Dosen Pengampu:
Dr. Edizal Hatmi, S.S, M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 1
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
banyak memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita umatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Perluasan Pendidikan dan Pemerataan Pendidikan”
ini.
Dalam upaya penyelesaian makalah ini kami telah banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.
Edizal Hatmi,S.S, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Seminar Masalah Aktual Pendidikan. Dan
atas bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari meskipun penulisan makalah ini telah kami upayakan seoptimal
mungkin tentu masih ada kekurangan maupun kekeliruan yang tidak sengaja. Untuk itu kritik
dan saran dari pembaca sangat diharapkan yang sifatnya membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya
dan khususnya bagi penulis.
Penyusun
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan….................................................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
A. Kondisi Perluasan dan Pemerataan Pendidikan......................................................... 3
B. Faktor Pendidikan di Indonesia Tidak Merata........................................................... 7
C. Upaya Pemerintah dalam Perluasan dan Pemerataan Pendidikan................. ........... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi perluasan dan pemerataan pendidikan di Indonesia?
2. Apa yang menyebabkan pendidikan di Indonesia tidak merata?
3. Apa yang dapat dilakukan pemerintah dalam perluasan dan pemerataan
pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kondisi perluasan dan pemerataan pendidikan di Indonesai.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan pendidikan di Indonesia tidak
merata.
3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam perluasan
dan pemerataan pendidikan di Indonesia.
1
D. Tujuan Penulisan
1. Sebagai wawasan untuk mengetahui kondisi pendidikan pada saat ini.
2. Memberikan informasi agar mahasiswa mengetahui pemerataan pendidikan yang
terjadi di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kemajuan serta keluwesan teknologi baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi
komunikasi, informasi dan adi-marga menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya
yang relatif rendah, penggunaannya masih merupakan jurang pemisah antara ‘yang kaya’
dan ‘yang miskin’. Di samping itu, sekalipun teknologi dapat menjangkau yang tak
terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga belajar, mereka yang
terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi tetapi tertinggal
dalam hal ilmu pengetahuan.
Mayoritas kaum yang kurang mampu di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh
yang terpencil. Mereka praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat transportasi dan
komunikasi di samping rendahnya pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila
pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang beruntung ini kondisi yang
proporsional harus diciptakan dengan memobilasasi sumber-sumber lokal dan nasional.
Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara
perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat
Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.
Kondisi pendidikan di Indonesia belum merata. Di daerah terutama pada daerah
yang tergolong terdepan, terluar dan tertinggal (daerah 3T) masih banyak yang belum
mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagai warga negara tentunya hal ini sangat miris.
Untuk itulah maka perluasan dan pemerataan pendidikan pada daerah terutama 3T
menjadi hal yang sangat urgen untuk dilakukan.
Dari data Bappenas pada tahun 2014 pembangunan yang dilakukan di wilayah
Indonesia masih belum merata. Dalam beberapa dasawarsa terakhir pembangunan yang
dilakukan hanya cenderung mengarah ke wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara daerah
lain seperti Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Papua tetap menjadi daerah yang
tertinggal dalam pembangunan.
Secara umum permasalahan penyelenggaraan pendidikan yang ada di daerah 3T
antara lain adalah permasalahan pendidik, sepertinya kekurangan jumlah tenaga pengajar,
distribusi yang tidak seimbang, kualifikasi yang berada di bawah standar mutu,kurang
kompeten, serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang
diangkut. Permasalahan lain yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan adalah
angka putus sekolah yang masih tinggi, angka partisipasi sekolah masih rendah, sarana
dan prasarana belum memadai serta infrastruktur untuk kemudahan akses dalam
mengikuti pendidikan masih sangat kurang.
4
1) Pemarataan Pendidikan Formal
a. Pendidikan prasekolah dan sekolah dasar
Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usia dini, misal :
playgroup dan taman kanak-kanak. Pada daerah perkotaan pendidikan prasekolah
secara formal sudah sering ditemukan, tetapi untuk daerah terpencil seperti di
pedesaan, masih sangat jarang dan mutunya sangat berbeda dengan pendidikan
prasekolah yang ada di daerah perkotaan.Pendidikan sekolah dasar memang sudah
cukup dirasakan pemerataannya di berbagai daerah, hal ini sejalan dengan program
wajib belajar 9 tahun, tetapi mutu dari pendidikan tersebut masih sangat berbeda
antara daerah perkotaan dengan pedesaan
Ketersediaan buku juga merupakan salah satu faktor sangat penting dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berkualitas, namun buku pelajaran yang
diperlukan itu belum tersedia secara memadai, terutama dalam pendidikan dasar.
