KELOMPOK 2 :
1. Slide Pertama.
JAWAB :
Dalam suatu proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berjalan sangat
dimungkinkan masuknya pihak ketiga ke dalam proses persidangan. Pihak ketiga yang turut
mencampuri atas prakarsa sendiri atau ditarik oleh salah satu pihak itu disebut ”intervensi”
1. Voeging (Menyertai)
Voeging dapat diartikan sebagai ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang
sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan sikap memihak kepada satu pihak.
Syaratnya harus ada kepentingan hukum dengan pokok perkara. Voeging terjadi selama
dalam sidang pertama atau sidang sedang berlangsung. Contoh: A meminjam uang B dengan
perjanjian akan dibayar lunas pada bulan Desember yang akan datang. Untuk menjamin
pembayaran utangnya itu X selaku pihak ketiga menggadaikan barangnya kepada si B.
Apabila B menggugat A, X dapat mencampuri utang piutang antara A dan B dengan
membela A karena kepentingannya.
2. Tussenkomst (Menengahi)
Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang sedang
berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan sikap membela kepentingan diri sendiri.
Di sini pihak ketiga menuntut haknya sendiri terhadap penggugat dan tergugat. Jadi, ia
melawan penggugat dan tergugat untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Ini
semacam gabungan/kumulasi gugatan. Contoh: A dan B sama-sama mengaku sebagai
pemilik sebidang tanah, yang sebenarnya tanah tersebut adalah milik si X. Maka X sebagai
pihak ketiga dapat mengajukan permohonan untuk mencampuri perkara A dan B dengan
mengambil sikap membela kepentingan diri sendiri dengan menyatakan bahwa tanah yang
sedang disengketakan itu bukan milik A dan B, tetapi miliknya sendiri.
3. Vrijwaring (Penanggungan)
Vrijwaring adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara karena diminta
salah satu pihak yang beperkara sebagai penanggung atau pembebas. Pihak ketiga sengaja
ditarik oleh penggugat atau tergugat. Maksudnya adalah agar yang menarik itu terbebas oleh
adanya pihak ketiga. Jadi, pihak ketiga sengaja ditarik oleh penggugat atau tergugat sehingga
ia turut berproses di sidang PN. Contoh: A menggugat B agar menyerahkan sebuah rumah
dan tanah yang didiaminya. Dalam perkara tersebut B menarik X sebagai pihak ketiga yang
dulunya menjual rumah dan tanah itu kepadanya. Penarikan pihak ketiga dimaksudkan untuk
menjamin atau menanggung pembeli B dari tuntutan A.
Melihat maksud dan tujuan keikutsertaan pihak dalam perkara yang sedang diproses
itu, pihak ketiga bukanlah intervensi. Permohonan semacam ini disebut gugatan insidentil
dan akan diputus dengan putusan sela. Putusan sela adalah putusan insidentil, yaitu putusan
sementara/pertengahan dalam suatu perkara. Dikatakan demikian karena datangnya inisiatif
bukan dari pihak ketiga melainkan datang dari salah satu pihak yang beperkara. Kalau hal itu
terjadi, gugat perdata disebut gugat pokok dan gugatan kedua disebut gugatan insidentil.
Dalam gugatan pokok, penggugat dan tergugat semula tetap menjadi penggugat dan tergugat,
sedangkan dalam gugatan insidentil tergugat menjadi penggugat, penggugat menjadi
penggugat penjamin dan tergugat penjamin. Kedua gugatan tersebut diperiksa secara bersama
dan diputus oleh hakim sekaligus.
2. Slide Kedua.
JAWAB :
Dalam perkara perdata, semua hal-hal yang berkaitan dengan hukum acara telah
diatur dalam Hukum Acara Perdata (R.Bg/HIR). Mulai dari gugatan, panggilan, sampai
dengan pemberitahuaan (relaas) putusan. Ada juga peraturan-peraturan lain yang melengkapi
hukum acara tersebut, diantaranya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
Terkait hukum acara, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang seolah menjadi hukum tidak
tertulis, dan apabila tidak diluruskan akan merugikan pihak-pihak yang berperkara.
Kebiasaan tersebut di antaranya pemanggilan para pihak untuk sidang pertama. Banyak
penangan perkara yang beranggapan bahwa panggilan sidang secara patut adalah 3 (tiga) kali.
Sebelum tiga kali panggilan, para pihak (dalam hal ini biasanya tergugat) memilih untuk
tidak hadir terlebih dahulu, dengan keyakinan masih ada panggilan kedua dan ketiga yang
akan disampaikan.
Dalam berbagai kesempatan baik pada saat Diklat Beracara di Pengadilan maupun
acara informal lainnya, penulis beberapa kali mendapat pertanyaan dari peserta diklat/para
penangan perkara yang apabila hal tersebut ditanyakan kepada badan peradilan, jawabannya
berbeda-beda. Pertanyaan yang diajukan yaitu apakah pemanggilan untuk menghadiri
persidangan harus (wajib) disampaikan sebanyak tiga kali? Bagaimana jika salah satu pihak
tidak hadir dalam pemanggilan pertama? Apakah yang dimaksud dengan panggilan secara
patut? Apakah konsekuensinya apabila kita selaku tergugat/penggugat tidak hadir dalam
persidangan pertama? Apakah dasar hukumnya?
Pasal 148R.Bg./124 HIR Dalam sidang pertama Penggugat yang tidak hadir dalam
sidang, sedangkan Tergugat hadir dalam sidang, Dalam keadaan yang demikian
Hakim dapat menjatuhkan putusan dengan menyatakan Gugatan Peggugat Gugur dan
menghukum Penggugat membayar biaya perkara;
Pasal 149 ayat(1) R.Bg./125ayat(1) HIR Dalam sidang pertama Tergugat yang tidak
hadir dalam sidang, sedangkan Penggugat hadir dalam sidang, Dalam keadaan yang
demikian Hakim dapat menjatuhkan putusan dengan menyatakan Gugatan Penggugat
dapat dikabulkan dengan verstek (tanpa hadirnya Tergugat);
Pasal 150R.Bg./126 HIR Dalam kejadian sebagaimana dalam sidang pertama apakah
Penggugat atau Tergugat yang tidak hadir Hakim dapat memerintahkan untuk
memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang
ditentukan dalam sidang itu;
Pasal 151 R.Bg./127 HIR Kemungkinan yang ke-empat apabila Tergugat ada seorang
atau lebih yang tidak hadir menghadap dalam sidang maka pemeriksaan perkara
ditunda sampai suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. Penundaan itu di dalam
sidang diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku
sebagai panggilan, sedangkan Tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar
dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan
keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan
perlawanan;
Pasal 18 6ayat(3)R.Bg./ 159 ayat(3)HIR Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada
hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada hari sidang berikutnya, yang
kemudian ditunda lagi, maka Ketua memerintahkan agar pihak itu dipanggil lagi
untuk hadir pada sidang berikutnya;
Kesimpulan
TahapKedua, PEMBACAAN
GUGATAN/PERMOHONAN
Bila upaya damai tidak berhasil, Majelis
Hakim akan memulai pemeriksaan perkara
dengan membacakan gugatan/permohonan
Penggugat/Pemohon.
Tahap Kelima, REPLIK
Kesempatan Penggugat/Pemohon untuk
menanggapi jawaban Tergugat/Termohon, baik
secara lisan maupun tertulis.
Tahap Keenam, DUPLIK
Kesempatan Tergugat/Termohon untuk
menjawab kembali tanggapan (replik)
Penggugat/Pemohon, baik secara lisan maupun
tertulis.
Tahap Ketujuh, PEMBUKTIAN
Pada tahap ini baik Penggugat/Pemohon akan
dimintakan bukti untuk menguatkan dalil-dalil
gugatan/permohonannya dan Tergugat/Termohon
akan dimintakan bukti untuk menguatkan
bantahannya.
TahapKesepuluh, PEMBACAAN PUTUSAN
3. Slide Ketiga.
UPAYA HUKUM
1. Verzet
2. Banding
3. Kasasi
4. Peninjauan Kembali
5. Perlawanan pihak ke tiga.
JAWAB :
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dengan upaya
hukum luar biasa.
a. Perlawanan/verzet
b. Banding
c. Kasasi
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada
asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek).
Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam
tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek
diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang
dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo.
UU No 5/2004 adalah:
1. tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas
wewenang;
2. salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku;
3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
a. ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan
palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya;
e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang
nyata.
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69
UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat
pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga,
maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar
hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya
mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat
pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh
ebab itu dikatakan luar biasa).
Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat
pertama.