Anda di halaman 1dari 24

MODUL PEMBELAJARAN

PSIKOMETRI

Disusun oleh :

RETNO DWIYANTI, M.Si


NIK. 2160282

FAKULTAS PSIKOLOGI

i
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

ii
BAB III
RELIABILITAS

A. TUJUAN MATERI
Memahami tentang pengertian reliabilitas, pendekatan utama dalam reliabilitas, dan
mampu mengaplikasikan komputasi reliabilitas serta mampu menjelaskan makna
reliabilitas.

B. URAIAN MATERI

I. Pendekatan Tes Ulang


Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa
inggris, berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Seorang dikatakan
dapat dipercaya jika orang tersebut selalu bicara ajek (consisten), tidak berubah-ubah
pembicaraannya dari waktu ke waktu. Demikian juga halnya dalam sebuah tes. Tes tersebut
dikatakan dapat dipercaya (reliable) jika memberikan hasil yang tetap atau ajek (consistent)
apabila diteskan berkali-kali.
Pendekatan tes-ulang (test-retest merupakan salah satu metode yang sering
digunakan dalam pengujian reliabilitas. Dalam pendekatan ini dilakukan penyajian
instrumen ukur pada satu kelompok subjek dua kali dengan memberi tenggang waktu
tertentu diantara kedua penyajian itu. Apabila suatu tes atau instrumen ukur telah diberikan
dua kali pada suatu kelompok subjek maka akan diperoleh dua distribusi skor dari kelompok
tersebut. Komputasi koefisien korelasi antara kedua distribusi skor kelompok tersebut akan
menghasilkan suatu koefisien reliabilitas.
Prosedur validasi tes-ulang diperjelas dengan ilustrasi pada Tabel III.l yang
menyajikan distribusi skor X 1 sebagai hasil pengenaan tes yang pertamakali dan
distribusi skor X 2 sebagai hasil pengenaan ulang tes tersebut setelah tenggang waktu
tertentu pada kelompok subjek yang sama.
Pada ilustrasi dalam Tabel III. I diperlihatkan data dari sepuluh orang subjek.
Jumlah subjek yang sedikit ini dimaksudkan sekedar untuk contoh prosedur komputasi
saja. Dalam pendekatan reliabilitas yang sesungguhnya jumlah subjek yang diperlukan

1
akan jauh lebih banyak. Penggunaan subjek yang jumlahnya terlalu sedikit haruslah
dihindari dalam pengujian reliabilitas maupun validitas agar normalitas distribusi skor
dapat terpenuhi dan agar kelompok subjek yang dikenai tes merupakan sampel yang
representatif dari populasi subjek yang akan dikenai tesnantinya.

Tabel III.1. Ilustrasi Data Hasil Tes-ulang


Subjek Skor pertama Skor ke dua
(X1) (X2)
Ina 20 22
Ima 19 20
Ira 22 22
Ida 17 18
Isa 24 24
Abi 17 16
All 20 21
Adi 15 17
Ani : 24 23
Ami 19 19
=
r xlx2 r xx'

Koefisien korelasi product moment antara kedua distribusi dalam contoh di atas
adalah r = 0,933 yang merupakan koefisien reliabilitas tes tersebut. Koefisien reliabilitas
setinggi itu pada umumnya dianggap sebagai indikasi adanya kestabilan pengukuran yang
dilakukan oleh tes dari waktu ke waktu (stability over time).
Ketidaksempurnaan koefisien itu disebabkan oleh adanya berbagai sumber eror
yang menimbulkan eror secara random pada hasil pengukuran. Walaupun variasi eror itu
tidak besar akan tetapi tetap mengurangi tingginya koefisien reliabilitas sebagaimana yang
terlihat pada hasil komputasi koefisien korelasi. Tampak bahwa setelah tes dikenakan untuk
keduakalinya, sebagian subjek mengalami kenaikan skor sedangkan sebagian lagi justru
inengalami penurunan skor dibanding skor mereka pada wmktu dikenai tes pertamakali.
Perubahan skor yang tidak earah itu merupakan salahsatu bentuk eror random dan adalah
pengertian eror yang sesungguhnya dalam teori skor-murni klasikal. Apabila eror itu
terjadi secara sistematik maka tidak akan dianggap sebagai eror dan tidak lian
mempengaruhi tingginya koefisien reliabilitas.

2
Ilustrasi data pada Tabel III.2 memperlihatkan higaimana eror sistematik tidak
mempengaruhi koefisien rcliabilitas. Pada Tabel III.2 setiap subjek mendapat skor yang
berbeda secara konstan, yaitu mengalami kenaikan yang sama besar pada pengenaan tes ke
dua. Kenaikan ini merupakan eror sistematik yang tidak bervariasi, yaitu mempunyai
varians sebesar s e2 =0. Bila dikembalikan pnda konsepsi reliabilitas menurut interpretasi
nomor 6 (bab 2), yaitu rxx’ = 1 - se2/sx2, maka besarnya koefisien retiabilitas dalam ilustrasi
ini adalah rxx’ = 1 - 0/s x2 = 1,0. Dengan pendekatan tes-ulang pun koefisien yang sama
akan diperoleh bila kita menghitung korelasi antara distribusi skor X1 dan dan X2.

