Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MAKALAH

Mental Imagery and Cognitive Maps

Dosen:
Dr. Dwijanto, M.S
Dr. Scolastika Mariani, M.Si

Disusun oleh: Emy Sohilait, NIM. 0401621025


Mata Kuliah: Psikologi Kognitif

PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Mental Imagery dan Cognitive
Maps” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah dan juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang filsafat matematika dan pendidikan matematika bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Dwijanto M.S dan ibu Dr.
Scolastika Mariani, M.Si sebagai dosen pengampu matakuliah. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 31 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................4
A. Latar Belakang ...........................................................................................5
B. Rumusan Masalah.......................................................................................5
C. Tujuan Penulisan Makalah.........................................................................5
D. Manfaat Penelitian......................................................................................5
BAB 1 PEMBAHASAN.................................................................................6
A. Karakteristik dari mental imagery..............................................................6
B. Penelitian Neuroscience kognitif ...............................................................21
C. Cognitive maps...........................................................................................22
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Imagery bergantung pada proses top-down, karena reseptor sensorik anda


tidak menerima input apapun ketika anda mencoba menciptakan sebuah mental
image. Sebelumnya, kita telah membahas proses perseptual di bab 2 dan 3. Bertolak
belakang dengan imagery, proses persepsi mengharuskan kita untuk menerima
informasi melalu reseptor organ-organ sensorik seperti mata dan telinga (Stephen M.
Kosslyn, Ganis, & Thompson, 2001). Sebagaimana yang telah kita tekankan
sebelumnya, persepsi membutuhkan proses bottom-up dan top-down.
Kita menggunakan imagery beragam tugas kognitif yang familiar (Denis,
Mellet, & Kosslyn, 2004; B. Tversky, 2009). Imagery relevant dengan apa yang
telah kita bahas di bagian awal buku ini, dan juga dengan bagian selanjutnya.
Misalnya, di bab 11 kita akan membahas bahwa imagery sangat berguna ketika kita
ingin menyelesaikan soal atau masalah spasial atau mengerjakan tugas yang
membutuhkan kreatifitas. Sebagai tambahan, beberapa profesi juga menenkankan
perlunya mental imagery. Maukah anda terbang dalam sebuah pesawat jika pilotnya
memiliki kemampuan spasial yang lemah? Imagery juga berguna dalam psikologi
klinis. Misalnya, seorang therapist sering mengatasi masalah seperti phobia dan
gangguan obsesif-impulsif dengan cara menganjurkan kliennya menggunakan
mental imagery (Singer, 2006).
Imagery jenis apa yang paling sering kita gunakan?(S. E. Kosslyn, Seger,
Pani, & Hillger, 1990) meminta siswa untuk menulis diari mengenai mental imagery
mereka. Hasilnya adalah 2/3 dari mental imagery siswa tersebut adalah visual.
Images untuk mendengar, menyentuh, mengecap, dan membau lebih jarang ditemui.
Ahli psikologi menunjukkan ketidakseimbangan semacam ini dalam pilihan
penelitian mereka. Peneliti biasanya meneliti topik seperti imagery pendengaran atau
imagery penciuman. Namun, sebagian besar penelitian menyelidiki imagery visual
(Belardinelli et al., 2004; Djordjevic, Zatorre, Petrides, & Jones-Gotman, 2004;
Reisberg & Heuer, 2005)
Wilhelm Wundt dan ahli psikologi terdahulu menganggap imagery sebagai
bagian penting dari disiplin ilmu psikologi (Palmer, 1999). Bertolak belakang
dengan hal tersebut, para ahli behavioris seperti John Watson sangat menentang
4
penelitian mengenai mental imagery karena tidak dapat dihubungkan dengan
perilaku yang dapat diamati. Akibatnya, ahli psikologi Amerika Utara jarang
meneliti imagery selama periode tahun 1920 – 1960 (Stephen M. Kosslyn,
Thompson, & Ganis, 2010). Seiring popularitas yang didapat psikologi kognitif,
peneliti menemukan kembali imagery. Topik ini berlanjut menjadi sangat penting
dalam psikologi kognitif kontemporer (Allen, 2003; Stephen M. Kosslyn et al.,
2010).
Bab ini membahas tiga aspek imagery yang telah memikat peneliti
komtemporer. Pertama, kita akan mempelajari karakteristik dari mental images,
dengan penekanan pada cara bagaimana kita mengubah image-image ini. Kemudian
kita akan menggali beberapa penelitian kognitif neurosains mengenai beberapa jenis
mental imagery. Topik terakhir yang akan kita bahas adalah peta kognitif, atau
penggambaran mental terhadap informasi geografis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteritistik dari mental imagery?
2. Apa yang dimaksudkan dengan penelitian Neuroscience kognitif tentang citra
mental?
3. Apa yang dimaksudkan dengan cognitive maps
C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan karakteritistik dari mental imagery
2. Menjelaskan penelitian Neuroscience kognitif tentang citra mental
3. Menjelaskan cognitive maps
D. Manfaat Penelitian
Meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi penyusun dan pembaca.

5
BAB 2
A. Karakteritistik dari mental imagery
1. Pengantar
Luangkan waktu sejenak untuk menciptakan gambaran mental yang
jelas dari sampul buku teks ini. Pastikan untuk menyertakan detail seperti
ukuran, bentuk, dan warnanya, serta foto cangkang nautilus. Selanjutnya, buat
"cognitive map" dari rute paling langsung antara lokasi Anda saat ini dan toko
kelontong terdekat. Tugas-tugas ini membutuhkan perumpamaan,yang
merupakan representasi mental dari rangsangan ketika rangsangan tersebut
tidak ada secara fisik (Stephen M. Kosslyn et al., 2002). Dengan demikian
yang dimaksudkan dengan imagery adalah membayangkan sesuatu yang
sebelumnya tidak kita ketahui (daya bayang yang susah dideskripsikan).
Pencitraan bergantung secara eksklusif pada pemrosesan top-down,
karena reseptor sensorik kita tidak menerima input apa pun saat kita membuat
citra mental (Stephen M. Kosslyn, Thompson, Wraga, & Alpert, 2001).
Berbeda dengan citra, persepsi mengharuskan kita untuk mendaftarkan
informasi melalui reseptor di organ sensorik kita, seperti mata dan telinga
kita (Stephen M. Kosslyn, Ganis, et al., 2001). Seperti yang kami tekankan
sebelumnya, persepsi membutuhkan pemrosesan dari bawah ke atas dan dari
atas ke bawah.
2. Mental imagery
Seperti yang kita mungkin harapkan, penelitian mengenai mental imagery sulit
dilakukan, terumata karena peneliti tidak dapat secara langsung mengamati mental
image dan mental image tersebut dapat hilang dengan cepat. Namun, ahli psikologi
telah memodifikasi beberapa teknik penelitian yang dikembangkan untuk meneliti
persepsi visual. Teknik ini kini dapat diterapkan pada mental images (Allen, 2003).
Sebagai hasilnya, penyelidikan mengenai imagery telah membuat perkembangan yang
mengesankan. Silahkan coba demonstrasi 7.2.

