Anda di halaman 1dari 11

AMBROXOL

Disusun oleh :

Mukarramah

PUSKESMAS SOMBA OPU


DINAS KESEHATAN KABUPATEN GOWA
SULAWESI SELATAN
2017
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................................2

2.1 Penggolongan Obat dan Nama Lain............................................................................2

2.2 Indikasi........................................................................................................................2

2.3 Farmakodinamik..........................................................................................................2

2.4 Farmakokinetik............................................................................................................2

2.5 Frekuensi Pemberian..................................................................................................2

2.6 Dosis............................................................................................................................2

2.7 Interaksi Obat..............................................................................................................2

2.8 Kontraindikasi.............................................................................................................2

2.9 Toksisitas.....................................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................2
BAB 1

PENDAHULUAN

Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari

saluran napas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda

asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Saluran napas yang dimaksud dimulai

dari tenggorokan, trakea, bronkus, bronkioli sampai ke jaringan paru [ CITATION Guy08 \l

1033 ]. Batuk sendiri bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari

penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan batuk sangat

banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi, bahkan keganasan [ CITATION Kum07 \l 1033

]. Gejala batuk ini merupakan salah satu keluhan yang sangat sering membuat pasien datang

ke praktik dokter [ CITATION Haq05 \l 1033 ]

Obat batuk terdapat banyak jenisnya, yaitu antitusif sebagai obat yang menekan reflex

batuk, ekspektoran untuk merangsang dahak dikeluarkan dari saluran pernafasan, dan

mukolitik untuk mengencerkan dahak. Antitusif akan diberikan kepada penderita batuk yang

tidak berdahak, sedangkan ekspektoran dan mukolitik akan diberikan kepada penderita batuk

yang berdahak.

Ambroxol adalah salah satu dari obat-obatan mukolitik yang sering digunakan untuk

mengencerkan sekret saluran napas dengan cara menurunkan viskositas mukopolisakarida.

Selain khasiatnya yang bersifat mukolitik di saluran pernapasan, ambroxol sedang diteliti

tentang kemungkinan manfaatnya pada keratokonjungtivitis sika dan sebagai perangsang

produksi surfaktan pada anak lahir prematur dengan sindrom pernapasan [ CITATION Gun08 \l

1033 ].
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Penggolongan Obat dan Nama Lain (Beeh et al.,2008)

Ambroxol adalah derivat dari benzylamide dan merupakan metabolit dari

bromhexine. Dia berbeda dari bromhexine karena tidak mempunyai gugus metal dan adanya

gugus hidroksil pada posisi para-trans dari cincin sikloheksil. Zat aktif ambroxol bertindak

langsung sebagai bronko-sekretolitik atau agen mukolitik dengan ekspektoran yang kuat.

Oleh karena itu ambroxol dikenal sebagai obat mukolitik..

2.1.1 Morfologi [ CITATION Act13 \l 1057 ]

Nama Kimia : Trans-4-[2-Amino-3,5-dibromobenzyl)amino]cyclohexanol

Nama Lain : Hustless, ambroxol lozenge, ambroxol hcl, altretamine, mucoangin,

mucolear

Sifat Fisikokimia : Berbentuk serbuk kristal yang berwarna putih atau kekuningan, dan

tidak mudah larut di air, dapat larut di methanol, tidak dapat larut di

methylene chloride. Berat Molekul = 378.1028. Titik didih = 468.647°C

pada 760 mmHG

Rumus Kimia : C13H18BR2N2O

Gambar 2.1 Struktur Kimia Ambroxol


2.2 Indikasi[ CITATION MIM11 \l 1033 ] (Beeh et al., 2008)

Ambroxol umumnya digunakan sebagai pengobatan infeksi saluran pernapasan akut

atau kronis yang berhubungan dengan peningkatan produksi lendir, seperti bronkitis kronis,

bronkitis asmatikus, bronkiektasis, dan asma bronkial. Selanjutnya, ambroxol telah

digunakan untuk profilaksis atau pengobatan sindrom gangguan pernapasan, dysplasia

bronkopulmonalis, proteinosis alveolar dan komplikasi paru pasca operasi major. Baru-baru

ini, sebuah bentuk topikal dari ambroxol (ambroxol lozenges) telah disetujui untuk

pengobatan sakit tenggorokan dan faringitis akut terkait dengan infeksi orofaringeal.

