Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM EKOFISIOLOGI

RESPON IKAN TERHADAP PENGARUH SALINITAS

Disusun Oleh:

Faris Verliansyah

NPM. 140410190049

Kelompok 4 / Teh Vira

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN

2021
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui Pengaruh Salinitas Terhadap Jumlah bukaan operkulum ikan dan kondisi
ikan

2. ALAT-BAHAN PRAKTIKUM
 Stopwatch
 Akuarium
 Batang pengaduk
 Ikan nila (Oreochromis niloticus)
 Garam (2000,4000.8000, & 16.000)

3. KLASIFIKASI HEWAN PERCOBAAN

o Kingdom: Animalia
o Phylum: Chordata
o Class: Actinopterygii
o Order: Cichliformes
o Family: Cichlidae
o Genus: Oreochromis
o Species: Oreochromis niloticus
(Linnaeus,  1758)

Tabel Hasil Pengamatan Respon Ikan Terhadap Perubahan Salinitas

Waktu/ppm 0 2.000 4.000 8.000 16.000


Interval 1 271 287 217 334 349
(5’) +++ +++ +++ +++ +++
Interval 2 496 597 486 341 289
(5’) +++ +++ +++ +++ +++
Interval 3 689 1026 646 350 322
(5’) +++ +++ +++ +++ +++
Rata-rata 485.3333 636.6667 449.6667 341.6667 320

Keterangan:

+++ berenang lambat

(angka) jumlah bukaan operculum


Pembahasan

Pada praktikum respon ikan terhadap perubahan salinitas, dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh salinitas terhadap operculum ikan dan kondisi fisik ikan. Alat dan bahan
yang digunakan yaitu akuarium, digunakan sebagai wadah ikan saat melakukan pengamatan;
batang pengaduk, digunakan untuk mengaduk dan melarutkan garam dalam air; counter,
digunakan untuk menghitung banyaknya bukaan operculum ikan; stopwatch, digunakan untuk
mengukur lamanya waktu dalam percobaan; garam, digunakan untuk menguji kondisi ikan
dengan dosis 2.000 ppm, 4.000 ppm, 8.000 ppm, dan 16.000 ppm; ikan nila (Oreochromis
niloticus) digunakan sebagai hewan percobaan yang akan diamati responnya terhadap perubahan
salinitas.

Prosedur pada praktikum kali ini, yaitu menyiapkan akuarium yang telah berisi air
terlebih dahulu, lalu masukkan dan larutkan garam dengan batang pengaduk sesuai dengan dosis
yang akan diamati, mulai dari tanpa 0 ppm, 2.000 ppm, 4.000 ppm, 8.000 ppm, dan 16.000 ppm.
Setelah itu, masukkan ikan nila kemudian amati dan catat bukaan operculum ikan serta kondisi
fisik ikan. Hasil pengamatan yang didapatkan, yaitu ikan nila mengalami bukaan operculum
dengan jumlah yang berbeda-beda pada setiap dosis garam yang diberikan. Pada dosis 0 ppm,
menunjukkan hasil jumlah bukaan operculum ikan dari interval 1 hingga interval 3 rata-rata
sebanyak 485.3333 kali. Pada dosis 2.000 ppm, menunjukkan hasil jumlah bukaan operculum
ikan dari interval 1 hingga interval 3 rata-rata sebanyak 636.6667 kali. Pada dosis 4.000 ppm,
menunjukkan hasil jumlah bukaan operculum ikan dari interval 1 hingga interval 3 rata-rata
sebanyak 449.6667 kali. Pada dosis 8.000 ppm, menunjukkan hasil jumlah bukaan operculum
ikan dari interval 1 hingga interval 3 rata-rata sebanyak 341.6667 kali. Pada dosis 16.000 ppm,
menunjukkan hasil jumlah bukaan operculum ikan dari interval 1 hingga interval 3 rata-rata
sebanyak 320 kali. Sedangkan hasil pengamatan kondisi fisik ikan pada dosis 0 ppm hingga
16.000 ppm masing-masing menunjukkan kondisi yang sama, yaitu ikan nila berenang lambat.