6
(Stephen M. Kosslyn et al., 2010) menggunakan istilah imagery debate
(perdebatan imagery) untu sebuah kontroversi yang penting; Apakah mental images
yang kita miliki mewakiliki persepsi (menggunakan kode analogi), atau apakah mental
images tersebut mewakili bahasa (menggunakan kode proporsional)? Kami akan
memperkenalkan kontroversi tersebut dan kemudian kita kembali membahas jawaban
di atas secara lebih mendalam.
Sebagian besar ahli teori mengemukakan bahwa informasi mengenai suatu
mental image disimpan dalam bentuk kode analog (Howes, 2014; Stephen M. Kosslyn
et al., 2010; Reisberg, Pearson, & Kosslyn, 2003). Suatu kode analog (yang disebut
juga representasi depiktif atau representasi pictorial) adalah representasi yang
mendekati objek fisik. Perhatikan bahwa analog merupakan bentuk analogi, seperti
analogi antara objek sebenarnya dengan mental image.
Berdasarkan pendekatan kode analog, mental imagery relatif dekat dengan
persepsi (B. Tversky, 2009). Ketika anda melihat suatu foto segitiga, fitur fisik dari
segitiga tersebut diterima otak anda dalam suatu bentuk yang menunjukkan hubungan

7
fisik antara tiga garis. Pendukung pengkodean analog mengemukakan bahwa mental
image anda mengenai segitiga diterima dengan cara yang sama, menunjukkan
hubungan yang sama antara garis-garis dalam segitiga tersebut. Meskipun demikian,
para pendukung pendekatan ini tidak mengemukakan bahwa manusia benar-benar
memiliki sebuah gambar dalam pikiran mereka (Stephen M. Kosslyn et al., 2010).
Lebih jauh lagi, mereka mengemukakan bahwa manusia sering gagal dalam
memperhatikan detil-detil secara tepat ketika mereka melihat sebuah objek. Serupa
dengan hal ini, detil-detil tersebut sering hilang dari mental images mereka mengenai
objek (Howes, 2014; Stephen M. Kosslyn et al., 2010).
Berlawanan dengan posisi kode analog, ahli teori lainya mengemukakan
bahwa kita menyimpan images dalam bentuk kode proporsional (Pylyshyn, 1984,
2003, 2006). Sebuah kode proporsional (yang disebut juga representasi deskriptif)
adalah representasi menyerupai bahasa yang abstrak; penyimpanannya tidak dalam
bentuk visual atau spasial, dan tidak secara fisik mewakili stimuli sebenarnya.
Berdasarkan pendekatan kode proporsional, mental imagery relatif cukup dekat
dengan bahasa, bukan persepsi. Misalnya, ketika anda mencoba menciptakan sebuah
mental image dari segitiga, otak anda akan menerima deskripsi bahasa mengenai
garis-garis dan sudut. Ahli teori belum menspesifikasi karakteristik dari deskripsi
verbal ini. Namun, deskripsi ini bersifat abstrak, dan tidak mewakili bahasa asli
manapun, seperti bahasa Inggris atau Indonesia (Stephen M. Kosslyn et al., 2010).
Kontroversi mengenai pengkodean analog dan proporsional masih belum
terselesaikan. Sebagina besar orang yang melakukan penelitian mengenai imagery
visual mendukung posisi analog, mungkin karena mereka sendiri mengalami secara
nyata penggambaran menyerupai images (Reisberg et al., 2003). Seperti sebagian
besar kontroversi dalam psikologi, baik pendekatan analog maupun proporsional
mungkin benar, paling tidak secara terpisah. Seiring anda membaca bab ini, silahkan
pisahkan mana yang penelitian yang mendukung masing-masing pendekatan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa mental imagery adalah topik yang
menantang untuk diteliti. Dibandingkan dengan topik seperti memori verbal, mental
imagery lebih bersifat sangat luas dan tidak dapat diakses. Para peneliti telah mencoba
menyerang masalah ini dengan logika berikut: jika sebuah mental image benar-benar
mewakili sebuah objek, maka manusia harus membuat penilaian mengenai mental
image tersebut dengan cara yang sama ketika mereka menilai objek nyata tersebut.

8
Misalnya, kita seharusnya bisa memutar mental image yang kita miliki sebagaimana
kita memutar benda nyata. Penilaian mengenai jarak dan bentuk juga seharunya
serupa. Sebagai tambahan, mental image dari suatu benda seharusnya berbaur dengan
persepsi dari benda tersebut. Selanjutnya, kita seharusnya bisa menemukan 2
interpretasi dari satu mental image mengenai figure yang ambigu, dan kita seharusnya
mampu menciptakan efek visual ketika kita menciptakan mental image. Mari kita lihat
potensi kesamaan mental imagery dengan persepsi.
3. Imagery dan rotation
Andaikan anda adalah seorang peneliti yang ingin meneliti apakah manusia
memutar mental image-nya dengan cara yang sama ketika mereka memutar benda
nyata. Sekilas anda dapat berpikir untuk menanyakan kepada orang-orang yang anda
temui secara sederhana untuk menganalisa mental image mereka dan menggunakan
jawaban-jawaban tersebut sebagai dasar untuk menggambarkan mental imagery.
Namun, laporan introspektif ini dapat bersifat tidak akurat dan bias, karena manusia
mungkin saja tidak mempunya akses secara sadar terhadap proses yang berhubungan
dengan mental imagery kita (Farah, Hammond, Levine, & Calvanio, 1988; Pinker,
1984; Pylyshyn, 2006). Mari kita lihat beberapa penelitian terkait mental imagery
berikut ini.
 Penelitian Shepard dan Metzler
Demosntrasi 7.2 adalah gambaran klasik percobaan yang dilakukan (Shepard
& Metzler, 1971). Mereka meminta 8 peserta untuk menilai 1600 pasang gambar
semacam ini. Peserta diminta untuk menarik sebuah knop dengan tangan kanan jika
pasangan gambar tersebut sama, dan menarik knop dengan tangan kiri jika gambarnya
tidak sama. Peneliti menghitung waktu yang dibutuhkan peserta untuk membuat
keputusan. Dengan begitu, variable terikatnya adalah waktu reaksi. Pada demonstrasi
7.2 pasangan A dan B adalah pasangan dengan gambar yang sama. Gambar 7.1
menunjukkan hasil penelitian masing-masing untuk pasangan A dan B. Pasangan A
pada demonstratsi 7.2 membutuhkan rotasi 2-dimensi, sama dengan merotasi gambar
datar. Sebaliknya pasangan B membutuhkan rotasi 3- dimensi, sama dengan merotasi
benda menurut kedalamannya. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh kedua grafik,
keputusan peserta sangat dipengaruhi oleh jumlah rotasi yang dibutuhkan untuk
mencocokan satu gambar dengan pasangannya. Selain itu juga terlihat bahwa peserta
membutuhkan waktu yang sama ketika melakukan rotasi 2-dimensi dan 3-dimensi.

9
Sebagaimana yang anda bisa lihat, hubungan antara rotasi dan waktu reaksi berbentuk
garis lurus. Dengan demikian, penelitian ini mendukung kode-analog, karena anda
akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memutar objek sebenarnya 160 derajat
dibandingkan 20 derajat. Sebaliknya, kode proporsional akan memprediksikan waktu
reaksi yang sama untuk kedua kondisi sudut rotasi tersebut, deskripsi verbal mengenai
gambar tidak akan dipengaruhi oleh jumlah rotasi.

 Penelitian terbaru mengenai Mental Rotation


Penemuan mendasar mengenai hubungan antara rotasi dan waktu reaksi telah
direka-ulang berkali-kali. Dengan menggunakan berbagai stimuli seperti huruf dalam
alfabet, peneliti telah menemukan hubungan yang jelas antara sudut rotasi dengan
waktu reaksi (Bauer & Jolicoeur, 1996; Cooper, Lang, & M, 1996; Stephen M.
Kosslyn et al., 2010). Kita mengetahui bahwa orang tua melakukan mental-rotation
task lebih lambat dari orang muda. Sebaliknya, usia tidak secara konsisten
berhubungan dengan keterampilan imagery lainnya seperti rasa dalam arah atau
kemampuan untuk membaca mental images (Beni, Pazzaglia, Gardini, & Simona,
2006; Stephen M. Kosslyn, Alpert, & Thompson, 1995). Namun, secara mengejutkan,
latihan terhadap satu mental-rotation task tidak akan meningkatkan kemampuan anda
dalam mental-rotation task yang lain (Sims & Mayer, 2002). Secara umum, penelitian
mengenai rotasi figur geometrik memberikan beberapa dukungan yang sangat kuat
untuk pendekatan pengkodean-analog. Kita cenderung memperlakukan mental image
dengan cara yang sama ketika kita memperlakukan benda fisik yang nyata.
4. Imagery dan jarak
Stephen Kosslyn adalah satu dari banyak peneliti penting dalam bidang mental