2.3 Farmakodinamik[ CITATION Kim09 \l 1033 ] (Beeh et al.,2008)

Mekanisme kerja obat ambroxol adalah dengan menstimulasi sel serous dari tonsil

pada mukous membran saluran bronchus, sehingga meningkatkan sekresi mukous

didalamnya dan merubah kekentalan komponen serous dan mukous dari sputum menjadi

lebih encer dengan menurunkan viskositasnya. Hal ini menginduksi aktivasi sistem surfaktan

dengan bertindak langsung pada pneumocyte tipe II dari alveolus dan sel clara di bagian

saluran udara kecil serta menstimulasi motilitas siliari. Dari hasil aksi tersebut meningkatkan

aliran mukous dan transport oleh mucous siliari clearance. Peningkatan sekresi cairan dan

mukous siliari clearance inilah yang menyebabkan pengeluaran dahak dan memudahkannya

keluar bersamaan batuk. Efek ini telah dibuktikan dalam kultur sel dan in vivo pada berbagai

spesies.

Berdasarkan penelitian secara in vitro dan in vivo, efek farmakologi dari ambroxol

yang lainnya adalah netralisasi oksidatif dan nitrosative stress, penekanan replikasi virus

pernapasan, pengurangan sitokin proinflamasi, kemotaksis, dan peroksidasi lipid jaringan,

serta efek anestesi lokal.

2.4.1 Farmakokinetik [ CITATION Kat02 \l 1057 ]


Absorpsi :Diabsorpsi dengan baik dan cepat setelah pemberian oral (70-80%). Puncak

konsentrasi dalam plasma dicapai dalam waktu 0.5 sampai 3 jam

Distribusi :Dalam dosis terapi, sekitar 90% dari ambroxol yang berikatan dengan protein

plasma di dalam darah. Distribusi setelah per oral, IM dan IV dari darah ke

organ berlangsung cepat dengan konsentrasi maksimal dalam paru-paru. T1/2 =

3 jam.

Metabolisme :Sekitar 30% setelah pemberian oral dieliminasi melalui first pass effect.

Penelitian pada mikrosom hati manusia menunjukkan enzim CYP3A4

berperanan penting terhadap metabolisme ambroxol di hati. Ambroxol

pertama kali dimetabolisme di hati melalui proses glukuronidasi dan beberapa

sisanya (sekitar 10% dari dosis) dimetabolisme menjadi metabolit kecil yakni

asam dibromanthranilik.

Ekskresi :Jumlah ekresi ginjal adalah sekitar 90%.

2.5 Frekuensi Pemberian [ CITATION Roc13 \l 1033 ]

 Anak umur 2-5 tahun : 3x sehari (setiap 8 jam) (setara dengan 22.5 mg ambroxol HCl

per hari).

 Anak umur 6-12 tahun : 2-3x sehari (setiap 12 atau 8 jam) (setara dengan 30-45 mg

ambroxol HCl per hari).

 Dewasa maupun anak >12 tahun : 3x sehari selama 2-3 hari, kemudian 2x sehari.

2.6 Dosis [ CITATION Roc13 \l 1033 ][ CITATION Kim09 \l 1033 ] (Hesham

et al., 2006)

 Dosis sedian tablet / cairan untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun :
Dewasa: 30-120 mg/hari dibagi dalam tiga dosis. . Efek teraupetik dapat ditingkatkan

dengan pemberian dosis 60 mg 2 kali sehari. Regimen 60 mg 2 kali sehari juga sangat

cocok untuk terapi gangguan saluran pernapasan akut dan terapi inisial untuk kondisi

kronis yang lebih dari 14 hari. Dosis   dapat   dikurangi   menjadi   2   kali   sehari,

untuk pengobatan yang lama.

