Anda di halaman 1dari 27

DESAIN KURIKULUM IPA

Makalah ini disusun guna memenuhi mata kuliah Pengembangan Kurikulum IPA

Dosen pengampu : Widi Widayat, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Adib Khoirul Rofiq 23060180096


2. Della Haryu Apsari 23060180087
3. Devia Dzaqilla 23060190057
4. Risca Devi Safitri 23060190066
5. Alvi Wijayanti 23060190088
6. Alfiyatun Nashihah 23060190113

TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul (DESAIN KURIKULUM IPA) disusun guna memenuhi
tugas Bapak Widi Widayat, M.Pd. Pada mata kuliah Pengembangan Kurikulum IPA. Selain
itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
Pengembangan Kurikulum IPA yang akan berguna kelak ketika menjadi seorang guru
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak selaku dosen mata
kuliah Pengembangan Kurikulum IPA. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni.Kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 06 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
...........................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
...........................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Desain Kurikulum............................................................................................ 3


B. Prinsip-Prinsip Desain Kurikulum..................................................................................3
...........................................................................................................................................
C. Macam-Macam Desain Kurikulum.................................................................................5
D. Komponen Desain Kurikulum......................................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Simpulan.......................................................................................................................22
B. Saran..............................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................23

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kurikulum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam dunia
pendidikan khususnya pendidikan formal, karena kurikulum berhubungan dengan
penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya akan menentukan
macam dan kualifikasi lulusan suatu institusi pendidikan. Kurikulum menyangkut
rencana dan pelaksanakan pendidikan baik dalam lingkup yang sempit seperti di
kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan
terhadap kurikulum, orang tua, masyarakat, pemimpin formal maupun informal
selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak anak mereka, generasi
yang lebih maju, pintar dan cerdas serta memiliki kompetensi yang handal
untuk diri dan kehidupannya. Dalam konteks ini kurikulum memiliki andil yang
cukup besar dalam memlahirkan harapan tersebut.
Disisi lain harapan-harapan ( out put ) dari implementasi sebuah
kurikulum dirasamasih jauh dari harapan-harapan ideal. Kurikulum yang ada
seringkali dipandang belum sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan
perkembangan masyarakat; Kurikulum belum seiring dengan tuntutan dan
perkembangan iptek; belum sesuai dengan nilai-nilai sosio cultur masyarakat; belum
sesuai dengan potensi-potensi yang ada di setiap daerah, dan lain-lain argumen.
Itulah sebabnya seringkali terjadi perubahan atau pengembangan kurikulum. Di
Indonesia misal perkembangan kurikulum dimulai dari tahun 1947 Rencana
Pendidikan Terurai, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1973,
Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum
2006, dan terakhir adalah Kurikulum 2013.Sejatinya kurikulum memang harus
terus dinamis tidak boleh statis sesuai dengan perubahan dan perkembangan
masyarakat yang terus mengalami perubahan.
Untuk memenuhi harapan masyarakat dalam setiap desain kurikulum
hendaknya perancang kurikulum lebih memperhatikan berbagai aspek, misal dalam
merumuskan tujuan kurikulum, konten/ isi kurikulum, proses atau sistem
penyampaian, dan evaluasi. Ada banyak aspek yang harus menjadi perhatian dalam
setiap desain kurikulum seperti :Kurikulum lebih berorientasi pada kepentingan
peserta didik sesuai dengan tingkatan dan perkembangannya; hendaknya ada

1
kesesuaian antara muatan kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan
perkembangan masyarakat; pengembangan kurikulum disesuaikan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum harus mampu mengantisipasi perubahan
sosial yang terjadi dalam masyarakat dan perkembangan zaman. Desain kurikulum
menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum .
Penyusunan desain  kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horisontal
dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi
kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan
mengajarnya. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasrkan
urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju
pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka dapat diketahui rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa Pengertian dari Desain Kurikulum?
2. Bagaimana Prinsip-Prinsip dalam Mendesain Kurikulum?
3. Apa Macam-Macam dari Desain Kurikulum?
4. Apa Saja Komponen dalam Desain Kurikulum?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian dari Desain Kurikulum
2. Mengetahui Prinsip-Prinsip dalam Mendesain Kurikulum
3. Mengetahui Macam-Macam Desain Kurikulum
4. Mengetahui Komponen Desain Kurikulum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.  DEFINISI DESAIN KURIKULUM


