Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH HUKUM ACARA PIDANA, PERDATA DAN TUN

KELOMPOK 2 :

1. Muhammad Fariz Rachman (Absen 06)

2. Anatasya Ayu Jovita (Absen 07)

3. Rido Hafiz (Absen 08)

4. Tathia Yolanda Arvaresa (Absen 09)

5. Sigit Haryo Bismoko (Absen 10)

1. Slide Pertama.

Pengikutsertaan Pihak Ke 3 Dalam Proses Persidangan (Pengertian)

Voeging (Menyertai), Tussenkomst (Menengahi), Vrijwaring (Penanggungan)

JAWAB :

Dalam suatu proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berjalan sangat
dimungkinkan masuknya pihak ketiga ke dalam proses persidangan. Pihak ketiga yang turut
mencampuri atas prakarsa sendiri atau ditarik oleh salah satu pihak itu disebut ”intervensi”

1. Voeging (Menyertai)

Voeging dapat diartikan sebagai ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang
sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan sikap memihak kepada satu pihak.
Syaratnya harus ada kepentingan hukum dengan pokok perkara. Voeging terjadi selama
dalam sidang pertama atau sidang sedang berlangsung. Contoh: A meminjam uang B dengan
perjanjian akan dibayar lunas pada bulan Desember yang akan datang. Untuk menjamin
pembayaran utangnya itu X selaku pihak ketiga menggadaikan barangnya kepada si B.
Apabila B menggugat A, X dapat mencampuri utang piutang antara A dan B dengan
membela A karena kepentingannya.
2. Tussenkomst (Menengahi)

Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang sedang
berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan sikap membela kepentingan diri sendiri.
Di sini pihak ketiga menuntut haknya sendiri terhadap penggugat dan tergugat. Jadi, ia
melawan penggugat dan tergugat untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Ini
semacam gabungan/kumulasi gugatan. Contoh: A dan B sama-sama mengaku sebagai
pemilik sebidang tanah, yang sebenarnya tanah tersebut adalah milik si X. Maka X sebagai
pihak ketiga dapat mengajukan permohonan untuk mencampuri perkara A dan B dengan
mengambil sikap membela kepentingan diri sendiri dengan menyatakan bahwa tanah yang
sedang disengketakan itu bukan milik A dan B, tetapi miliknya sendiri.

3. Vrijwaring (Penanggungan)

Vrijwaring adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara karena diminta
salah satu pihak yang beperkara sebagai penanggung atau pembebas. Pihak ketiga sengaja
ditarik oleh penggugat atau tergugat. Maksudnya adalah agar yang menarik itu terbebas oleh
adanya pihak ketiga. Jadi, pihak ketiga sengaja ditarik oleh penggugat atau tergugat sehingga
ia turut berproses di sidang PN. Contoh: A menggugat B agar menyerahkan sebuah rumah
dan tanah yang didiaminya. Dalam perkara tersebut B menarik X sebagai pihak ketiga yang
dulunya menjual rumah dan tanah itu kepadanya. Penarikan pihak ketiga dimaksudkan untuk
menjamin atau menanggung pembeli B dari tuntutan A.

Pengajuan vrijwaring dilakukan dengan cara mengajukan permohonan oleh pihak


tergugat dalam jawabannya secara lisan atau tertulis yang memohon kepada majelis hakim
agar diperkenankan untuk memanggil seseorang sebagai pihak yang turut beperkara dalam
perkara yang sedang diperiksa oleh majelis hakim dalam rangka melindungi kepentingan
tergugat. Pihak ketiga yang turut mencampuri, yang disebut intervensi, dapat diajukan atau
diterima selama dalam proses jawab-menjawab, yaitu sampai dengan duplik atau sebelum
diajukan alat-alat bukti (pembuktian). Kalau ketiga acara itu diajukan pada proses
pembuktian, acara itu tidak dapat diterima, tetapi masih dapat diajukan lagi dengan gugatan
biasa.

Melihat maksud dan tujuan keikutsertaan pihak dalam perkara yang sedang diproses
itu, pihak ketiga bukanlah intervensi. Permohonan semacam ini disebut gugatan insidentil
dan akan diputus dengan putusan sela. Putusan sela adalah putusan insidentil, yaitu putusan
sementara/pertengahan dalam suatu perkara. Dikatakan demikian karena datangnya inisiatif
bukan dari pihak ketiga melainkan datang dari salah satu pihak yang beperkara. Kalau hal itu
terjadi, gugat perdata disebut gugat pokok dan gugatan kedua disebut gugatan insidentil.
Dalam gugatan pokok, penggugat dan tergugat semula tetap menjadi penggugat dan tergugat,
sedangkan dalam gugatan insidentil tergugat menjadi penggugat, penggugat menjadi
penggugat penjamin dan tergugat penjamin. Kedua gugatan tersebut diperiksa secara bersama
dan diputus oleh hakim sekaligus.

2. Slide Kedua.

PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PERSIDANGAN PENGADILAN

1. Ketidakhadiran pihak-pihak di Persidangan


2. Pembacaan gugatan.
3. Perdamaian.
4. Jawaban tergugat.
5. Reflik.
6. Duplik.
7. Mendengar saksi ahli.
8. Pemeriksaan setempat
9. Pemeriksaan surat2 bukti.
10. Pembuktian.
11. Kesimpulan (Conclusie)
12. Musyawarah Majelis Hakim.
13. Putusan Hakim

JAWAB :

1. Ketidakhadiran pihak-pihak di Persidangan

Dalam perkara perdata, semua hal-hal yang berkaitan dengan hukum acara telah
diatur dalam Hukum Acara Perdata (R.Bg/HIR). Mulai dari gugatan, panggilan, sampai
dengan pemberitahuaan (relaas) putusan. Ada juga peraturan-peraturan lain yang melengkapi
hukum acara tersebut, diantaranya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

Terkait hukum acara, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang seolah menjadi hukum tidak
tertulis, dan apabila tidak diluruskan akan merugikan pihak-pihak yang berperkara.
Kebiasaan tersebut di antaranya pemanggilan para pihak untuk sidang pertama. Banyak
penangan perkara yang beranggapan bahwa panggilan sidang secara patut adalah 3 (tiga) kali.
Sebelum tiga kali panggilan, para pihak (dalam hal ini biasanya tergugat) memilih untuk
tidak hadir terlebih dahulu, dengan keyakinan masih ada panggilan kedua dan ketiga yang
akan disampaikan.

Dalam berbagai kesempatan baik pada saat Diklat Beracara di Pengadilan maupun
acara informal lainnya, penulis beberapa kali mendapat pertanyaan dari peserta diklat/para
penangan perkara yang apabila hal tersebut ditanyakan kepada badan peradilan, jawabannya
berbeda-beda. Pertanyaan yang diajukan yaitu apakah pemanggilan untuk menghadiri
persidangan harus (wajib) disampaikan sebanyak tiga kali? Bagaimana jika salah satu pihak
tidak hadir dalam pemanggilan pertama? Apakah yang dimaksud dengan panggilan secara
patut? Apakah konsekuensinya apabila kita selaku tergugat/penggugat tidak hadir dalam
persidangan pertama? Apakah dasar hukumnya?

Atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, terdapat ketentuan-ketentuan dan pendapat ahli yang


mengatur tata cara pemanggilan bagi para pihak. Ketentuan-ketentuan dan pendapat ahli yang
mendasari pemanggilan para pihak adalah sebagai berikut:

 Pasal 148R.Bg./124 HIR Dalam sidang pertama Penggugat yang tidak hadir dalam
sidang, sedangkan Tergugat hadir dalam sidang, Dalam keadaan yang demikian
Hakim dapat menjatuhkan putusan dengan menyatakan Gugatan Peggugat Gugur dan
menghukum Penggugat membayar biaya perkara;
 Pasal 149 ayat(1) R.Bg./125ayat(1) HIR Dalam sidang pertama Tergugat yang tidak
hadir dalam sidang, sedangkan Penggugat hadir dalam sidang, Dalam keadaan yang
demikian Hakim dapat menjatuhkan putusan dengan menyatakan Gugatan Penggugat
dapat dikabulkan dengan verstek (tanpa hadirnya Tergugat);
 Pasal 150R.Bg./126 HIR Dalam kejadian sebagaimana dalam sidang pertama apakah
Penggugat atau Tergugat yang tidak hadir Hakim dapat memerintahkan untuk
memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang
ditentukan dalam sidang itu;
 Pasal 151 R.Bg./127 HIR Kemungkinan yang ke-empat apabila Tergugat ada seorang
atau lebih yang tidak hadir menghadap dalam sidang maka pemeriksaan perkara
ditunda sampai suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. Penundaan itu di dalam
sidang diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku
sebagai panggilan, sedangkan Tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar
dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan
keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan
perlawanan;
 Pasal 18 6ayat(3)R.Bg./ 159 ayat(3)HIR Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada
hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada hari sidang berikutnya, yang
kemudian ditunda lagi, maka Ketua memerintahkan agar pihak itu dipanggil lagi
untuk hadir pada sidang berikutnya;

Kesimpulan

Dari ketentuan-ketentuan di atas, pemanggilan dalam persidangan tidak harus sampai