 Dosis sediaan cair untuk anak

Dosis untuk anak dihitung = 1,2 – 1,6 mg/kgBB/hari

Anak-anak 5-12 tahun: sehari 3 kali 15 mg.

Anak-anak 2 - 5 tahun: sehari 3 kali 7,5 mg.

Anak-anak dibawah 2 tahun : sehari 2 kali 7,5 mg.

Dosis tersebut atas dosis untuk terapi inisial, bisa dikurangi setengahnya setelah 14

hari.Pada indikasi gangguan saluran pernapasan akut, terapi bisa dikaji ulang jika

gejala tidak mengalami perbaikan atau malah memperparah penyakit selama

pemberian pengobatan

 Pada neonatus dapat diberikan infus 20 mg/kg/hari.

 Ambroxol dapat ditoleransi baik pada batas pemberian 25 mg/kg/hari.

2.7 Interaksi Obat [ CITATION Shi10 \l 1033 ]

Penggunaan simultan ambroxol dan antibiotik (amoksisilin, sefuroksim, eritromisin,

doksisiklin) menghasilkan peningkatan konsentrasi antibiotic di jaringan paru. Penggunaan

secara serentak dengan agen atitusif, misalnya kodein harus dihindari, karena mereka dapat

menghambat reflek batuk.

2.8 Kontraindikasi [ CITATION Shi10 \l 1033 ]

 Tidak boleh diberikan kepada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap ambroxol

HCl atau sodium starch glycolate, selulosa, microcrystalline, magnesium stearate,

silica, colloidal anhydrous.


 Ulkus gaster dan atau duodenum

 Tidak dianjurkan untuk digunakan selama hamil dan menyusui

2.9 Toksisitas [ CITATION Shi10 \l 1033 ][ CITATION Ste04 \l 1033 ]

Toksisitas Pada Manusia

Data praklinis berdasarkan studi konvensional safety pharmacology, toksisitas dosis

berulang, genotoxicity dan potensi karsinogenik tidak menunjukkan resiko tertentu bagi

manusia.

Toksisitas Pada Hewan

Hidroklorida Ambroxol memiliki indeks rendah untuk toksisitas akut . Dalam studi

‘pengulangan dosis’, dosis oral 150 mg / kg / hari (tikus , 4 minggu) , 50 mg / kg / hari

(tikus , 52 dan 78 minggu) , 40 mg / kg / hari (kelinci , 26 minggu ) dan 10 mg / kg / hari

(anjing , 52 minggu) tidak ada organ sasaran toksikologi terdeteksi. Empat minggu penelitian

toksisitas intravena dengan hidroklorida ambroxol pada tikus (4 , 16 dan 64 mg / kg / hari)

dan pada anjing (45 , 90 dan 120 mg / kg / hari (infus 3 jam / hari)) tidak menunjukkan

toksisitas yang parah pada lokal dan sistemik termasuk histopatologi . Semua efek samping

adalah reversibel.

Hidroklorida Ambroxol bukanlah embriotoksik atau teratogenik ketika diuji pada dosis oral

hingga 3000 mg / kg / hari pada tikus dan sampai 200 mg / kg / hari pada kelinci. Kesuburan

tikus jantan dan betina tidak terpengaruh sampai 500 mg / kg / hari. Pada 500 mg / kg / hari ,

hidroklorida ambroxol sedikit beracun untuk induk dan anak anjing.

Toksisitas Teratogenik

Ambroxol HCl dapat melintasi sawar plasenta. Penelitian pada hewan tidak

menunjukkan efek berbahaya langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan kehamilan,

perkembangan embrional/janin, partus ataupun perkembangan anak setelah kelahiran.

Berdasarkan pengalaman klinis secara luas, ambroxol HCl yang diberikan setelah minggu ke-
28 kehamilan telah menunjukkan bahwa tidak ada bukti efek berbahaya pada janin. Meskipun

demikian, penggunaannya selama kehamilan harus diamati. Terutama selama trimester I,

penggunaannya tidak dianjurkan.