10
imagery. Beberapa dari penelitian awalnya fokus pada hubungan antara jarak dua titik
dalam satu mental image dengan waktu respon peserta. Misalnya, (Stephen M.
Kosslyn, Ball, & Reiser, 1978) menunjukkan bahwa manusia membutuhkan waktu
lama untuk membaca jarak antara dua titik yang terpisah jauh dalam satu mental map
yang mereka ciptakan sendiri. Sebaliknya, manusia dapat membaca jarak antara dua
titik yang berdekatan dengan sangat cepat. Penelitian berikutnya membenarkan bahwa
terdapat hubungan yang linear antara jarak yang akan dibaca pada satu mental image
dan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk membaca jarak ini. (Denis & Kosslyn,
1999b; Stephen M. Kosslyn et al., 2010).
Para peneliti juga telah merancang study tambahan mengenai imagery dan
jarak sehingga mereka bisa menyelidiki isu-isu penting mengenai metode penelitian.
Dapatkah hasil penelitian (Stephen M. Kosslyn et al., 1978) dijelaskan dengan
experimenter expectancy (harapan eksperimenter), dan tidak dengan pengaruh
sebenarnya dari jarak antara dua titik dalam mental image?
Dalam harapan eksperimenter, bias dan harapan eksperimenter mempengaruhi
hasil dari eksperimen itu sendiri. Misalnya, peneliti psikologi yang meneliti mental
imagery mengetahui bahwa semaki besar jarak akan membutuhkan waktu pencarian
lebih lama. Mungkin saja peneliti ini (secara tidak sengaja) menyampaikan pada
peserta mengenai harapannya. Kemudian, peserta ini mungkin, - secara sadar atau
tidak- menyesuaikan kecepatan pencariannya dengan harapan tersebut (Denis &
Kosslyn, 1999a; Intons-Peterson, 1983). Untuk menjawab kritik ini, (Jolicoeur &
Kosslyn, 1985b, 1985a) mengulangi percobaan mental map yang dirancang oleh
(Stephen M. Kosslyn et al., 1978). Namun, mereka meyakinkan bahwa dua asisten
peneliti yang melakukan penelitian tersebut tidak familiar dengan penelitian dalam
mental imagery. Secara khusus, mereka tidak mengetahui hubungan linear yang
ditemukan pada penelitian sebelumnya. Sebagai gantinya, asisten tersebut diberikan
penjelasan elaboratif dan meyakinkan (namun tidak benar) tentang mengapa mereka
mendapatkan bentuk menyerupai kurva U untuk hubungan jarak dan waktu
pembacaan.
Menariknya, asisten tersebut tidak mendapatkan bentuk U sebagaimana yang
telah diinformasikan kepada mereka. Sebagai gantinya, mereka menemukan hubungan
linear standar, dimana peserta membutuhkan waktu lebih lama ketika mereka
membaca jarak mental yang lebih besar. Oleh karena itu, harapan eksperimenter tidak

11
dapat dikatakan terlibat dalam hasil yang diperoleh.
Sampai titik ini, kita telah mempertimbangkan visual image saja, menanyakan
tentang jarak dalam peta yang dibayangkan. Penelitian lainnya telah meneliti imagery
pendengaran (auditory imagery). Hasilnya menunjukkan manusia dapat membaca
jarak antara dua not musikal dalam tingkat nada yang sama. Sebaliknya, manusia
membutuhkan waktu lebih lama jika kedua not tersebut terpisah jauh dalam skala
musikal.
5. Imagery dan bentuk

(Paivio, 1995) meminta peserta dalam penelitiannya untuk membuat penilaian


mengenai sudut yang terbentuk oleh kedua jarum jam dinding imaginer. Misalnya,
coba visualkan kedua jarun jam dalam jam dinding non digital. Kemudian, ciptakan
suatu mental image dari sudut yang terbentuk jika waktu menunjukkan pukul 3:20.
Dengan cara yang sama, lakukan untuk pukul 7:25. Sudut manakah yang lebih besar?
Paivio memberikan beberapa tes standar kepada peserta untuk menilai kemampuan
imagery mereka. Sebagaimana yang terlihat dalam gambar 7.2, peserta dengan
kemampuan imagery tinggi membuat keputusan jauh lebih cepat dibandingkan yang
kemampuannya lemah. Dalam gambar tersebut juga ditunjukkan bahwa kedua
kelompok peserta membutuhkan waktu lama dalam membuat keputusan ketika
mereka membandingkan sudut pada pukul 3:20 dan 7:25. Memang kedua sudut ini
sangat mirip. Peserta mengambil keputusan dengan cepat ketika sudut yang
dibandingkan berbeda cukup jauh, seperti 3:20 dan 7:05.
Menurut Paivio, penelitian ini menunjukkan dukungan kuat terhadap

12
pendekatan kode analog.
Bukti lainnya datang dari penelitian yang dilakukan (Shepard & Chipman,
1970) yang meminta peserta untuk membangun mental images dari bentuk-bentuk
negara bagian USA seperti Colorado dan Oregon. Kemudian peserta menilai
kesamaan antara kedua mental images tersebut. Misalnya, tanpa melihat peta,
seberapa samakah bentuk Colorado dan Oregon bagi anda? Bagaimana dengan
Colorado dan Virginia? Peserta yang sama juga membuat penilaian kesamaan bentuk
dari pasangan-pasangan negara bagian ketika mereka melihat sketsa fisik dari masing-
masing negara bagian. Penilaian peserta cukup sama untuk kedua kondisi di atas.
Sekali lagi, penilaian manusia mengenai bentuk mental images sama dengan penilaian
mereka mengenai bentuk stimuli fisik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, karakteristik mental images yang
dapat disimpulkan antara lain:
1. Ketika manusia merotasi satu mental image, rotasi besar membutuhkan
waktu lebih lama, sama lamanya dengan melakukan rotasi besar dengan
objek nyata.
2. Manusia membuat penilaian jarak dengan cara yang sama untuk mental
images dan stimulis fisik; kesimpulan ini berlaku benar untuk images
visual dan auditory.
3. Manusia membuat keputusan mengenai bentuk dengan cara yang sama
untuk mental image dan stimuli fisik; kesimpulan ini berlaku benar untuk
bentuk sederhana (sudut jarum jam) dan bentuk kompleks (bentuk negara
bagian USA).
6. Imagery dan interferensi
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa mental images dan physical
image dapat berbaur satu dengan yang lain (Baddely dkk). Mari menyelidiki
penelitian yang berkaitan dengan interferensi ini, terutama fokus pada (1) imagery
visual dan auditori dan (2) imagery motor.
 Imagery Visual dan Auditory
Cobalah menciptakan satu mental image dari wajah seorang teman, dan
secara bersamaan biarkan mata anda bergerak pada halaman ini. Anda akan
menemukan kesulitan dalam melakukannya, karena anda berusaha untuk melihat
wajah teman anda (dalam image visual) dan disaat yang sama anda mencoba

13
melihat huruf pada halaman ini (stimulus fisik). Dengan kata lain, anda mengalami
interferensi (gangguan, pembauran). Penelitian telah membenarkan bahwa
imagery visual dapat berbaur dengan persepsi visual. Selanjutnya, imagery
auditori dapat berbaur dengan persepsi auditori.
(Segal & Fusella, 1970) melakukan penelitian dengan meminta peserta
menciptakan visual image (misalnya pohon) atau auditory image (misalnya suara
harmonika). Setelah peserta tersebut menciptkan image yang diminta, peneliti
menghadirkan stimulus fisik yang sebenarnya, apakah itu suara harmonika atau
anak panah biru kecil. Pada masing-masing kasus, peneliti mencoba mengukur
kemampuan peserta untuk mendeteksi stimulus fisik. Hasilnya menunjukkan
bahwa peserta mengalami masalah dalam mendeteksi stimulus fisik ketika image
dan signal berada dalam mode sensorik yang sama. Misalnya, peserta sering gagal
melaporkan “panah” ketika mereka telah membayagkan pohon (yang disebut
berada dalam mode sensorik yang sama). Image visual berbaur dengan stimulus
visual nyata. Sebaliknya, ketika mereka telah membayangkan suara oboe, mereka
tidak mengalami masalah melaporkan “panah” (dua mode sensorik yag berbeda).
Hal yang sama juga berlaku untuk peserta yang diuji dengan suara harmonika dan
oboe.
 Imagery Motor
(Wexler, Kosslyn, & Berthoz, 1998) melakukan penelitian pada imagery
gerak, menggunakan modifikasi mental-rotation task. Peneliti ini memilih tugas
pergerakan motorik yang mengharuskan peserta untuk merotasi joystick yang
dikendalikan oleh gerak dengan laju yang tetap, baik searah maupun berlawanan
arah jarum jam. Joystick tersebut diletakan sedemikian rupa sehingga peserta tidak
dapat melihat pergerakan tangan mereka. Hasilnya, tugas ini membutuhkan
pergerakan motorik dan bukannya persepsi visual.
Disaat yang sama dengan tugas motorik ini, peserta diminta untuk melihat
gambar geometrik. Masing-masing gambar disederhanakan, versi 2-dimensi dari
gambar dalam demonstrasi 7.2. Dalam demonstrasi tersebut, anda melihat kedua
anggota pasangan geometrik pada saat yang sama. Namun, dalam penelitian
(Wexler et al., 1998), peserta melihat satu per satu gambar dalam pasangan
tersebut. Kemudian mereka melihat tanda panah yang menunjukkan arah rotasi
gambar tersebut (searah atau berlawanan dengan jarum jam).

