Anda di halaman 1dari 61

LITERATURE REVIEW HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM

PEMBERIAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA TODDLER

SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Akhir
Pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

Disusun Oleh :

RISMA APRILIA
KHGC15080

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA

GARUT PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : RISMA APRILIA


NIM : KHGC15080
JUDUL : LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN PERILAKU IBU
DALAM PEMBERIAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI
ANAK USIA TODDLER

SKRIPSI
Skripsi ini telah disidangkan dihadapan
Tim Penguji Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Karsa Husada Garut

Garut, Agustus 2020


Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Elang MA, M.Kes) (Dede Suharta,S.Kep.,M.Pd)

Mengetahui,

Ketua

Program Studi S1 Keperawatan

(Iin Patimah, S.Kep.,Ns., M.Kep)

i
LEMBAR PERSETUJUAN

PERBAIKAN SEMINAR SIDANG PENELITIAN

NAMA : RISMA APRILIA


NIM : KHGC15080
JUDUL : LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN PERILAKU IBU
DALAM PEMBERIAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI
ANAK USIA TODDLER

Menyatakan bahwa mahasiswa diatas telah melaksanakan perbaikan seminar sidang


penelitian.

Garut, Agustus 2020

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Elang MA, M.Kes) (Dede Suharta, S.Kep.,MPd)

Penelaah I Penelaah II

(Iin Patimah, S.Kep.,Ns., M.Kep) (Sulastini, S.Kep.,Ns.,M.Kep)

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


1. Karya tulis saya, Skripsi ini, adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (S.Kep), baik dari STIKes Karsa Husada maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai
acuan dalam naskah pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di STIKes
Karsa Husada Garut.

Garut, Agustus 2020

Yang membuat pernyataan

Materai Rp.6000

(Risma Aprilia)

NIM . KHGC15080

iii
ABSTRAK

LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN

MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA TODDLER

Risma Aprilia

Program Studi S1 Keperawatan

STIKes Karsa Husada Garut

x + V Bab + 56 Halaman + 4 Tabel + 3 Lampiran

Usia toddler (1-3 tahun) merupakan masa keemas an yang menentukan perkembangan maupun
status gizi pada anak di kemudian hari. Perilaku ibu dalam pemberian makan adalah factor
penting bagi status gizi anak terutama anak usia toddler. Tujuan dari literature ini adalah untuk
mengidentifikasi hubungan antara perilaku ibu dengan status gizi anak pada usia toddler.
Metode penelitian ini manggunakan literatur review. Pencarian artikel menggunakan database
Google Scholar dan Garuda dengan kata kunci Perilaku ibi, anak usia toddler, Status gizi
dengan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian di review. Hasil review pada 4 artikel, 3 artikel
membuktikan bahwa ada hubungan antara perilaku ibu dengan status gizi anak usia toddler. 1
artikel lain membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku ibu dengan status gizi anak
toddler. Kesimpulan berdasarkan 4 artikel yang direview membuktikan bahwa Berdasarkan
empat artikel penelitian yang direview menunjukan bahwa terdapat Hubungan antara perilaku
ibu dengan status gizi anak toddler. Perilaku ibu sangat berperan penting dalam hal status gizi
toddler. Hal ini disebabkan karena anak usia toddler masih bergantung dengan orangtua.
Diharapkan informasi tentang Status Gizi ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya dan dapat diaplikasikan pada keluarga keluarga yang mempunyai anak usia toddler.

Kata kunci : Perilaku ibu, anak Usia toddler, Status gizi.

iv
ABSTRACT
LITERATURE REVIEW: RELATIONSHIP ON MOTHER'S BEHAVIOR IN

FEEDING WITH THE NUTRITIONAL

STATUS OF TODDLER AGE CHILDREN

Risma Aprilia

Program S1 Keperawatan

STIKes Karsa Husada Garut

x + V Chapters + 56 Pages + 4 Tables + 3 Attachments


Toddler age (1-3 years) is a period of pregnancy that determines the development and
nutritional status of children at a later date. Mother's behavior in feeding is an important factor
for the nutritional status of children, especially toddlers. The purpose of this literature is to
identify the relationship between maternal behavior and nutritional status of children at toddler
age. This research method uses literature review. The search for articles used Google Scholar
and Garuda databases with the keywords mother’s Behavior, toddler age, nutritional statuswith
inclusion and exclusion criteria and then reviewed. The results of the review on 4 articles and
3 articles prove that there is a relationship between maternal behavior and the nutritional status
of toddlers. Another article proves that there is no relationship between maternal behavior and
the nutritional status of toddlers. The conclusion based on the 4 articles reviewed proves that
based on the four research articles reviewed, it shows that there is a relationship between
maternal behavior and the nutritional status of toddlers. Mother's behavior is very important in
terms of toddler nutritional status. This is because toddlers still depend on their parents. It is
hoped that this information on nutritional status can be used as a reference for further research
and can be applied to families with toddler children.

Keywords: Mother's behavior, toddler age, nutritional status.

v
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga dapat menyelesaikan proposal ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjunan kita Nabi
Muhammad SAW, tak lupa kepada keluarganya, para sahabatnya dan sampai kepada
kita selaku umat di akhir zaman amin.

Adapun judul yang diangkat dalam pembuatan penelitian ini adalah “Literature
Review Hubungan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak
Usia Toddler”.

Pembuatan proposal ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan program sarjana keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa
Husada Garut.

Skripsi Literature Review ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. (Hc) H. Amas Setiana, selaku Ketua Pembina Yayasan


Dharma Husada Insani Garut
2. Bapak H. D. Saepudin, S.Sos.,M.Kes, selaku Ketua Pengurus
Yayasan Dharma Husada Insani Garut.
3. Bapak H. Engkus Kusnadi, S.Kep.,M.Kes, selaku Ketua STIKes
Karsa Husada Garut.
4. Ibu IIn Patimah S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut.
5. Bapak Elang MA.,M.Kes , selaku pembimbing utama yang telah
memberikan arahan dan saran kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal ini.

vi
6. Bapak Dede Suharta, S.Kep.,M.Pd, selaku pembimbing
pendamping yang telah memberikan arahan dan saran kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
7. Seluruh staf dosen yang telah membimbing penulis selama
mengikuti perkuliahan di STIKes Karsa Husada Garut.
8. Penghargaan terbesar untuk Orang Tua tercinta terima kasih untuk
dukungan moril maupun materil, semangat, Serta Doa yang sangat
luar biasa untuk menyelesaikan proposal ini.
9. Teruntuk suami tercinta Tandi Ridwansyah terima kasih untuk
Dukungan Moril dan Materil nya terima kasih karena selalu
memberikan yang terbaik serta semangat dan Doa yang luar biasa
Ananda tercinta Qireysa Zahira Al Zahsy yang selalu menjadi
penyemangat dalam menyelesaikan proposal ini.
10. Teruntuk keluarga Besar tercinta yang selalu mendo’akan,
memberikan semangat dan dukungan yang sangat luar biasa untuk
menyelesaikan proposal ini.
11. Teruntuk sahabat-sahabat “Reuwog Squad” selalu memberikan
semangat serta bantuannya dalam mengerjakan proposal ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2015 Program studi S1
Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut.
13. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2016 program studi S1
Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut.