Data Susenas 2004 dan sumber-sumber yang lain mengungkapkan bahwa tidak
semua peserta didik dalam pendidikan dasar dapat mengakses buku pelajaran, baik
dengan membeli sendiri maupun mendapat pinjaman dari sekolah. Adanya sekolah-
sekolah yang membolehkan guru mata pelajaran menjual buku yang berharga tinggi
juga menjadi permasalahan tersendiri. Penjualan buku-buku dengan harga yang
cukup tinggi membuat masyarakat yang kurang mampu merasa terbebani.
b. Pendidikan menengah
Pada pendidikan menengah, saat ini banyak bermunculan sekolah-sekolah
unggul. Dalam pelaksanaannya model sekolah ini hanya diperuntukkan untuk
kalangan borjuis, elit, dan berduit yang ingin mempertahankan eksistensinya sebagai
kalangan atas. Kalaupun ada peserta didik yang masuk ke sekolah dengan sistem
subsidi silang itu hanya akal-akalan saja dari pihak sekolah untuk menghindari
“image” di masyarakat sebagai sekolah mahal dan berkualitas, sekolah plus, sekolah
unggulan, sekolah alam, sekolah terpadu, sekolah eksperimen (laboratorium),
sekolah full day, dan label-label lain yang melekat pada sekolah yang diasumsikan
dengan “unggul”.
c. Pendidikan tinggi
Untuk pendidikan tinggi persoalannya menyangkut pemerataan kesempatan
dalam memperoleh pendidikan tinggi bagi warga negara dalam kelompok usia 19-24
5
tahun. Biaya yang diperlukan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi
memang sangat besar, sehingga hanya anak-anak yang berasal dari keluarga mampu
saja yang memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Kebutuhan biaya
baik langsung maupun tak langsung yang cukup besar inilah yangmenyebabkan
rendahnya partisipasi pendidikan pada jenjang perguruan tinggi.Ada beberapa
argument yang menyebabkan muncul gerakan protes atas gejala komersialisasi
pendidikan tinggi. Pertama, pendidikan tinggi yang selama ini bersifat elitis akan
semakin bertambah elitis. Perguruan tinggi bertarif mahal akan makin mengentalkan
watak elitisme dan kian mereduksi jiwa egalitarianisme. Gejala ini jelas
bertentangan dengan prinsip pemerataan pendidikan seperti diamanatkan di dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional. Prinsip dasar pemerataan ini sangat penting guna
memberikan kesempatan bagi semua golongan masyarakat, untuk memperoleh
pelayanan pendidikan yang baik. Kedua, ada alasan ideologis di balik gerakan protes
itu. Selama ini, yang bisa menikmati pendidikan tinggi adalah orang-orang yang
berasal dari keluarga kelas menengah. Bagi orang-orang yang berasal dari kelas
bawah (keluarga miskin) mengalami kesulitan mendapatkan akses pendidikan tinggi
dengan biaya yang mahal itu. (Eka, R. 2007).
6
B. Faktor Pendidikan di Indonesia Tidak Merata
Kesenjangan yang terjadi dalam wilayah pendidikan tersebut disebabkan oleh
berbagai macam faktor yaitu sebagai berikut.
1. Faktor sumber daya manusia. Pada hakikatnya secara kuantitas jumlah guru yang
mengambil di daerah yang terkategori Daerah Tertinggal adalah aset daerah. Saat ini
terjadi ketimpangan kompetensi yang cukup mencolok pada guru di Daerah
Tertinggal. Guru-guru yang mengajar di daerah terpencil biasanya mengajar dengan
tidak terstruktur dan mengabaikan teori-teori pembelajaran yang efektif. Fenomena ini
beralasan karena peningkatan kompetensi guru belum menjadi prioritas dalam
pembangunan pendidikan. Mereka belum memiliki kesempatan untuk memperoleh
pelatihan atau upaya peningkatan mutu guru Padahal hal tersebut bergerak dengan
kemampuan mengajar di sekolah.