14
Hasilnya adalah peserta membuat penilaian mengenai mental images
mereka relatif lebih cepat ketika tangan mereka bergerak searah dengan
pergerakan mental imagenya, demikian juga sebaliknya. Penelitian Wexler dan
rekannya ini menunjukkan bahwa pergerakan motorik nyata dapat berbaur dengan
pergerakan mental images.
Seperti yang Anda lihat dari Gambar 7.3, para peserta membuat penilaian
tentang gambaran mental mereka dengan relatif cepat ketika tangan mereka
bergerak ke arah yang sama.

7. Imagery dan figure ambigu


(Reed, 1974) tertarik dengan kemampuan manusia dalam memutuskan apakah
suatu pola adalah bagian dari rancangan yang telah mereka lihat sebelumnya. Dia
kemudian menyajikan sederetan pasangan gambar: pertama, pola Bintang David
(Demonstrasi 7.3) dan setelah jeda singkat, pola kedua (misalnya sebuah
paralelogram, yaitu gambar bersisi-4 yang sisi berlawanannya sejajar dan paralel).
Setengah bagian dari kasus ini, pola kedua adalah bagian dari pola pertama. Setengah
lainnya tidak. Jika manusia menyimpan mental images dalam kepala mereka
berdasarkan objek fisik yang telah mereka lihat, mereka akan mampu menciptakan
mental image bintang dan dengan cepat menemukan bentuk paralelogram yang
tersembunyi di dalamnya.

15
Namun, peserta dalam penelitian (Reed, 1974) 14% benar pada percobaan
bintang dan paralelogram. Dari seluruh stimuli yang diberikan, peserta hanya mampu
benar 55% dari waktu yang diberikan. Menurut Reed, kemampuan rendah ini
disebabkan oleh manusia tidak mampu menyimpan mental picture. Sebagai gantinya,
Reed mengusulkan bahwa manusia menyimpan gambar sebagai deskripsi, suatu kode
proporsional. Anda mungkin saja menyimpan demonstrasi 7.3 sebagai berikut: “dua
segitiga, satu mengarah ke bawah, dan satu lagi mengarah ke atas, saling bertindihan
satu sama lain”. Ketika diminta untuk menemukan sebuah paralelogram di dalam dua
segitiga itu, anda mungkin mencari nya melalui deskripsi verbal dan hanya
menemukan segitiga saja, dan anda tidak menemukan paralelogram. Dari sini kita
mengetahui bahwa penelitian Reed mendukung pendekatan kode-proporsional, dan
bukan pendekatan kode analog.
Penelitian serupa telah meneliti apakah manusia dapat memberikan interpretasi
ulang untuk sebuah mental image dari satu gambar ambigu. Misalnya, anda mungin
saja menginterpretasikan gambar 7.4 dalam dua cara, yaitu seekor kelinci menghadap
ke kanan, atau seekor bebek menghadap ke kiri.
(Chambers & Reisberg, 1985) meminta para peserta untuk menciptakan mental
sebuah mental image yang jelas untuk gambar ini, lalu gambarnya dihilangkan.
Peserta diminta untuk memberikan interpretasi berbeda dari yang sebelumnya, dan
tidak ada satupun yang mampu melakukannya. Selanjutnya, peserta diminta
menggambarkan gambar tersebut berdasarkan ingatan mereka. Dapatkah mereka
menginterpretasi-ulang stimulus fisik ini? Kelima-belas peserta melihat ke gambar
yang telah mereka buat dan memberikan interpretasi kedua. Penelitian (Chambers &
Reisberg, 1985) menyarankan bahwa satu kode proporsional yang kuat dapat
16
mendominasi satu kode analog. Penelitian serupa lainnya juga menghasilkan
penemuan yang sama: adalah hal yang mudah untuk membalikkan image ketika anda
melihat pada satu gambar ambigu yang nyata. Sebaliknya, membalikkan mental image
adalah sangat sulit (Reisberg & Heuer, 2005).

Penelitian yang mendukung kode analog cenderung menggunakan gambar


sederhana (seperti dua jarum jam dinding). Bertolak belakang dengan hal tersebut,
manusia mungkin saja menggunakan kode proporsional ketika gambarnya lebih
kompleks, seperti dalam penelitian (Chambers & Reisberg, 1985; Reed, 1974).
Sebagaimana yang dikemukakan (Stephen M. Kosslyn et al., 2010), memori kita
memiliki kapasitas terbatas untuk imagery. Oleh karena itu, kita bisa saja mengalami
kesulitan dalam menyimpan informasi visual yang kompleks menggunakan kode
analog dan kemudian membuat penilaian yang tepat mengenai mental image tersebut.
Label verbal (dan sebuah kode proporsional) dapat menjadi berguna ketika
stimulus visual yang diberikan bersifat kompleks. Misalnya, ketika saya mengerjakan
teka-teki jigsaw, saya sering menemukan bahwa saya telah melibatkan label verbal,
misalnya “malaikan dengan sayap terbuka lebar” untuk membantu saya mencari
potongan yang hilang. Dalam kasus bentuk-bentuk kompleks seperti ini, penyimpanan
lebih dominan secara proporsional.
Dalam penelitian lainnya, (Finks, Pinker, & Farah, 1989) meminta manusia
untuk menggabungkan dua mental image seperti dalam demonstrasi 7.4. Peserta dalam
penelitian ini mampu memberikan interpretasi baru mengenai stimuli ambigu ini.
Sebagai tambahan dari gambar H dan X yang digabungkan, mereka mengemukakan
beberapa bentuk geometrik (seperti segitiga kanan), beberapa huruf baru (seperti M),
dan beberapa objek (misalnya dasi kupu-kupu).
Sebagai kesimpulan, penelitian mengenai gambar ambigu menunjukka bahwa
17
manusia dapat menciptakan mental image menggunakan kode proporsional dan kode
analog. Yaitu, kita lebih sering menggunakan kode analog untuk memberikan
representasi menyerupai gambar untuk menangkap mental image kita. Namun, ketika
stimuli dan situasi membuat hal ini sulit dilakukan dengan kode analog, kita dapat
menggunakan kode proporsional untuk menghasilkan representasi bahasa.
8. Imagery dan proses vision-like lainnya
Kita telah membahas beragam karakteristik yang berhubungan dengan imagery
visual. Ini meliputi rotasi, jarak, bentuk, interferense, dan gambar ambigu. Mari kita
lanjutkan pembahasan kita ke karakteristik yang agak kurang jelas mengenai persepsi
visual. Kita akan melihat bahwa setiap karakteristik visual memiliki padanan mental
imagery yang setara.
Penelitian oleh (Ishai & Sagi, 1995) menunjukkan bahwa manusia dapat
melihat target visual dengan lebih akurat jika target tersebut dihadirkan dengan stimuli
penyamaran dimasing-masing sisi target. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ental
imagery menghasilkan efek penyamaran yang sama. Yaitu, manusia dapat melihat
target visual lebih akurat jika mereka menciptakan mental image penyamaran di
masing-masing sisi target.
Penelitian terhadap efek penyamaran ini penting terutama karena adanya issu
dalam metode penelitian yang disebut “karakteristik permintaan”. Karakteristik
permintaan adalah semua bantuan yang mungkin saja menyampaikan hipotesis
sipeneliti kepada peserta. Sebelumnya kita telah membahas harapan eksperimenter,
yang merupakan salah satu bentuk karakteristik permintaan.
Efek penyamaran tidak akan begitu jelas bagi mereka yang tidak memiliki latar
belakang ilmu mengenai persepsi. Peserta dalam penelitian (Ishai & Sagi, 1995) tidak
akan pernah menebak bahwa target visual akan lebih mudah terlihat jika target
tersebut dikelilingi oleh stimuli penyamaran. Oleh karena itu, karakteristik permintaan
tidak terlibat dalam efek penyamaran dengan mental images. Hasilnya, kita akan lebih
yakin bahwa mental imagery benar-benar dapat menghasilkan efek penyamaran,
sebagaimana stimuli visual dapat menghasilkan efek penyamaran.
9. Meninjau kembali kontroversi mengenai imagery
Kontroversi mengenai imagery telah menjadi bagian yang penting dan
merupakan perdebatan yang berlangsung cukup lama dalam bidang psikologi kognitif
(Denis et al., 2004; Stephen M. Kosslyn et al., 2010; Pylyshyn, 2006). Pada

