Anda di halaman 1dari 8

BAB 10

INTERPRETASI SKOR

Oleh
S. Sulistiyono

INTERPRETASI SKOR

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 76 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana
A. Pengantar
Kita yang berkecimpung di bidang psikologi harus menyadari bahwa
pengukuran psikologis tidaklah secermat pengukuran fisik, dan kita perlu
mengevaluasi taraf kecermatannya. Kita harus tahu bagaimana dan dengan cara
bagaimana penggunaan informasi hasil tes itu tepat atau tidak tepat. Untuk itu
maka perlu memahami makna sesuatu skor dan skor itu menyatakan apa,
bagaimana skor dari instrumen lain yang dimaksudkan untuk mengukur hal yang
sama, untuk individu yang sama dan individu yang berbeda, yang berasal dari
pengganaan tes pada waktu yang sama dan pada waktu yang berlainan,
bagaimana hubungan skor tersebut dengan skor yang dimaksudkan untuk
mengukur hal yang berbeda.
Makna skor merupakan hal esesnsial dalam penggunaan tes psikologis,
karena tanpa makna skor itu sendiri tidak ada artinya, dan tanpa skor yang
bermakna untuk menggambarkan hasil tes, tes itu akan hilang fungsinya sebagai
instrumen pengukur.
Pemberian makna pada skor dapat melalui dua cara yaitu, pertama, nilai
itu merupakan indeks kemampuan menyelesaikan berbagai bentuk tugas yang
dihadapi (acuan kriteria), dan ke dua, nilai merupakan kedudukan relatif
seseorang dalam suatu kelompok (acuan norma). Cara yang pertama dapat
melihat apa yang dapat dilakukan seseorang, dan cara kedua dapat mengetahui
bagaimana jika subjek itu dibandingkan dengan yang lainnya. Secara tradisional
orang cenderung memberikan makna skor dengan menggunakan acuan norma,
namun sekarang lebih banyak menggunakan keduanya. Pertimbangannya
adalah bahwa dalam membuat norma memerlukan : (1) pemahaman cara-cara
mengekspresikan skor (angka hasil) tes, (2) kejelasanarti atau makna dari norma
kelompok tersebut, sedangkan acuan kriteria memerlukan analisis berdasarkan
sasaran atau kelompok isi.
Pemberian makna skor tes itu sederhana (mudah) jika satuan ukuran
yang digunakan itu sama besarnya dan dapat dibandingkan seperti dalam

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 77 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana
pengukuran di bidang fisika, yaitu berat, jaraj, waktu, dll. Akan tetapi ternyata
pengukuran di bidang psikologi maupun sosial tidak semudah itu. Misalnya
seseorang mengerjakan tes matematika terdiri dari 100 soal, jika salah semua
tidak berarti bahwa orang tersebut tidak tahu sama sekali tentang matematika,
sementara yang dapat mengerjakan dengan benar 50 soal juga tidak berarti
mempunyai kemampuan separohnya jika dibanding dengan dapat mengerjakan
benar 100 soal. Demikian juga skor 40 di bidang matematika, belum tentu sama
dengan skor 40 dibidang IPS atau biologi, dsb. Hal ini dikarenakan butir-butir
soal tes tersebut belum mempunyai satuan yang sama seperti ukuran berat,
panjang, dan waktu. Untuk mengatasi kekurangan tersebut kita perlu berusaha
mengurangi mengenai perbedaan satuan ukuran tersebut. Tetapi di samping itu
kita masih mempunyai masalah lain, yaitu, masalah perbedaan cara pemberian
nilai, yang masing-masing mempunyai ciri dan keterbatasan yang unik.

B. Metode Interpretasi Skor

Hasil ukur yang berupa skor mentah belum mempunyai arti apa-apa, jika
belum dikonversikan dengan menggunakan acuan/rujukan tertentu (acuan
kriteria ataukah acuan norma). Acuan kriteria dapat memberikan makna hasil tes
tanpa harus membandingkan dengan yang lain, dan hasilnya dapat memberikan
arti sejauhmana subjek yang dites telah menguasai materi, sejauh jika tes
tersebut memang dirancang untuk itu.