Yang dimaksud desain adalah rancangan, pola, atau model. Mendesain kurikulum
berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi
sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti seorang arsitek. Sebelum
menentukan bahan dan cara mengkontruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus
merancang model bangunan yang akan dibangun.1
Fred Percival dan Henry Ellington (1984) mengemukakan bahwa desain kurikulum
adalah pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi kurikulum.
Selanjutnya, Saylor mengajukan delapan prinsip sebagai acuan dalam desain kurikulum.2
Menurut Nana. Sukmadinata (2007:“3) desain kurikulum adalah menyangkut pola
pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Pengusunan desain kurikulum
dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal
berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal
menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
Menurut Longstrteet (I993) Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang
berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan
struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum
subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan itelektual siswa.
Dari uraian diatas dapat diambil ke. simpulan bahwa Desain kurikulum merupakan
suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai
tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari
kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-prinsip
pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya.

B. PRINSIP-PRINSIP DALAM MENDESAIN KURIKULUM

1 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal 63.
2 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), hal 193.

3
Saylor dalam buku Oemar Hamalik mengajukan delapan prinsip ketika akan
mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan
semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai
dengan hasil yang diharapkan.
2) Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka
merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang
belajar dengan bimbingan guru.
3) Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk
menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan
mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah.
4) Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan
kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa.
5) Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak
yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
6)  Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar
kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus
berlanjut pada pengalaman berikutnya.
7) Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak,
kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur; dan
8) Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.3

Jadi, desain kurikulum dapat didefinisikan sebagai rencana atau komponen dari unsur-
unsur kurikulum yang tersiri dari tujuan, isi, pengalaman belajar, dan evaluasi. Penyusunan
desain kurikulum terbagi menjadi dua dimensi yaitu, dimensi horisontal dan vertikal.
Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan
lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Sedangkan dimensi
vertikal menyangkut penyusunan sekuens, bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai
dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan

C. MACAM-MACAM DESAIN KURIKULUM

3 Oemar Hamalik, Op.Cit. hal. 193-194.

4
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, dikenal beberapa desain
kurikulum, yaitu:4
1. Subject Centered Design
Suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar. Subject centered
design merupakan bentuk desain yang paling tua dan paling banyak digunakan sampai
sekarang. Kurikulum dipustkan pada isi atau materi yang diajarkan, kurikulum
disusun atas sejumlah mata pelajaran dan diajarkan secara terpisah-pisah (Sapared
subject curriculum). Desain kurikulum ini menekankan pada penguasaan
pengetahuan, isi, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu dan berupaya untuk
diwariskan kepada generasi berikutnya, maka desain ini disebut juga “Subject
Academic Curriculum”.
Sesuai dengan pernyataan Tyler dan Alexander yang dikutip oleh Soetopo dan
Soemanto, menyebutkan bahwa jenis kurikulum ini digunakan dengan school
subject,  dan sejak beberapa abad hingga saat ini pun masih banyak didapatkan di
berbagai lembaga pendidikan. Kurikulum ini terdiri dari beberapa mata pelajaran,
yang tujuan pelajarannya adalah anak didik harus mengusai bahan dari tiap-tiap mata
pelajaran yang telah ditentukan secara logis, sistematis dan mendalam.5 Contohnya
dalam mata pelajaran filsafat, matematika, fisika, dan lain sebagainya. 
Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah:
i. Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan,
ii.  Para pengajarnya tidak perlu disiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau
bahan yang diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.

Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain ini, adalah:

i. Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan


dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan
satu kesatuan,
ii. Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif,
iii. Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu,
dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.
Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan ke arah yang

4 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum. Teori dan Praktek, (Bandung: RosdaKarya, 2000),
hal. 113-114.
5 Soetopo dan Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai Substansi Problem Administrasi
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal 78.

