Laporan Praktikum Kimia-Farmasi-I-Formalin-Pdf-Free
Laporan Praktikum Kimia-Farmasi-I-Formalin-Pdf-Free
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
berkat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum tentang “Analisis Kualitatif dan
Kuantitatif Formalin dari Sampel Makanan”. Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Kimia Farmasi I.
Kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen serta asisten dosen yang telah
memberikan praktikum ini, serta kepada teman-teman kelompok yang juga sudah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan praktikum dan pembuatan
laporannya.
Dalam penyusunan laporan kali ini, tidak sedikit hambatan yang kelompok 4 hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan praktikum ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari anggota kelompok, sehingga kendala-kendala
yang kelompok 4 hadapi teratasi.
Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Kami menyadari bahwa
laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga daya tahan
suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam praktiknya di
masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan penggunaan bahan
pengawet untuk bahan-bahan pangan maupun non pangan. Formalin merupakan salah
satu pengawet non pangan yang sekarang banyak digunakan untuk mengawetkan
makanan.
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, methanol, dan air.
Formalin yang beredar dipasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara
20%-40%. Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan
makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan
dalam makanan, karena berbahaya untuk kesehatan manusia. Bahaya yang ditimbulkan
akibat penggunaan formalin bermacam-macam, misalnya mual, muntah, bahkan dapat
menyebabkan kanker. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya
bersifat karsigonik bagi tubuh manusia.
1
Oleh karena itu, perlu dilakukan uji formalin pada berbagai produk makanan
seperti tahu, ikan asin, dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar kita dapat mengetahui produk
apa saja yang mengandung pengawet buatan (formalin).
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui secara kualitatif dan kuantitatif kandungan formalin pada
beberapa bahan makanan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Formalin
Formalin merupakan larutan 37% formaldehida dalam air. Dalam larutan
formalin biasanya ditambahkan alkohol (metanol) sebanyak 10-15% yang berfungsi
sebagai stabilisator agar formalin tidak mengalami polimerisasi (Mulono, 2005).
Larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah
tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012, tentang Bahan Tambahan
Pangan bagian bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP (Herman Suryadi dkk,
2010).
Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui terutama produsen
bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya
bukannya menurun namun semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif
murah dibanding pengawet yang tidak dilarang (Sri Hastuti, 2010).
Akibat yang ditimbulkan oleh formalin tergantung pada kadar formalin yang
terakumulasi di dalam tubuh, semakin tinggi kadar formalin yang terakumulasi
semakin parah pula akibat yang ditimbulkan. American Conference of Governmental
and Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan ambang batas aman formalin dalam
tubuh adalah 0,4 ppm (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).
Menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), lembaga
khusus dari tiga organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yaitu International
Labour Organization (ILO), United Nations Environment Programme (UNEP) dan
World Health Organization (WHO) yang peduli pada keselamatan penggunaan
bahan-bahan kimia, bahwa secara umum ambang batas aman formalin dalam
makanan yang masih bisa ditolerir dalam tubuh orang dewasa adalah 1,5 mg hingga
14 mg per hari sedangkan formalin dalam bentuk air minum yang masih bisa ditolerir
dalam tubuh yaitu 0,1 ppm (Herman Singgih, 2013).
3
2.1.2 Fungsi Formalin
Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia
kedokteran misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga biasa digunakan
untuk mengawetkan hewan–hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai bahan
pengawet formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut:
1. Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme.
2. Desinfektan pada kandang ayam dan sebagainya.
3. Antihidrolik (penghambat keluarnya keringat) sehingga sering digunakan sebagai
bahan pembuat deodorant.
4. Bahan campuran pembuatan tisu, dan
5. Bahan baku industri pembuatan lem plywood, resin maupun tekstil (Cahyo dan
Diana, 2006).
Formaldehid pada konsentrasi 0,5–1 bpj di udara dapat dideteksi dari baunya.
Konsentrasi 2–3 bpj dapat menyebabkan iritasi ringan dan konsentrasi 4–5 bpj pada
umumnya tidak dapat ditoleransi oleh manusia. Jika disimpan formaldehid akan
dimetabolisme menjadi asam formiat dan metanol. Asam formiat kemudian
dikonversi menjadi metilformiat. Pada suhu sangat rendah akan terbentuk
trioksimetilin. Titik didih formaldehid pada 1 atm adalah 96C, pH 2,8–4,0 dan dapat
bercampur dengan air, aseton, dan alkohol (Wisnu Cahyadi, 2009).