18
bagian ini akan lebih jauh dibahas kedua pandangan mengenai mental imagery, yaitu
kode analog dan kode proporsional. Kedua pendekatan ini berbeda dalam penekanan
terhadap kesamaan antara mental images dan physical stimuli. Namun kedua posisi ini
tidak sepenuhnya berbeda, dan bisa digunakan untuk tugas yang berbeda.
 Sudut pandang analog
Berdasarkan sudut pandang analog, kita menciptakan mental image dari suatu
benda yang benar-benar mewakili benda tersebut secara fisik dan nyata (Ganis,
Thompson, Mast, & Kosslyn, 2004; S M Kosslyn, Ganis, & Thompson, 2003; Stephen
M. Kosslyn et al., 2010). Anda dapat dengan mudah membedakan antara mental
image anda mengenai cover buku ini dan persepsi anda mengenai itu. Pandangan ini
didukung oleh penelitian neuropsikologi yang memberikan bukti kuat, yaitu imagery
visual dan imagery persepsi mengaktifkan banyak struktur serupa di korteks (Stephen
M. Kosslyn et al., 2010).
Kosslyn dan rekannya mengembangkan pendekatan analog untuk visual
imagery dengan merancang sebuah model dengan beberapa subsistem yang berbeda.
Baik imagery visual dan persepsi membagi rata subsistem ini. Subsistem yang
representatif dalam model ini adalah pergereran atensi (perhatian), suatu proses
kognitif yang dibahas di bab 3. Manusia dapat menggeser perhatian mereka dalam
mental imagery. Misalnya dalam menjawab pertanyaan apakah kucing memiliki cakar
melengkung di kaki depannya? Anda dengan mudah menggeser perhatian anda dari
image kucing secara utuh lalu memperbesar bagian kaki depannya untuk melihat
apakah kucing tersebut memiliki cakar melengkung atau tidak.
Kesimpulannya, sudut pandang analog mengusulkan bahwa imagery mewakili
persepsi dalam banyak aspek. Kedua proses tersebut bahkan mengaktifkan struktur
serupa dalam korteks cerebral. Selanjutnya, beberapa subsistem dapat memanipulasi
mental images kita. Sebagai hasilnya, mental image kita dapat bersifat sangat fleksibel
dan berguna untk beragam tugas kognitif.
 Sudut pandang proporsional
Berdasarkan sudut pandang proporsional, mental image disimpan dalam
bentuk verbal yang tidak secara fisik mewakili benda atau stimulus aslinya. (Pylyshyn,
2006) adalah penentang terkuat dari hipotesis analog. Pylyshyn berpendapat bahwa
manusia memang mengalami mental image, akan sangat bodoh jika tidak meyakini hal
ini. Namun, image ini bukanlah komponen terpenting dari imagery. Pylyshyn

19
mengemukakan bahwa menyimpan informasi dalam bentuk mental image akan sulit
dilakukan dan kecil kemungkinan berhasilnya. Pylyshyn juga menekankan perbedaan
antara pengalaman perseptual dan mental images.
10. Perbedaan individual: perbandingan gender dalam kemampuan spasial
Jika kita ingin memahami perbandingan gender dalam spasial imagery, kita
tidak dapat fokus pada satu kajian saja. Ketika penelitian untuk satu topik begitu
melimpah, ahli psikologi sering menggunakan “meta-analisis”, yang memberikan
metode statistik untuk menggabungkan sejumlah penelitian untuk satu penelitian.
Peneliti mulai dengan menempatkan semua penelitian yang sesuai pada satu topik,
misalnya perbandingan gender dalam kemampuan verbal. Kemudian mereka
melakukan meta-analisis yang menggabungkan hasil untuk hasil semua penelitian ini.

Berdasarkan tabel 7.1., empat meta-analisis untuk kemampuan verbal


menunjukkan perbedaan gender yang sangat kecil. Perbedaan gender ini lebih jelas
terlihat dalam kemampuan spasial. Satu poin penting adalah kemampuan spasial
mewakili beberapa keterampilan berbeda, dan tidak dalam satu kesatuan (Caplan,
2010; Chipman, 2004; B. Tversky, 2009). Satu keterampilan adalah visualisasi visual,
misalnya ketika melihat suatu sketsa jalanan sibuk untuk menemukan gambar wajah
manusia. Berdasarkan meta-analisis yang dilakukan (Hyde, 2005), terdapat perbedaan
gender yang kecil dalam visualisasi spasial ini.
Komponen kedua dari kemampuan spasial adalah persepsi spasial, misalnya
ketika duduk diruangan gelap dan berusaha menyesuaikan suatu batang yang diterangi
agar posisinya tepat vertikal. Meta-analisis yang fokus pada persepsi visual ini
menghasilkan perbedaan yang cukup/ sedang antara pria dan wanita. Komponen
ketiga dalam kemampuan spasial adalah mental rotation, misalnya ketika melihat dua

20
buah gambar dan mencoba menentukan apakah kedua gambar tersebut akan identik
jika anda merotasi salah satu gambar. Mental rotation adalah salah satu tugas kognitif
dimana sekelompok pria memperoleh skor yang lebih tinggi dibanding kelompok
wanita.
Hal ini mungkin dapat dijelaskan dengan faktor biologis. Namun, disisi lain,
ada penelitian yang melaporkan bahwa tidak ada pebedaan gender dalam kemampuan
mental rotation. Selanjutnya, beberapa penelitian juga melaporka bahwa perbedaan
gender sama sekali hilang ketika tugas yang diberikan diubah dan ketika manusia
menerima pelatihan untuk keterampilan spasial. Lebih jauh lagi, sebagian besar
perbedaan gender dalam rotasi spasial dapat ditelusuri hingga pengalaman dengan
mainan dan olahraga yang menekankan keterampilan spasial. Dengan kata lain,
meskipun dalam satu area kognitif ini tidak dapat dihindari, namun dapat dimodifikasi
dengan memberikan pengalaman aktifitas spasial.
B. Penelitian Neuroscience kognitif tentang citra mental
1. Penelitian neuroscience yang membandingkan imagery visual dan persepsi
visual
Secara umum, persepsi dan imagery terlihat menunjukkan proses psikologis
yang sama. Namun, seberapa samakah imagery dan persepsi di tingkat biologis? Tentu
saja keduanya tidak lagi identik. Mental imagery bergantung pada proses top-down.
Sebaliknya, visual perseption mengaktifkan sel batang dan kerucut di retina.
(Stephen M. Kosslyn et al., 2010), (Reisberg & Heuer, 2005), (Stephen M.
Kosslyn & Thompson, 2000)
Penelitian mereka menunjukkan bahwa ketika kita membangun sebuah
mental image, struktur otak untuk proses visual yang lebih tinggi – jauh
melampaui retina – teraktifkan
(Farah, 2000; Stephen M. Kosslyn, Ganis, et al., 2001; Stephen M. Kosslyn et
al., 2010)
Individu dengan kerusakan otak (bagian korteks dan lainnya) tidak mampu
menerima image perseptual dan juga tidak mampu menciptakan mental
image namun kemampuan kognitif lainnya normal. Secara umum, individu
dengan kerusakan otak menunjukkan pelemahan dalam mental imagery yang
mewakili pelemahan kemampuan perseptualnya.
PET oleh(Stephen M. Kosslyn, Thompson, Kim, Rauch, & Alpert, 1996)

21
Dengan meminta peserta untuk menciptakan berbagai image dari huruf
alfabet, kemudian PET mencatat aliran darah menuju korteks. Hasilnya
adalah untuk tugas ini, bagian otak yang diaktifkan adalah bagian korteks
visual primer.
fMRI (Ganis et al., 2004; Klein et al., 2004)
Peserta diminta untuk melihat atau mencipatakn image visual dari objeck
sederhana misalnya pohon atau dasi kupu-kupu. Baik persepsi visual maupun
imagery visual menghasilkan pola stimulasi yang bersesuaian.
2. Penelitian neuroscience mengenai mental rotation task
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa korteks motorik primer
teraktifkan ketika manusia baru saja merotasi gambar geometrik dengan tangan
mereka. Namun, korteks motorik primer ini tidak teraktifkan ketika manusia
membayangkan diri mereka merotasi sementara gambar geometriknya tetap diam
diposisi awal.
C. Cognitive Maps
Cognitive map adalah representasi mental dari lingkungan yang ada disekitar kita.