1. Acuan kriteria untuk tes yang terstandard


Sekalipun tes baku itu telah dirancang untuk menggunakan acuan
norma, akan tetapi akan sangat berarti jika dibuat acuan kriteria dengan
beberapa pembagian. Norma bukanlah sama dengan standard atau baku, jadi
norma tes bukan berarti tes yang telah dibakukan. Orang sering menamakan
antara norma dan standard dalam mengartikan hasil pengukuran atau testing,

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 78 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana
karena kedua istilah ini sering digunakan dalam kesempatan yang
bersamaan. Tes standard adalah tes yang objektif, yaitu tes yang telah melalui
proses pengolahan yang sangat cermat dan ketat menuju standarisasi.
Memang membuat tes yang standard atau tes yang baku harus melalui
norma-norma yang digunakan, tetapi juga harus memlaui beberapa langkah
proses pembakuan, yaitu :
a. Pemurnian isi tes (content refinement)
Langkah ini ditempuh dengan cara telaah dan evaluasi butir-butir soal.
Setiap butir soal ditelaah dari segi bahasa, isi, dan konstruksi, serta
dievaluasi secara statistika dalam rangka menyingkirkan butir-butir soal
yang tidak baik.
b. Administrasi tes
Tes yang baku petunjuknya dirumuskan dengan jelas dan pasti dengan
rumusan perintah dan batasan waktu yang pasti (tepat).
c. Skoring dan penilaian
Untuk skoring dan penilaian telah dibuat pedomannya dengan rinci dan
jelas.
d. Tabel norma
Yaitu tabel yang digunakan untuk mentransformasikan skor ke dalam arti
tertentu atau menjadi nilai.

Jadi norma hanyalah transformasi skor ke dalam nilai yang berskala


ubahan atau derived score berdasarkan acuan perilaku dari sekelompok
besar sampel yang mewakili ciri-ciri perilaku atau kinerja tertentu. Dengan
demikian norma bukanlah standard atau baku, tetapi merupakan
penggambaran ciri atau kinerja tertentu.

2. Acuan Norma

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 79 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana
Suatu hal yang jarang terjadi hasil tes atau data mentah dari tes
dapat diartikan langsung mempunyai arti sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Biasanya skor tersebut harus dilakukan konversi ke dalam skala
berdasarkan norma tertentu. Macam-macam konversi yang sering digunakan
antara lain :
a. Skor Status yaitu hasil tes dibandingkan dengan kinerja sekelompok orang
tertentu , misalnya kelas, wilayah, atau sampel lainnya. Status orang
tersebut biasanya kelihatan dalam persentil, atau nilai standard, atau nilai
T, Stenine, Stenel, dan sebagainya.
b. Skor perkembangan yaitu hasil tes dibandingkan dengan serangkaian
acuan kelompok lain yang disesuaikan dengan perkembangan, misalnya
usia, cara ini sering disebut dengan grade equivalent.
c. Skor profil, yaitu skor mentah dibandingkan dengan penyebaran nilai atas
profil tertentu sehingga hasilnya mempunyai arti dibandingkan dengan
profil tersebut.
d. Skor Subtes, adalah data mentah hasil pengetesan dibandingkan dengan
kelompok pada subtes tertentu, tidak pada semua rangkaian, karena
adanya pertimbangan psikometri tertentu atas perkembangan keandalan
tes tersebut.

Norma (patokan) seringkali dikaitkan dengan nilai rata-rata sebagai


dasar perbandingan dan biasanya dikaitkan dengan acuan kelompok tertentu
sebagai referensi. Distribusi nilai-nilai itu telah ditentukan dan dianggap atau
diasumsikan mendekati bentuk kurve normal. Biasanya nilai-nilai tersebut
ditabelkan pada setiap pedoman alat tes. Tabel-tabel norma memberikan
petunjuk secara khusus mengenai hubungan antara skor mentah hasil tes
dengan nilai ubahan (derived score) yang dapat diinterpretasikan dengan
maksud atau arti tertentu.
Mengapa diperlukan norma?