Tabel III.2. Eror Sistematik pada Tes-ulang

Tes diberikan Tes diberikan Eror


pertama kali ke dua kali (XrX2)
(X1) (X2)

20 22 +2
19 21 +2
22 24 +2
17 19 +2
24 26 +2
17 19 +2
20 22 +2
15 17 +2
24 26 +2
19 21 +2
\

Jadi dapat dimengerti mengapa koefisien reliabilitas yang diperoleh lewat


pendekatan tes-ulang dinamai pula koefisien stabilitas. Dengan dua distribusi skor yang
mempunyai perbedaan tetap itu kita tidak mengetahui apakah pengukuran pertama
ataukah pengukuran ke dua yang menghasilkan skor mendekati skor-murni atau skor
sebenarnya. Sepanjang menyangkut masalah reliabilitas, hal itu belum merisaukan kita
karena mengetahui pengukuran mana yang memberikan skor paling tepat memang
bukan bidang bahasan reliabilitas melainkan bidang bahasan validitas.
Seberapa dekatnya skor-tampak dengan skor-murni, dalam teori pengukuran,
dinamai validitas. Dari ilustrasi Tabel III.2. tampaklah bahwa tes yang memiliki reliabilitas
tinggi dapat saja tidak memiliki validitas yang baik. Memang pada pendekatan tes-ulang

3
diperlihatkan apakah pengukuran itu stabil, bukan apakah pengukuran itu mengungkap
dengan tepat apa yang hendak diungkapnya.
Eror yang terjadi, baik secara random maupun sistematik, sebagian besar
diakibatkan oleh perubahan yang berlangsung pada'tenggang waktu diantara kedua
pemberian tes. Pada beberapa jenis instrumen pengukur, perjalanan waktu sangat
mempengaruhi skor yang dihasilkannya dikarenakan aspek psikologis yang diukurnya
memang sangat peka terhadap perubahan waktu.

II. Pendekatan Bentuk Paralel


Pendekatan reliabilitas bentuk paralel dilakukan dengan memberikan sekaligus
dua bentuk tes yang paralel itu sama lain, kepada sekelompok subjek. Dalam
pelaksanaannya, kedua tes paralel itu dapat digabungkan terlebih dahulu sehingga
seakanakan merupakan satu ituk tes. etelah selesai dijawab oleh subjek barulah pada
masing-masing tes semula dipisahkan kembali diberi skor masing-masing, sehingga
diperoleh dua distribusi skor. Keuntungan cara penggabungan ini ada pun tidak
terkesannya beban berat mengerjakan dua tes bagi subjek dan bila urutan nomor
aitem gabungan itu diletakkan sedemikian rupa akan dapat mengurangi efek carry-over
rdari satu bentuk ke bentuk tes yang lain. Kalau penggabungan aitem dari masing-masing
tes tidak dimungkinkan maka kedua tes tersebut harus diberikan secara berturut-turut
dengan tenggang waktu yang hanya sebentar.

Tabel III.3. Ilustasi Data Bentuk-paralel

Skor pada Skor pada


Subjek : bentuk I bentuk II
(x) (X1)
Ina 100 104
Ima 99 99
Ira 107 109
Ida 110 109
Isa 109 111
Abi 98 100
Ali 111 113
Adi 10O 102

4
Ani 100 100
Ami 108 108

Pada Tabel III.3 diperlihatkan data skor dari dua bentuk tes yang paralel setelah
dikenakan serentak pada sekelompok subjek. Komputasi koefisien korelasi product-
moment antara kedua distribusi skor tersebut menghasilkan rxx> = 0,958. Koefisien ini
merupakan koefisien reliabilitas tes yang bersangkutan.
Dalam hal pendekatan bentuk-paralel, tidak sempurnanya reliabilitas tes juga
disebabkan oleh adanya varians eror. Namun eror tersebut dapat dikatakan tidak
berkaitan dengan tenggang waktu diantara pemberian kedua tes yang paralel tersebut. Eror
yang terjadi umumnya lebih disebabkan oleh faktor-faktor yang ada dalam tes itu sendiri
atau berasal dari subjek yang diukur dan dari fihak pemberi tes.
Apabila asumsi paralelisme benar-benar terpe nuhi, yaitu bila masing-masing
tes memang menghasilkan skor-murni yang sama bagi setiap subjek, maka perbedaan
skor-tampak antara subjek yang satu dengan yang lainnya pada satu tes akan merupakan
perbedaan skor-murni mereka semata-mata sedangkan perbedaan skor-tampak diantara
kedua tes bagi setiap subjek mencerminkan eror pengukuran. Bila eror ini terjadi secara
random maka koefisien reliabilitas akan terpengaruh.