22
1. Informasi mengenai cognitive map
Peta kognitif kita biasanya mewakili lingkungan tempat tinggal, kota dan
negara. Secara umum peta kognitif kita mewakili hal yang teralu besar atau luas untuk
dilihat dengan tatapan sekilas. Akibatnya, kita menciptakan peta kognitif dengan
menggabungkan informasi yang kita peroleh dari banyak sudut pandang.
Kajian mengenai petak kognitif adalah bagian dari kajian kognitif spasial,
yaitu kognisi mengenai pikiran ita terhadap issu-issu spasial. Area luas ini tidak hanya
mencakup peta kognitif, melainkan juga bagaimana kita mengingat dunia yang kita
jelajahi dan bagaimana kita mengingat susunan benda-benda dalam satu ruang. Lebih
jauh lagi, kognisi spasial adalah kajian yang melibatkan banyak disiplin ilmu, seperti
geografi, linguistik, antropologi, dan arsitektur.
Seperti yang anda harapkan, perbedaan individual dalam keterampilan
kognisi spasial memang cukup besar. Perbedaan individual dalam kognisi spasial ini
juga berhubungan dengan perfoma dalam tugas spasial. Sejauh ini, peneliti belum
membahas bagaimana peta kognitif dikodekan, apakah secara analog atau
proporsional. Namun, sebagian besar peneliti yang mengangkat isu ini meyakinin
bahwa kedua pendekatan tersebut terlibat.
2. Cognitive map dan jarak
Seberapa jauhkan kelas anda dari perpustakan? Berapakah jaran kota
kelahiran anda dari tempat tinggal anda sekarang? Ketika manusia memperkirakan
jarak seperti ini, perkiraan mereka sering terganggu oleh faktor-faktor seperti jumlah
kota yang menghalangi, kategori semantik, dan apakah tujuannya adalah suatu
bangunan yang mudah dikenali atau tidak.

23
 Jumlah kota yang menghalangi
Penelitian menunjukkan bahwa jarak cenderung menjadi semakin besar jika
rute yang ditempuh dikacaukan oleh banyak benda sepanjang jalan. Lebih
jauh lagi, jarak juga cenderung menjadi lebih besar ketika rutenya
mengandung banyak belokan yang rumit dibandingkan rute lurus.
 Kategori musik
Penelitian menunjukkan bahwa jarak cenderung menjadi semakin besar jika
rute yang ditempuh dikacaukan oleh banyak benda sepanjang jalan. Lebih
jauh lagi, jarak juga cenderung menjadi lebih besar ketika rutenya
mengandung banyak belokan yang rumit dibandingkan rute lurus.
 Tujuannya mudah dikenali atau tidak
Efek bangunan yang mudah dikenali (landmark) merupakan kecenderungan
umum untuk memberikan perkiraan yang lebih pendek untuk jarak menuju ke
landmark tersebut dibandingkan yang bukan landmark.
3. Cognitive map dan bentuk
Tidak hanya jarak, peta kognitif juga mewakili bentuk. Kita cenderung
membentuk peta kognitif untuk satu bentuk lebih teratur dibanding bentuk tersebut
secara nyata.
 Sudut
Manusia cenderung memperkirakan sudut dari dua jalan atau garis yang
berpotongan mendekati 900 , padahal tidak sama sekali.
 Kurva
Penelitian telah membuktikan bahwa manusia cenderung menganggap
gambar atau kurva lebih simetris dari yang sebenarnya.
4. Cognitive map dan posisi relatif
(A. Tversky & Kahneman, 1981; B. Tversky, Bauer Morrison, Franklin, &
Bryant, 1999) mengemukakan bahwa kita cenderung menggukana heuristik ketika kita
menggambarkan posisi relatif dalam mental map kita. Secara khusus, Tversky
berpendapat bahwa (1) kita mengingat struktur geografis miring menjadi lebih miring
dari yang sebenarnya, dan (2) kita menginat struktur geografis tersusun lebih lurus
dari yang sebenarnya.
 Rotation Heuristik
Menurut heuristik rotasi, sebuah figur yang sedikir miring akan diingat lebih

24
vertikal atau lebih horizontal dari keadaan sebenarnya.
 Alignment Heuristik
Menurut heuristik alignment (kesejajaran), serangkaian struktur geografis
akan cenderung diingat lebih tersusun lurus dibanding keadaan sebenarnya.
Baik heuristik rotasi maupun kesejajaran mungkin sekilas terlihat sama,
namun keduanya berbeda. Heuristik rotasi membutuhkan aktivitas merotasi suatu
objek searah atau berlawanan arah jarum jam sehingga batasnya hampir mendekat
vertikal atau horizontal. Sebaliknya, heuristik kesejajaran membutuhkan aktivitas
mensejajarkan beberapa benda terpisah dalam satu garis lurus.
5. Menciptakan cognitive map (secara mendalam)
 Penelitian Franklin dan Tversky
Franklin dan Tversky menghadirkan deksripsi verbal dari sepuluh latar yang
berbeda, misalnya lobi hotel, teater opera, dan lainnya. Untuk setiap deskripsi
disebutkan lima benda yang diletakkan diposisi yang cukup logis dengan
posisi peserta. Peserta kemudian diminta membayangkan mereka berputar
menghadap benda-benda yang berbeda. Peserta juga diminta menjelaskan
benda yang ada dihadapan mereka untuk setiap lokasi. Hasilnya adalah
peserta cenderung lebih cepat merespon jika benda tersebut terletak di atas
atau dibawahnya, dan lebih lambat merespon jika benda tersebut di depan
atau dibelakang. Waktu yang lebih lama lagi dibutuhkan untuk merespon
benda di sebelah kiri dan kanan peserta. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya bahwa manusia menilai dimensi vertikal dengan cepat.
 Model kerangka spasial (Lanjutan Franklyn dan Tversky)
Model ini menekankan bahwa dimensi ruang atas dan bawah sangat penting
bagi pikiran kita, dimensi belakang dan depan diposisi tengah, dan dimensi
kiri dan kanan sebagai dimensi yang paling kurang penting. Ketika kita dalam
posisi tegak, dimensi vertikal atas bawah menjadi sangat penting karena dua
alasan berikut:
1. Dimensi vertikal berkaitan dengan gravitasi, suatu keuntungan yang
tidak dimiliki dua dimensi lainnya. Gravitasi memiliki efek asimetris
yang penting mengenai dunia yang kita kenali; benda jatuh ke bawah,
tidak ke atas.
2. Dimensi vertikal dari tubuh manusia sangat tidak simetris sehingga

25
mudah untuk membedakannya.
Untuk dimensi depan – belakang, kita cenderung lebih mudah berinteraksi
dengan benda yang berada dihadapan kita, daripada yang dibelakang. Hal ini juga
didukung oleh tidka simetrisnya bagian belakang dan depan tubuh manusia, sehingga
mudah dibedakan.
Untuk dimensi kiri-kanan, secara kasar bagian kanan dan kiri manusia cukup
simetris, sehingga cukup membingungkan. Namun masih dibutuhkan penelitian
lanjutan untuk membuktikan hal ini.