Garut, Juli 2020

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka................................................................................ 8


2.1.1 Perilaku ....................................................................................... 8
2.1.1.1 Bentuk Perilaku .................................................................. 8
2.1.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku ................................ 8
2.1.1.3 Proses Pembentukan Perilaku ............................................ 10
2.1.1.4 Domain Perilak................................................................... 11

viii
2.1.2 Makanan Bergizi Bagi Anak Usia Toddler ................................. 14
2.1.2.1 Pengatur Makanan Balita ................................................... 17
2.1.2.2 Angka Kecukupan Gizi Balita ........................................... 26
2.1.2.3 Pengaruh Makanan Bagi Kesehatan Balita ........................ 27
2.1.3 Status Gizi ................................................................................... 28
2.1.3.1 Penilaian Status Gizi .......................................................... 29
2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Berdasarkan Antropometri .............. 30
2.1.3.3 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ................ 35
2.1.3.4 Masalah – Masalah Gizi Anak Usia Toddler dan Balita .... 38
2.1.4 Hubungan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makan Dengan Status Gizi
Anak Usia Toddler ........................................................ 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 42
3.2 Strategi pencarian ........................................................................... 42
3.3 Kriteria Inklusi Dan Kriteria Eklusi ............................................... 42
3.4 Jadwal penelitian ............................................................................ 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitia ................................................................................ 44
4.2 Pembahasan .................................................................................. 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 49
5.2 Saran ............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABLE

2.1 Vitamin – vitamin yang diperlukan oleh balita serta fungsinya ................ 16

2.2 Cakupan zat gizi yang dianjurkan di indonesia sesuai umur .................... 26

2.3 Kategori Status Gizi untuk Umur 0-60 Bulan ............................................ 34

4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 44

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling

essensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan (Maslow 1970

dalam kozier, 2014). Pangan sebagai sumber gizi dan landasan utama manusia untuk

dapat mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang masih

menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Berdasarkan data WHO 2010,

1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak tepat dan 90%

diantaranya terjadi di negara berkembang. Kurang gizi pada toddler terjadi karena pada

usia tersebut kebutuhan gizi lebih besar dan toddler merupakan tahapan usia yang

rawan gizi.

Usia di bawah lima tahun terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa

pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak. Sehingga memerlukan

kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan pada masa-masa berikutnya dan pada

masa ini anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak

ditangani dengan baik maka akan mudah mengalami gizi kurang. Kurang terpenuhinya

gizi pada anak dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan baik

1
2

fisik maupun psikomotor dan mental, serta dapat menyebabkan kekurangan sel otak

sebesar 15% hingga 20%.

Penelitian yang dilakukan oleh Rinda 2009 menunjukkan hanya sekitar 62,5%

ibu yang dapat mempraktikkan perilaku pemberian makan seimbang pada anak, 75%

yang mempunyai sikap positif dalam pemberian makanan bergizi seimbang dan 54,2%

ibu yang hanya mengerti pemberian makanan bergizi seimbang namun tidak dapat

mempraktikkan dengan baik. Orang tua sebagai faktor yang sangat berpengaruh

terhadap pemenuhan status gizi anak, karena peran orang tua dalam memilihkan

makanan dan mencontohkan perilaku makan masih sangat besar (Virani, 2011 dalam

Suciati ningsih, 2015).

Berdasarkan sensus penduduk 2016, jumlah balita di Indonesia saat ini

mencapai 19.799.874 jiwa. Menurut data nasional depkes RI tahun 2016 persentase

balita kurang gizi 28,5%, dengan rincian 19,7% gizi kurang dan 8,8% gizi buruk, yang

berarti terdapat 6 ribu lebih balita yang menderita gizi buruk dan kurang gizi hamper

mencapai 15 ribu orang (Depkes RI, 2016)

Status gizi balita sangat bergantung pada apa yang dikonsumsi dan bagaimana

penggunaan zat-zat gizi dari makanan yang di perolehnya (Almetsier, 2011). Semakin

bertambahnya usia anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah, oleh karena

proses tumbuh kembang yang cepat. Ibu rumah tangga yang kreatif walaupun berasal

dari keluarga miskin, pada dasarnya harus dapat menghindari anak dari kondisi

malnutrisi, salah satunya dengan memberikan asi dalam waktu yang lebih lama

Haddad, 2009).
3

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi, secara umum dipengaruhi oleh

status kesehatan, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, politik, dan juga sosial budaya

serta secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi makanan (Suhardjo, 2012). Seorang

ibu seharusnya lebih mengerti tentang bagaimana penyajian makanan yang baik yang

mengandung zat gizi untuk kelangsungan tumbuh kembang balitanya (Khomsan,

2014).

Dalam penelitian (Sumarni, 2015) bahwa Perilaku ibu lebih mementingkan

keinginan anak dibandingkan kebutuhan gizi anak karena anak mempunyai picky eater

(memilih – milih makanan) adalah salah satu penyebab kenapa perilaku ibu yang

disoroti sebagai factor penyebab anak mengalami gizi kurang.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “Adakah

hubungan perilaku ibu dalam pemberian makan dengan status gizi pada anak usia

toddler”

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku ibu dalam pemberian makan dengan

status gizi anak usia toddler.


4

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan masukan untuk

melakukan perbaikan dalam upaya penanggulangan masalah perilaku

ibu dalam pemberian makan dengan peningkatan status gizi pada anak

usia toddler.

2. Sebagai bahan bagi kelanjutan kegiatan penelitian pada program

kesehatan, berprilaku hidup sehat dalam perbaikan gizi, serta upaya

penanggulangan masalah prilaku ibu dalam pemberian makan dengan

peningkatan status gizi pada anak usia toddler.

1.4.2. Manfaat Teoritis

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman dan

pengetahuan secara lebih mendalam mengenai perilaku ibu dalam

pemberian makanan bergizi dengan status gizi anak usia toddler.

2. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, yaitu sebagai

bahan acuan, tambahan wawasan dan pandangan lebih jauh tentang

penerapan ilmu gizi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Perilaku

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau

aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

(Notoatmodjo, 2012). Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).Teori ini disebut teori S-OR

(stimulus-organisme-respon) (Skiner dalam notoatmodjo, 2012).

2.1.1.1. Bentuk Perilaku

Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku yang tertutup (covert behavior)

dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang

yang belum dapat untuk diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku

terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan nyata sehingga dapat

untuk diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).

2.1.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012) faktor yang mempengaruhi perilaku ,adalah :

1. Faktor Intrinsik

a. Umur

8
9

Semakin bertambahnya umur, pengalaman hidupnya juga semakin banyak,

maka diharapkan dengan pengalaman yang dimiliki perilaku orang tersebut juga

positif.

b. Integensi

Seseorang yeng memiliki integensi tinggi akan lebih cepat menerima informasi.

c. Tingkat Emosional

Seseorang yang sedang dalam keadaan emosi cenderung tidak terkontrol

sehinga akan mempengaruhi perilakunya.

2. Faktor Ekstrinsik

a. Lingkungan

Seseorang yang bergaul dengan lingkungan orang-orang yang mempunyai

pengetahuan tinggi maka akan secara langsung atau tidak langsung pengetahuan

yang dimiliki akan bertambah, dan perilakunya akan lebih baik. Orang yang

bertempat tinggal di lingkungan yang keras tentu akan berpengaruh terhadap

perilaku kesehatan keseharian.

b. Pendidikan

Orang yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung memiliki perilaku

yang otomatis positif karena sebelum melakukan sesuatu orang tersebut pasti akan

berpikir secara matang dan dapat tahu apa akibat yang akan ditimbulkan.

c. Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang.


10

d. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan suatu hasil berinteraksi antar manusia dalam wilayah

tertentu. Sehingga orang tinggal di wilayah itu perilakunya sedikit demi sedikit akan

menyesuaikan sesuai dengan kebudayaan di wilayah tersebut.

2.1.1.3. Proses Pembentukan Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2012), dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang

tidak didasari dengan pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang

tersebut tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness

Orang (subyek) menyadari dalam dalam arti dapat mengetahui stimulus (obyek)

terlebih dahulu.

2. Interest

Orang ini sudah mulai tertarik kepada stimulus yang diberikan. Sikap subyek

sudah mulai timbul

3. Evaluation

Orang tersebut mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya sendiri. Berarti sikap responden sudah mulai lebih baik.

4. Trial

Orang (subyek) mulai mencoba perilaku baru sesuai dengan apa yang

dikehendaki stimulus.
11

5. Adoption

Orang (subyek) tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.Apabila penerimaan perilaku baru

melalui tahap seperti diatas, yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap

yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.

2.1.1.4. Domain Perilaku

Berdasarkan dari Teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu cognitive

domain, affective domain, dan psicomotor domain.(Notoatmodjo, 2012). Dalam

perkembangan selanjutnya para ahli pendidikan dan untuk kepetingan pengukuran

hasil, ketiga domain tersebut diukur dari :

A. Cognitive Domain diukur dari pengetahuan (knoeledge)

Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran seseorang terhadap

sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat (Fitriani, 2011). Tercakup dalam 6

tingkatan, yaitu :

1. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini merupakan mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)
12

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut secara

benar.

