Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TENTANG KONSEP BERPIKIR KRITIS DALAM


KEPERAWATAN

Disusun oleh :

Anggun syntia dewi


NPM : 20260100 .P

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES TRI MANDIRI SAKTI
PROVINSI BENGKULU
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, saya diberikan kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Konsep Berpikir Kritis Dan
Pengambilan Keputusan Dalam Keperawatan Serta Perumusan Diagnosis
Keperawatan”. Meskipun dalam pembuatannya banyak hambatan yang penulis
alami, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang
senantiasa mengucap doa, keluarga yang telah memberikan kontribusi ide yang
baik, dan teman-teman yang telah memberikan dukungannya kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.

Tentunya ada hal-hal yang menunjang penulis untuk membuat makalah ini
dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih luas
mengenai konsep berpikir kritis untuk pengambilan keputusan di dalam bidang
keperawatan dan diagnosis keperawatan. Oleh karena itu penulis berharap
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembaca. Penulis mohon
maaf apabila makalah ini memiliki kekurangan dan penulis menyadari masih
perlu ditingkatkan lagi mutunya. Karena itu, penulis sangat mengharapkan akan
pemberian saran dan kritik yang membangun.

Bengkulu, 19 November 2020


Penyusun

penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. ii


Daftar Isi ...................................................................................................... iii
Abstrak ......................................................................................................... iv
Bab I Pendahuluan
1.1. Lata
r Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rum
usan Masalah ............................................................................... 1
1.3. Tuju
an Penulisan ................................................................................. 2
Bab II Isi
2.1. Konsep Berpikir Kritis dan Pengambilan Keputusan Dalam Keperawatan
2.1.1. Pengambilan Keputusan Klinis dalam Praktik Keperawatan .... 3
2.1.2. Kompetensi Berpikir Kritis ..................................................... 3
2.1.3. Model-Model Berpikir Kritis .................................................. 5
2.1.4. Proses Keperawatan sebagai Kerangka Kerja Praktik
Keperawatan ........................................................................... 8
2.2. Perumusan Diagnosis Keperawatan
2.2.1. Definisi Diagnosis Keperawatan ............................................. 9
2.2.2. Berpikir Kritis dalam Perumusan Diagnosis Keperawatan ...... 10
2.2.3. Pernyataan Diagnosis Keperawatan ......................................... 12
2.2.4. Sumber-Sumber Kesalahan dalam Perumusan Diagnosis ....... 14
2.2.5. Kelebihan dan Keterbatasan Diagnosis Keperawatan ............. 16
2.2.6. Dokumentasi Diagnosis Keperawatan ..................................... 20
Bab III Penutup
3.1. Kesi
mpulan ...................................................................................... 21
3.2. Sara
n ................................................................................................. 23
Daftar Pustaka .............................................................................................. 25

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan


mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan berpikir
kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan
dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga
membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang di dalamnya
dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan
kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan
kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita
menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan
yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan
belajar. Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi
memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan
dan d
ukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan
pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator
umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin
dan mandiri.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengambilan keputusan klinis dalam praktik keperawatan?
2. Apa kompetensi berpikir kritis?
3. Apa model-model berpikir kritis?
4. Bagaimana proses keperawatan sebagai kerangka kerja praktik
keperawatan?
5. Apa definisi dari diagnosis keperawatan?
6. Bagaimana berpikir kritis dalam perumusan diagnosis keperawatan?

1
7. Bagaimana pernyataan diagnosis keperawatan?
8. Apa saja sumber-sumber kesalahan dalam perumusan diagnosis?
9. Apa kelebihan dan keterbatasan diagnosis keperawatan?
10. Bagaimana dokumentasi perencanaan asuhan keperawatan?
1.3. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah


Konsep Dasar Keperawatan , serta menambah wawasan tentang konsep berpikir
kritis dalam praktik keperawatan dan penggunaan diagnosis keperawatan, agar
mahasiswa mengerti serta memahami tentang bagaimana cara mengambil
keputusan klinis dengan didasari pemikiran kritis dalam proses dan praktik
keperawatan dan sebagai salah satu sarana penunjang pembelajaran, khususnya
kepada mahasiswa keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Berpikir Kritis dan Pengambilan Keputusan Dalam


Keperawatan

2.1.1. Pengambilan Keputusan Klinis dalam Praktik Keperawatan

Pengambilan keputusan klinis akan memperlihatkan perbedaan


antara perawat dengan staf teknis, yaitu perawat akan cepat bertindak ketika
kondisi pasien menurun mendeteksi masalahnya dan berinisiatif untuk
memperbaikinya. Benner (1984) berpendapat bahwa pengambilan
keputusan klinis sebagai keputusan yang terdiri atas pemikiran kritis dan
penuh pertimbangan, serta penetapan dari ilmu serta pikiran kritis.