26
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kontrversi besar dalam psikologi kognitig berfokus pada citra mental,
khususnya, apakah informasi disimpan dalam kode analog seperti gambar atau kode
proposisi seperti bahasa. Penelitian tentang karakteristik citra mental membahas
masalah ini. Jumlah waktu yang dibutuhkan orang untuk memutar gambar mental
tergantung pada tingkat rotasi, seperti ketika kita memutar objek fisik yang
nyata.Saat menilai bentuk gambaran mental atau gambaran visual, orang
membutuhkan waktu lebih lama untuk membuat keputusan ketika dua rangsangan
memiliki bentuk yang sangat berbeda; kesimpulan ini berlaku untuk bentuk
sederhana (misalnya, jarum jam) dan bentuk kompleks (misalnya, bentuk negara
bagian AS). Gambar visual dapat mengganggu persepsi visual; gambar pendengaran
dapat mengganggu persepsi pendengaran; dan gerakan motorik dapat mengganggu
gambar motorik. Orang mengalami kesulitan mengidentifikasi bahwa suatu bagian
termasuk dalam keseluruhan jika mereka tidak memasukkan bagian tersebut dalam
deskripsi verbal asli mereka tentang keseluruhan. Juga, beberapa tokoh yang ambigu
sulit untuk ditafsirkan kembali dalam gambaran mental; lain dapat ditafsirkan ulang
dengan cukup mudah. Sifat-sifat seperti penglihatan lainnya dari gambaran mental
termasuk ketajaman yang ditingkatkan ketika target diapit oleh topeng imajiner,
ketajaman yang ditingkatkan untuk rangsangan yang terlihat di bagian tengah retina,
dan konjungsi ilusi. Area penelitian ini penting karena karakteristik permintaan
minimal dalam studi ini. Sebagian besar penelitian mendukung sudut pandang
analog, seperti yang dijelaskan oleh Kosslyn dan rekan-rekannya; model ini sekarang
mencakup beberapa operasi spesifik yang dapat dilakukan pada citra mental dan
objek nyata. Sebaliknya, sudut pandang proposisional Pylyshyn berpendapat bahwa
gambar analog bukanlah komponen yang diperlukan dari gambaran mental, karena
orang dapat melakukan tugas persepsi yang tidak dapat mereka lakukan dengan
gambar mental. Meta-analisis pada kemampuan spasial mengungkapkan perbedaan
gender kecil hingga sedang dalam visualisasi spasial dan persepsi spasial; perbedaan
gender agak lebih besar dalam rotasi mental, tetapi perbedaan ini dapat dikurangi
dengan pengalaman dalam aktivitas spasial.
Penelitian ilmu saraf, menggunakan studi kasus, telah menunjukkan bahwa

27
orang dengan lesi di korteks visual memiliki kesulitan yang sama dengan citra visual
yang mereka miliki dengan persepsi visual. Penelitian ilmu saraf lainnya telah
menggunakan pemindaian PET, fMRI, dan teknik pencitraan otak lainnya untuk
menunjukkan bahwa citra visual mengaktifkan pemrosesan visual tertentu daerah
korteks serebral, seperti korteks visual primer dan daerah parietal korteks. Penelitian
ilmu saraf tentang rotasi mental menunjukkan bahwa korteks motorik primer
diaktifkan ketika orang baru saja memutar figur geometris dengan tangan mereka.
Namun, korteks motorik primer tidak diaktifkan ketika orang membayangkan diri
mereka berputar—sementara sosok geometris tetap pada posisi yang sama.
Peta kognitif adalah representasi mental dari lingkungan eksternal; penelitian
tentang topik ini sering menekankan pengaturan dunia nyata, dan itu adalah
interdisipliner dalam ruang lingkup. Peta kognitif sering mewakili pengetahuan yang
kompleks. Perbedaan individu dalam kognisi spasial besar, dan mereka berkorelasi
dengan kemampuan rotasi mental. Kita dapat membuat penilaian tentang kognisi
spasial dengan lebih mudah jika peta kognitif kita cocok dengan orientasi peta fisik.
Peta kognitif biasanya mewakili realitas dengan akurasi yang masuk akal. Namun,
kesalahan sistematis dalam peta ini biasanya mencerminkan kecenderungan untuk
mendasarkan penilaian kami pada heuristik. Kami menilai menurut variabel yang
biasanya relevan, dan kami mewakili lingkungan kami sebagai lebih teratur daripada
yang sebenarnya. Perkiraan jarak pada peta kognitif dapat terdistorsi oleh jumlah
kota yang mengintervensi dan oleh kategori semantik bangunan pada peta kognitif.
Selain itu, kami memperkirakan bahwa landmark lebih dekat daripada nonlandmark.
Bentuk pada peta kognitif dapat terdistorsi sehingga sudut jalan berpotongan lebih
dekat ke 90 derajat daripada kenyataannya, dan kurva lebih hampir simetris daripada
kenyataannya. Posisi relatif struktur geografis pada peta kognitif dapat terdistorsi
sehingga struktur yang sedikit miring akan diingat lebih vertikal atau lebih horizontal
daripada yang sebenarnya (rotasi heuristik). Selanjutnya, serangkaian struktur
geografis akan diingat lebih berjajar daripada yang sebenarnya (alignment heuristic)
Kita sering membuat peta kognitif dari suatu lingkungan berdasarkan deskripsi
verbal. Dalam peta ini, dimensi atas-bawah memiliki keunggulan khusus, diikuti
oleh dimensi depan-belakang. Dimensi kanan-kiri paling sulit. Franklin dan Tversky
(1990) menjelaskan data ini dalam kerangka model kerangka spasial. Kami juga
membuat kesimpulan untuk mengisi rincian lain dalam peta kognitif.

28
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

29
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. L. (2003). Preface: Routes of human spatial memory research. Human Spatial
Memory: Remembering Where. https://doi.org/10.4324/9781410609984
Bauer, B., & Jolicoeur, P. (1996). Stimulus Dimensionality Effects in Mental Rotation.
Journal of Experimental Psychology: Human Perception and Performance, 22(1).
https://doi.org/10.1037/0096-1523.22.1.82
Belardinelli, M. O., Di Matteo, R., Del Gratta, C., De Nicola, A., Ferretti, A., Tartaro, A., …
Romani, G. L. (2004). Intermodal sensory image generation: An fMRI analysis.
European Journal of Cognitive Psychology, 16(5).
https://doi.org/10.1080/09541440340000493
Beni, D., Pazzaglia, R. and, Gardini, F. and, & Simona. (2006). The role of mental rotation
and age in spatial perspective-taking tasks: when age does not impair perspective-taking
performance. Applied Cognitive Psychology: The Official Journal of the Society for
Applied Research in Memory and Cognition, 20(6), 807--821.
Caplan, P. J. (2010). Teaching critical thinking about psychology of sex and gender.
Psychology of Women Quarterly, 34(4). https://doi.org/10.1111/j.1471-
6402.2010.01605.x
Chambers, D., & Reisberg, D. (1985). Can Mental Images Be Ambiguous? Journal of
Experimental Psychology: Human Perception and Performance, 11(3).
https://doi.org/10.1037/0096-1523.11.3.317
Chipman, S. F. (2004). Research on the women and mathematics issue: A personal case
history. In Gender Differences in Mathematics: An Integrative Psychological Approach.
https://doi.org/10.1017/CBO9780511614446.002
Cooper, Lang, L. A. and, & M, J. (1996). Imagery and Visual—Spatial Representations.
Academic Press.
Denis, M., & Kosslyn, S. M. (1999a). Does the window really need to be washed? More on
the mental scanning paradigm. Current Psychology of Cognition, 17, 593–616.
Denis, M., & Kosslyn, S. M. (1999b). Scanning visual mental images: A window on the
mind. Cahiers de Psychologie Cognitive, 18(4).
Denis, M., Mellet, E., & Kosslyn, S. M. (2004). Neuroimaging of mental imagery: An
introduction. European Journal of Cognitive Psychology, Vol. 16.
https://doi.org/10.1080/09541440440000096
Djordjevic, J., Zatorre, R. J., Petrides, M., & Jones-Gotman, M. (2004). The Mind’s Nose:
Effects of Odor and Visual Imagery on Odor Detection. Psychological Science, 15(3).
https://doi.org/10.1111/j.0956-7976.2004.01503001.x
Farah, M. J. (2000). The cognitive neuroscience of vision. In Fundamentals of cognitive
neuroscience ; 3.
Farah, M. J., Hammond, K. M., Levine, D. N., & Calvanio, R. (1988). Visual and spatial
mental imagery: Dissociable systems of representation. Cognitive Psychology, 20(4).
https://doi.org/10.1016/0010-0285(88)90012-6
Finks, R. A., Pinker, S., & Farah, M. J. (1989). Reinterpreting visual patterns in mental
imagery. Cognitive Science, 13(1). https://doi.org/10.1016/0364-0213(89)90011-6
Ganis, G., Thompson, W. L., Mast, F., & Kosslyn, S. M. (2004). The Brain’s Mind’s Images:
The Cognitive Neuroscience of Mental Imagery. In The cognitive neurosciences (3rd
ed.).
Howes, M. (2014). Human Memory: Structures and Images. In Human Memory: Structures
and Images. https://doi.org/10.4135/9781483329222
Hyde, J. S. (2005). The gender similarities hypothesis. American Psychologist, Vol. 60.