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 80 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana
Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dicontohkan, misalkan kepada
seorang testee bernama Evi diberikan tes DAT (diferensial aptitude tes) yang
terdiri atas 10 sub tes, pada sub tes pertama dan ke dua yaitu “verbal
reasoning” dan “numerical ability” masing-masing mendapat skor 32 dan 29.
Skor tersebut bagi kita belum memberikan informasi yang berarti. Skor
tersebut perlu diubah menjadi nilai sehingga mempunyai pengertian yang
sama untuk setiap orang. Pengubahan skor menjadi nilai dapat ditempuh
dengan beberapa cara, antara lain dengan berdasarkan persentase. Jika skor
Evi diubah berdasarkan persentase akan menjadi 65 dan 70. Dengan (skor
ubahan) nilai tersebut kita memperoleh informasi agak lebih jelas. Namun
demikian kita masih memerlukan informasi bagaimana jika dibandingkan
orang lain dalam kelompok tersebut. Di samping itu distribusi skor kelompok
pada saat ini berbeda dengan distribusi skor dimasa yang akan datang,
sehingga kriteria yang ditentukan tidak sesuai lagi dengan keadaan yang akan
datang karena ada perubahan kebijaksanaan atau perubahan keadaan.
Dengan demikian norma ini akan sangat dipengaruhi oleh faktor kekinian,
representativitas, dan relevansi. Jadi norma dapat tidak berlaku lagi karena
adanya perubahan kebijaksanaan, adanya kesalahan sampling atau
kesalahan pengukuran, atau ketidak sesuaian antara kelompok subjek
sasaran ukur dengan kelompok subjek referensi.
Dengan demikian setiap buku tes atau alat tes seharusnya dilengkapi
dengan norma dan memuat informasi tentang kapan tes itu disusun dan
dinormakan, pada kelompok mana norma itu dibuat, dan bagaiman distribusi
skor pada saat penyusunan norma tersebut, serta bagaimana cara
transformasi skor mentah menjadi nilai ubahan yang komunikatif. Di samping
itu dalam buku petunjuknya juga harus termuat bagaimana cara pelaksanaan
atau administrasi tes, waktu penyelenggaraan tes, prosedur atau petunjuk
pengerjaan setiap bagian tes.

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 81 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana
3. Transformasi Skor
Agar skor tes seorang subjek dapat diperbandingkan dengan skor
tes subjek lainnya atau hasil tes yang satu dapat diperbandingkan dengan
hasil tes lainnya pada subjek yang sama, maka skor-skor tes tersebut perlu
ditransformasikan menjadi nilai.
Beberapa jenis transformasi nilai yang sering digunakan antara lain
adalah :
a. Rentang persentil
b. Nilai Z dan T dengan cara linear
c. Stanine
d. Stanel
e. Skor Z dan T dengan cara dikurvenormalkan
f. Kesamaan bentuk penyebaran dengan kurve normal
g. Kesamaan tingkat (grade)
h. Skor berskala dan Item response theory
i. Deviation IQ

4. Skala Pengukuran

yang dengan

atau

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 82 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana
Makna skor diperoleh dengan cara mendefinisikan skor tersebut ke dalam
suatu skala tertentu. Selanjutnya pemakai tes menginterpretasikan skor tes agar
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Untuk dapat memberikan
interpretasi terhadap skor tersebut diperlukan suatu pedoman atau pegangan.
Ada dua macam rujukan yang dapat dijadikan pedoman, yaitu rujukan berupa
norma (atau dikenal dengan PAN) dan kriteria (dikenal dengan PAP). Dalam
pengukuran psikologis paling banyak digunakan rujukan yang berupa norma.

C. Penyusunan Skala

Psikometri Pusat Pengembangan Bahan Ajar


‘11 83 S. Sulistiyono, M.Psi. Universitas Mercu Buana

Anda mungkin juga menyukai