Klien tentu akan memiliki keluhan yang berbeda-beda yang


dipengaruhi oleh kesehatan fisik, gaya hidup, budaya, hubungan
kekerabatan, lingkungan tempat tinggal, hingga pengalaman klien itu
sendiri. Oleh karena itu, perawat tidak bisa langsung mengetahui apa yang
klien butuhkan, melainkan klien tersebut harus menyampaikan keluhan yang
ia punya dan perawat harus banyak bertanya dan memiliki rasa ingin tahu
untuk melihat suatu hal dengan perspektif yang berbeda.

Pemikiran kritis adalah pusat praktik keperawatan profesional karena


hal tersebut membuat seorang perawat terus memperbaiki cara pendekatan
kepada klien dan menerapkan pengetahuan-pengetahuan baru yang
berdasarkan pengalaman dari sebelumnya.

2.1.2. Kompetensi Berpikir Kritis

Berpikir mencakup beberapa hal yaitu membuat pendapat, membuat


keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 dalam
Potter dan Perry, 2005). Ketika perawat mengarahkan berpikir ke arah

3
pemahaman dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien,
prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan. Dalam kaitannya
dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk
akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka dan Saylor, 1994
dalam Potter dan Perry, 2005).

Kompetensi berpikir kritis adalah proses kogritif yang digunakan


perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Kompetensi merupakan
kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas
atau pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja
keras sesuai untuk kerja yang dipersyaratkan.

Ada tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum, berpikir kritis
spesifik dalam situasi klinis, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan.
Kompetensi berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan
masalah, dan pembuatan keputusan. Pemecahan masalah mencangkup
mendapatkan informasi ketika terdapat kesenjangan antara apa yang sedang
terjadi dan apa yang seharusnya terjadi. Dalam pembuatan keputusan,
individu memilih tindakan untuk memenuhi tujuan. Untuk membuat
keputusan, seseorang harus mengkaji semua pilihan, menimbang setiap
pilihan tersebut terhadap serangkaian kriteria, dan kemudian membuat
pilihan akhir (Potter dan Perry, 2005).

Ketika dihadapkan pada suatu keputusan, penting sekali untuk


mengidentifikasi mengapa keputusan diperlukan. Kriteria untuk pembuatan
keputusan harus ditegakkan sehingga pilihan yang tepat dapat dibuat.
Kriteria harus mencangkup hal berikut: Pertama, apa yang akan dicapai?
Kedua, apa yang akan dicapai selanjutnya? Ketiga, apa yang harus
dihindari? Sejalan dengan perawat mempertimbangkan kriteria, terjadi
tingkat pengurutan prioritas. Perawat membuat prioritas dengan
mengaitkannya pada situasi spesifik klien. Agar perawat mampu mengatasi
berbagai masalah kelompok klien yang ada, pembuatan keputusan
berkelanjut sangat penting. Selain itu, manajemen waktu merupakan bagian

4
dari pembuatan keputusan dan memastikan bahwa waktu perawat digunakan
dengan baik dan bahwa perawat cukup tanggap terhadap kebutuhan klien.

Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, mencakup


pertimbangan diagnostik, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan
klinis. Berpikir kritis spesifik dalam keperawatan mencakup pendekatan
sistematis yang digunakan untuk secara kritis mengkaji dan menelaah
kondisi klien, mengidentifikasi respon klien terhadap masalah kesehatan,
melakukan tindakan yang sesuai, dan mengevaluasi apakah tindakan yang
dilakukan telah efektif. Format untuk proses keperawatan adalah unik untuk
disiplin keperawatan dan memberikan bahasa dan proses yang umum bagi
perawat untuk “ memikirkan semua” masalah klien (Kataoka-Yahiro dan
Saylor, 1994). Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematik,
komprehensif untuk asuhan keperawatan.

2.1.3. Model-Model Berpikir Kritis

Perawat yang profesional tentunya memiliki pemikiran yang kritis


dalam melakukan suatu tindakan keperawatan. Perawat sebagai bagian dari
pemberi pelayanan kesehatan yaitu member asuhan perawatan dengan
menggunakan proses keperawatan akan selalu dituntut untuk berpikir secara
kritis dalam berbagai situasi. Berpikir kritis adalah proses yang didapat
melalui pengalaman, rasa ingin tahu dan belajar terus menerus. Berpikir
kritis merupakan tanda atau standar untuk perawat professional yang
kompeten.