30
https://doi.org/10.1037/0003-066X.60.6.581
Intons-Peterson, M. J. (1983). Imagery paradigms: How vulnerable are they to
experimenters’ expectations? Journal of Experimental Psychology: Human Perception
and Performance, 9(3). https://doi.org/10.1037/0096-1523.9.3.394
Ishai, A., & Sagi, D. (1995). Common mechanisms of visual imagery and perception.
Science, 268(5218). https://doi.org/10.1126/science.7792605
Jolicoeur, P., & Kosslyn, S. M. (1985a). Demand characteristics in image scanning
experiments. Journal of Mental Imagery, 9(2).
Jolicoeur, P., & Kosslyn, S. M. (1985b). Is time to scan visual images due to demand
characteristics? Memory & Cognition, 13(4). https://doi.org/10.3758/BF03202500
Klein, I., Dubois, J., Mangin, J. F., Kherif, F., Flandin, G., Poline, J. B., … Le Bihan, D.
(2004). Retinotopic organization of visual mental images as revealed by functional
magnetic resonance imaging. Cognitive Brain Research, 22(1).
https://doi.org/10.1016/j.cogbrainres.2004.07.006
Kosslyn, S. E., Seger, C., Pani, J., & Hillger, L. a. (1990). When is imagery used in everyday
life? A diary study. Journal of Mental Imagery, Vol. 14.
Kosslyn, S M, Ganis, G., & Thompson, W. L. (2003). Mental imagery: against the nihilistic
hypothesis. Trends in Cognitive Sciences, 7.
Kosslyn, Stephen M., Alpert, N. M., & Thompson, W. L. (1995). Identifying objects at
different levels of hierarchy: A positron emission tomography study. Human Brain
Mapping, 3(2). https://doi.org/10.1002/hbm.460030207
Kosslyn, Stephen M., Ball, T. M., & Reiser, B. J. (1978). Visual images preserve metric
spatial information: Evidence from studies of image scanning. Journal of Experimental
Psychology: Human Perception and Performance, 4(1). https://doi.org/10.1037/0096-
1523.4.1.47
Kosslyn, Stephen M., Cacioppo, J. T., Davidson, R. J., Hugdahl, K., Lovallo, W. R., Spiegel,
D., & Rose, R. (2002). Bridging psychology and biology: The analysis of individuals in
groups. American Psychologist, 57(5). https://doi.org/10.1037/0003-066X.57.5.341
Kosslyn, Stephen M., Ganis, G., & Thompson, W. L. (2001). Neural foundations of imagery.
Nature Reviews Neuroscience, Vol. 2. https://doi.org/10.1038/35090055
Kosslyn, Stephen M., & Thompson, W. L. (2000). Shared mechanisms in visual imagery and
visual perception: Insights from cognitive neuroscience. The New Cognitive
Neurosciences, 2nd.
Kosslyn, Stephen M., Thompson, W. L., & Ganis, G. (2010). The Case for Mental Imagery.
In The Case for Mental Imagery.
https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780195179088.001.0001
Kosslyn, Stephen M., Thompson, W. L., Kim, I. J., Rauch, S. L., & Alpert, N. M. (1996).
Individual differences in cerebral blood flow in area 17 predict the time to evaluate
visualized letters. Journal of Cognitive Neuroscience, 8(1).
https://doi.org/10.1162/jocn.1996.8.1.78
Kosslyn, Stephen M., Thompson, W. L., Wraga, M., & Alpert, N. M. (2001). Imagining
rotation by endogenous versus exogenous forces: Distinct neural mechanisms.
NeuroReport, 12(11). https://doi.org/10.1097/00001756-200108080-00046
Paivio, A. (1995). Imagery and memory. In M. S. Gazzaniga (Ed.), The cognitive
neurosciences. The MIT Press, 977–986.
Palmer, S. E. (1999). Vision science: Photons to phenomenology. MIT press.
Pinker, S. (1984). Visual cognition: An introduction. Cognition, 18(1–3).
https://doi.org/10.1016/0010-0277(84)90021-0
Pylyshyn, Z. W. (1984). Computation and Cognition. Cambridge: MA: MIT Press.

31
Pylyshyn, Z. W. (2003). Return of the mental image: Are there really pictures in the brain?
Trends in Cognitive Sciences, Vol. 7. https://doi.org/10.1016/S1364-6613(03)00003-2
Pylyshyn, Z. W. (2006). Seeing and visualizing: It’s not what you think. Cambridge: MA:
MIT Press.
Reed, S. K. (1974). Structural descriptions and the limitations of visual images*. Memory &
Cognition, 2(2). https://doi.org/10.3758/BF03209004
Reisberg, D., & Heuer, F. (2005). The Cambridge Handbook of Visuospatial Thinking. In
The Cambridge Handbook of Visuospatial Thinking.
https://doi.org/10.1017/cbo9780511610448
Reisberg, D., Pearson, D. G., & Kosslyn, S. M. (2003). Intuitions and introspections about
imagery: The role of imagery experience in shaping an investigator’s theoretical views.
Applied Cognitive Psychology, Vol. 17. https://doi.org/10.1002/acp.858
Segal, S. J., & Fusella, V. (1970). Influence of imaged pictures and sounds on detection of
visual and auditory signals. Journal of Experimental Psychology, 83(3 PART 1).
https://doi.org/10.1037/h0028840
Shepard, R. N., & Chipman, S. (1970). Second-order isomorphism of internal
representations: Shapes of states. Cognitive Psychology, 1(1).
https://doi.org/10.1016/0010-0285(70)90002-2
Shepard, R. N., & Metzler, J. (1971). Mental rotation of three-dimensional objects. Science,
171(3972). https://doi.org/10.1126/science.171.3972.701
Sims, V. K., & Mayer, R. E. (2002). Domain specificity of spatial expertise: The case of
video game players. Applied Cognitive Psychology, 16(1).
https://doi.org/10.1002/acp.759
Singer, J. L. (2006). Singer, J. (2006). Imagery in Psychotherapy. Washington: American
Psychological Association. Reviewed by Robert Karlin, Ph.D., Rutgers University.
American Journal of Clinical Hypnosis, 49(1).
https://doi.org/10.1080/00029157.2006.10401555
Tversky, A., & Kahneman, D. (1981). The framing of decisions and the psychology of
choice. Science, 211(4481). https://doi.org/10.1126/science.7455683
Tversky, B. (2009). Functional Significance of Visuospatial Representations. In The
Cambridge Handbook of Visuospatial Thinking.
https://doi.org/10.1017/cbo9780511610448.002
Tversky, B., Bauer Morrison, J., Franklin, N., & Bryant, D. J. (1999). Three spaces of spatial
cognition. Professional Geographer, 51(4). https://doi.org/10.1111/0033-0124.00189
Wexler, M., Kosslyn, S. M., & Berthoz, A. (1998). Motor processes in mental rotation.
Cognition, 68(1). https://doi.org/10.1016/S0010-0277(98)00032-8

32

Anda mungkin juga menyukai