4
2.2 Analisis Formalin
b. Pereaksi Schiff’s
5
c. Pereaksi KMnO4
d. Pereaksi Fehling
e. Pereaksi Schryver
6
pembuihan berhenti, dan dititrasi dengan asam klorida 0,1 N menggunakan
indikator larutan fenolftalein P. Dilakukan penetapan blanko, dipipet 50,0
ml NaOH 0,1 N, ditambah 2-3 tetes indikator fenolftalein, dititrasi dengan
HCl 0,1 N. Dimana 1 ml natrium hidroksida 0,1 N ~ 3,003 mg HCHO
(Ditjen POM, 1979).
b. Metode Spektrofotometri
1. Asam Kromatofat
Dibuat larutan baku induk dari konsentrasi 1000 ppm dari formalin
37%, kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml dengan aquadest
sampai tanda batas, kemudian larutan tersebut dibuat larutan baku
standar. Larutan pereaksi asam kromatofat 5 ml dimasukkan kedalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml larutan standar formalin
sambil diaduk tabung reaksi ditangas selam 15 menit dalam penangas
air yang mendidih, angkat dan didinginkan. Penetapan kadar formalin
sampel, mencampurkan 10 g sampel dengan 50 ml aquadest dengan
cara menggerusnya didalam lumpang. Kemudian didestilat dan
diasamkan dengan H3PO4, ditampung dengan labu ukur 50 ml.
Ditambahkan 5 ml asam kromatofat. Kemudian diukur absorbansi
sampel dan standar dengan panjang gelombang 560 nm dan dihitung
kadar formalinnya (Cahyadi, 2008).
2. Larutan Schiff
Diambil 5,0 ml hasil destilat kemudian ditambahkan ditambahkan 1
ml H2SO4 1:1 (H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan
1,0 ml larutan schiff. Dibaca dengan spektrofotometri. Dibuat juga
blanko serta baku seri. Dengan dicari panjang gelombang optimum,
lama waktu kestabilan pada spektrofotometer, dan kurva baku standar
formalin (Cahyadi, 2008).
7
2.3 Karakteristik Sampel
2.3.1 Tahu
Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan
digemari diIndonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah
satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan
susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-
kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi 2001).
Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa. Kata
tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan kacang kedelai
kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong = kuning). Hu/kwa itu artinya rusak,
lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua istilah itu digabungkan menjadi tahu.
Pengertian tahu adalahmakanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau
dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1999).
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycne species) dengan prinsip pengendapan
protein, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI 1998).
Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu adalah gumpalan protein
dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian yang tidak menggumpal
(whey) dengan cara pengepresan. Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih,
tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih
2003).
Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses
pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan. Bahan baku pembuatan
tahu adalah kacang kedelai. Kacang kedelai merupakan salah satu sumber protein
nabati yang bermutu tinggi setelah diolah. Kandungan proteinnya sekitar 40%
(berat kering), dan susunan asam amino proteinnya hampir mendekati protein
hewani. Protein kacang kedelai kaya akan lisin dan triptopan, tetapi kekurangan
asam amino yang mengandung belerang seperti metionin dan sistein (Deddy
Muchtadi, 2010).
Perendaman tahu dalam air yang diberi formalin akan membuat tahu
menjadi lebih keras dan kenyal, sehingga tidak mudah hancur dan tahan terhadap
8
mikroorganisme, sehingga awet dan dapat bertahan hingga tujuh hari
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Kandungan gizi tahu per 100 gram (Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI, 1981)
Kerusakan tahu ditandai dengan bau asam dan berlendir. Kandungan gula
sebesar 3% dalam tahu akan memacu bakteri untuk melakukan metabolisme.
Kerusakan tahu ditandai dengan bau asam dan berlendir. Kandungan gula sebesar
3% dalam tahu akan memacu bakteri untuk melakukan metabolisme. Kedelai
sebagai bahan baku pembuatan tahu mengandung karbohidrat sekitar 35 persen,
kandungan karbohidrat tersebut terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan
polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan raffinosa
yang larut dalam air. Raffinosa merupakan polisakarida yang terdiri dari glukosa,
glukosa, dan galaktosa yang merupakan senyawa aldehid. Sedangkan golongan
polisakarida terdiri dari erabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak
larut dalam air dan alcohol (Santoso, 2005).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat penelitian
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum kali ini pukul 14.30 WIT, pada
Hari Jumat, Tanggal 02 Desember 2016. Bertempat di Laboratorium Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih.
11
3.3 Prosedur Kerja
- Uji Kualitatif Sampel Tahu (Metode Pereaksi Fehling)
Sampel 2 gr
Tambah aquadest 15
ml
Saring
Filtrat 2 ml
Tambah 1 mL Fehling A
(berwarna biru)
Panaskan
Hasil (-)
Sampel 2 gr
Tambah aquadest 30
ml
Saring
Filtrat 2 ml
Tetesi KMnO4 (1
tetes)
Hasil (+)
12
- Uji Kuantitatif dengan Metode Titrasi Asam Basa
Metode
Sampel 2 gr Aquadest 25 mL
Saring
Dipanaskan hingga
berbuih
Buih Hilang
Tambah 2 tetes
indikator PP
Perubahan warna
pink -> bening (+)
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Gambar Keterangan
Tahu disaring
14
Dipanaskan
Rumus Pengenceran
Vfiltrate sampel = 42,5 mL
VHCl = 4,15 mL
15
V1 . N1 = V2 . N2
42,5 mL . N1 = 4,15 mL. 0,1 N
42,5 mL . N1 = 0,415 mL N
0,415 𝑚𝐿 𝑁
N1 =
42,5 𝑚𝐿
= 9,76 x 10-3 N
= 0,00976 N
Penetapan Kadar
Vtitran x Ntitran x BE HCl
% b/b = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔) x 100%
= 6,205 %
16
4.2 Pembahasan
Formalin merupakan cairan jernih yang idak berwarna dengan bau menusuk,
uapnya merangsan selaput lender hidung dan tenggorokan dan rasa membakar. Formalin
merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Formalin tidak boleh
digunakan sebagai bahan pengawet untuk pangan. Akibatnya jika digunakan pada pangan
dan dikonsumsi oleh manusia akan menyebabkan beberapa gejala diantaranya adalah
tenggorokan terasa panas dan kanker pada akhirnya akan mempengaruhi organ tubuh
lainnya, serta gejala lainnya.