5
lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peran yang
lebih aktif kepada siswa.
Ada tiga bentuk Subject centered design yaitu: 
a) The Subject Design
The subject design curriculum merupakan bentuk desain yang paling
murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-
pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama.
Orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan
Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan
Quadrivium meliputi matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu
pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah, tetapi pada pembentukan pribadi
dan status social (Liberal Art). Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak
golongan bangsawan yang tidak usah berkerja mencari nafkah.
Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum
(Liberal Art), tetapi pada pendidikan yang lebih yang bersifst praktis. Berkenaan
dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai
berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih
bersifat teoretis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian
,ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan lain-lain. Isi
pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-
ahli sebelumnya. Para siswa dituntut untuk mengetahui semua pengetahuan yang
diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak.
Karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikannya secara terpisah-pisah, maka
siswa mengetahuinya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai
bahan hanya pada tahap hafalan, bahan dikuasai secara verbalistis.
Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah:
i. Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari
yang lainnya.
ii. Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang
hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.
iii. Kurikulum ini kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman
para perserta didik.
iv. Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan
kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.
6
v. Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara
penyampain. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang
meyebabkan peranan siswa pasif.

Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum


ini mempunyai beberapa kelebihan. Karena kelebihan-kelebihan tersebut
bentuk kurikulum ini lebih banyak dipakai.

i. Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara
sitematis logis, maka penyusunannya cukup mudah.
ii. Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua,
sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.
iii. Bentuk ini memudahkan para perserta didik untuk mengikuti pendidikan di
perguruan tinggi, sebab pada perguruan tinggi umumnya digunakan bentuk
ini.
iv. Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya
adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi.
v. Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan
warisan budaya masa lalu.
b) The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih
menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang
sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada Subject design belum ada
kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan
antara  matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya
disebut subject. Pada disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang
membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah
batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu
bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan. Untuk menegaskan hal itu mereka
menggunakan istilah disiplin.
Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu.
Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu
pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari
aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti: fisika, biologi,
psikologi, sosiologi, dan sebagainya.

7
Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design tidak
seperti subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi
tetapi pada pemahaman (understanding). Para peserta didik didorong untuk
memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep,
ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari
dan menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan menguasai
hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu
melihat hubungan berbagai fenomena baru.
Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang
menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi mengunakan pendekatan
inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah mengintegrasikan unsure-unsur
progresifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi
yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual
pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan
fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses
intelektual yang berkembang pada siswa.
Meskipun telah menunjukkan beberapa kelebihan bentuk, desain ini masih
memiliki beberapa kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan
yang terintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan
masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau
pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efesien baik untuk
kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih
luas dibndingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual
masih cukup sempit.
c) The Broad Fields Design
Baik subject design maupun disciplines design masih menunjukkan adanya
pemisahan antara mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan
pemisahan tersebut adalah mengembangkan the board fields design. Dalam model
ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau
berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi
digabung menjadi ilmu pengetahuan social, aljabar, ilmu ukur, dan berhitung
menjadi matematika, dan sebagainya.

8
Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapkan para
siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialitis,
dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak
digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah menengah
atas penggunaannya agak terbatas apalagi diperguruan tinggi sedikit sekali.
Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya
bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata
kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara
sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah
memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.
Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum
ini. Pertama kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasi
bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi diperguruan
tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak
dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga,
pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak
memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang
membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah
dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap menekankan tujuan
penguasaan bahan dan informasi. Kurang menekankan proses pencapaian tujuan
yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.

2.  Learner Centered Design


Suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa. Learner
centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan atau
pengajaran yang belajar dan berkembang  adalah peserta didik sendiri. Guru atau
pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong  dan
memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan
subject centered.
i. Learner centered design mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari
peserta didik dan bukan dari isi.
ii. learner centered bersifat not-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan
sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam
9
menyelesaikan tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas
masalah-masalah atau topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan
peserta didik dan sekuensnya disesuaikan tingkat perkembangan mereka.

Ada beberapa variasi model ini salah satunya yaitu the activity atau experience


design. Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil karya dari Rousseau dan
Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930-an pada masa kejayaan
pendidikan progresif.

Berikut beberapa ciri utama activity atau experience design.

a. Struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam
mengimplementasikan ciri ini guru hendaknya:
i. Menemukan minat dan kebutuhan peserta didik,
ii. Membantu para siswa memlih mana yang paling penting dan urgen. Hal
ini cukup sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat dan kebutuhan
yang sesungguhnya dan mana yang hanya angan-angan. Untuk itu guru
harus menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.
b. Struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka
kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh guru
dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber
belajar, kegiatan belajar dan prosedur evaluasi, dirumuskan bersama siswa. Istilah
yang mereka gunakan adalah teacher –student planning.
c. Desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah. Di dalam
proses menemukan minatnya perserta didik menghadapi hambatan atau kesulitan-
kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan
problema nyata yang dihadapi perserta didik. Dalam menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah tersebut, peserta didik melakukan proses belajar yang nyata,
sungguh-sungguh bermakna, hidup dan relevan dengan kehidupannya. Berbeda
dengan subject design yang menekankan isi, activity design lebih mengutamakan
proses (keterampilan memecahkan masalah).

        Ada beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini, antara lain:

10
i. karena kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik,
maka motivasi belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar.
Fakta-fakta, konsep, keterampilan dan proses pemecahan dipelajari peserta didik
karena hal itu mereka perlukan. Jadi belajar benar-benar relevan dan bermakna.
ii. pengajaran memperhatikan perbedaan individual. Mereka turut dalam kegiatan
belajar kelompok karena membutuhkannya, demikian juga kalau mereka
melakukan kegiatan individual.
iii. kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan
pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar sekolah.

Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan terhadap model


desain kurikulum ini diantaranya:

i. Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan
memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan dunia
modern sangat kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan
merasakan kebutuhan-kebutuhan esensial.
ii. Kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan peserta didik, dasar apa
yang digunkan untuk menyusun struktur kurikulum. Kurikulum tidak mempunyai
pola dan struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab beberapa tokoh
activity design telah mengembangkan stuktur ini. Dewey dalam sekolah
loboratoriumnya menyusun struktur disekitar kebutuhan manusia, kebutuhan
social, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti dan
bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.
iii. Activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan.
Dasar minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat untuk menyusun
sekuens, sebab minat mudah sekali berubah karena pengaruh perkembangan,
kematangan dan factor-faktor lingkungan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk
mengatasi kelemahan ketiga ini:

Usaha untuk menemukan sekuens perkembangan kemampuan mental peserta didik,


seperti perkembangan kemampuan kognitif dari Piaget, Penelitian tentang pusat-pusat
minat yang lebih terinci dijadikan dasar penyusunan sekuens kurikulum. Kritik terhadap
model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan oleh guru biasa. Kurikulum ini
menuntut guru ahli general education plus ahli psikologi perkembangan dan human

11
relation. Model desain ini sulit menemukan buku-buku sumber, karena buku yang ada
disusun berdasarkan subject  atau discipline design. Kesulitan lain adalah apabila peserta
didik akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi digunakan
model subject atau discipline design.

3. Problem Centered Design


Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan
manusia (man centered). Problem centered desain menekankan manusia dalam
kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat dan menekankan
pada  perkembangan peserta didik.
Hal ini bertolak dari asumsi para ahli pendidikan humanistik bahwa manusia
sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama ini manusia
menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka
berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah-masalh social yang mereka
hadapi untuk meneingkatkan kehidupan mereka, selain itu anak atau siswa adalah
yang pertama dan utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum humanistik lebih
memberikan tempat utama kepada siswa. Siswa dipandang sebaga subjek yang
menjadi pusat kegiatan pendidikan, siswa memiliki potensi, kemampuan dan kekuatan
untuk berkembang.6
Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan
kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya
(preplanned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah social yang dihadapi peserta
didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan disusun berdasarkan kebutuhan,
kepentingan dan kemampuan peserta didik.
Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta
didik. Minimal ada dua variasi model desain  kurikulum ini, yaitu The Areas Of
Living Design, dan The Core Design.
1) The Area of Living Design
Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai dasar penyusunan
kurikulum telah dimulai oleh Hebert Spencer pada abad 19, dalam tulisan
yang berjudul What Knowledge is of most worth? Areas of living design

6 Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan Profesi Guru Vokasional
Berbasis Technological Curiculum.

12
seperti learner centered design menekankan prosedur belajar melalui
pemecahan masalah.
Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process
objectives) dan yang bersifat isi (content objectivies) diintegrasikan.
Penguasaan informasi- unformasi yang bersifat pasif tetap dirangsang. Cirri
lain yaitu menggunakan pengalaman dan situasi – situasi dari peserta didik
sebagai pembuka jalan  dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman
peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan
sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan pengalaman-
pengalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain ini sekaligus
menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan
kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.
Desain ini mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:
i. The areas of living desaign merupakan the subject matter
design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara
subject dihilangkan oleh problema- problema kehidupan sosial
ii. Karena kurikulum diorganisasikan di sekitar  problema-
problema peserta didik maka kurikulum ini menggunakan 
prosedur pemecahan masalah.
iii. Menyajikan bahan ajar yang relevan, untuk memecahkan
masalah-masalah dalam kehidupan.
iv. Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yyang professional.
v. Motivasi berasal dari peserta didik

Adapun  kekurangan dari desain ini adalah:


i. Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan
yang sngat esensial sangat sukar
ii. Lemahnya integrasi kurikulum
iii. Desain ini megabaikan warisan budaya.
2) The Core Design
The cores design timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject
design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar ,
mereka memilih mta mata pelajaran tertentu sebagai inti (core). Pelajaran

13
lainnya dikembangkan kan disekitar core tersebut. Menurut konsep ini inti-
initi bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial. The core
design biasa juga disebut the core curriculum.
Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design. Mayoritas
memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program
pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum
yang berlaku di Indonesia dewasa ini, core curriculum disebut kelompok
mata kuliah atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan
kemampuan-kemampuan pribadi dan social. Kalau kelompok mata
kuliah/pelajaran spesialisasi diarahkan pada penguasaan keahlian/kejuruan
tertentu, maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada pembentukan
pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu
membina kerja sama yang baik pula.
The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan
dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan
pengetahuan, niali-nlai dan keterampilan social, guru-guru tersebut juga
memberikan bimbingan terhadap perkembangan social pribadi peserta didik.
Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu:
a. The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan
antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari
atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
b.  The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate
subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran
yang erat hubungannya.
c. The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject,
pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih
banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi dipadukan
menjadi studi kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema
masalah umum yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
d. The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari pendidikan
progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada learner
centered, the activity/experience core dipusatkan pada minat-minat dan
kebutuhan peserta didik.

14
e. The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan
progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya.
Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah
yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core
design yang paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan
umum.
f. The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari
pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas
of living core. Perbedaannya terletak pada the areas of licing core didasarkan
atas kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak berisi hal yang
controversial, sedangkan the social problems core di dasarkan atas
problema-problema yang mendasar dan bersifat controversial. Beberapa
contoh  masalah social yang menjadi tema model core design ini adalah
kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan
sebagainya. Hal-hal di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan
dan berisi suatu controversial bersifat pro dan kontra. The areas of living
core cenderung memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang
the social problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis
dari sudut sistem nilai social dan pribadi yang berbeda.

D. KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia maupun binatang,
yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi
tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian
dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi
dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan
perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu
isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai
dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.7

1. Komponen Tujuan
7 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2010), h. 102.

15
Tujuan memegang peranan penting, akan mengarahkan semua kegiatan
pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan
kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama perkembangan tuntutan,
kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh pemikiran-pemikiran dan
terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara. Kita
mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus,
jangka panjang, menengah, dan jangka pendek.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori
tujuan sebagai berikut.
a.  Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan
ideal pendidikan bangsa indonesia.8 Tujuan pendidikan nasional
merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam hierarki tujuan-
tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan
dengan falsafah pancasila. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan Pendidikan Nasional adalah
untuk menciptakan manusia Indonesia yang beriman, bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani, kepribadian yang mantap,
mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.9

Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 2 Tahun 1989 pada


dasarnya untuk membentuk anak didik menjadi manusa seutuhnya, yang
mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi serta beriman dan bertakwa
atau dikenal juga untuk membentuk manusia pancasilais.

b.  Tujuan Intitusional
Tujuan institusional merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga
pendidikan. Tujuan institusional merupakan tindak lanjut dari tujuan
pendidikan nasional. Sistem pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang
melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan
pendidikan yang disebut tujuan institusional, karena itu dikenal bermacam-

8 Nana Syaodih Sukmadinata,  Ibid.,, h. 103.


9 Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 55.