III. RELIABILITAS KONSISTENSI INTERNAL


Pendekatan konsistensi internal dalam estimasi reliabilitas dimaksudkan, antara
lain, untuk menghindari masalah-masalah yang biasanya ditimbulkan oleh pendekatan
tes-ulang dan oleh pendekatan bentuk paralel. Dalam pendekatan konsistensi internal
prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes ke pada sekelompok
individu sebagai subjek (single trial administration). Oleh karena itu pendekatan ini
mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi.
Dengan hanya satu kali pengenaan tes akan diperoleh satu distribusi skor tes dari
kelompok subjek yang bersangkutan. Untuk itu, prosedur analisis reliabilitasnya diarahkan
pada analisis terhadap aitem-aitem atau terhadap kelompok-kelompok aitem dalam tes itu
sehingga perlu dilakukan pembelahan tes menjadi beberapa kelompok aitem yang disebut

5
bagian atau belahan tes. Setiap bagian atau belahan dapat berisi beberapa aitem, bahkan
dapat berisi hanya satu aitem saja. Bila kemudian bagian-bagian tes telah diperoleh maka
reliabilitas tes diperlihatkan oleh konsistensi diantara aitem-aitem atau diantara belahan-
belahan tes tersebut.
Pembelahan tes dilakukan sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin setiap
belahan berisi aitem dalam jumlah yang sama banyak. Akan tetapi bila membagi tes
kedalam belahan yang berisi aitem dalam jumlah sama banyak tidak mungkin untuk
dilakukan, hal itu tidak merupakan masalah lagi dikarenakan sekarang ini telah tersedia
rumusan-rumusan baru guna pengujian reliabilitas terhadap tes yang dibelah menjadi
bagian-bagian yang berisi aitem dalam jumlah yang tidak seimbang.
Cara pembelahan tes tergantung pula pada sifat dan fungsi tes serta jenis skala
pengukuran yang digunakan dalam tes bersangkutan. Cara pembelahan itu, pada
gilirannya, akan ikut menentukan pula rumusan atau formula mana yang harus digunakan
dalam menghitung koefisien reliabilitasnya.
Suatu tes yang hasilnya sebagian ditentukan oleh kecepatan kerja (speeded-test),
misalnya, menghendaki cara pembelahan yang berbeda dari cara pembelahan yang
dilakukan terhadap tes yang mengukur kemampuan maksimum (power-test). Suatu tes
yang berisi aitem-aitem yamg mempunyai taraf kesukaran homogen akan lebih terbuka
terhadap berbagai cara pembelahan bila diban-dingkan dengan tes yang berisi aitem-
aitem dengan ting-kat kesukaran yang sangat bervariasi.
Tentu tidak setiap karakteristik tes menghendaki cara pembelahan khusus, akan
tetapi setiap cara pembelahan tes yang digunakan hendaknya ditekankan pada usaha
untuk memperoleh bagian-bagian atau belahan-belahan yang relatif setara.

BEBERAPA CARA PEMBELAHAN TES


Membelah suatu tes menjadi beberapa bagian yang setara atau homogen
maksudnya adalah mengusahakan agar antara belahan yang satu dengan yang lain
memiliki jumlah aitem yang sama banyak, taraf kesukaran yang seimbang, isi yang

6
sebanding, dan sedapat mungkin memenuhi ciri-ciri paralelisme sebagaimana yang
telah dikemukakan terdahulu. Walaupun tersedia rumusan guna mengestimasi
reliabilitas tes yang belahannya tidak paralel akan tetapi estimasi terhadap bagian-bagian
yang paralel itu akan lebih meyakinkan kita bahwa estimasi kita mendekati harga
reliabilitas yang sesungguhnya, bukan merupakan underestimasi (estimasi yang terlalu
rendah) bukan pula overestimasi (estimasi yang terlalu tinggi). Berikut adalah beberapa
pilihan cara untuk membelah tes menjadi dua bagian. Cara-cara ini dapat di-analogikan
apabila diperlukan untuk membelah tes menjadi lebih dari dua bagian.

Pembelahan Cara Random


Membelah tes menjadi dua bagian secara random dapat dilakukan dengan cara
undian sederhana guna menentukan aitem-aitem nomor berapa sajakah yang
dimasukkan menjadi belahan pertama dan mana yang diikutkan menjadi belahan ke
dua.
Pembelahan secara random hanya boleh dilakukan apabila tes yang akan
dibelah berisi aitem-aitem yang homogen. Pengertian homogen dalam hal ini harus
dipandang dari segi isi (content homogeneous) dan juga dari segi taraf kesukarannya
apabila tes itu mengukur aspek kognitif. Suatu tes yang berisi aitem heterogen bila dibelah
secara random dapat menghasilkan belahan-belahan yang tidak setara satu sama lain,
kecuali bila tes tersebut terdiri dari aitem yang berjumlah sangat besar.

Pembelahan Gasal-Genap
Pembelahan dengan cara gasal-genap (odd-even splits) sangat populer dan mudah
dilakukan. Dalam cara ini, seluruh aitem yang bernomor urut gasal dijadikan satu
kelompok menjadi belahan pertama dan seluruh aitem yang bernomor urut genap
dijadikan satu kelompok menjadi belahan ke dua. Dengan membelah secara gasal-genap
diharapkan akan diperoleh dua bagian yang setara dari segi isi dan taraf kesukaran aitem-
aitemnya.
Cara pembelahan ini dapat menghindari kemung-kinan terjadinya pengelompokan
aitem-aitem tertentu ke dalam salah-satu belahan saja. Sekalipun semula aitem-aitem

7
disusun dalam pola urutan tertentu akan tetapi sewaktu dilakukan pemisahan gasal-genap
maka aitem yang berurutan tadi akan dengan sendirinya terpisah kedalam belahan yang
berbeda.

Pembelahan Matcherd-Random Subsets


Untuk tes yang mengukur aspek kemampuan, yang taraf kesukaran aitem serta
korelasi aitem dengan skor total tesnya telah dihitung lebih dahulu, Gulliksen (1950)
mengusulkan suatu cara pembelahan yang disebutnya matched-random subsets.

Gambar I V.I. Pasangan Nomor-nomor Aitem Berkarakteristik Sama

Dengan cara ini, setiap aitem dalam tes diletakkan pada satu posisi atau titik
tertentu dalam grafik berdasarkan harga indeks kesukaran aitem (p) dan koefisien
korelasi antara aitem yang bersangkutan dengan skor tes (qx). Dengan melihat posisi aitem
pada grafik dapat diketahui bahwa setiap aitem yang letaknya berdekatan berarti memiliki
karakteristik (p dan rix) yang reiatif sama atau mirip satu sama lain (Gambar IV. 1).
Kemudian setiap dua aitem yang berdekatan tadi dapat diundi untuk menentukan mana
yang dimasukkan kedalam belahan pertama dan mana yang diikutkan kedalam belahan

8
ke dua sehingga, untuk contoh Gambar IV. 1, akan diperoleh dua belahan yang masing-
masing berisi sepuluh aitem.
Grafik pada Gambar IV. 1 disajikan untuk menjelaskan gambaran mengenai ide
matched-random subsets. Pada dewasa ini pembelahan termaksud dapat diperoleh tanpa
haras membuat grafiknya lebih dahulu, yaitu lewat bantuan komputer dengan
memasukkan saja data p dan rix setiap aitem dan meminta komputer untuk memasangkan
aitem sekaligus memilahnya kedalam dua bagian.

a. Formula Spearman-Brown untuk Belah-dua

Formula Spearman-Brown merupakan sebuah formula komputasi yang sangat


populer untuk estimasi reliabilitas tes yang dibelah menjadi dua bagian yang reiatif
paralel satu dengan yang lain. Formula ini dapat digunakan pada tes yang aitem-aitemnya
diberi skor dikotomi maupun bukan dikotomi.
Formula komputasi reliabilitas Spearman-Brown merupakan formula koreksi
terhadap koefisien korelasi antara dua bagian tes, dan dirumuskan sebagai berikut:
2 (r1.2)
S-B = rxx’ =
1 + r 1.2

rxx’ = Koefisien reliabilitas Spearman-Brown


r.1.2 = Koefisien korelasi antara kedua belahan

Umumnya untuk memperoleh dua belahan tes yang relatif paralei satu sama lain
dalam penggunaan formula Spearman-Brown, dilakukan cara pembelahan gasal-genap
atau cara matched-random subsets dikarenakan dari dua cara itulah diharapkan akan
diperoleh belahan-belahan yang paralei seperti dikehendaki.
Skor yang diperoleh subjek dalam tes dihitung terpisah untuk masing-masing
belahan sehingga setiap subjek memperoleh dua skor. Kemudian, distribusi skor subjek
pada masing-masing belahan dikorelasikan. Koefisien korelasinya kita namai r1.2 Estimasi
reliabilitas tes diperoleh dengan mengenakan formula Spearman-Brown pada koefisien
korelasi antara kedua belahan tersebut.

9
Sebagai ilustrasi penggunaan formula Spearman-Brown, digunakan data pada
Tabel IV. I yang memuat contoh skor tes yang terdiri atas 12 aitem dan dibelah menjadi
dua bagian dengan cara pembelahan gasal-genap.
Melalui komputasi korelasi product moment terhadap skor kedua belahan tes
(yang masing-masing terdiri dari 6 aitem) pada Tabel IV. 1, diperoleh koefisien korelasi
ri 2 = 0,957.
Tabel I V.I. Distribusi Skor Tes dari 10 Orang Subjek pada 12 Aitem
Nomor aitem .
Subjek Belahan X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 I 2
A 1 1 2 2 1 0 1 1 2 2 2 2 9 8 17
B 0 0 2 1 0 0 2 2 1 2 0 1 5 6 11
C 0 0 2 2 0 0 1 0 2 2 0 0 5 4 9
D 2 2 2 2 1 0 0 2 2 2 1 0 8 8 16
p 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 0 0 8 9 17
F 0 0 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 8 7 15
G 1 0 1 1 2 2 0 1 0 0 0 0 4 4 8
H 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 3 2 5
I 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 12 11 23
J 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 4 3 7
n = 1.0

Belahan 1 =Jumlah skor pada aitem nomor 1+3+5+7+9+11


2 =Jumlah skor pada aitem nomor 2+4+6+8+1O+12
X = Jumlah skor pada keseluruhan aitem

Dengan demikian, koefisien reliabilitas tes (yang terdiri dari 12 aitem) adalah:
2(0,957)
S ~ B = rxx’ =
1+0,957
S ~ B = rxx’ = 0,978.

Sebagaimana telah disebutkan terlebih dahulu, formula ini hanya dapat digunakan
apabila kita percaya bahwa asumsi paralelisme diantara kedua belahan terpenuhi. Ciri
terpenuhinya asumsi termaksud antara lain adalah apabila kedua belahan tes
menghasilkan rata-rata skor (mean) yang setara dan varians skor yang sebanding.
Disamping Itu, formula Spearman-Brown hanya ikan menghasilkan estimasi
relibialitas yang cermat apabila koefisien korelasi diantara kedua belahan tes itu
tinggi, karena tingginya korelasi antara kedua belahan merupakan pula indikasi
terpenuhinya asumsi paralelisme. Pada kasus yang koefisien korelasi antara kedua belahan

10
tes tidak begitu tinggi, sebaiknya formula ini tidak digunakan dan kita beralih kepada cara
pendekatan lain.
Magnusson (1967) menyatakan bahwa metode belah-dua dapat dipakai untuk
mengestimasi kecermatan tes dalam arti ekivalensi (kesetaraan) hasil ukur kedua
belahannya. Koefisien ekivalensi ini pada dasarnya sama dengan koefisien reliabilitas.

b. Formula Rulon
Rulon (1939) merumuskan suatu formula untuk mengestimasi reliabilitas belah-dua
tanpa perlu berasumsi bahwa kedua belahan mempunyai varians yang sama.
Menurut Rulon, perbedaan skor subjek pada kedua belahan tes akan membentuk
distribusi perbedaan skor dengan varians yang besarnya ditentukan oleh varians er or
masing-masing belahan. Karena varians eror masing-masing belahan menentukan varians
eror keseluruhan tes, maka varians eror tes ini dapat diestimasi lewat besarnya varians
perbedaan skor diantara kedua belahan. Dengan demikian, dalam melakukan estimasi
terhadap reliabilitas tes, varians perbedaan skor inilah yang perlu diperhitungkan sebagai
sumber eror. Formula Rulon dirumuskan sebagai:
r
xx' = 1 – s/d 2 /sx2
sd2= Varians perbedaan skorkedua belahan
sx2 = Varians skor tes
d = Perbedaan skor kedua belahan

Ilustrasi penggunaan formula Rulon dicontohkan dengan data pada Tabel IV. 1
yang disajikan kembali dalam Tabel IV.2.
Tabel IV.2. Distribusi Perbedaan Skor Belahan dan Distribusi Skor Total Tes dari Data
pada Tabel IV. 1
Subjek Belahan 1 2 d (1-2) d2 X X2
(1+2)
A 9 8 1 1 17 289
B 5 6 -1 1 11 121
C 5 4 1 1 9 81
D 8 8 0 0 16 256
E 8 9 -1 I 17 289
F 8 7 1 1 15 225
G 4 4 0 0 8 64
H 3 2 1 1 5 25
I 12 11 1 1 23 529
J 4 3 1 1 7 49
n = 10 ∑d 2 =8 ∑x=128 ∑x 2 =1928

11
Perhitungan varians perbedaan skor dan varians skor tes terhadap data pada
Tabel IV.2 menghasilkan:
sd2 = [8 - 42/10] / 9 = 0,711 dan
sx2 = [1928 - 1282/101/9 = 32,178.

Dengan demikian, koefisien reliabilitas untuk data ini adalah:


r
xx '=1 -0,711/32,178
rxx- = 0,978.

Formula Rulon juga dapat digunakan pada tes yang aitem-aitemnya diberi skor
dikotomi. Ilustrasi penggunaan formula ini dalani komputasi reliabilitas pada tes yang
aitemnya diberi skor dikotomi, dicontohkan dengan memakai data pada Tabel IV. 3.

Tabel IV.3. Distribusi Skor Aitem Dikotomi dan Skor Belahan Gasal-Genap
Nomor item Belahan
Subjek 1 2 3 10 11 12 X
4 5 6 7 8 9 1 2
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 6 12
B 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 6 5 11
C I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 5 5 10
D 1 I 1 1 1 1 I 1 1 0 0 0 5 4 9
E 1 1 1 1 I 1 1 1 0 0 0 0 4 4 8
F 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 3 4 7
G I 1 1 1 1 0 0 1 1 I 0 0 4 4 8
H 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 2 2 4
I 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 1 3
j 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2

Berikut, Tabel IV.4 memberikan ilustrasi perbedaan skor dari data pada Tabel IV. 3.

Tabel IV.4. Distribusi Perbedaan Skor Belahan dan Distribusi Skor Total Tes
dari Data pada Tabel IV.3

Belahan d x
Subjek d2
1 2 (1-2) (1+2) x2
......
A 6 6 0 0 12 144
6 6 5 1 1 11 121
C 5 5 0 0 10 100
D 5 4 1 1 9 81
E 4 4 0 0 8 64

12
F 3 4 -1 1 7 49
G 4 4 0 0 8 64
H 2 2 0 0 4 16
I 2 1 1 1 3 9
J 1 1 0 0 2 4

n= 10 ∑d=2 ∑d 2 =4 ∑x=74 ∑x 2 = 652

Perhitungan terhadap data pada Tabel IV.4 meng-hasilkan varians perbedaan skor
dan varians skor tes berikut:
sd2 = [4- (2)2 /10] / 9 = 0,399

sx2 = [652- (74)2 /10] / 9 = 11,599.

Dengan demikian, koefisien reliabilitas untuk data ini, yang dihitung dengan
formula Rulon, adalah:
r
xx ' =1 ~ 0,399/11,599 = 0,966.

Koefisien reliabilitas Rulon yang dikenakan pada tes yang telah dibelah menjadi dua
bagian ini merupakan estimasi reliabilitas bagi keseluruhan tes sehingga tidak perlu
dikenai formula koreksi lagi.

c. Koefisien Alpha, (a)


Telah dijelaskan dimuka bahwa formula Spearman-Brown hanya akan menghasilkan
estimasi reliabilitas yang cermat apabila belahan-belahan tes yang diperoleh dapat
memenuhi asumsi paralel. Apabila kita tidak yakin bahwa asumsi tersebut terpenuhi maka
koefisien-a (Cronbach, 1951) dapat digunakan.
Walaupun dapat digunakan pada tes yang belahannya tidak paralel satu sama lain,
akan tetapi bila kedua belahan tersebut tidak memenuhi asumsi τ-equivalent, maka
koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh akan merupakan underestimasi terhadap
reliabilitas yang sesungguhnya (artinya, reliabilitas yang sebenarnya mung kin sekali lebih
tinggi daripada koefisien yang diperoleh dari hasil perhitungan). Oleh karena itu, bila kita
memperoleh hasil perhitungan yang cukup tinggi kita akan tahu bahwa ada
kemungkinan reliabilitas yang sesungguhnya lebih tinggi iagi akan tetapi bila koefisien

13
yang diperoleh ternyata rendah maka kita belum dapat memastikan apakah tes yang
bersangkutan memang memiliki reliabilitas rendah ataukah hal tersebut sekedar indikasi
tidak terpenuhinya asumsi τ-equivalent (Allen & Yen, 1979).
Formula koefisien alpha untuk estimasi reliabilitas tes belah-dua dirumuskan sebagai
berikut:

S12 + s22
rxx’ > α = 2 [ 1 - ]
Sx2

S12= Varians skor belahan 1 dan belahan 2


Sx2= Varians skor tes

Untuk ilustrasi penggunaan formula alpha, kita kembali kepada data pada Tabel IV. 1.
Skor pada belahan 1 kita beri simbol Yl dan skor pada belahan 2 kita beri simbol Y2
sehingga skor total X sama dengan Y1+Y2. Dari Tabel I V.I diperoleh:
∑Y12 = 508 dan ZY1 = 66, varians belahan Yl adalah s12 = [508 - (662)/10]/9 =
8,044.
∑Y22 = 460 dan ZY2 = 62, varians belahan Y2 adalah s22 = [460 - (622)/10]/9 =
8,399.
∑X22= 1928 dan ZX = 128, varians skor total X adalah sx2 = [1928 -
(1282)/10]/9 = 32,178

Dengan demikian, koefisien alpha untuk data ini dapat dihitung sebagai
8,044 + 8,399
α = 2 [ 1-------------------------] = 0,978.
32,178

Formula alpha dapat pula digunakan pada tes yang aitem-aitemnya diberi skor
dikotomi. Untuk ilustrasinya kita kembali ke data tes pada Tabel IV. 3.
Komputasi varians belahan tes pada Tabel IV. 3 menghasilkan s 12 = 3,067 dan S 22
= 2,933 sedangkan varians skor total adalah s x2 = 11,599. Koefisien alpha yang
dihasilkan adalah
3,067 + 2,933
α = 2 [ 1-------------------------] = 0,965.

14
11,599

Ternyata bahwa koefisien alpha yang dihasilkan pada kedua contoh di atas
identik dengan koefisien yang dihitung oleh formula Rulon. Hal itu memang akan selalu
benar bila kedua formula dikenakan pada tes yang sama yang dibelah menjadi dua bagian.

d. Koefisien Alpha : Formula Umum


Pembelahan tes tidak hanya terbatas pada membagi aitem-aitem tes kedalam dua
belahan saja. Cara-cara pembelahan dapat diperluas pemakaiannya untuk membagi tes
menjadi beberapa belahan, apabila diperlukan. Bahkan suatu tes yang akan diestimasi
reliabflitasnya dapat dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitemnya sehingga
setiap bagian hanya berisi satu aitem saja. Kecuall dalam kasus tes yang dibelah menjadi
belahan sebanyak jumlah aitemnya, hendaknya selalu diupayakan agar belahan-belahan
tersebut isinya relatif setara.
Lebih baik lagi apabila dapat dihasilkan belahan-belahan yang paralel satu sama lain atau
paling tidak yang dapat memenuhi asumsi i -equivalent.
Untuk tes yang dibelah menjadi lebih dari dua belahan yang masing-masing
berisi aitem dalam jumlah sama banyak, kita dapat menggunakan formula alpha.
Rumusan formula umum koefisien alpha dalam hal ini adalah sebagai berikut:

k = Banyaknya belahan tes


Sj2 = Varians belahan j; j = 1,2,... k
sx2 = Varians skor tes

Sebagai ilustrasi pemakaian formula umum koefisien alpha akan diberikan contoh
penggunaannya terhadap data tes pada Tabel IV. 1 yang, dalam contoh ini., dibelah
menjadi tiga bagian dan disajikan kembali dalam Tabel IV.5.
Untuk menggunakan formula alpha disyaratkan adanya homogenitas isi belahan
agar estimasi yang diperoleh dapat mendekati reliabilitas yang sebenarnya. Untuk

15
kepentingan contoh cara perhitungan, data pada Tabel IV.5 kita anggap telah memenuhi
persyaratan tersebut.

Tabel IV.5. Distribusi Skor Tes dari Tabel IV.l Setelah dibelah Menjadi Tiga Bagian
Nomor aitem Belahan
Skor
Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 123 X
A 1 1 2 2 1 0 1 1 2 2 22 656 17
B 00210 0 2 212 01 524 11
c 0 0 2 2 0 0 1 0 2 2 00 504 9
D 2 2 2 2 1 0 0 2 2 2 10 664 16
E 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 00 755 17
F 0 0 2 2 2 2 1 1 1 1 21 456 15
G 1 0 1 1 2 2 0 1 0 0 0 0 233 8
H 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 122 5
I 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 22 878 23
J 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 322 7
n=10

Belahan 1 = Jumlah skorpada aitem nomor 1+4+7+1O


2 = Jumlah skorpada aitem nomor 2+5+8+11
3 = Jumlah skorpada aitem nomor 3+6+9+12

Skor X = Jumlah skorpada keseluruhan aitem

Perhitungan terhadap varians skor belahan dan irians skor total terhadap data
tabel IV.5 menghasilkan SI2 = 4,899; s22 = 4,899; s32 = 3,599; s x2 = 32,178.
Bonyaknya belahan adalah k = 3, sehingga koefisien rcliabilitas alpha untuk data ini
adalah

 3  4,899  4,899  3,599 


   1 
 3  1  32,178 

= 0,875

16
Kemudian untuk memberikan contoh ilustrasi pemakaian formula-α pada tes yang
aitem-aitemnya diberi skor dikotomi, kita kembali melihat data pada Tabel IV.3. Dengan
cara yang sama, tes termaksud kita belah menjadi tiga bagian. Hasilnya disajikan pada Tabel
IV.6.

Tabel IV.6. Distribusi Skor Tes dan Tabel IV.3 Setelah Dibelah Menjadi Tiga
Bagian

Nomor aitem
Subjek Belahan 1 2 3 Skor X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A I 11 11 1 1 1 1 1 1 I 4 4 4 12
B 1 11 1 1 1 1 11 1 1 0 4 4 3 11
C 1 11 11 1 1 1 1 1 0 0 4 3 3 10
D 1 11 11 1 1 1 1 0 0 0 3 3 3 9
E I 11 1 1 1 1 1 0 0 0 0 3 3 2 8
F 1 11 11 1 0 1 0 0 0 0 2 3 2 7
G 1 11 11 0 0 1 1 1 0 0 3 3 2 8
H 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 2 1 4
I 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 3
J 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 \ 0 1 2

n= 10

Belahan 1 = Jumlah skor pada aitem notnor 1+4+7+10


2 = Jumlah skor pada aitem nomor 2+5+8+11
3 = Jumlah skor pada aitem nomor 3+6+9+12
Skor X= Jumlah skor pada keseluruhan aitem

Perhitungan varians skor masing-masing belahan dan varians skor tes pada
data pada Tabel IV.6 menghasilkan s 12 = 1,599; s22 = 1,599; s 32 = 1,067; dan sx2 =
11,599. Jadi koefisien alpha adalah:

 3  1,599  1,599  1,067 


   1  
 3  1  11,599 

= 0,948.

e. Formula –formula Kuder-Richardson

17
Bila suatu tes berisi aitem-aitem yang diberi skor dikotomi sedangkan jumlah
aitemnya sendiri tidak begitu banyak, kadang-kadang membagi tes menjadi dua bagian
tidak dapat menghasilkan bagian yang setara sedangkan membagi tes menjadi lebih dari
dua belahan akan meng-akibatkan jumlah aitem dalam setiap belahan terlalu sedikit.
Bila dalam belahan hanya berisi sedikit aitem, komputasi reliabilitasnya tidak dapat
menghasilkan estimasi yang cermat.
Salah-satu cara yang dapat dilakukan adalah membelah tes tersebut menjadi
sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap belahan berisi hanya satu aitem saja.
Kemudian estimasi reliabilitasnya dilakukan melalui formula alpha, yang disesuaikan, yang
dikenal dengan nama formula Kuder-Richardson-20 atau KR-20 (Kuder & Richardson, 1937)
dan dikenal pula dengan nama koefisien α-20 (Cronbach, 1951).
Koefisien KR-20 atau α-20 merupakan rata-rata estimasi reliabilitas dari semua
cara belah-dua yang mungkin dilakukan. Koefisien ini juga mencerminkan sejauhmana
kesetaraan isi aitem-aitem dalam tes.
Rumusan formula Kuder-Kichardson-20 adalah:

k ∑p(l-p)
KR-20 = [—][ 1--------------------]
k-1 s2

k = banyaknya aitem dalam tes


s x 2 = varians skor tes
p = proporsi subjekyang mendapat angka 1 pada suatu aitem, yaitu
banyaknya subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh banyaknya
seluruh subjek yang menjawab aitem tersebut

Ilustrasi penggunaan formula KR-20 dijelaskan dengan penggunaan data pada


Tabel IV. 3 yang disajikan kembali pada Tabei IV.7. Dari data yang disajikan pada Tabel
IV.7 diketahui bahwa banyaknya aitem k = 12, sedangkan varians skor tes telah dihitung
sebelumnya, yaitu s x 2 = 11,599.
Untuk menghitung harga p bagi suatu aitem, dihitung saja banyaknya angka 1
pada aitem yang bersangkutan dan dibagi dengan banyaknya subjek (dalam contoh data
ini, n = 10). Sebagai contoh, harga p untuk aitem nomor 3 diperoleh dari banyaknya
angka 1 pada aitem tersebut, yaitu 8, lalu dibagi oleh 10. Jadi, untuk aitem nomor 3,
harga p = 8/10 = 0,8.