3. Aplikasi (appication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi real (yang sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satusama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

B. Affective Domain diukur dari sikap (attituade)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Alport (1954) yang dikutip notoatmodjo (2012)

menjelaskan bahwa sikap memiliki 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.


13

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend tobrhave).

Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan.Untuk mewujudkan

sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi

yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana dan prasarana.

C. Psicomotor Domain diukur dari praktik atau tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2012), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi

beberapa tingkatan :

1. Praktik terpimpin (guided respons)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntutan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu

hal secara otomatis.

3. Adopsi (adoption)

Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang telah

dilakukan tidak sekedar ritunitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan

modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Cara menilai prakik dapat

diartikan melalui observasi, check list dan kuesioner. Check list berisi daftar

variabel yang akan dikumpulkan datanya. Selain menggunakan obsevasi, check

list, penilaian praktik juga dapat dilakukan dengan kuesioner (Arikunto, 2010).

2.1.2 Makanan Bergizi Bagi anak usia toddler


14

Tubuh kita terbentuk dari zat-zat yang berasal dari makanan oleh karena itu kita

memerlukan masukan masukan makanan, yaitu untuk memperoleh zat-zat yang

diperlukan tubuh, (Nuraimah, 2011). Gizi (Nutrisi) yang baik merupakan tujuan yang

penting bagi kebanyakan orang, Giji semakin dipandang sebagai factor penentu yang

penting dalam upaya mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit. Anak usia

dibawah lima tahun merupakan masa terbentuknya dasar dasar kepribadian manusia,

kemampuan pengindraan, kemampuan berpikir, keterampilan berbahasa dan berbicara

bertingkah laku sosial dan lainnya (Depkes RI, 1993, dalam Santoso & Ranti, 2014).

Oleh karena itu pada usia toddler harusnya memperoleh zat gizi yang mencukupi

jumlah dan zat gizinya (Sumiarta, 2015).

Selain itu makanan merupakan kebutuhan fungsi jasmaniah dan psikososial

untuk kelangsungan hidup, nutrisi juga memiliki makna simbolik berdasarkan

keyakinan budaya, spiriyual dan kepribadian seseorang. Nutrisi biasanya menjadi

simbolik kehidupan dan kasih sayang, seperti ibu yang memberikan makanan pada

anaknya (Khomsan, 2013). Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi

makanan setiap hari berperan untuk kehidupan anak, kecukupan zat giji ini

berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak terutama pada anak usia toddler

maka selain pengetahuan diperlukan juga kemampuan dalam mengelola makanan

sehat untuk anak yang merupakan suatu hal yang sangat penting (Santoso & Ranti,

2009).
15

Menurut Notoatmodjo (2009), agar makanan dapat berpungsi dengan baik

maka makanan yang kita makan sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan

harus mengandung zat-zat gizi tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, makanan

harus mengandung protein, lemak karbohidrat, vitamin dan mineral.

a. Protein

Protein diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuhan (protein nabati) dan

makanan dari hewan ( protein hewani). Fungsi protein dalam tubuh sebagai

pembangun sel-sel yang rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan

hormone, membentuk zat inti energi, (1gr protein kira-kira akan menghasilkan 4,1

kalori). Kebutuhan protein balita bayi bervariasi dari 1,6-2,2 gr protein per KG BB.

Total asupan protein sebaiknya tidak melebihi 20% dari kebutuhan energi.

b. Lemak

Berasal dari minyak goreng, daging, margarine, dan sebagainya. Fungsi pokok

lemak bagi tubuh ialah menghasilkan kalori terbesar dalam tubuh manusia (1 gr

lemak menghasilkan sekitar 9,3 kalori), sebagai pelarut vitamin A,D,E,K dan

sebagai pelindung pada temperature rendah.

c. Karbohidrat

Berfungsi sebagai salah satu pembentuk energi yang paling murah. Pada

umumnya sumber karbohidrat ini berasal dari tumbuh-tumbuhan (beras, jagung,

singkong, dan sebagainya), yang merupakan makanan pokok.

d. Vitamin
16

Vitamin merupakan molekul organic yang terdapat didalam makanan. Fungsi

vitamin berlainan satu sama lain tetapi secara umum fungsinya adalah mengatur

metabolism tubuh,

Table 2.1

Vitamin-Vitamin yang diperlukan Oleh Balita Serta Fungsinya

Vitamin Fungsi

Vitamin A Berperan dalam pertumbuhan sel-sel epitel dan sebagai

pengaturan kepekaan rangsang sinar pada syaraf dan

mata

Vitamin B

-Vitamin B1 Metabolism karbohidrat, keseimbangan air dalam

tubuh dan membantu penyerapan zat-zat lemak dalam

-Vitamin B2 tubuh.

Berperan dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf

-Vitamin B6 mata dan enzim juga berfungsi dalam proses oksidasi

dalam sel

Berperan dalam pembentukan sel-sel darah, juga

dalam proses pertumbuhan dan kerja urat saraf

Vitamin C Sebagai activator macam-macam fermen perombak

protein dan lemak dalam oksidasi dan dehidrasi dalam

sel, penting dalam pembentukan trombosit


17

Vitamin D mengatur kadar dan fosfor dalam tubuh Bersama-sama

kelenjar gondok dan mempengaruhi kelenjar endokrin

Vitamin K Berperan dalam pembentukan prothrombin yang

berarti penting dalam pembekuan darah

e. Mineral

Berfungsi sebagai bagian dari zat yang aktif dalam metabolism atau sebagai

bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Bayi membutuhkan kurang lebih 150

ml/kh BB air maupun cairan lainnya hal ini untuk mencegah bayi yang mudah

mengalami dehidrasi maupun diare.

2.1.2.1. Pengatur Makanan Balita

Semakin bertambahnya usia bayi/anak, kebutuhan akan zat gizi akan semakin

bertambah pula. Pemberian makan pada balita termasuk toddler harus dilakukan secara

bertahap sesuai dengan usia anak, dimulai dari air susu ibu hingga makanan padat

seperti makanan orang dewasa (Azwar, 2010). Pengatur makanan balita berdasarkan

umur dibagi atas:

a. Usia 0-6 Bulan

ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi, karena mengandung

cukup energi dan zat gizi esensial yang cukup (Pudjianti, 2010). Asi sebaiknya

diberi segera setelah lahir (Kolostrum) karena mengandung banyak protein tinggi
18

dan zat anti bodi. Asi diberikan tanpa jadwal karena bayi akan menentukan sendiri

kebutuhannya pada saat lambungnya kosong.

ASI adalah emulsi lemak yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu

sebagai makanan utama bagi bayi dan balita. Asi mengandung berbagai komposisi

zat gizi, yaitu protein, karbohidrat ( glukosa, galaktosa, dan glukosamin), lemak,

mineral, vitamin, dan air. Asi diberikan segera setelah bayi lahir. Bayi baru lahir

sampai usia 4 bulan hanya diberi asi tanpa makanan tambahan (Aswar, 2009).

