Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FARMASI KOMUNITAS

ASISTEN APOTEKER DITANGKAP POLISI, EDARKAN HASIL RACIKAN OBAT


PSIKOTROPIKA DI PURBALINGGA

HIELMY IHSAN FAUZI


31118168
FARMASI 3D

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya yang
memberikan kesehatan dan kelapangan waktu bagi saya sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih khususnya kepada Dosen saya
bpk Dr. Saeful Amin,Apt. yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini .
Judul makalah ini ialah “ASISTEN APOTEKER DITANGKAP POLISI, EDARKAN
HASIL RACIKAN OBAT PSIKOTROPIKA DI PURBALINGGA”. untuk memberikan
informasi mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan kefarmasian
yang sesuai dengan regulasinya dan standar yang sudah ditetapkan.
Dengan demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kefarmasiaan secara optimal.
Kesempurnaan bukanlah hal yang abstrak, makalah ini masih jauh dari katasempurna.
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuannya yang saya miliki. Kritikan dan saran saya harapkan dari kalian yang dapat
membangun makalah ini menjadi lebih baik, maka penulis menerimanya dengan senang hati.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Tasikmalaya, 20 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Makalah ...........................................................................................................2
1.3 Tujuan Umum ..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kasus.....................................................................................................................3
2.2 Solusi.....................................................................................................................3

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................5
3.2 Saran ....................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. l Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kualitas derajat tenaga kerja kefarmasian, maka
dibentuklah regulasinya yang mengatur segala kegiatan tenaga kerja kefarmasian. Regulasi
tersebut mengenai pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.

Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang


terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga
Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian


oleh Apoteker. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,


Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga
Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar
yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Dalam
menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.

Penulis tertarik dalam pemecahan kasus berdasarkan regulasi tenaga kefarmasiaan


dilapangannya seperti apa, adakah pelanggaran yang melanggar regulasi tersebut dan
bagaimna pemecahannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana regulasi yang sesuai mengenai distribusi dan pelayanan kefarmasian tentang
obat?
2. Bagaimana dan solusi apa yang tepat dalam menangani kasus tersebut?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara distribusi dan pelayanan kefarmasian tentang obat berdasarkan
regulasinya.
2. Untuk memberikan tingkat kesadaran terhadap tenaga kefarmasian agar dapat
melakukan distribusi dan pelayaan kefarmasian sesuai dengan standar kerja
kefarmasian.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kasus

Seorang asisten apoteker di sebuah rumah sakit swasta ditangkap


Satresnarkoba Polres Purbalingga karena mengedarkan narkotika, psikotropika, dan obat
daftar G. Kabag ops polres purbalingga, kompol pujiono mengatakan, tersangka yaitu WH
(25) warga desa Karangsari, kecamatan kalimanah, kabupaten purbalingga.

Modus yang dilakukan tersangka yaitu membeli obat-obatan tergolong narkotika,


psikotropika, dan obat daftar G. Selanjutnya diedarkan atau dijual kembali kepada orang lain
atau teman-temannya diwilayah kabupaten purbalingga.

“Tersangka juga meracik dan mengoplos obat-obatan tersebut untuk dimasukkan


kekapsul kosong yang sudah disediakan, kemudian dijual sebagai obat pusing, pegal,dan
dengan berbagai khasiat lainnya.”

Tersangka ditangkap setelah adanya laporan warga terkait penjualan obat tanpa izin
yang dilakukannnya. Kemudian dilakukan penyelidikan oleh petugas dan tersangka ditangkap
dirumahnya, berikut sejumlah barang bukti pada sabtu(16/1/2021). (TrimbunBanyumas.com)

2.2 Solusi

Ayat 3 pasal 6 bagian kedua Permenkes no 51 tahun 2009 mengenai Pekerjaan


Kefarmasian Dalam Pengadaan Sediaan Farmasi “Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat
menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi”. Tersangka telah
melanggar pasal tersebut dengan mengadakan racikan atau obat sembarangan dan dapat
membahayakan pasien dengan menyebarkan obat golongan psikotropika tanpa izin dari
apoteker penanggung jawab. Sudah dijelaskan juga pada bagian ketiga pasal 7 ayat 1
“Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker
penanggung jawab” (Depkes RI,2009).

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas


Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan
fungsinya, Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib
menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian.
Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian
dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Dalam melaksanakan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar
Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan
dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan (Depkes RI,2009).

Pelaku tidak menerapkan regulasi tenaga kefarmasian yang sudah tercantum di


permenkes no 51 tahun 2009, sehingga tidak memiliki pondasi yang kokoh terhadap jiwa
kefarmasiaanya sebagai pelayanan kefarmasiaan, pelaku hanya memikirkan mendapatkan
uang yang banyak tanpa melihat dampak buruknya bagi pasien atau bagi tenaga kefarmasian
yang lain. Kurangnya penerapan standar pelayanan kefarmasian dan pemantauannya dirumah
sakit tersebut maka membuat oknum dapat bergerak dengan bebas melakukan hal peracikan
obat-obatan keras untuk diselundupkan ke oknum lain.

Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara menerapkan terus regulasi tenaga
kefarmasiaan bagi para pekerja tenaga kefarmasiaan dirumah sakit, kemudian terapkan
standar pelayanan kefarmasian dengan ketat sehingga tidak membuat celahoknum dalam
melakukan kejahatan dalam pelayanan kefarmasian mengenai obat. Sanksi yang berat
berupaya dapat membuat jera pelaku-pelaku tersebut, dan supaya tidak ada lagi keinginan
tenaga kefarmasian lainnya dikemudian harinya melakukan hal yang tidak sesuai dengan
regulasi tenaga kefarmasian yang sudah dibuat oleh pemerintah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kasus yang terjadi tersebut dapat disimpulkan bahwa masih banyak tenaga kefarmasian
yang tidak menerapkan regulasi yang sudah ditetapkan oleh permenkes, bahkan berani dalam
melanggarnya demi kesejahteraan materinya sendiri tanpa melihat aspek kesehatan bagi
pasien.
Solusi yang tepat terhadap kasus tersebut yaitu dengan melakukan penerapan dan
pemantauan yang ketat terhadap tenaga kefarmasian diapotek maupun di rumah sakit supaya
tidak memberikan ruang gerak bagi para oknum dalam melakukan hal kejahatan yang
merugikan bagi yang lain ataupun bagi kesehatan pasien. Memberikan sanksi yang tegas
dalam penindakan oknum tersebut supaya tidak terulang kembali kasus tersebut.

3.2 Saran
Tindakan yang perlu dilakukan menurut saya berdasarkan kasus tersebut yaitu
melakukan penerapan dan pemantauan yang ketat terhadap tenaga kefarmasian diapotek
maupun di rumah sakit supaya tidak memberikan ruang gerak bagi para oknum dalam
melakukan hal kejahatan yang merugikan bagi yang lain ataupun bagi kesehatan pasien.
Memberikan sanksi yang tegas dalam penindakan oknum tersebut supaya tidak terulang
kembali kasus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://banyumas.tribunnews.com/2021/01/25/asisten-apoteker-ditangkap-polisi-edarkan-
hasil-racikan-obat-psikotropika-di-purbalingga

Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian,
Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai