PSIKOMETRI
Disusun oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
i
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
ii
BAB III
RELIABILITAS
A. TUJUAN MATERI
Memahami tentang pengertian reliabilitas, pendekatan utama dalam reliabilitas, dan
mampu mengaplikasikan komputasi reliabilitas serta mampu menjelaskan makna
reliabilitas.
B. URAIAN MATERI
1
akan jauh lebih banyak. Penggunaan subjek yang jumlahnya terlalu sedikit haruslah
dihindari dalam pengujian reliabilitas maupun validitas agar normalitas distribusi skor
dapat terpenuhi dan agar kelompok subjek yang dikenai tes merupakan sampel yang
representatif dari populasi subjek yang akan dikenai tesnantinya.
Koefisien korelasi product moment antara kedua distribusi dalam contoh di atas
adalah r = 0,933 yang merupakan koefisien reliabilitas tes tersebut. Koefisien reliabilitas
setinggi itu pada umumnya dianggap sebagai indikasi adanya kestabilan pengukuran yang
dilakukan oleh tes dari waktu ke waktu (stability over time).
Ketidaksempurnaan koefisien itu disebabkan oleh adanya berbagai sumber eror
yang menimbulkan eror secara random pada hasil pengukuran. Walaupun variasi eror itu
tidak besar akan tetapi tetap mengurangi tingginya koefisien reliabilitas sebagaimana yang
terlihat pada hasil komputasi koefisien korelasi. Tampak bahwa setelah tes dikenakan untuk
keduakalinya, sebagian subjek mengalami kenaikan skor sedangkan sebagian lagi justru
inengalami penurunan skor dibanding skor mereka pada wmktu dikenai tes pertamakali.
Perubahan skor yang tidak earah itu merupakan salahsatu bentuk eror random dan adalah
pengertian eror yang sesungguhnya dalam teori skor-murni klasikal. Apabila eror itu
terjadi secara sistematik maka tidak akan dianggap sebagai eror dan tidak lian
mempengaruhi tingginya koefisien reliabilitas.
2
Ilustrasi data pada Tabel III.2 memperlihatkan higaimana eror sistematik tidak
mempengaruhi koefisien rcliabilitas. Pada Tabel III.2 setiap subjek mendapat skor yang
berbeda secara konstan, yaitu mengalami kenaikan yang sama besar pada pengenaan tes ke
dua. Kenaikan ini merupakan eror sistematik yang tidak bervariasi, yaitu mempunyai
varians sebesar s e2 =0. Bila dikembalikan pnda konsepsi reliabilitas menurut interpretasi
nomor 6 (bab 2), yaitu rxx’ = 1 - se2/sx2, maka besarnya koefisien retiabilitas dalam ilustrasi
ini adalah rxx’ = 1 - 0/s x2 = 1,0. Dengan pendekatan tes-ulang pun koefisien yang sama
akan diperoleh bila kita menghitung korelasi antara distribusi skor X1 dan dan X2.
20 22 +2
19 21 +2
22 24 +2
17 19 +2
24 26 +2
17 19 +2
20 22 +2
15 17 +2
24 26 +2
19 21 +2
\
3
diperlihatkan apakah pengukuran itu stabil, bukan apakah pengukuran itu mengungkap
dengan tepat apa yang hendak diungkapnya.
Eror yang terjadi, baik secara random maupun sistematik, sebagian besar
diakibatkan oleh perubahan yang berlangsung pada'tenggang waktu diantara kedua
pemberian tes. Pada beberapa jenis instrumen pengukur, perjalanan waktu sangat
mempengaruhi skor yang dihasilkannya dikarenakan aspek psikologis yang diukurnya
memang sangat peka terhadap perubahan waktu.
4
Ani 100 100
Ami 108 108
Pada Tabel III.3 diperlihatkan data skor dari dua bentuk tes yang paralel setelah
dikenakan serentak pada sekelompok subjek. Komputasi koefisien korelasi product-
moment antara kedua distribusi skor tersebut menghasilkan rxx> = 0,958. Koefisien ini
merupakan koefisien reliabilitas tes yang bersangkutan.