Formalin dalam bahan pangan tidak dapat dihilangkan dengan mencuci dan
merendam produk makanan tersebut dengan air panas bersuhu 80ᴼC selama 5-10 menit.
Meski terjadi penurunan kadar, namun masih terdapat kandungan formalin. Kandungan
formalin pada makanan memang sulit untuk dideteksi. Secara akurat, hanya bisa
terdeteksi di laboratorium melalui uji formalin dengan menggunakan bahan kimia
lainnya. Namun, makanan yang proses pembuatannya dengan zat-zat kimia berbahaya,
kini sudah beredar luas di pasaran dan sangat mudah didapat.
Dari hasil pengamatan pada sampel tahu, tidak terjadi perubahan warna hijau
dengan endapan merah bata setelah larutan tersebut dipanaskan. Hal ini menunjukkan
17
bahwa sampel negative (tidak mengandung formalin) sehingga untuk uji kuantitatif, kami
tidak melakukannya. Sedangkan, pada filtrate sampel kedua yaitu ikan asin, mengalami
perubahan warna bila ditetesi larutan kalium permanganate (KMnO4) yang semula
berwarna merah muda menjadi coklat, sehingga dapat diidentifikasi bahwa sampel
tersebut positif (+) mengandung formalin. Dari hasil uji tersebut maka persamaan reaksi
yang terjadi yaitu :
Karena sampel ikan asin dari kelompok 1 positif mengandung formalin, maka diuji lebih
lanjut secara kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi asam basa, dimana hasil
kadar yang diperoleh yaitu 6,205%.
18
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Pada uji analisis kualitatif formalin terhadap sampel ikan asin pada kelompok 1 yaitu
positif yang berarti mengandung formalin didalamnya. Sedangkan, pada sampel tahu
pada kelompok 2 yaitu negatif yang berarti pada sampel tersebut tidak terdapat
kandungan formalin.
2. Pada uji analisis kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi asam basa,
menunjukkan hasil positif mengandung formalin yang ditandai dengan perubahan
warna merah muda menjadi tidak berwarna dan kadar formalin yang diperoleh yaitu
6,205%.
5.2 Saran
Masyarakat diharapkan dalam membeli produk pangan untuk lebih berhati-hati
dalam memilihnya dan jangan tergiur dengan harga murahnya. Karena dibalik itu semua
kemungkinan ada senyawa berbahaya yang bila dikonsumsi secara terus menerus akan
mengakibatkan dampak yang buruk bagi tubuh.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah,R. 2007. Pengolahan dan Pengawtan Ikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Alsuhendra dan Ridawati. (2013). Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Penerbit
Bumi Aksara.
Cahyo Saparinto & Diana Hidayati. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Deddy Muchtadi. (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan: Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta : Depertemen Kesehatan RI.
Fessenden, R.J dan Fessenden J.S. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2.Jakarta: Erlangga.
Herman Singgih. (2013). Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Menggunakan Sensor Warna
dengan bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Jurnal ELTEK, 11(01): 55-70.
Herman Suryadi, Maryati Kurniadi, dan Yuanki Melanie. (2010). Analisis Formalin Dalam
Sampel Ikan dan Udang Segar Dari Pasar Muara Angke. Majalah Ilmu Kefarmasian,
VII(03): 16-31.
Paris, E. Georghiou and Chi Keung (jimmy) Ho. (1989). The Chemistry of The Chromathrophic
Acid Method for The Analysis of Formaldehyde.
Santoso. (2005). Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). Malang: Fakultas Pertanian
Universitas Widyagama.
20
Sarwono,S dan Saragih Y.P.2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya.
Shurtleff W, Aoyagi A. 2001. Tofu and Soymilk Producton, The Book of Tofu Vol II. Lafayete:
Soyinfo Center.
Sri Hastuti. (2010). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura.
Agrointek, 4(2): 132-137.
Suryadi, Herman, Hayun, dan Harsono. (2008). Selection of Formalin Method of Analysis Based
on Colour Reaction and Spectrophotometry UV-Vis.Proseeding Kongres Ilmiah ISFI; 1-
10.
Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk
pangan.Surabaya : Trubus Agriarana.
Wisnu Cahyadi. (2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.Jakarta: Bumi
Aksara.
21