Kemampuan untuk berpikir kritis akan meningkatkan praktik klinik


dan mengurangi kesalahan penilaian klinis adalah visi dari praktik
keperawatan (Di Vito- Thomas,2005). Menurut parah ahli (Potter & Perry,
2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu
dituntut untuk menginterfresikan atau mengevaluasi informasi untuk
membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan,
menerapkan ilmu rasional terhadap ide- ide, kesimpulan, pendapat,
prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Dalam berpikir

5
secara kritis terdapat lima komponen model yaitu pengetahuan dasar,
pengalaman, kompetensi berpikir kritis, perilaku dan standar.

Model-model pemikiran kritis akan menjelaskan bagaimana


menerapkan elemen pemikiran kritis untuk mengkaji klien, merencanakan
tindakan yang akan diambil dan evaluasi hasil yang didapat. Menerapkan
tiap elemen dalam berpikir tentang seorang klien dapat meningkatkan rasa
percaya diri dan menjadi profesional yang efektif.

Komponen pertama dari model pemikiran kritis adalah


pengetahuan dasar spesifik perawat. Sebagai seorang perawat,
pengetahuan dasar meliputi informasi dan teori dari ilmu dasar, rasa
kemanusiaan, ilmu perilaku dan keperawatan. Perawat yang menggunakan
pengetahuan dasar dengan disiplin ilmu kesehatan pasti akan memikirkan
masalah klien secara holistik. Sebagai contohnya, pengetahuan luas yang
dimiliki seorang perawat akan memperhatikan segi fisik, psikologi, sosial,
moral, etika, dan budaya dalam perawatan terhadap seorang klien.
Kedalaman dan luasnya pengetahuan akan mempengaruhi kemampuan
untuk berpikir kritis dalam menangani masalah keperawatan.

Komponen kedua dari model pemikiran kritis adalah pengalaman.


Keperawatan merupakan sebuah disiplin ilmu yang menerapkan praktik.
Pengalaman praktik belajar klinik diperlukan untuk memenuhi
keterampilan membuat keputusan klinik (Roche, 2002). Dengan adanya
pengalaman klinik seorang perawat akan belajar mulai dari
mengobservasi, merasakan, berbicara kepada klien dan keluarga serta
dapat merefleksikan secara aktif dengan pengalaman yang telah didapat.
Pengalaman akan membuat seorang perawat mengerti situasi klinis, dapat
mengenali pola kesehatan klien dan memicu timbulnya pemikiran yang
inovatif.

Komponen ketiga dari model berpikir kritis adalah kompetensi


proses keperawatan. Dengan menerapkan komponen model berpikir kritis

6
dalam proses keperawatan, seorang perawat akan menerapkan pada rasa,
kesan, dan data yang berupa fakta yang ditemukan.

Komponen keempat adalah perilaku. Perilaku menggambarkan


bagaimana pendekatan seorang pemikir kritis dalam menyelesaikan sebuah
masalah. Perilaku dalam berpikir secara kritis meliputi rasa percaya diri,
mandiri, adil, tanggung jawab, mau mengambil resiko, disiplin, kreatif,
memiliki rasa ingin tahu, integritas dan memiliki sikap ramah. Jika
diaplikasikan seorang perawat yang memiliki sifat pemikiran kritis dalam
praktik keperawatan yaitu perilaku rasa ingin tahu yang meliputi
kemampuan untuk mengenali adanya masalah dan mencari data untuk
mendukung kebenaran dari apa yang anda pikirkan (Watson dan Gletser,
1980).

Selain itu dengan rasa percaya diri seorang perawat dapat belajar
bagaimana berbicara secara meyakinkan saat memulai perawatan terhadap
pasien dengan mempersiapkan segala sesuatu sebelum melakukan
tindakan keperawatan. Adanya rasa tanggung jawab dan otoritas seperti
merujuk pada aturan dan prosedur untuk melakukan penanganan terhadap
pasien. Perilaku disiplin seperti sistematis dalam setiap hal dan rasa adil,
seorang pemikir kritis dapat mengatasi segala hal dengan adil.