16
macam tujuan institusional, antara lain tujuan institusional SD/MI,
SMP/MTs, SMA/ MA, Universitas/Akademi/UIN/IAIN/STAIN, dan lain
sebagainya.10
Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan kelanjutan dan
memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional. Agar
tidak terjadi penyimpangan, tiap tujuan institusional mesti di dahului
dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan, tujuan pendidikan
nasional, dan tujuan umum lembaga yang dimaksud.
c. Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional
dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan.
Dengan demikian, isi pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat
menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan
memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari GBPP suatu
bidang studi. Dari GBPP (Garis-Garis BesarProgram Pengajaran) tersebut,
terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapi oleh anak didik setelah ia
menyelesaikan pendidikannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan kurikuler mesti
mencerminkan tindak lanjut dari tujuan kurikuler dan tujuan pendidikan
nasional. Karena itu, penjabaran tujuan institusional dan tujuan pendidikan
nasional mesti menggambarkan tujuan kurikuler sehingga akan terlihat
jelas hubungan hierarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.
d. Tujuan instruksional
Tujuan ini bersifat operasional, yaitu diharapkan dapat tercapai pada
saat terjadinya proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi
setiap hari pembahasan. Untuk mencapai tujuan instruksional ini, biasanya
seorang pendidik/guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP). Dalam upaya
mencapai tujuannya, tujuan instruksional ini sangat ditentukan oleh
kondisi proses belajar mengajar yang ada, antara lain kompetensi
pendidikan, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan faktor
yang lain. Tujuan instruksional ada dua. Pertama, tujuan instruksional
umum. Kedua, tujuan intruksional khusus.11

10 Abdullah Idi, Ibid., h. 56.


11 Abdullah Idi, Ibid., h. 56-57.

17
Tujuan pendidikan nasional yang berjangka panjang merupakan suatu
tujuan pendidikan umum, sedangkan tujuan instruksional yang berjangka
waktu cukup pendek merupakan tujuan yang bersifat umu yang biasanya
abstrak dan luas, menjadi sasaran khusus yang lebih konkret, sempit dan
terbatas.

2.   Komponen isi dan struktur program/materi


Komponen isi dan struktur program/materi merupakan materi yang
diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau
materi yang dimaksud biasanya berupa materi bidang-bidang studi, misalnya
Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Fiqh, Akhlak, Tsyri’, Bahasa Arab dan
lain sebagainya. Bidang-bdang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang,
dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanya
dicantumkan atau dimuatkan dalam sturktur program kurikulum suatu sekolah.
Materi kurikulum pada hakkatnya adalah isi kurikulum. Dalam Undang-
undang Pendidikan tentang sistem Pendidikan Naisonal telah ditetapkan, bahwa . .
. “Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan suatu pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional” (Bab IX, ps. 39).12
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan
orang-orang, alat-alat dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan
lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif
dan memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan
demikian dirancang dalam suatu rencana mengajar, yang mencakup komponen-
komponen: tujuan khusus, sekuens bahan ajar, strategi mengajar, media dan
sumber belajar, serta evaluasi hasil mengajar.13
Hilda Taba memberikan kriteria untuk memilih isi/materi kurikulum
sebagai berikut:
a) Materi itu harus sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan
pengetahuan mutakhir

12 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 25


13 Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., h. 105.

18
b) Materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta
didik lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan-
perubahan yang terjadi
c) Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman
d) Meteri harus mencakup berbagai ragam tujuan
e)  Materi harus sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik, dan
f) Materi harus sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik.

Begitu juga, Ronald C.Doll dalam Zainal Arifin mengemukakan beberapa


kriteria pemilihan materi kurikulum, yaitu:
a) Validitas dan signifikasi materi
b) Adanya keseimbangan materi
c)  Kesesuaian materi dengan kebutuhan dan minat murid
d) Kemantapan materi, dalam arti tidak cepat usang
e) Hubungan antara materi dengan ide pokok dan konsep-konsep
f) Kemampuan peserta didik untuk mempelajari materi, dan
g)  Kemungkinan menjelaskan materi itu dengan data dari disiplin lain.

Pemilihan isi kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai


berikut:
a) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
b) Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
c) Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan
negara, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang, dan
d)  Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.14
3.  Komponen media/sarana-prasarana
Media merupakan sarana perantara dalam mengajar. Sarana dan prasarana
atau media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam mengaplikasikan isi
kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh anak didik dalam proses belajar
mengajar. Pemakaian media dalam proses belajar mengajar merupakan suatu hal
yang perlu dlaksanakan oleh seorang pendidik agar apa yang disampaikannya
terhadap anak didik dapat memiliki makna penting bagi anak didik yang telah

14 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.


89-90.