Sebaiknya bayi disusui tanpa jadwal, karena kebutuhan makanan ditentukan oleh

bayi sendiri.

b. Usia 6-8 Bulan

Pada usia 4 bulan ASI masih dibutuhkan, akan tetapi pada usia 5 bulan produksi

asi akan mengalami penurunan sehingga bayi membutuhkan makanan tambahan

dari bentuk makanan yang lain yaitu makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Pengenalan dan pemberian MP-ASI ini dilakukan secara bertahap, baik bentuk,

jumlah maupun macamnya (Aritonang, 2008). Menurut Aswar (2010), makanan

yang diberikan pada usia ini adalah makanan yang berbentuk lumat halus, yaitu

makanan yang dihancurkan dibuat dari tepung. Contohnya adalah bubur susu,

sepotong papaya atau pisang yang dihaluskan dan disaring.

c. Usia 8-10 Bulan

Pada usia ini makanan yang dibentuk berupa makanan yang lumat, yaitu

makanan yang disaring tampak kurang merata. Contohnya adalah nasi tim saring

yang ditambahkan dengan sedikit santan atau margarine. Makanan lumat ini
19

biasanya diberikan 2 kali sehari. Jika bayi 6 bulan diberi 6 sendok sekali beri, jika 7

bulan 7 sendok, 8 bulan 8 sendok dan 9 bulan 9 sendok (Aswar, 2010)

d. Usia 10-12 Bulan

Makanan yang diberikan pada bayi usia 9-12 bulan adalah makanan yang

berbentuk lunak. Contohnya adalah bubur nasi yang ditambah lauk pauk, bubur

ayam, bubur kacang hijau, diberikan 3 kali sehari. Pada usia ini terjadi penambahan

berat badan 3 kali berat badan waktu lahir. Makanan lunak ini sudah merupakan

makanan utama bagi bayi usia 9 bulan, karena berat badan anak sudah menjadi 3

kali lebih berat dari berat badan lahir. Sementara itu ASI sudah tidak dapat lagi

diandalkan karena produksinya yang semakin menurun (Moehji, 2008)

e. Usia 1-3 tahun

Pemberian zat gizi yang tepat pada usia ini akan membantu pertumbuhan fisik

dan juga mentalnya. Berikut zat-zat gizi penting yang harus diberikan pada usia 1-3

tahun :

1) Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat yang digunakan untuk aktivitas dan energi

bagi tubuh. Sumber makanan yang mengandung karbohidrat diperlukan

anak untuk aktivitasnya mempertahankan panas tubuh dan pertumbuhannya.

Kebutuhan energi dari karbohidrat harus memenuhi sekitar 50 % dari jumlah

total kalori yang dibutuhkan sehari. Di atas usia 2 tahun, dianjurkan sekitar

40 % sumber karbohidrat dari makanan pokok (nasi, roti, mi, tepung-

tepungan, biscuit, sereal) dan gula dari susu yang dikonsumsi, sedangkan 10
20

% dari gula sederhana (gula pasir, madu). Setelah usia 2 tahun, juga

dianjurkan bahwa kebutuhan energi dipenuhi dari peningkatan konsumsi

makanan pokok yang merupakan sumber utama karbohidrat, dan batasi dari

konsumsi lemak yang terlalu banyak.

2) Protein

Pada usia 1-3 tahun, protein sangat dibutuhkan untuk petumbuhan dan

kekuatan tubuhnya, dalam jumlah sekitar 1,5/kg berat badan (BB). Jumlah

ini lebih sedikit daripada kebutuhan protein pada masa bayi yaitu sekitar 2,0-

2,5 g/kg BB. Protein hewani (daging, ikan, telur, susu) dan nabati (kacang-

kacangan, tempe, tahu) merupakan sumber protein yang dapat diberikan

kepada anak yang disajikan dalam menu makanan keluarga. Nilai gizi

protein ditentukan oleh kadar asam aminonya, dimana pada umumnya

protein hewani mempunyai nilai gizi protein yang lebih tinggi dibandingkan

dengan protein nabati. Pada anak usia 1-3 tahun ini, kebutuhan protein dapat

dipenuhi dengan paling tidak minum susu dua kali 150 ml dan dua porsi

makanan yang mengandung protein. Dalam pemilihan daging sebagai

sumber protein sebaiknya diberikan daging yang tidak banyak kandungan

lemaknya.

3) Lemak dan asam lemak esensial

Sejak dini, asupan lemak bagi anak sebaiknya sekitar 20-25% dari

total kalori yang dibutuhkan. Jangan membiasakan memberi makanan yang

berlemak tinggi kepada anak karena bias menimbulkan rasa ketagihan untuk
21

mengkonsumsi terus-menerus. Akibatnya anak akan menjadi cepat gemuk

dan hal ini akan menjadi kebiasaan yang akan terbawa di masa dewasa

sehingga menyebabkan risiko berbagai penyakit di masa dewasa.

Sebaliknya, asam lemak esensial sangat penting untuk perkembangan otak

dan retina mata pada anak. Pertumbuhan sel-sel otak berlangsung sangat

cepat pada usia 0-1 tahun, terutama 6 bulan pertama usia kehidupan dan

berhenti pada usia anak 6 bulan. Pertumbuhan otak akan disempurnakan

hingga usia 2-3 tahun, dimana pada masa ini berat dan besar sel-sel otak yang

akan bertambah. Oleh karena itu, kekurangan gizi yang terjadi pada masa

dini kehidupan akan mempengaruhi tumbuh kembang otak yang selanjutnya

dapat mengurangi kecerdasan anak di kemudian hari.

4) Vitamin

Pada usia ini system perkembangan anak mulai berkembang sempurna

karena enzim-enzim pencernaan mulai berfungsi sempurna sehingga mampu

mengolah dan menyerap makanan berbentuk padat. Vitamin B kompleks

sangat penting untuk fungsi system pencernaan karena berperan dalam

berbagai proses metabolism karbohidrat, protein, dan lemak. Makanan yang

bervariasi mencukupi kebutuhan vitamin B kompleks, dimana sumbernya

banyak terdapat pada jagung, sayuran hijau, ayam, dan daging merah.

Vitamin D sangat berperan dalam proses pembentukan tulang. Vitamin ini

turut menjaga proses mineralisasi dengan meningkatkan penyerapan kalsium

dan fosfat, dan membantu penyimpanan kalsium di tulang dan gigi. Sumber
22

vitamin D didapat dari susu, minyak hati ikan cod dan sebagian besar dari

sinar matahari. Vitamin C sangat dibutuhkan oleh anak usia ini karena

berperan untuk mempertahankan daya tahan tubuh, membantu penyerapan

zat besi nonhaem, dan sebagai antioksidan.

5) Mineral

Mineral yang penting untuk anak usia 1-3 tahun adalah zat besi, kalsium

dan seng. Kekurangan zat besi di usia ini banyak dijumpai karena berbagai

factor antara lain kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi,

adanya penyakit infeksi atau penyakit bawaan sehubungan dengan

metabolism zat besi. Kebutuhan zat besi di usia ini cukup tinggi untuk

jaringan dan mencukupi cadangan zat besi dan penyerapan zat besi dari

berbagai makanan yang mengandung daging (haem iron) terutama daging

merah seperti daging sapi, kambing yaitu sekitar 15 % dan penyerapan akan

lebih rendah pada makanan yang tidak mengandung daging tersebut. Sumber

zat besi lain (non-haem iron) yaitu sayur-sayuran hijau seperti daun

singkong. Kalsium berperan dalam proses pembentukan gigi dan tulang.

Pada usia ini pertumbuhan gigi susu membutuhkan asupan kalsium yang

adekuat, dan kebutuhan kalsium sangat meningkat pada masa pertumbuhan

untuk membangun system tulang yang kuat. Penyerapan kalsium dari

makanan adalah sekitar 35 % dan sumber kalsium banyak dijumpai pada

susu, keju, yoghurt, dan brokoli. Seng merupakan mineral yang penting bagi

pertumbuhan, system imun, dan mempertahankan nafsu makan anak.


23

Asupan seng perlu diperhatikan untuk anak-anakterutama setelah 1 tahun

ketika sudah makan berbagai jenis makanan. Sumber makanan yang banyak

mengandung seng antara lain ikan, tiram, daging merah, kacang-kacangan,

biji-bijian, dan gandum.

6) Serat

Memasuki usia 1 tahun, anak harus mulai diberikan makanan yang

bertekstur karena anak sudah bias mengkonsumsi makanan padat. Sumber

makanan berserat antara lain sayur-sayuran yang dipotong dengan ukuran

yang mudah dikunyah serta buah-buahan yang dipotong dan tidak

dihaluskan lagi. Kebutuhan serat bagi anak usia diatas 2 tahun dianjurkan

dalam jumlah yang dapat dihitung dengan formula : umur (dalam gram) + 5

g/hari.

Kebutuhan serat ini dapat terpenuhi dengan konsumsi makanan

mengandung serat paling tidak pada 3 kali makan utama atau 2 porsi makan

utama dan 1 selingan. Konsumsi serat anak pada usia 1-2 tahun tidak boleh

terlalu banyak karena anak akan cepat merasa kenyang. Disamping itu

konsumsi serat yang mengandung asam fitat dapat mengganggu penyerapan

zat-zat gizi yang lain seperti zat besi , kalsium, dan seng.

f. Usia 3-5 tahun

Gizi balita usia 3-5 tahun pada tahap usia ini anak mulai belajar berbagai

keterampilan sosial. Aktivitas fisik dan gerak tubuhnya pun beragam, seperti

bersepeda, berlarian, dan berlompatan. Begitu juga kemampuan berfikirnya


24

seperti mengenal huruf, angka dan warna sudah mulai dilakukan pada usia ini.