3 (tiga) kali jika salah satu tidak hadir dalam pemanggilan pertama. Jika ketidakhadiran
Penggugat dalam sidang pertama hakim dapat memutuskan Penggugat gugur atau Hakim
masih dapat menunda sekali lagi untuk memanggil Penggugat untuk hadir dalam
persidangan, begitu pula sebaliknya ketidakhadiran Tergugat dalam persidangan pertama,
tidak ada keharusan bagi Hakim harus memutus perkaranya dengan mengabulkan gugatan
Penggugat dengan verstek, tetapi hakim masih dapat menunda sekali lagi untuk memanggil
Tergugat untuk hadir dalam persidangan, hal ini tercantum dalam Pasal 150 R.Bg./126 HIR.
Kebiasaan tiga kali dalam pemanggilan tumbuh dan berkembang dalam praktik peradilan
agar Hakim tidak tergesa-gesa dalam memberikan putusan dikarenakan adanya kemungkinan
para pihak tidak datang karena ada halangan-halangan tertentu.

TahapKedua, PEMBACAAN
GUGATAN/PERMOHONAN
Bila upaya damai tidak berhasil, Majelis
Hakim akan memulai pemeriksaan perkara
dengan membacakan gugatan/permohonan
Penggugat/Pemohon.

Tahap Ketiga, UPAYA DAMAI


Majelis Hakim akan berusaha menasehati para
pihak untuk berdamai.
TahapKeempat, JAWABAN
TERGUGAT/TERMOHON
Kesempatan Tergugat/Termohon untuk
menjawab gugatan/permohonan
Penggugat/Pemohon, baik secara lisan maupun
tertulis.

Tahap Kelima, REPLIK
Kesempatan Penggugat/Pemohon untuk
menanggapi jawaban Tergugat/Termohon, baik
secara lisan maupun tertulis.

Tahap Keenam, DUPLIK
Kesempatan Tergugat/Termohon untuk
menjawab kembali tanggapan (replik)
Penggugat/Pemohon, baik secara lisan maupun
tertulis.

Tahap Ketujuh, PEMBUKTIAN
Pada tahap ini baik Penggugat/Pemohon akan
dimintakan bukti untuk menguatkan dalil-dalil
gugatan/permohonannya dan Tergugat/Termohon
akan dimintakan bukti untuk menguatkan
bantahannya.

Tahap Kedelapan,  KESIMPULAN

Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon


menyampaikan kesimpulan akhir terhadap
perkara yang sedang diperiksa.
TahapKesembilan, MUSYAWARAH
MAJELIS

Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk


mengambil keputusan mengenai perkara yang
sedang diperiksa.

TahapKesepuluh, PEMBACAAN PUTUSAN

Majelis Hakim akan membacakan putusan hasil


musyawarah Majelis Hakim.

3. Slide Ketiga.

UPAYA HUKUM

1. Verzet
2. Banding
3. Kasasi
4. Peninjauan Kembali
5. Perlawanan pihak ke tiga.

JAWAB :

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada


seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat
bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan
apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang
dapat melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu
pihak.

Macam-Macam Upaya Hukum

Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dengan upaya
hukum luar biasa.

1. Upaya hukum biasa


Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan hukum
tetap. Upaya ini mencakup:

a. Perlawanan/verzet
b. Banding
c. Kasasi

Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan


tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau
uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya
hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.

2. Upaya hukum luar biasa

Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada
asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:

a. Peninjauan kembali (request civil)


b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial

A. Upaya Hukum Biasa: Perlawanan/verzet

Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek).
Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam
tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek
diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir.

Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):

1. keluarnya putusan verstek


2. jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan
jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan
3. verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum
dimana penggugat mengajukan gugatannya.

B. Upaya Hukum Biasa: Banding


Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap
putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang
menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).

Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut


ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:

1. ada pernyataan ingin banding


2. panitera membuat akta banding
3. dicatat dalam register induk perkara
4. pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari
sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
5. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra
memori banding.

C. Upaya Hukum Biasa: Kasasi

Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan


putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan
akhir.

Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang
dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo.
UU No 5/2004 adalah:

1. tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas
wewenang;
2. salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku;
3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

A. Upaya Hukum Luar Biasa: Peninjauan Kembali

Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang,


terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-
pihak yang berkempentingan. [pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004]

Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:

a. ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan
palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya;
e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang
nyata.

Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69
UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat
pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).

B. Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet / Perlawanan Pihak Ketiga.

Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga,
maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar
hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.

Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya
mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat
pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh
ebab itu dikatakan luar biasa).

Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat
pertama.

Anda mungkin juga menyukai