18
Koefisien KR-20 untuk data pada Tabel IV. 7. adalah:
12 2,06
KR-20 = [---------] [ 1- ------------] = 0,897.
12-1 11,599

Tabel IV.7. Distribusi Skor Tes dari Tabel IV.3 untuk Komputasi
Koefisien Reliabilitas KR-20

Nomor aitem

Subjek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 X
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
B 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11
C 1 1 1 1 I 1 1 1 1 1 0 0 10
D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9
E 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 8
F I 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 7
G 1 1 1 1 I 0 0 1 1 1 0 0 8
H 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 4
I 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3
J 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2
P 9 9 8 .8 .8 7 ,5 7 .6 .4 .2 .1 ∑p = 7,4
(1-p) .1 .1 .2 .2 2 .3 .5 .3 .4 .6 .8 .9
P(1-p) .09 .09 .16 .16.16 ..21 .25 .21 .24 24 .16 -09 ∑p(1-p) =
2,06

Kuder dan Richardson merumuskan pula formula estimasi reliabilitasnya yang ke


21. Formula ini, yang dikenal pula dengan nama KR-21, dalam perhitungannya
menggunakan rata-rata harga p dari keseluruhan aitem. Rumusan formula KR-21 adalah:

 k   kp (1  p ) 
KR  21    1  
 k  1 
2
sx 
k = banyaknya aitem
p = rata-rata p, yaitu ∑p/k
sx2 = varians skor tes

Perhitungan reliabilitas KR-21 dengan menggunakan data tes pada Tabel IV. 7
adalah sebagai berikut:
k=12 ∑p =7,4 p= 7,4/12 = 0,61 7

19
l-p = 0,383 sx2=l 1,599.
12 12(0,617X0,383)
KR-21 =[ ][1- ]
12-1 11,599

KR-21 =0,824.
Tampaklah bahwa formula KR-21 menghasilkan koefisien yang lebih kecil
daripada koefisien yang dihitung oleh formula KR-20. Hal itu adalah selalu benar bila
harga p, yang menyatakan taraf kesukaran aitem-aitem dalam tes yang bersangkutan,
sangat bervariasi.
Untuk kemudahan komputasinya, formula KR-21 dapat pula dinyatakan sebagai:
k MX- Mx/k
KR-21 = [—][1-----------------------]
k-1 sx2

Mx = Harga rata-rata (mean) skor tes

C. RANGKUMAN MATERI

Pendekatan tes-ulang (test-retest merupakan salahsatu metode yang sering


digunakan dalam pengujian reliabilitas. Dalam pendekatan ini dilakukan penyajian
instrumen ukur pada satu kelompok subjek dua kali dengan memberi tenggang waktu
tertentu diantara kedua penyajian itu. Sedangkan Pendekatan reliabilitas bentuk paralel
dilakukan dengan memberikan sekaligus dua bentuk tes yang paralel itu sama lain, kepada
sekelompok subjek. Dalam pelaksanaannya, kedua tes paralel itu dapat
digabungkan terlebih dahulu sehingga seakanakan merupakan satu ituk tes. etelah
selesai dijawab oleh subjek barulah pada masing-masing tes semula dipisahkan kembali
diberi skor masing-masing, sehingga diperoleh dua distribusi skor.
pendekatan konsistensi internal prosedurnya hanya memerlukan satu kali
pengenaan sebuah tes ke pada sekelompok individu sebagai subjek (single trial
administration). Oleh karena itu pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi
yang tinggi. Membelah suatu tes menjadi beberapa bagian yang setara atau homogen
maksudnya adalah mengusahakan agar antara belahan yang satu dengan yang lain

20
memiliki jumlah aitem yang sama banyak, taraf kesukaran yang seimbang, isi yang
sebanding, dan sedapat mungkin memenuhi ciri-ciri paralelisme

D. LATIHAN
1. Bedakan dua pendekatan/metode yang digunakan untuk pengujian reliabilitas
berikut ini, disertai dengan contoh penjelasannya :
a. Pendekatan tes ulang
b. Pendekatan bentuk paralel
2. Jelaskan beberapa cara pembelahan tes yang digunakan untuk mengestimasi
reliabilitas
3. Berilah satu contoh data dan gunakan data tersebut untuk mengestimasi reliabilitas
dengan memilih salah satu formula pembelahan.

E. DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2005. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar


Azwar, S. 2001. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sumadi, S. 1998. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Andi Offset

21
22

Anda mungkin juga menyukai