Makanan sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya menjadi sangat penting

untuk menunjang aktivitas anak. Untuk anak usia 3-5 tahun, zat-zat gizi yang

diperlukan akan digunakan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan serta

memperkuat daya tahan tubuhnya. Berikut zat-zat gizi yang diperlukan :

1) Protein

Protein digunakan untuk pertumbuhan, memperbaiki sel-sel yang

rusak dan komponen penting untuk daya tahan tubuh. Protein dapat

diperoleh dari bahan hewani (daging, ayam, telur) dan nabati (tempe, tahu,

kacang-kacangan). Pada usia ini penularan penyakit karena virus atau

bakteri bias terjadi sehingga protein sangat penting untuk menjaga daya

tahan tubuh.

2) Vitamin

Vitamin A, C, E sangat berguna sebagai pelindung alamiah tubuh.

Vitamin C merupakan zat gizi utama untuk meningkatkan system daya

tahan tubuh. Bekerja sama dengan vitamin A dan E, ketiga vitamin ini dapat

melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan virus. Sumber makanan yang

mengandung vitamin A, C, E harus dikonsumsi setiap hari. Tubuh manusia

tidak dapat menyimpan vitamin C, oleh karena itu sangat penting untuk

mengkonsumsi jeruk, papaya, sayuran hijau, ubi. Vitamin A terdapat dalam

2 bentuk, yaitu yang berasal dari hewan disebut retinol dan dari tumbuhan

yang disebut beta-karoten. Keduanya sangat diperlukan oleh anak. Retinol


25

relative lebih mudah diserap oleh tubuh, maka bagi anak yang kurang suka

dengan daging harus digantikan dengan banyak makan sayuran yang

mengandung beta-karoten. Vitamin E ditemukan di dalam asam lemak

esensial, misalnya pada minyak ikan, kacang-kacangan dan minyak yang

terbuat dari kacang-kacangan.

3) Vitamin B Kompleks dan Asam Lemak Esensial

Keduanya sangat diperlukan untuk perkembangan otak karena pada

usia ini anak mulai menggunakan kemampuan berfikir untuk belajar. Zat

gizi utama yang dibutuhkan untuk proses berfikir dan konsentrasi

adalahasam lemak esensial omega-3 yang terdapat pada minyak ikan,

kacang-kacangan serta vitamin B Kompleks.

4) Mineral (Seng, Selenium, Zat Besi)

Seng yang banyak ditemukan pada daging sapi, tiram, ayam, telur dan

juga selenium yang terdapat pada karang dan makanan laut merupakan dua

mineral utama yang dibutuhkan oleh tubuh dalam meningkatkan system

daya tahan tubuh terhadap penyakit. Zat besi penting dalam pembentukan

sel darah merah yang membawa oksigen dan zat-zat gizi dalam darah ke

seluruh bagian tubuh. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia. Zat

besi terdapat pada daging merah, hati dan telur, juga pada buah pisang,

alpukat, sayuran brokoli, kentang dan beras merah.

2.1.2.2. Angka Kecukupan Gizi Balita


26

Jumlah makanan yang diberikan pada balita apalagi toddler harus berangsur

bertambah sesuai dengan bertambahnya kebutuhan balita akan berbagai zat gizi.

Berikut ini merupakan angka kecukupan zat gizi rata-rata yang dianjurkan untuk

perorangan dalam satu hari.

Tabel 2.2

Cakupan Zat Gizi Yang Dianjurkan Perorang Perhari untuk

Indonesia dalam Mempertahankan Kesehatan yang Baik Sesuai Umur

Berat Tinggi
Golongan Energi Protein VitA Besi Lodium
Badan Badan
Usia (KKal) (g) (RE) (mg (mg)
(kg) (cm)

0-6 bln 5,5 60 560 12 350 3 10

7-12 bln 8,5 71 800 15 350 5 15

1-3 thn 12 90 1250 23 350 8 20

4-6 thn 18 110 1750 32 460 9 20

Sumber LIPI, Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi VI, 1998. hal 877

(Almatsier, 2011)

2.1.2.3. Pengaruh Makanan Bagi Kesehatan Balita

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi

yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Begitu juga sebaliknya bila makanan tidak
27

dipilih dengan baiktubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial gizi

tertentu. Beberapa manfaat bagi tubuh (Almatsier, 2011).

a. Memberi energi dari karbohidrat, lemak, dan protein.

b. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh dari protein, mineral dan air.

c. Mengatur proses tubuh dari protein, mineral, air dan vitamin.

Menurut Almatsier (2011) kekurangan gizi secara umum dapat menyebabkan

gangguan pada beberapa proses yaitu:

1) Pertumbuhan

Anak-anak yang kurang gizi tidak dapat tumbuh menurut potensialnya.

2) Produksi tenaga

Kekurangan energi berasal dari makanan yang menyebabkan seseorang

kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktivitas.

3) Pertahanan tubuh

Daya tahan terhadap tekanan dan stress menurunkan system imunitas dan

antibody berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi. Pada anak-anak

hal ini menyebabkan kematian.

4) Struktur dan fungsi otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh pada perkembangan

mental dan kemampuan berpikir. Otak mencapai bentuk maksimum pada usia

2 tahun kurang gizi dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak secara

permanen. Makanan yang baik akan memberikan semua zat gizi yang

dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Fungsi zat gizi bagi tubuh.
28

5) Memberi energi

Zat-zat dapat memberikan energi bagi tubuh. Zat gizi tersebut adalah

karbohidrat, lemak dan protein. Oksidasi zat gizi ini menghasilkan energi

yang diperlukan tubuh melakukan aktivitas. Dalam fungsi sebagai zat

pemberi energi, ketiga zat tersebut dinamakan zat pembakar.

6) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh.

Protein, mineral dan air adalah zat pembangun yang diperlukan untuk

membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak.

7) Mengatur proses tubuh

Protein, mineral, air dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh.

Dalam fungsinya ini ke empat zat gizi tersebut dinamakan zat pengatur

(Almatsier, 2012).

2.1.3. Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa,

2012). Menurut Sediaoetama (2010), status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan

hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dan

utilisasinya. Menurut Arisman (2010), status gizi dapat ditentukan dengan cara

penilaian langsung atau tidak langsung, meliputi pemeriksaan antropometri,

pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia dan survey asupan makanan. Sedangkan


29

menurut Almatsier (2011), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan

digunakan secara efesien maka akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum

pada tingkat setinggi mungkin. Menurut Notoatmodjo (2012), kelompok umur yang

rentan terhadap penyakit penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak

balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi

masyarakat adalah melalui status gizi balita.

2.1.3.1. Penilaian Status Gizi

Menurut (Supariasa, 2012), pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua

yaitu secara langsung dan tidak langsung.

1. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian

yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri

artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka

antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi

(Supariasa, 2012).

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung


30

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

a. Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara

tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

b. Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa

statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan umur, angka

kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu.

c. Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,

biologis, dan lingkungan budaya.

2.1.3.2. Pengukuran Status Gizi Bedasarkan Antropometri

Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri

gizi Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran

tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di

bawah kulit. Keunggulan antropometri antara lain alat yang digunakan mudah

didapatkan dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang ulang dengan mudah

dan objektif, biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan secara ilmiah

diakui keberadaannya (Supariasa, 2012).

a. Parameter Antropometri
31

Arisman (2010) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator status gizi

dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran

tunggal dari tubuh manusia, antara lain:

1. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan

penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.

Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak

berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

2. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling

sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat

badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status

gizi Berat badan merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik,

mudah dipakai, mudah dimengerti, memberikan gambaran status gizi

sekarang. Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan

dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin.

3. Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang

telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat

Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting. Pengukuran

tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat

pengukuran tinggi mikrotoa.


32

b. Indeks Antropometri

Adapun indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut

Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi

Badan (BB/TB) (Supariasa, 2012).