Dalam hal pendekatan bentuk-paralel, tidak sempurnanya reliabilitas tes juga
disebabkan oleh adanya varians eror. Namun eror tersebut dapat dikatakan tidak
berkaitan dengan tenggang waktu diantara pemberian kedua tes yang paralel tersebut. Eror
yang terjadi umumnya lebih disebabkan oleh faktor-faktor yang ada dalam tes itu sendiri
atau berasal dari subjek yang diukur dan dari fihak pemberi tes.
Apabila asumsi paralelisme benar-benar terpe nuhi, yaitu bila masing-masing
tes memang menghasilkan skor-murni yang sama bagi setiap subjek, maka perbedaan
skor-tampak antara subjek yang satu dengan yang lainnya pada satu tes akan merupakan
perbedaan skor-murni mereka semata-mata sedangkan perbedaan skor-tampak diantara
kedua tes bagi setiap subjek mencerminkan eror pengukuran. Bila eror ini terjadi secara
random maka koefisien reliabilitas akan terpengaruh.
5
bagian atau belahan tes. Setiap bagian atau belahan dapat berisi beberapa aitem, bahkan
dapat berisi hanya satu aitem saja. Bila kemudian bagian-bagian tes telah diperoleh maka
reliabilitas tes diperlihatkan oleh konsistensi diantara aitem-aitem atau diantara belahan-
belahan tes tersebut.
Pembelahan tes dilakukan sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin setiap
belahan berisi aitem dalam jumlah yang sama banyak. Akan tetapi bila membagi tes
kedalam belahan yang berisi aitem dalam jumlah sama banyak tidak mungkin untuk
dilakukan, hal itu tidak merupakan masalah lagi dikarenakan sekarang ini telah tersedia
rumusan-rumusan baru guna pengujian reliabilitas terhadap tes yang dibelah menjadi
bagian-bagian yang berisi aitem dalam jumlah yang tidak seimbang.
Cara pembelahan tes tergantung pula pada sifat dan fungsi tes serta jenis skala
pengukuran yang digunakan dalam tes bersangkutan. Cara pembelahan itu, pada
gilirannya, akan ikut menentukan pula rumusan atau formula mana yang harus digunakan
dalam menghitung koefisien reliabilitasnya.
Suatu tes yang hasilnya sebagian ditentukan oleh kecepatan kerja (speeded-test),
misalnya, menghendaki cara pembelahan yang berbeda dari cara pembelahan yang
dilakukan terhadap tes yang mengukur kemampuan maksimum (power-test). Suatu tes
yang berisi aitem-aitem yamg mempunyai taraf kesukaran homogen akan lebih terbuka
terhadap berbagai cara pembelahan bila diban-dingkan dengan tes yang berisi aitem-
aitem dengan ting-kat kesukaran yang sangat bervariasi.
Tentu tidak setiap karakteristik tes menghendaki cara pembelahan khusus, akan
tetapi setiap cara pembelahan tes yang digunakan hendaknya ditekankan pada usaha
untuk memperoleh bagian-bagian atau belahan-belahan yang relatif setara.
6
sebanding, dan sedapat mungkin memenuhi ciri-ciri paralelisme sebagaimana yang
telah dikemukakan terdahulu. Walaupun tersedia rumusan guna mengestimasi
reliabilitas tes yang belahannya tidak paralel akan tetapi estimasi terhadap bagian-bagian
yang paralel itu akan lebih meyakinkan kita bahwa estimasi kita mendekati harga
reliabilitas yang sesungguhnya, bukan merupakan underestimasi (estimasi yang terlalu
rendah) bukan pula overestimasi (estimasi yang terlalu tinggi). Berikut adalah beberapa
pilihan cara untuk membelah tes menjadi dua bagian. Cara-cara ini dapat di-analogikan
apabila diperlukan untuk membelah tes menjadi lebih dari dua bagian.
Pembelahan Gasal-Genap
Pembelahan dengan cara gasal-genap (odd-even splits) sangat populer dan mudah
dilakukan. Dalam cara ini, seluruh aitem yang bernomor urut gasal dijadikan satu
kelompok menjadi belahan pertama dan seluruh aitem yang bernomor urut genap
dijadikan satu kelompok menjadi belahan ke dua. Dengan membelah secara gasal-genap
diharapkan akan diperoleh dua bagian yang setara dari segi isi dan taraf kesukaran aitem-
aitemnya.
Cara pembelahan ini dapat menghindari kemung-kinan terjadinya pengelompokan
aitem-aitem tertentu ke dalam salah-satu belahan saja. Sekalipun semula aitem-aitem
7
disusun dalam pola urutan tertentu akan tetapi sewaktu dilakukan pemisahan gasal-genap
maka aitem yang berurutan tadi akan dengan sendirinya terpisah kedalam belahan yang
berbeda.
Dengan cara ini, setiap aitem dalam tes diletakkan pada satu posisi atau titik
tertentu dalam grafik berdasarkan harga indeks kesukaran aitem (p) dan koefisien
korelasi antara aitem yang bersangkutan dengan skor tes (qx). Dengan melihat posisi aitem
pada grafik dapat diketahui bahwa setiap aitem yang letaknya berdekatan berarti memiliki
karakteristik (p dan rix) yang reiatif sama atau mirip satu sama lain (Gambar IV. 1).
Kemudian setiap dua aitem yang berdekatan tadi dapat diundi untuk menentukan mana
yang dimasukkan kedalam belahan pertama dan mana yang diikutkan kedalam belahan
8
ke dua sehingga, untuk contoh Gambar IV. 1, akan diperoleh dua belahan yang masing-
masing berisi sepuluh aitem.
Grafik pada Gambar IV. 1 disajikan untuk menjelaskan gambaran mengenai ide
matched-random subsets. Pada dewasa ini pembelahan termaksud dapat diperoleh tanpa
haras membuat grafiknya lebih dahulu, yaitu lewat bantuan komputer dengan
memasukkan saja data p dan rix setiap aitem dan meminta komputer untuk memasangkan
aitem sekaligus memilahnya kedalam dua bagian.
Umumnya untuk memperoleh dua belahan tes yang relatif paralei satu sama lain
dalam penggunaan formula Spearman-Brown, dilakukan cara pembelahan gasal-genap
atau cara matched-random subsets dikarenakan dari dua cara itulah diharapkan akan
diperoleh belahan-belahan yang paralei seperti dikehendaki.
Skor yang diperoleh subjek dalam tes dihitung terpisah untuk masing-masing
belahan sehingga setiap subjek memperoleh dua skor. Kemudian, distribusi skor subjek
pada masing-masing belahan dikorelasikan. Koefisien korelasinya kita namai r1.2 Estimasi
reliabilitas tes diperoleh dengan mengenakan formula Spearman-Brown pada koefisien
korelasi antara kedua belahan tersebut.
9
Sebagai ilustrasi penggunaan formula Spearman-Brown, digunakan data pada
Tabel IV. I yang memuat contoh skor tes yang terdiri atas 12 aitem dan dibelah menjadi
dua bagian dengan cara pembelahan gasal-genap.
Melalui komputasi korelasi product moment terhadap skor kedua belahan tes
(yang masing-masing terdiri dari 6 aitem) pada Tabel IV. 1, diperoleh koefisien korelasi
ri 2 = 0,957.
Tabel I V.I. Distribusi Skor Tes dari 10 Orang Subjek pada 12 Aitem
Nomor aitem .
Subjek Belahan X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 I 2
A 1 1 2 2 1 0 1 1 2 2 2 2 9 8 17
B 0 0 2 1 0 0 2 2 1 2 0 1 5 6 11
C 0 0 2 2 0 0 1 0 2 2 0 0 5 4 9
D 2 2 2 2 1 0 0 2 2 2 1 0 8 8 16
p 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 0 0 8 9 17
F 0 0 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 8 7 15
G 1 0 1 1 2 2 0 1 0 0 0 0 4 4 8
H 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 3 2 5
I 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 12 11 23
J 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 4 3 7
n = 1.0
Dengan demikian, koefisien reliabilitas tes (yang terdiri dari 12 aitem) adalah:
2(0,957)
S ~ B = rxx’ =
1+0,957
S ~ B = rxx’ = 0,978.
Sebagaimana telah disebutkan terlebih dahulu, formula ini hanya dapat digunakan
apabila kita percaya bahwa asumsi paralelisme diantara kedua belahan terpenuhi. Ciri
terpenuhinya asumsi termaksud antara lain adalah apabila kedua belahan tes
menghasilkan rata-rata skor (mean) yang setara dan varians skor yang sebanding.
Disamping Itu, formula Spearman-Brown hanya ikan menghasilkan estimasi
relibialitas yang cermat apabila koefisien korelasi diantara kedua belahan tes itu
tinggi, karena tingginya korelasi antara kedua belahan merupakan pula indikasi
terpenuhinya asumsi paralelisme. Pada kasus yang koefisien korelasi antara kedua belahan
10
tes tidak begitu tinggi, sebaiknya formula ini tidak digunakan dan kita beralih kepada cara
pendekatan lain.
Magnusson (1967) menyatakan bahwa metode belah-dua dapat dipakai untuk
mengestimasi kecermatan tes dalam arti ekivalensi (kesetaraan) hasil ukur kedua
belahannya. Koefisien ekivalensi ini pada dasarnya sama dengan koefisien reliabilitas.
b. Formula Rulon
Rulon (1939) merumuskan suatu formula untuk mengestimasi reliabilitas belah-dua
tanpa perlu berasumsi bahwa kedua belahan mempunyai varians yang sama.
Menurut Rulon, perbedaan skor subjek pada kedua belahan tes akan membentuk
distribusi perbedaan skor dengan varians yang besarnya ditentukan oleh varians er or
masing-masing belahan. Karena varians eror masing-masing belahan menentukan varians
eror keseluruhan tes, maka varians eror tes ini dapat diestimasi lewat besarnya varians
perbedaan skor diantara kedua belahan. Dengan demikian, dalam melakukan estimasi
terhadap reliabilitas tes, varians perbedaan skor inilah yang perlu diperhitungkan sebagai
sumber eror. Formula Rulon dirumuskan sebagai:
r
xx' = 1 – s/d 2 /sx2
sd2= Varians perbedaan skorkedua belahan
sx2 = Varians skor tes
d = Perbedaan skor kedua belahan
Ilustrasi penggunaan formula Rulon dicontohkan dengan data pada Tabel IV. 1
yang disajikan kembali dalam Tabel IV.2.
Tabel IV.2. Distribusi Perbedaan Skor Belahan dan Distribusi Skor Total Tes dari Data
pada Tabel IV. 1
Subjek Belahan 1 2 d (1-2) d2 X X2
(1+2)
A 9 8 1 1 17 289
B 5 6 -1 1 11 121
C 5 4 1 1 9 81
D 8 8 0 0 16 256
E 8 9 -1 I 17 289
F 8 7 1 1 15 225
G 4 4 0 0 8 64
H 3 2 1 1 5 25
I 12 11 1 1 23 529
J 4 3 1 1 7 49
n = 10 ∑d 2 =8 ∑x=128 ∑x 2 =1928
11
Perhitungan varians perbedaan skor dan varians skor tes terhadap data pada
Tabel IV.2 menghasilkan:
sd2 = [8 - 42/10] / 9 = 0,711 dan
sx2 = [1928 - 1282/101/9 = 32,178.