2. Faktor infrastruktur. Sarana dan prasarana pendidikan adalah faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Apabila terdapat
perusahaan dalam sarana dan prasarana sekolah maka proses pendidikan tidak dapat
berjalan secara efektif. Selain sarana dan prasarana yang dimaksud adalah jumlah dan
kondisi gedung sekolah, akan tetapi juga akses menuju tempat pendidikan tersebut
yaitu berupa jalan. Ini penting karena apabila tidak diperhatikan akan menghambat
penyaluran bantuan Pemerintah Daerah yang sulit dijangkau.
3. Faktor kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal. Kinerja dan kesejahteraan
guru merupakan dua hal yang sangat erat kaitannya. Kinerja yang baik berkorelasi
positif terhadap kesejahteraan guru. Akan tetapi sebaliknya kinerja guru tidak
berkorelasi positif terhadap kesejahteraan. Bila melihat pada undang-undang nomor
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, di dalam pasal 14 sampai dengan 16
menyebutkan tentang hak dan kewajiban diantaranya bahwa hak guru dalam
memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
Kesejahteraan Sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, mendapatkan berbagai
fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, buka berbagai tunjangan seperti tunjangan
profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus, serta berbagai
maslahat tambahan kesejahteraan.
4. Faktor proses pembelajaran yang masih konvensional. Saat ini kebanyakan sekolah
menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini
dipengaruhi oleh ketersediaan sarana prasarana, dana, hingga kemampuan guru untuk
mengembangkan model pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Dalam
7
peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan
dalam pasal 19-22 disebutkan proses pembelajaran pada satuan pendidikan
didiselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi, serta memberikan ruang yang cukup bagi pengembangan bakat
dan minat peserta didik.
5. Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai. Buku adalah jendela dunia.
Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan prasyarat yang penting untuk
menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam PP nomor
19 tahun 2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang standar sarana dan prasarana
disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi,
peralatan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya. Di samping itu juga
dibutuhkan bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran. Secara teknis pengadaan buku pelajaran di sekolah
tidak lagi dilakukan oleh sekolah dengan menjual buku-buku atau LKS kepada siswa
secara bebas. Akan tetapi harus sesuai dengan buku sumber yang direkomendasikan
oleh pemerintah ( buku paket).
6. Masih terjadinya konflik di berbagai wilayah. Bangsa Indonesia dalam beberapa
tahun ini rawan terjadi konflik. Konflik yang terjadi antar pemeluk agama,
suku,konflik yang terjadi disebabkan karena adanya kesenjangan ekonomi, sosial, dan
tidak terpenuhinya hak politik masyarakat di wilayah tersebut. Daerah yang memiliki
potensi konflik biasanya terhambat pembangunannya sehingga Tertinggal dari daerah
non konflik.
7. Lemahnya kemampuan sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional
belum memiliki kemampuan yang cukup untuk memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat.Sistem yang belum jelas, budaya pendukungnya juga belum jelas,
serta inkonsistensi dalam peraturan perundang-undangan masih kemungkinan terjadi.
Bahkan muncul anekdot ”ganti menteri ganti kurikulum.”
8. Keterbatasan anggaran yang dimiliki. Ketersediaan anggaran sangat mempengaruhi
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Ketentuan anggaran pendidikan
tertuang pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dalam
pasal 49 tentang pengalokasian dana pendidikan. Di dalamnya disebutkan bahwa
dalam pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari angkatan pendapatan dan belanja negara(APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
8
(APBD).20 dalam realitasnya daerah-daerah belum mampu merealisasikan
penganggaran tersebut. Hanya ada satu daerah yang telah mampu melakukan
penganggaran sebanyak minimal 20% tersebut yaitu Jakarta.
9. Pendidikan yang belum berbasis pada masyarakat dan potensi daerah. Masyarakat dan
lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang terintegrasi dengan siswa sebagai
peserta didik. Ki Hajar Dewantoro dalam teorinya Tri pusat pendidikan menuturkan
ada tiga ruang yang berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat. Proses pendidikan yang sebenarnya tentu melibatkan peran
keluarga, lingkungan masyarakat dan sekolah. Sehingga apabila salah satu dari
ketiganya tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi keberlangsungan
pendidikan itu sendiri.