1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran

massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan

yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya

nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat

badan merupakan parameter antopometri yang sangat labil.(Supariasa, 2012).

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan

antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan

berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan

abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan

karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur

digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat

karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Arisman, 2010). Kelebihan

indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh

masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat

sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat mendeteksi


33

kegemukan. Kelemahan indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan

interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun acites,

memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia 5

tahun, sering terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa, 2012).

2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring

dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat

badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu

yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak

dalam waktu yang relatif lama (Supariasa, 2002). Kelebihan indeks TB/U

adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau dan ukuran panjang dapat

dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa. Kekurangan indeks TB/U adalah

tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun, pengukuran relatif

lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua

orang untuk melakukannya (Supariasa, 2012).

3. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah

merupakan indeks yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks


34

BB/TB adalah tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi

badan (gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak

dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi

badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya. Dalam praktek sering

mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan

pada kelompok balita. Dengan metode ini membutuhkan dua macam alat

ukur, pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk

melakukannya. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,

terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.

Tabel 2.3

Kategori Status Gizi untuk Umur 0-60 Bulan

Ambang Batas (Z-


Indeks Kategori Status Gizi
Skor)

Berat badan menurut Sangat kurus <-3 SD

Panjang badan (BB/PB) Kurus -3 SD s/d <-2 SD

atau Berat badan menurut Normal -2 SD s/d 2 SD

Tinggi Badan (BB/TB)


Gemuk >2 SD
anak umur 0-60 bulan

Indeks massa tubuh Sangat kurus <-3 SD

menurut umur (IMT/U) Kurus -3 SD s/d <-2 SD

anak umur 0-60 bulan Normal -2 SD s/d 2 SD


35

Gemuk >2 SD

buku rujukan yang digunakan adalah WHO-NHCS (World Health

Organization – National Center for Statistics) dengan indeks berat badan menurut

usia (Supariasa, dkk, 2010). Berat badan adalah suatu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-

perubahan yang mendadak, misalnya terinfeksi penyakit. Baku tentang antropometri

ada beberapa macam, yaitu baku Boston dan Harverd, baku tunner, dan baku NCHS.

Akan tetapi yang direkomendasikan oleh WHO adalah baku NCHS (National

Center for Health Statistik), karena pengumpulan datanya lebih menggambarkan

populasi yang sebenarnya. Pada baku NCHS juga dibedakan untuk anak laki-laki

dan perempuan.

2.1.3.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Factor yang dapat mempengaruhi status gizi menurut Soekirman (2001) dalam

(Nugroho P, 2011) yaitu:

a. Pengetahuan

Apabila seorang ibu mengetahui cukup pengetahuan tentang cara memelihara

gizi serta mengatur makanan kejadian gizi kurang akan dapat dihindari.

Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai

pangan adalah umum disetiap negara. Hal ini didukung juga dengan penelitian
36

yang dilakukan sandjaja (2010) yang melaporkan bahwa sebagian besar anak

dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi

yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang, salah satu factor yang

mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan.

b. Sosial Ekonomi

Di negara berkembang seperti Indonesia jumlah pendapatan penduduk

sebagian besar adalah golongan rendah dan menengah sehingga akan berdampak

kepada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi.

Keterbatasan ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang

berkualitas baik, maka pemenuhan gizi juga akan terganggu.

c. Sosial Budaya

Pada dasarnya kebiasaan makan seseorang tidak didasarkan akan keperluan

fisik akan zat-zat yang terkandung dalam makanan. Kebiasaan ini berasal dari

pola makan yang didasarkan pada budaya kelompok dan diajarkan pada seluruh

anggota keluarga. Beberapa budaya masyarakat tertentu masih menganut adanya

makanan tertentu yang dianggap sebagai pantrangan atau kepercayaan tahayul.

Orang- orang Indonesia masih banyak yang beranggapan ada beberapa makanan

yang harus dihindari atau menjadi pantangan terutama pada kondisi tertentu,

misalnya pada ibu hamil. Di Kalimantan masih banyak orang beranggapan bahwa

ibu hamil harus menghindari makan 27 jenis ikan, padahal ikan adalah sumber

utama protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dan akan

berdampak pada kesehatan dan status nutrisi anak kelak setelah lahir.
37

d. Status Kesehatan

Apabila seseorang mengalami kondisi yang kurang sehat atau mengalami

suatu penyakit tertentu maka berpengaruh terhadap selera makannya dan pola

diet sehingga terganggu pemenuhan kebutuhan gizi untuk energi dan

pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatannya. Misalnya orang yang

mengalami gangguan dalam saluran pencernaan (infeksi lambung, kanker kolon,

dll) yang harus mengikuti program diet dari dokter dan hal ini akan berdampak

pada status nutrisinya. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan –

perubahan yang mendadak, misalnya terinfeksi penyakit, menurunnya nafsu

makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi ( Supariasa, dkk,

2011).

e. Pola makan / pemberian makan

Selain pengetahuan, Sumiarta (2015) menyebutkan bahwa pola asuh dan

pemberian makanan sangat berpengaruh pada status gizi balita. Pola makan yang

seimbang akan menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok

makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi dikonsumsi seimbang satu sama

lain. Meskipun makanan yang diberikan orang tua kepada anak -anaknya

makanan yang bergizi, tetapi kalua diberikan tanpa makan yang teratur maka

anak – anak tetap saja akan mengalami gizi buruk (Budianingrum, 2015).

2.1.3.4. Masalah – masalah Gizi anak usia Toddler dan Balita


38

Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan

masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang

diperoleh dari makanan (Soekirman, 2010). Diindonesia saat ini balita termasuk

toddler menunjukan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kurang energi protein

(KEP), defisiensi vitamin A dan anemia defisiensi zat besi (Santosa & Ranti 2009).

Kurang ebergi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari sehingga tidak

memenuhi angka kecukupan gizi (Supariasa,2011).

Akibat timbul keadaan KEP derajat yang sangat rendah, tidak banyak ditemukan

kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang, sedang kelainan biokimia

maupun gejala klinis tidak ditemukan. Pada keadaan yang besar ditemukan 2 tipe, yaitu

kwashiorkor dan marasmus (Arisman 2014; Supariasa dkk, 2011). Untuk mengetahui

ada tidaknya dan tingkat keparahan KEP perlu dilakukan pengukuran keadaan status

gizi anak dan ini disesuaikan dengan klasifikasi KEP yang telah ditetapkan oleh

berbagai sarjana di berbagai tempat atau Negara (Soekirman, 2010; Pudjiati, 2010;

Arisman, 2014).

Anemia defisiensi zat besi berakibat buruk terhadap anak. Selain menyebabkan

anak tambah lemah, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan/kematangansel otak serta menghambat produksi dan pemecahan zat

senyawa transmitter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel

neuron ke neuron yang lainnya. Gangguan ini dapat berpengaruh pada kinerja otak dan

kecerdasan anak (Soekirman, 2010).


39

Defisiensi vitamin Adikenal sebagai vitamin penglihatan karena kekurangan

vitamin A menyebabkan gangguan penglihatan yang dikenal sebagai buta senja atau

xeroptalmia yang berarti mata kering yang berlanjut pada kebutaan (Soekirman 2010).