Ambroxol HCl juga dapat dieksresikan melalui ASI. Walaupun efek yang kurang baik

yang tidak diharapkan belum terbuktikan, obat ini tidak dianjurkan untuk digunakan pada ibu

menyusui.

Toksisitas Mutagenik

Studi Genotoksisitas dalam tabung (Ames dan uji penyimpangan kromosom) dan in

vivo (tes mikronukleus tikus) tidak ditemukan adanya potensi mutagenik hidroklorida

ambroxol . Hidroklorida Ambroxol tidak menunjukkan potensi tumorigenic dalam studi

carcinogenicity pada mencit (50 , 200 dan 800 mg / kg / hari) dan tikus (65 , 250 dan 1000

mg / kg / hari) ketika diobati dengan campuran makanan untuk 105 dan 116 minggu, masing-

masing

Adverse Reaction

Organ Frekuensi Efek


Gastrointestinal Sering Nausea
Tidak sering Muntah, diare, dyspepsia,

dan nyeri abdomen


Sistem Imun Jarang Ruam, urtikaria
Sangat Jarang Reaksi kulit secara

menyeluruh seperti Stevens-

Johnson Syndrome dan

nekrolisis epidermal.
Tidak diketahui Reaksi anafilaktik termasuk

syok anafilaktik,

angioedema, gatal dan

hipersensifitas lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Beeh, K. M., Beier, J., Esperester, A., & Paul, L. D. (2008). ANTIINFLAMMATORY

PROPERTIES OF AMBROXOL. Europian Journal of Medical Research , 557.

Europian Pharmacopoeia. (2011, January). Monograph. Europian Pharmacopoeia 7.0 , p.

1365.

Gunawan, S. G., Setiabudy, R., & Nafrialdi. (2008). Farmakologi dan Terapi. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guyton, A. C. (2008). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.

Haque, R. A., & Chung, K. F. (2005). Cough: Meeting The Needs of A Growing Field.

Cough Journal .

Hesham, F. E., Muhammed, I. E., Sunia, M. E., & Muna, A. E. (2006). Evaluation of the

Role of Postnatal Ambroxol in the Prevention and Treatment of Respiratory Distress

Syndrome in Preterm Neonates. NCBI , 41-46.

Irish Medicines Board. (2013, May 27). Summary of Products Characteristics. Retrieved

Oktober 9, 2013, from

http://www.imb.ie/images/uploaded/swedocuments/LicenseSPC_PA0749-158-

001_27052013142611.pdf

Kimbria, G. (2009). Stability study of ambroxol hydrochlorid sustained release pellets coated

with acrylic polymer. Journal of Pharma and Science , 36-43.

Kumar, V., Cotran, R. S., & Robin, S. L. (2007). Buku ajar patologi. Jakarta: Rhineka Cipta.

MIMS. (2011). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Komputer.
Olainfarm. (2011, Juny 13). Olainfarm. Retrieved Oktober 9, 2013, from Olainfarm:

http://olainfarm.lv/wp-content/uploads/2013/02/AMBROKSOL_Summary-of-

Product-Characteristics.pdf

Poornima, N. B., Anup, K. R., Ramya, B. R., Ambujakshi, B. R., Subhasish, M., & Haque, R.

(2013). FORMULATION AND IN VITRO EVALUATION OF SUSTAINED

RELEASE TABLETS OF AMBROXOL HYDROCHLORIDE. INTERNATIONAL

JOURNAL OF PHARMACY AND ENGINEERING , 41-54.

Ramana, G., Kartik, R. D., & Sravanthi, O. (2012). Design and Evaluation of Natural Gum

Based Oral Controlled Release Matrix. Scholars Research Library , 1105-1114.

Stetinova, V., Herout, V., & Kvetina, J. (2004). In vitro and in vivo antioxidant activity of

ambroxol. springer , 152-158.

Anda mungkin juga menyukai