Air merupakan media yang dibutuhkan organisme untuk kehidupan, tidak terkecuali pada
ikan. Berdasarkan kandungan garam yang terdapat pada perairan, air dapat dibedakan menjadi 3
golongan besar yaitu air tawar, air payau, dan air laut. Banyaknya kandungan garam yang
terdapat di perairan disebut dengan salinitas. Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam
yang terdapat didalam air laut (Hutabarat dan Evan, 1985). Salinitas dalam perairan akan
mempengaruhi kelangsungan hidup biota air di dalam perairan tersebut. Satuan salinitas
umumnya dalam bentuk ppt. Air tawar memiliki salinitas 0 ppt, air payau memiliki salinitas 1-30
ppt, dan air laut/asin memiliki salinitas di atas 30 ppt (Astuti et al., 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Bastian (1996) menunjukkan bahwa ikan nila merupakan
ikan yang memiliki daya tahan tubuh dan adaptasi fisiologis yang baik terhadap rentang salinitas
yang tinggi karena ikan nila tergolong ikan euryhaline yang memiliki potensi untuk
menyesuaikan diri pada salinitas air laut (± 35 ppt). Dari hasil percobaan praktikum terbukti
bahwa bahwa ikan nila mampu hidup pada konsentrasi salinitas 2.000 – 16.000 ppm dengan cara
melakukan osmoregulasi. Habitat asli dari ikan nila adalah air tawar, untuk bertahan hidup dari
lingkungan dengan salinitas 2.000 – 16.000 ppm ikan nila akan melakukan osmoregulasi yang
berbeda untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tekanan
osmosis lingkungan lebih tinggi dari cairan tubuh ikan nila, sehingga air dalam tubuh ikan nila
akan mengalir ke lingkungan dengan cara osmosis dan garam-garam atau ion-ion dari
lingkungan akan masuk kedalam tubuh ikan nila dengan cara difusi. Untuk mempertahankan
atau menyeimbangkan konsentrasi garam dan air dalam tubuh ikan nila, maka ikan nila akan
memperbanyak minum air untuk melakukan proses osmoregulasi. Dengan memperbanyak
minum maka kehilangan air dalam tubuh ikan nila akan tergantikan dan garam-garam harus
segera dikeluarkan. Organ-organ yang terlibat dalam proses osmoregulasi ikan nila adalah insang
dan ginjal (Yulan et al., 2013). Menurut Fujaya (2004) ikan-ikan euryhaline memiliki ginjal
intermediate antara ikan air tawar dan ikan air laut. Darahnya sedikit lebih encer dibandingkan
ikan air laut, tetapi konsentrasi urinenya tidak seperti urine ikan air laut. Ginjal-ginjal euryhaline
mengatur perbedaan konsentrasi darah dan urine sebagaimana pada tipe ikan air laut dan ikan air
tawar dengan jalan mengatur laju hilangnya garam atau air melalui transpor aktif. Karena ikan
nila bersifat euryhaline, maka perbedaan konsentrasi cairan tubuh dan lingkungannya lebih kecil
sehingga energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi dalam upaya
adaptasi lebih sedikit (Yulan et al., 2013). Oleh karena itu, ikan nila masih dapat bertahan hidup
walaupun berada pada salinitas 16.000 ppm.

Kenaikan salinitas air pada percobaan ikan nila dapat berpengaruh terhadap konsumsi
oksigen. Semakin meningkatnya perbedaan salinitas juga menimbulkan perbedaan tekanan
lingkungannya. Akibatnya larutan garam masuk ke dalam jaringan tubuh ikan nila melalui
membran semipermeabel dalam jumlah yang berlebihan, sehingga cairan tubuh ikan nila menjadi
lebih pekat. Semakin pekat cairan dalam tubuh ikan nila maka kemampuan darah untuk mengikat
DO menjadi berkurang, akibatnya ikan tersebut akan mati jika tetap dibiarkan terlalu lama
(Wahyurini, 2005). Hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi dosis salinitas air maka semakin
rendah rata-rata jumlah respirasi ikan yang diamati dari bukaan operculum ikan.
Kesimpulan

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan euryhalin, hal ini dibuktikan
dengan ikan nila mampu bertahan hidup dalam rentang salinitas yang tinggi dari 2.000 ppm
hingga 16.000 ppm, waluapun habitat aslinya yaitu berada di air tawar dengan kadar salinitas 0
ppm. Ikan nila melakukan osmoregulasi guna berdaptasi dengan lingkungannya. Selain kondisi
ikan, jumlah bukaan operculum ikan juga berpengaruh terhadap perbedaan salinitas dalam air.
Semakin tinggi kadar salinitasnya, semakin rendah pula rata-rata jumlah bukaan operculum ikan.
Hal ini karena semakin tinggi salinitas, maka semakin tinggi pula tekanan lingkungannya. Oleh
karena itu, garam-garam akan masuk ke dalam tubuh ikan, sehingga cairan dalam tubuh ikan
akan lebih pekat dan kemampuan ikan dalam mengikat DO akan berkurang yang menyebabkan
ikan menjadi semakin lemah pergerakannya.
Daftar Pustaka

Astuti, I. R. et al. (2012) ‘TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT KHV PADA IKAN MAS
(Cyprinus carpio) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN DALAM SKALA
LABORATORIUM’, Jurnal Riset Akuakultur, 7(3), p. 477. doi:
10.15578/jra.7.3.2012.477-484.

Bastian. 1996. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan nila merah
(Oreochromis niloticus) pada kisaran suhu media 24±10 C dengan salinitas berbeda
(0ppt, 10ppt, dan 20 ppt). Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Indonesia.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi ikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Hutabarat & Evans. 1985. Pengantar oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Wahyurini, E. T. 2005. PENGARUH PERBEDAAN SALINITAS AIR TERHADAP TINGKAT


KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus).
https://core.ac.uk/download/pdf/286719931.pdf (diakses 12 Oktober 2020, 17.10 WIB).

Yulan, A., I. A. Anrosana, dan A. A. Gemaputri. 2013. TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP


BENIH IKAN NILA GIFT (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS YANG
BERBEDA. Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.). XV (2): 78-82 ISSN: 0853-6384.
Lampiran

ppm/ Interval 1 Interval 2 Interval 3


Wakt
u
0

2.000

4.000

8.000

16.00
0

Anda mungkin juga menyukai