Kebutuhan akibat defisiensi biasanya terjadi pada anak yang berusia antara 1-3

tahun segera setelah anak diberi makanan yang rendah Vitamin A dan lemak, semakin

muda usia saat terjangkit, semakin parah penyakitnya dan angka kematian yang

diakibatkan juga semakin tinggi (Arisman, 2014)

Selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan zat gizi dan jenis bahan makanan

yang dianjurkan untuk balita, berikut juga perlu di perhatikan cara penyajian saat

memasak. Pada dasarnya ada berbagai macam cara mengolah makan balita, namun

cara-cara yang tidak tepat terkadang akan mengurangi manfaat dari jenis menu

makanan itu sendiri (Istianti dan Ruslianti, 2014)

2.1.4. Hubungan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makan Dengan Status Gizi

Anak Usia Toddler

Gizi adalah sejumlah dari semua interaksi antara suatu organisme dan makanan

yang dikonsumsinya. Dengan kata lain gizi adalah apa yang seorang makan dan

bagaimana tubuh menggunakannya. Gizi merupakan substansi organic dan anorganik

yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan untuk fungsi-fungsi tubuh. Manusia

membutuhkan zat-zat gizi esensial dalam makanan untuk tubuh dan mempertahankan

semua jaringan tubuh dan semua proses-proses fungsi tubuh yang normal (Kozier,

2014). Sedangkan menurut Supariasa (2011) menyatakan bahwa gizi adalah proses
40

organisme menggunakan makanan yang dikonsumsinya secara normal melalui proses

digesti, absorbs, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang

tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal

dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan factor

penting dalam masalah kekurangan gizi, akan tetapi penyebab yang tidak kalah

pentingnya adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk

menerapkan kemampuan informasi pangan yang diproduksi dan tersedia (Harper, 1986

dalam Supariasa). William merupakan orang yang pertama kali mengidentifikasi dan

menjelaskan kwashiorkor melaporkan bahwa di Afrika barat gizi kurang tidak terjadi

karena kemiskinan harta, tetapi karena kemiskinan pengetahuan tentang kebutuhan

Gizi anak. Di Brazil, sikap tidak peduli dan sedikitnya orang yang terlatih dalam soal

gizi telah dinyatakan sebagai factor utama yang menyebabkan kurangnya protein

(Berg, 2016).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rona Firmana (2015) juga disebutkan

bahwa sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah

mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh tumbuh dan kembang,

dan salah satu factor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi dan

kesehatan. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (2016), bahwa sekalipun

dala beli merupakan halangan yang utama, tetapi sebagian kekurangan gizi akan bias

diatasi kalua orang tua tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang

dimiliki.
41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode telaah literature (Literarure review).

Literature review adalah serangkaian teori, teori dan penelitian terdahulu atau sudah

dijadikan penelitian terdahulu yang di jadikan suatu landasan penelitian selanjutnya

dalam menyusun suatu kerangka pemikiran dari suatu masalah yang sedang di teliti (

Rahardja,2018 ).

3.2. Strategi Pencarian

Penelusuran didapat melalui media social (internet), kata kunci yang digunakan

dalam penelusuran literature review “Status Gizi anak toddler” dan “ hubungan

Perilaku ibu dengan status Gizi anak Toddler ” penelusuran literature menggunakan

database google scholar dan garuda.

3.3. Kriteria Inkulsi dan Eklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Artikel yang di ambil dalam 10 tahun terakhir rentang tahun 2010-2019.

- Artikel penelitian Cross Sectional.

- Artikel pada ibu dengan anak usia toddler.


42

- Artikel dengan full text.

Kriteria eklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Artikel penelitian ibu dengan anak usia 5-12 tahun.

- Artikel yang kurang dalam rentang waktu 10 tahun terakhir.

- Artikel penelitian deskriftif, review artikel.

3.4 Jadwal Penelitian

Penelitian ini dimuali pada bulan juli 2020 sampai dengan bulan Oktober 2020,

mulai dari Identifikasi masalah, penyusunan proposal, sampai dengan penyusunan

tugas akhir.
43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Artikel yang diperoleh yaitu 35 dari google scholar dan portal garuda yang

memenuhi kriteria berjumlah 4 jurnal penelitian. Hasil penelitian terdapat table di

bawah ini :

Table 4.1

Hasil Penelitian

No Nama peneliti Judul Metode Sample Hasil penelitian


(N)
1. (Suciati Hubungan Cross 200 orang Ada hubungan antara
Ningsih, Perilaku Sectional perilaku ibu dengan status
Kristiawati & Ibu dengan gizi anak usia toddler
Ilya Krisnana status gizi
2014). kurang
anak usia
Toddler

2. (Indra Bakti Hubungan Cross 81 orang Terdapat hubungan


Prakoso, perilaku ibu Sectional
bermakna antara perilaku
Ahmad Yamin dalam
& Raini Diah memenuhi ibu dengan status gizi anak
Susanti, 2012) kebutuhan
usia toddler
gizi dan
tingkat
konsumsi
energi
dengan
Status Gizi
44

Balita Di
desa
cibeusi
kecamatan
jatinangor
kabupaten
sumedang

3. Maesarah, Hubungan Cross 136 balita Ada Hubungan yang


Lisa Djafar & Perilaku sectional signifikan antara Perilaku
Fremly orang tua orang tua dengan status gizi
pakaya (2018) dengan anak usia toddler
status gizi
balita di
desa bulalo
kabupaten
gorontalo
utara.
4. Dadang Hubungan Cross 73 orang Tidak terdapat Hubungan
Purnama Perilaku Sectional antara perilaku ibu dalam
(2017) ibu dengan pemberian makan dengan
status gizi status gizi anak balita.
anak balita
di
kabupaten
garut

4.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian jurnal yang saya telaah, sebagian besar memiliki hubungan

antara perilaku ibu dalam pemberian makan dengan status gizi anak usia toddler, dan

sebagian besar pula ada hubungan nya dengan pengetahuan orang tua, pola asuh orang

tua, sikap orang tua, tindakan orang tua terhadap balita dan pendidikan orang tua.

Pendidikan ibu yang rendah sering menyebabkan persepsi yang salah tentang makanan
45

bergizi sehingga dapat menyebabkan rendahnya konsumsi makanan bergizi (Mardiana,

2006).

Hasil penelitian di Desa Sumurgung menunjukkan bahwa sebagian besar ibu

mempunyai pengetahuan gizi sedang dan ada yang masih berpengetahuan kurang

namun sudah ada yang berpengetahuan baik. Dari 10 pertanyaan yang diajukan

sebagian besar responden menjawab salah yaitu pada poin pengertian balita sehat,

pengertian kurang gizi, dan jenis makanan yang bergizi. Hal ini bisa dipengaruhi karena

sebagian besar pendidikan ibu adalah SD sehingga minim pengetahuan. Tingkat

pendidikan ibu sejalan dengan pengetahuan gizi yang dimiliki ibu, pada masyarakat

dengan tingkat pendidikan rendah sering dijumpai keadaan gizi kurang, dan sebaliknya

pada masyarakat dengan pendidikan baik menunjukkan status gizi yang baik pula.

Pendidikan ibu yang rendah sering menyebabkan persepsi yang salah tentang makanan

bergizi sehingga dapat menyebabkan rendahnya konsumsi makanan bergizi (Mardiana,

2006). Sebagian besar responden juga merupakan primipara yang merupakan

pengalaman pertama mengasuh anak sehingga belum begitu paham tentang pemberian

nutrisi seimbang untuk anak toddler.

Sikap yang dimiliki ibu sebagian besar sudah bersikap positif dan sisanya masih

bersikap negatif. Menurut peneliti sikap negatif responden dikarenakan pengetahuan

dan pemahaman ibu tentang pemberian nutrisi untuk anak toddler yang masih kurang.

Faktor lain yang mempengaruhi sikap adalah usia, dimana usia 18-25 tahun termasuk

kategori dewasa awal yang masih sedikit pengalaman dalam pengasuhan anak.
46

Responden no 5, 8, 10, 15, 16, dan 17 dengan latar belakang pendidikan SD memiliki

sikap negatif, dan responden no 7 dan 9 dengan latar belakang SMA memiliki sikap

positif. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang tinggi akan menghasilkan

pengetahuan yang baik dan dari pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap yang

baik, sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menghasilkan pengetahuan yang

kurang dan akan mempengaruhi terbentuknya sikap yang negatif. Sikap ibu mengenai

pemberian makanan pada anak merupakan faktor yang menentukan seseorang untuk

berperilaku memberikan makanan yang tepat untuk anak. Makanan yang tepat untuk

anak diberikan agar anak dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Sikap ibu yang didapat

dari interaksi sosial seperti lingkungan, dapat dengan mudah mempengaruhi perilaku

ibu dalam memberikan makanan di rumah. Status ekonomi pada keluarga akan

berpengaruh terhadap sikap ibu dalam pemberian makanan yang tepat pada keluarga

khususnya anak. Hal ini sesuai dengan karakteristik umum responden yang sebagian

besar penghasilan perbulannya dibawah 500.000 sehingga tidak memungkinkan untuk

bisa membeli jenis makanan yang bervariasi setiap harinya. Berdasarkan wawancara,

sikap ibu dalam pemberian makanan masih banyak dipengaruhi oleh keinginan anak

mereka. Jika anak tidak mau makan makanan keluarga dan lebih memilih makanan

camilan, maka ibu menganggap hal tersebut merupakan hal biasa. Hal ini juga

didukung dengan sikap ibu dalam memilih makanan camilan untuk anak, pembelian

camilan seperti makanan ringan, cilok atau kerupuk dianggap dapat menggantikan

posisi makanan utama karena anak akan merasa kenyang.