19
berhasil menyerap dan memahami suatu materi pelajaran yang telah
ditempuhnya.15
Ketepatan memilih alat media merupakan suatu hal yang dituntut bagi
seorang pendidik agar materi yang ditransfernya bisa berjalan sebagaimana
mestinya, dan tujuan pengajaran atau pendidikan daro proses belajar mengajar
yang ada diharapkan bisa tercapai dengan baik.16
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat
yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan di atas
menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk
perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai
bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti mesin
pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televisi dan komputer.
Rowntree mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan
disebut Modes, yaitu Interaksi insani, realita, pictorial, simbol tertulis, dan
rekaman suara.
Gagne mengemukakan lima macam perangsang belajar disertai alat-alat
untuk menyajikannya17, yaitu:

No Perangsang Alat
1 Kata-kata tertulis Buku, pengajaran berprogram, bagan,
proyektor slide, poster, cheklist.
2 Kata-kata lisan Guru, tape recording
3 Gambar dan kata-kata lisan Slide-tapes, slide bersuara, ceramah dan poster
4 Gambar bergerak, kata-kata dan Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi
suara lain
5 Konsep-konsep teoritis melalui Film bergerak, permainan boneka/wayang
gambar

4. Komponen strategi belajar mengajar


Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik atau guru perlu memahami
suatu strategi. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan, metode dan peralatan
mengajar yang diperlukan dalam pengajaran. Strategi pengajaran lebih lanjut

15 Abdullah Idi, op.cit., h. 57-58.


16 Subandijah,  Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 5.
17 Nana Syaodih Sukmadinata, op cit., h. 108-110.

20
dapat dipahami sebagai cara yang dimiliki oleh seorang pendidik atau guru dalam
proses belajar mengajar. Dengan demikian strategi di sini mempunyai arti
komprehensif yang mesti dipahami dan dupayakan untuk pengaplikasannya oleh
seorang pendidik terhadap anak didiknya sejak dari mempersiapkan pengajaran
sampai proses evaluasi.
Dengan menggunakan strategi yang tepat, diharapkan hasil yang diperoleh
dalam proses belajar mengajar dapat memuaskan baik bagi pendidik maupun anak
didik. Namun, penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh
tingkat kompetensi pendidik. Pendidik akhir-akhir ini sudah mulai mengarah
pada two ways communication dalam proses belajar dan mengajar di kelas.
5. Komponen evaluasi
Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan
keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan
tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbngan yang
perlu dilakukan.18
Dalam mengevaluasi, biasanya seorang pendidik akan mengevaluasi anak
didik dengan materi atau bahan yang telah diajarkannya, atau paling tidak ada
kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini sangat penting, mengingat hasil
penilaian atau hasil yang dimiliki oleh anak didik tidak jarang menjadi barometer
atas keberhasilan proses pengajaran pada suatu sekolah dan berkaitan erat dengan
masa depan anak didik.19

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

18 Oemar Hamalik, op.cit., h 29
19 Abdullah Idi, op.cit., h.59.

21
Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses
belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan.
Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan
antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-prinsip pengorganisasian, serta hal-hal
yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisasime manusia maupun
binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen
dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, is atau materi, proses atau
sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan
erat satu sama lain.
 Ada 8 prinsip yang di ajukan Saylor  ketika akan mendesain
kurikulum. Disamping itu, Perbedaan anatara ketiga model desain kurikulum Subject
centered desaign mengutamakan isi, sedangkan learner centered  mengutamakan
manusia atau peserta didik secara individual, sementara problem centered
design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan
masyarakat.

B. SARAN
Untuk memenuhi harapan masyarakat dalam setiap desain kurikulum
hendaknya perancang kurikulum lebih memperhatikan berbagai aspek, misal dalam
merumuskan tujuan kurikulum, konten/ isi kurikulum, proses atau sistem
penyampaian, dan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

22
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011
Hamalik, Oemar,  Kurikulum dan Pembelajaran,  Jakarta: Bumi Aksara, 1995

Hamalik, Oemar. (2008). Dasar-dasar Pengembangan kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011

Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek). Cet.11, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2009).
Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan Profesi Guru
Vokasional Berbasis Technological Curiculum.
Sanjaya, Wina. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenata Media Group.

Soetopo dan Soemanto. (1993). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai Substansi


Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Subandijah,  Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2000). Pengembangan Kurikulum. Teori dan Praktek. Bandung:


RosdaKarya.

23

Anda mungkin juga menyukai