Formula Rulon juga dapat digunakan pada tes yang aitem-aitemnya diberi skor
dikotomi. Ilustrasi penggunaan formula ini dalani komputasi reliabilitas pada tes yang
aitemnya diberi skor dikotomi, dicontohkan dengan memakai data pada Tabel IV. 3.
Tabel IV.3. Distribusi Skor Aitem Dikotomi dan Skor Belahan Gasal-Genap
Nomor item Belahan
Subjek 1 2 3 10 11 12 X
4 5 6 7 8 9 1 2
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 6 12
B 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 6 5 11
C I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 5 5 10
D 1 I 1 1 1 1 I 1 1 0 0 0 5 4 9
E 1 1 1 1 I 1 1 1 0 0 0 0 4 4 8
F 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 3 4 7
G I 1 1 1 1 0 0 1 1 I 0 0 4 4 8
H 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 2 2 4
I 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 1 3
j 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2
Berikut, Tabel IV.4 memberikan ilustrasi perbedaan skor dari data pada Tabel IV. 3.
Tabel IV.4. Distribusi Perbedaan Skor Belahan dan Distribusi Skor Total Tes
dari Data pada Tabel IV.3
Belahan d x
Subjek d2
1 2 (1-2) (1+2) x2
......
A 6 6 0 0 12 144
6 6 5 1 1 11 121
C 5 5 0 0 10 100
D 5 4 1 1 9 81
E 4 4 0 0 8 64
12
F 3 4 -1 1 7 49
G 4 4 0 0 8 64
H 2 2 0 0 4 16
I 2 1 1 1 3 9
J 1 1 0 0 2 4
Perhitungan terhadap data pada Tabel IV.4 meng-hasilkan varians perbedaan skor
dan varians skor tes berikut:
sd2 = [4- (2)2 /10] / 9 = 0,399
Dengan demikian, koefisien reliabilitas untuk data ini, yang dihitung dengan
formula Rulon, adalah:
r
xx ' =1 ~ 0,399/11,599 = 0,966.
Koefisien reliabilitas Rulon yang dikenakan pada tes yang telah dibelah menjadi dua
bagian ini merupakan estimasi reliabilitas bagi keseluruhan tes sehingga tidak perlu
dikenai formula koreksi lagi.
13
yang diperoleh ternyata rendah maka kita belum dapat memastikan apakah tes yang
bersangkutan memang memiliki reliabilitas rendah ataukah hal tersebut sekedar indikasi
tidak terpenuhinya asumsi τ-equivalent (Allen & Yen, 1979).
Formula koefisien alpha untuk estimasi reliabilitas tes belah-dua dirumuskan sebagai
berikut:
S12 + s22
rxx’ > α = 2 [ 1 - ]
Sx2
Untuk ilustrasi penggunaan formula alpha, kita kembali kepada data pada Tabel IV. 1.
Skor pada belahan 1 kita beri simbol Yl dan skor pada belahan 2 kita beri simbol Y2
sehingga skor total X sama dengan Y1+Y2. Dari Tabel I V.I diperoleh:
∑Y12 = 508 dan ZY1 = 66, varians belahan Yl adalah s12 = [508 - (662)/10]/9 =
8,044.
∑Y22 = 460 dan ZY2 = 62, varians belahan Y2 adalah s22 = [460 - (622)/10]/9 =
8,399.
∑X22= 1928 dan ZX = 128, varians skor total X adalah sx2 = [1928 -
(1282)/10]/9 = 32,178
Dengan demikian, koefisien alpha untuk data ini dapat dihitung sebagai
8,044 + 8,399
α = 2 [ 1-------------------------] = 0,978.
32,178
Formula alpha dapat pula digunakan pada tes yang aitem-aitemnya diberi skor
dikotomi. Untuk ilustrasinya kita kembali ke data tes pada Tabel IV. 3.
Komputasi varians belahan tes pada Tabel IV. 3 menghasilkan s 12 = 3,067 dan S 22
= 2,933 sedangkan varians skor total adalah s x2 = 11,599. Koefisien alpha yang
dihasilkan adalah
3,067 + 2,933
α = 2 [ 1-------------------------] = 0,965.
14
11,599
Ternyata bahwa koefisien alpha yang dihasilkan pada kedua contoh di atas
identik dengan koefisien yang dihitung oleh formula Rulon. Hal itu memang akan selalu
benar bila kedua formula dikenakan pada tes yang sama yang dibelah menjadi dua bagian.
Sebagai ilustrasi pemakaian formula umum koefisien alpha akan diberikan contoh
penggunaannya terhadap data tes pada Tabel IV. 1 yang, dalam contoh ini., dibelah
menjadi tiga bagian dan disajikan kembali dalam Tabel IV.5.
Untuk menggunakan formula alpha disyaratkan adanya homogenitas isi belahan
agar estimasi yang diperoleh dapat mendekati reliabilitas yang sebenarnya. Untuk
15
kepentingan contoh cara perhitungan, data pada Tabel IV.5 kita anggap telah memenuhi
persyaratan tersebut.
Tabel IV.5. Distribusi Skor Tes dari Tabel IV.l Setelah dibelah Menjadi Tiga Bagian
Nomor aitem Belahan
Skor
Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 123 X
A 1 1 2 2 1 0 1 1 2 2 22 656 17
B 00210 0 2 212 01 524 11
c 0 0 2 2 0 0 1 0 2 2 00 504 9
D 2 2 2 2 1 0 0 2 2 2 10 664 16
E 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 00 755 17
F 0 0 2 2 2 2 1 1 1 1 21 456 15
G 1 0 1 1 2 2 0 1 0 0 0 0 233 8
H 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 122 5
I 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 22 878 23
J 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 322 7
n=10
Perhitungan terhadap varians skor belahan dan irians skor total terhadap data
tabel IV.5 menghasilkan SI2 = 4,899; s22 = 4,899; s32 = 3,599; s x2 = 32,178.
Bonyaknya belahan adalah k = 3, sehingga koefisien rcliabilitas alpha untuk data ini
adalah
= 0,875
16
Kemudian untuk memberikan contoh ilustrasi pemakaian formula-α pada tes yang
aitem-aitemnya diberi skor dikotomi, kita kembali melihat data pada Tabel IV.3. Dengan
cara yang sama, tes termaksud kita belah menjadi tiga bagian. Hasilnya disajikan pada Tabel
IV.6.
Tabel IV.6. Distribusi Skor Tes dan Tabel IV.3 Setelah Dibelah Menjadi Tiga
Bagian
Nomor aitem
Subjek Belahan 1 2 3 Skor X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A I 11 11 1 1 1 1 1 1 I 4 4 4 12
B 1 11 1 1 1 1 11 1 1 0 4 4 3 11
C 1 11 11 1 1 1 1 1 0 0 4 3 3 10
D 1 11 11 1 1 1 1 0 0 0 3 3 3 9
E I 11 1 1 1 1 1 0 0 0 0 3 3 2 8
F 1 11 11 1 0 1 0 0 0 0 2 3 2 7
G 1 11 11 0 0 1 1 1 0 0 3 3 2 8
H 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 2 1 4
I 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 3
J 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 \ 0 1 2
n= 10
Perhitungan varians skor masing-masing belahan dan varians skor tes pada
data pada Tabel IV.6 menghasilkan s 12 = 1,599; s22 = 1,599; s 32 = 1,067; dan sx2 =
11,599. Jadi koefisien alpha adalah:
= 0,948.
17
Bila suatu tes berisi aitem-aitem yang diberi skor dikotomi sedangkan jumlah
aitemnya sendiri tidak begitu banyak, kadang-kadang membagi tes menjadi dua bagian
tidak dapat menghasilkan bagian yang setara sedangkan membagi tes menjadi lebih dari
dua belahan akan meng-akibatkan jumlah aitem dalam setiap belahan terlalu sedikit.
Bila dalam belahan hanya berisi sedikit aitem, komputasi reliabilitasnya tidak dapat
menghasilkan estimasi yang cermat.
Salah-satu cara yang dapat dilakukan adalah membelah tes tersebut menjadi
sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap belahan berisi hanya satu aitem saja.
Kemudian estimasi reliabilitasnya dilakukan melalui formula alpha, yang disesuaikan, yang
dikenal dengan nama formula Kuder-Richardson-20 atau KR-20 (Kuder & Richardson, 1937)
dan dikenal pula dengan nama koefisien α-20 (Cronbach, 1951).
Koefisien KR-20 atau α-20 merupakan rata-rata estimasi reliabilitas dari semua
cara belah-dua yang mungkin dilakukan. Koefisien ini juga mencerminkan sejauhmana
kesetaraan isi aitem-aitem dalam tes.
Rumusan formula Kuder-Kichardson-20 adalah:
k ∑p(l-p)
KR-20 = [—][ 1--------------------]
k-1 s2
18
Koefisien KR-20 untuk data pada Tabel IV. 7. adalah:
12 2,06
KR-20 = [---------] [ 1- ------------] = 0,897.
12-1 11,599
Tabel IV.7. Distribusi Skor Tes dari Tabel IV.3 untuk Komputasi
Koefisien Reliabilitas KR-20
Nomor aitem
Subjek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 X
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
B 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11
C 1 1 1 1 I 1 1 1 1 1 0 0 10
D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9
E 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 8
F I 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 7
G 1 1 1 1 I 0 0 1 1 1 0 0 8
H 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 4
I 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3
J 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2
P 9 9 8 .8 .8 7 ,5 7 .6 .4 .2 .1 ∑p = 7,4
(1-p) .1 .1 .2 .2 2 .3 .5 .3 .4 .6 .8 .9
P(1-p) .09 .09 .16 .16.16 ..21 .25 .21 .24 24 .16 -09 ∑p(1-p) =
2,06
k kp (1 p )
KR 21 1
k 1
2
sx
k = banyaknya aitem
p = rata-rata p, yaitu ∑p/k
sx2 = varians skor tes
Perhitungan reliabilitas KR-21 dengan menggunakan data tes pada Tabel IV. 7
adalah sebagai berikut:
k=12 ∑p =7,4 p= 7,4/12 = 0,61 7
19
l-p = 0,383 sx2=l 1,599.
12 12(0,617X0,383)
KR-21 =[ ][1- ]
12-1 11,599
KR-21 =0,824.
Tampaklah bahwa formula KR-21 menghasilkan koefisien yang lebih kecil
daripada koefisien yang dihitung oleh formula KR-20. Hal itu adalah selalu benar bila
harga p, yang menyatakan taraf kesukaran aitem-aitem dalam tes yang bersangkutan,
sangat bervariasi.
Untuk kemudahan komputasinya, formula KR-21 dapat pula dinyatakan sebagai:
k MX- Mx/k
KR-21 = [—][1-----------------------]
k-1 sx2
C. RANGKUMAN MATERI
20
memiliki jumlah aitem yang sama banyak, taraf kesukaran yang seimbang, isi yang
sebanding, dan sedapat mungkin memenuhi ciri-ciri paralelisme
D. LATIHAN
1. Bedakan dua pendekatan/metode yang digunakan untuk pengujian reliabilitas
berikut ini, disertai dengan contoh penjelasannya :
a. Pendekatan tes ulang
b. Pendekatan bentuk paralel
2. Jelaskan beberapa cara pembelahan tes yang digunakan untuk mengestimasi
reliabilitas
3. Berilah satu contoh data dan gunakan data tersebut untuk mengestimasi reliabilitas
dengan memilih salah satu formula pembelahan.
E. DAFTAR PUSTAKA
21
22