47

Hubungan Perilaku ibu dengan masalah status gizi kurang anak usia toddler

juga ada kaitannya dengan kepercayaan ibu. Seperti ibu trelalu percaya dengan mitos

misalnya anak tidak di kasih telur karena dapat menyebabkan bisul. Terbentuknya

suatu tindakan ibu dalam pemberian nutrisi dipengaruhi juga oleh pendidikan,

pengetahuan dan sikap dari seseorang serta budaya di daerahnya. Berdasarkan hasil

penelitian Suciatiningsih (2014) diketahui bahwa dari 20 responden terdapat 15 anak

usia toddler (75%) dengan status gizi kurang dan sisanya 5 anak usia toddler (25%)

dengan status gizi buruk. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia toddler

memiliki status gizi kurang. Kondisi ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu

dalam pemberian nutrisi serta faktor ekonomi yang rendah.

Menurut Notoatmodjo, 2007 perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan. Faktor yang

mempengaruhi perilaku kesehatan menurut Lawrance Green, 1991 dalam Nursalam,

2013 perilaku ditentukan oleh 3 faktor, yaitu : 1) faktor predisposisi merupakan faktor

internal dari individu, keluarga, kelompok atau masyarakat (pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai); 2) faktor pendukung yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan; 3) faktor pendorong merupakan faktor yang menguatkan perilaku, yang

terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, orang tua. Jadi perilaku ibu

dalam pemberian nutrisi dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu.
48

Perilaku ibu tersebut akan mempengaruhi status gizi anaknya. Perilaku yang kurang

dalam pemberian nutrisi kepada anaknya akan menyebabkan status gizi kurang pada

anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hong Zhou et.al (2012) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara perilaku ibu dalam pemberian makan dengan angka

kejadian gizi kurang dan gizi buruk di tujuh kota di China, penelitian ini menyebutkan

semakin baik perilaku ibu berhubungan dengan semakin rendahnya angka kejadian gizi

kurang dan buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku ibu dalam pemberian

nutrisi memiliki hubungan yang positif dengan status gizi kurang anak usia toddler

yang artinya semakin baik perilaku ibu dalam pemberian nutrisi maka semakin rendah

angka kejadian gizi kurang pada anak usia toddler.

Jika anak tidak mau makan makanan keluarga dan lebih memilih makanan

camilan, maka ibu menganggap hal tersebut merupakan hal biasa. Hal ini juga

didukung dengan sikap ibu dalam memilih makanan camilan untuk anak, pembelian

camilan seperti makanan ringan, cilok atau kerupuk dianggap dapat menggantikan

posisi makanan utama karena anak akan merasa kenyang. Hal ini didukung dengan

penelitian Cholic (2009) bahwa sikap ibu dalam memilih makanan anak banyak

dipengaruhi oleh anaknya. Sehingga sikap ibu berhubungan dengan perilaku yang salah

dalam pemberian makan pada anaknya. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik toddler

yaitu nafsu makan anak seringkali berubah, biasanya anak menyukai jenis makanan

tertentu, dan anak cepat bosan.


49

Masalah gizi adalah gangguan kesehatan sekelompok orang atau masyarakat

sebagai akibat adanya ketidakseimbangan anatara asupan (intake) dengan kebutuhan

tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Ketidakseimbangaan

ini bisa mengakibatkan gizi kurang atau gizi lebih (Cakrawati, 2014). Munculnya

masalah gizi ada anak balita dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara

langsung dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu anak tidak cukup mendapatkan asupan

gizi seimbang yang tidak memadai pada usia balita dan anak menderita penyakit

infeksi. Kemiskinan juga merupakan salah satu penyebab munculnya masalah gizi

buruk terkait ketersediaan dan konsumsi pangan keluarga (Depkes RI, 2010 dan

Putri,dkk, 2015).
50

BAB V

KESIMPULAM DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan empat artikel penelitian yang direview menunjukan bahwa terdapat

Hubungan antara perilaku ibu dengan status gizi anak toddler. Perilaku ibu sangat

berperan penting dalam hal status gizi toddler. Hal ini disebabkan karena anak usia

toddler masih bergantung dengan orangtua. Diharapkan informasi tentang Status Gizi

ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dan dapat diaplikasikan pada

keluarga keluarga yang mempunyai anak usia toddler.

5.2 Saran

Literature review ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada

mahsiswa yang akan melakukan penelitian tentang Hubungan perilaku ibu dalam

pemberian makan dengan status gizi anak usia toddler. Serta hasil penelitian dapat

digunakan sebagi masukan bagi tenaga kesehatan terutama bagi perawat, dalam

menangani berbagai masalah gizi pada anak usia toddler. juga dapat digunakan sebagai

acuan dalam meningkatkan keterampilan atau kinerja pewarat, tenaga medis lainnya

juga bisa memberikas asuhan pada ibu atau orang tua yang memiliki anak toddler. Hasil

dari literature review ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan
51

mengenai factor factor yang berhubungan dengan status gizi anak toddler dan factor

factor yang mempengaruhi terjadinya masalah gizi pada toddler. Serta sebagai dasar

untuk melakukan penelitain dengan secara ilmiah.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S (2011), Prinsip dasarilmu gizi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arisman. (2014). Buku ajar Ilmu Gizi ; gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC

Aritonang, I. (2008). Pemantauan pertumbuhan balita. Petunjuk praktis menilai status


gizi dan kesehatan. Jogyakarta: Kanisius

Azwar, A. (2010), Pedoman pemberian makanan pendamping ASI, Dibuka tanggal 01


Jauli 2020 dari: http://www.gizi.net/download/mp-asi.doc.

Baliwati, Y, dkk. (2014), Pengantar pangan dan gizi. Jakarta : Penebar Swadaya

Berg, A. (2016). Peranan gizi dalam pembangunan nasional (terjemahan). Jakarta:


Rajawali.

Depkes RI (2016)nProfil kesehatan Indonesia 2016. Dibuka pada website:


http.//www.depkes.co.id. pada tanggal 1 juli 2020

Harver, L, J.,et. Al (2008). Pangan, gizi dan pertanian ((terjumlah)). Jakarta :


Universitas Sumatra Utara

Indra,B (2014). Hubungan Perilaku Ibu Dalam Memenuhi Kebutuhan Gizi Dan
Tingkat Konsumsi Energi Dengan Status Gizi Balita Di Desa Cibeusi
Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Fakultas ilmu keperawatan
jatinangor.

Istianty Ari dan Ruslianty. (2014). Gizi terapan. Jakarta.PT. Remaja Rosdakarya.

Maesarah (2018). Hubungan Perilaku Orang Tua Dengan Status Gizi Balita Di Desa
Bulalo Kabupaten Gorontalo Utara. Gorontalo: GJPH. 1 (1). 2018

Moehji, S. (2008). Pemeliharaan Gizi bayi dan balita. Jakarta: Bharata karya Aksara.

55
56

Notoatmodjo, S (2012). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka cipta

Pudjianti, S. (2010). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Khomsan, A (2013). Peran pangan dan gizi untuk kualitas hidup. Jakarta :PT.Grasindo

Santoso,S & Ranti,AC (2009) Kesehatan dan gizi. Jakarta: Rineka cipta siregar

Soekirman. (2010) Ilmu gizi dan aplikasinya: untuk keluarga dan masyarakat . Jakarta:
Direktorat jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Suciati,N. (2014). Hubungan perilaku ibu dengan status gizi kurang anak usia
toddler.Jurnal pediomaternal:3 (1)

Supariasa, I. D, dkk. (2011). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai