, para
generasi millenial akan dituntut untuk berlomba-lomba menciptakan inovasi dan
juga berpikiran kreatif, sehingga dikhawatirkan banyak remaja akan mulai
melupakan jati diri Bangsa Indonesia. Berkembangnya ilmu teknologi menjadi
pengaruh terbesar dalam perubahan karakter dan juga tingkah laku generasi
milenial, akibat dari perkembangan ilmu teknologi tersebut, pancasila kini sedikit
demi sedikit mulai tergerus oleh globalisasi yang selalu memberi pengaruh buruk
terhadap generasi milenial.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku

Ginting, H. (2017). Peranan Pancasila Dalam Menumbuhkan Karakter Bangsa


Pada Generasi Muda. In Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Medan (Vol. 1, pp. 197–201). Retrieved from
heryansyahginting@gmail.com

B. Sumber Internet
https://www.suara.com/news/2021/03/30/131334/identitas-nasional-tujuan-dan-b
entuk-bentuknya?page=all#:~:text=Tujuan%20Identitas%20Nasional,%2C%20ra
s%2C%20agama%20dan%20kebudayaan.

https://www.google.com/search?q=dasar+hukum+pendidikan+pancasila&rlz=1C
1CHBF_enID920ID920&oq=dasar+hukum+pendidikan+pancasila&aqs=chrome.
0.0l10.5541j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.kompas.com/edu/read/2020/12/19/105653271/generasi-muda-seperti
-ini-mengimplementasikan-nilai-nilai-pancasila?page=all.

https://www.kompas.com/edu/read/2020/12/19/105653271/generasi-muda-seperti
-ini-mengimplementasikan-nilai-nilai-pancasila?page=all

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/29/12263161/di-era-digital-perlu-strat
egi-tepat-kenalkan-pancasila-ke-generasi-milenial?page=all

https://mediaindonesia.com/opini/163965/nilai-nilai-pancasila-bagi-generasi-mile
nial-di-zaman-now

https://mediaindonesia.com/opini/163965/nilai-nilai-pancasila-bagi-generasi-mile
nial-di-zaman-now
https://binus.ac.id/character-building/pancasila/pancasila-di-mata-generasi-mileni
al/

https://www.suara.com/news/2021/03/30/131334/identitas-nasional-tujuan-dan-b
entuk-bentuknya?page=all#:~:text=Tujuan%20Identitas%20Nasional,%2C%20ra
s%2C%20agama%20dan%20kebudayaan.

https://www.suara.com/news/2021/03/30/131334/identitas-nasional-tujuan-dan-b
entuk-bentuknya?page=all#:~:text=Tujuan%20Identitas%20Nasional,%2C%20ra
s%2C%20agama%20dan%20kebudayaan.

https://www.unpad.ac.id/2020/08/perlu-strategi-khusus-mengamalkan-pancasila-
di-generasi-milenial/#:~:text=Penanaman%20nilai%20Pancasila%20pada%20gen
erasi,menjadi%20jati%20diri%20generasi%20milenial.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Data Pribadi
1. Nama : Novi Saulina Simanungkalit
2. NIM 200802113
3. Tempat & Tanggal Lahir : Duri, 03 November 2001
4. Usia : 19 tahun
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Status : Pelajar /Mahasiswa
7. Jenis Kelamin : Perempuan
8. Agama : Kristen Protestan
9. Alamat Asal : Jl. Washington Siahaan, Hinalang, Kec.
Balige, Kabupaten Toba Samosir, Kode
Pos 22312
10. Telepon & HP 082366182288
11. E-mail : novisimanungkalit29@gmail.com
12. Motto hidup : Be thankful and giving thanks is a key to
succes

B. Riwayat Pendidikan Formal


• SDN 173527 Hinalang, Balige, Kabupaten Toba Samosir (2007-2014)
• SMPN 4 Balige, Balige, Kabupaten Toba Samosir (2014-2017)
• SMAN 2 Balige Balige, Kabupaten Toba Samosir (2017-2020)
• Universitas Sumatera Utara, Jurusan Strata 1 Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (2020-sekarang)

C. Pengalaman Berorganisasi
- Ketua Kelas selama 4 Tahun di SDN 173527 Hinalang (2008-2012)
- BPH Kelas ( Bendahara) SMPN 4 Balige (2015-2016)
- BPH Kelas ( Sekretaris )SMAN 2 Balige (2018-2020)
- BPH ekstrakulikuler KIR IPA SMAN 2 Balige (2018-2019)
- BPH Peralatan olahraga Marchingband SMAN 2 Balige (2019-2020)
- Anggota Seksi Doa Paskah IMK USU (2021)

D. Riwayat Prestasi
- Juara 3 Umum (Team) Pekan Olahraga Wilayah Sumatera Utara Cabang
Olahraga Drumband Wilayah III Kota Pematang Siantar
- Juara 1 (Team) volly antar SMA se-kabupaten Toba Samosir
- Juara 1 (Team) Paduan Suara Naposobulung HKI Se-Kabupaten Toba
Samosir

Anda mungkin juga menyukai