9
beasiswa perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan serta
menyelenggarakan pembinaan program unggul di wilayah kedudukan perguruan tinggi.
Salah satu upaya alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi yang berpindah-pindah,
terisolasi, SD dan MI kecil MI terpadu kelas jauh. Dari uraian di atas tampak jelas
keinginan pemerintah untuk memajukan pendidikan baik pendidikan dasar dan
prasekolah, pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan tinggi.
Kegiatan yang sangat menonjol adalah upaya pemerataan pendidikan, wajib belajar 9
tahun serta pembinaan perguruan tinggi.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi ketidakmerataan
pendidikan ini dengan cara Wajib Belajar Sembilan Tahun, pemberian beasiswa-beasiswa
bagi masyarakat yang kurang mampu atau miskin, kemudian memberikan Bantuan Dana
Operasional (BOS). Walaupun sudah diadakan sekolah gratis, Bantuan Dana Operasional
(BOS), ataupun alokasi dana BBM, namun bantuan yang diberikan belum merata. Masih
banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka
dapatkan, padahal seluruh rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
Upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan yang terjadi di masyarakat seperti
dalam bidang pendidikan adalah dengan melakukan sistem zonasi. Sistem zonasi
merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta
pemerataan kualitas pendidikan nasional. Selama ini, menurut Mendikbud, terjadi adanya
ketimpangan antara sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah unggul atau favorit,
dengan sekolah yang dipersepsikan tidak favorit. Terdapat sekolah yang diisi oleh peserta
didik yang prestasi belajarnya tergolong baik/tinggi, dan umumnya berlatar belakang
keluarga dengan status ekonomi dan sosial yang baik. Sementara, terdapat juga di titik
ekstrim lainnya, sekolah yang memiliki peserta didik dengan tingkat prestasi belajar yang
tergolong kurang baik/rendah, dan umumnya dari keluarga tidak mampu. Selain itu,
terdapat pula fenomena peserta didik yang tidak bisa menikmati pendidikan di dekat
rumahnya karena faktor capaian akademik. Hal tersebut dinilai Mendikbud tidak benar
dan dirasa tidak tepat mengingat prinsip keadilan. Sistem zonasi juga merupakan upaya
mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah
tertentu. Dan mendorong pemerintah daerah serta peran serta masyarakat dalam
pemerataan kualitas pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas).
10
Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan program kampus
mengajar. Kampus mengajar (KM) merupakan salah satu bentuk pelaksanaan Merdeka
Belajar Kampus Merdeka (MKBM) berupa asistensi mengajar untuk memberdayakan
mahasiswa dalam membantu proses pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) berbagai
desa/kota di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kompetensi baik soft
skills maupun hard skills agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman sebagai
pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian. Kampus mengajar
merupakan salah satu program yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa di seluruh
Indonesia untuk ikut ambil bagian dalam pemerataan dan pengembangan sumbderdaya
manusia bagi dunia pendidikan diseluru pelosok negeri. Sekolah yang menjadi sasaran
untuk program ini adalah sekolah dengan akreditasi C.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerataan pendidikan merupakan suatu masalah yang sangat rumit dan tak kunjung
selesai. Banyak hal yang mempengaruhi masalah pemerataan pendidikan di Indonesia
seperti pendidikan masih berorientasi di wilayah perkotaan, jumlah masyarakat miskin
cukup besar, dan banyaknya daerah yang terpencil dan sulit dijangkau oleh kendaraan.
Berbagai upayapun telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah pemerataan
pendidikan seperti program wajib belajar 9 tahun, dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), relokasi subsidi BBM, dan penggunaan APBD. Namun upaya tersebut masih belum
merata.
B. Saran
Sebaiknya pemerintah lebih meningkatkan upaya-upaya pemerataan pendidikan di
Indonesia dan pengawasan terhadap penyaluran bantuan yang diberikan masyarakat miskin
seperti biaya siswa lebih ditingkatkan agar bantuan tersebut tepet sasaran.
12
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2018). Semua Bisa Sekolah!
Zonasi untuk Pemerataan yang Berkualitas. Diakses pada 31 Agustus 2021, dari
https://kominfo.go.id/content/detail/13689/semua-bisa-sekolah-zonasi-untuk-
pemerataan-yang-berkualitas/0/artikel_gpr
13