Komponen kelima dalam berpikir secara kritis adalah memiliki


standar intelektual dan standar profesional (Kataoka Yahiro dan Saylor,
1994). Seorang perawat yang memiliki standar intelektual seperti jelas,
tepat, spesifik, akurat, relevan, beralasan, konsisten, logis, dalam, luas,
lengkap, signifikan, tercukupi dan adil. Dalam standar intelektual
gunakanlah pemikiran yang kritis terhadap masalah seorang klien seperti
ketepatan, akurasi dan konsistensi untuk memastikan bahwa keputusan
klinis kita benar. Sedangkan standar profesional untuk pemikiran secara
kritis merujuk pada kriteria etik untuk penilaian keperawatan, kriteria
berdasarkan bukti untuk evaluasi dan kriteria untuk bertanggung jawab
secara professional (Paul, 1993).

7
2.1.4. Proses Keperawatan sebagai Kerangka Kerja Praktik Keperawatan

Proses keperawatan merupakan metode perencanaan dan pemberian


asuhan keperawatan yang rasional dan sistematis secara individual untuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi status kesehatan klien, masalah kesehatan yang aktual dan
menyusun rencana serta intervensi keperawatan untuk menyelesaikan
masalah.

Proses keperawatan memiliki karakteristik yang memungkinkan


respons terhadap perubahan kesehatan klien. Karakteristik ini meliputi sifat
proses keperawatan yang siklis dan dinamis, berfokus pada penyelesaian
masalah, berpusat pada klien, dapat diterapkan secara universal, dan
penggunaan pemikiran yang kritis (Kozier dkk, 2010).

Ada lima fase dalam proses keperawatan diantaranya pengkajian,


analisis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian berupa
pengumpulan, pengumpulan, pengaturan, validasi dan dokumentasi data
yang sistematis dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan harus
mencakup persepsi kebutuhan klien, masalah kesehatan, pengalaman terkait,
dan praktik keperawatan.

Tahap kedua dalam proses keperawatan yaitu diagnosis. Diagnosis


adalah proses analisis dan sintesis data. Pada analisis data dilakukan
perbandingan antara data dan standar, mengelompokkan data dan
mengidentifikasi kesenjangan dan ketidakkonsistenan data. Kemudian
merumuskan pernyataan diagnosis keperawatan dan mendokumentasikan
diagnosis tersebut dalam rencana asuhan keperawatan. Jika diagnosis telah
selesai, maka dilanjutkan dengan perencanaan.

Perencanaan merupakan cara untuk mencegah atau menyelasaikan


masalah yang teridentifikasi pada klien. Aktivitas pada proses perencanaan
yaitu menetapkan prioritas dan tujuan, memilih strategi keperawatan dan

8
rencana asuhan keperawatan. Perencanaan ini melibatkan perawat, klien,
individu pendukung, dan pemberi asuhan lain.

Implementasi merupakan fase dimana perawat melaksanakan


intervensi keperawatan yang direncanakan. Agar berhasil dalam
mengimplementasikan asuhan keperawatan, seorang perawat harus memiliki
keterampilan kognitif, interpersonal, dan teknis. Pada proses implementasi
ini biasanya mengkaji kembali klien, melakukan supervisi terhadap asuhan
yang didelegasikan dan mendokumentasikan tindakan keperawatan.

Evaluasi adalah fase terakhir dalam proses keperawatan yang yang


mengukur tingkat pencapaian tujuan atau hasil. Fase ini juga melakukan
identifikasi terhadap faktor yang mempengaruhi pencapaian baik positif
maupun negatif. Evaluasi ini berjalan kontinu. Aktivitasnya meliputi
membandingkan antara data dan hasil, menarik kesimpulan tentang suatu
masalah, keputusan untuk melanjutkan, memodifikasi atau mengakhiri
rencana asuhan keperawatan.

Oleh karena itu, fase-fase dalam proses keperawatan saling terkait


antara satu dengan yang lainnya. Keberhasilan evaluasi bergantung pada
fase-fase sebelumnya. Hasil akhir yang diharpakn harus dinyatakan secara
konkret. Manfaat dari proses keperawatan ini adalah agar perawat
membantu klien dalam memperoleh persetujuan mengenai hasil terapi untuk
memdapatkan kesehatan yang lebih baik.

2.2. Perumusan Diagnosis Keperawatan

2.2.1. Definisi Diagnosis Keperawatan

Seorang tenaga kesehatan ketika menjalani kewajiban serta


tugasnya, yaitu menyembuhkan orang lain, tentu akan membutuhkan data
mengenai hal-hal yang dibutuhkan klien atau pasien yang ditangani tenaga
kesehatan tersebut. Data-data tersebut disebut diagnosis. Proses diagnoses
adalah hasil analisis data dan identifikasi seorang tenaga kesehatan
berdasarkan respon pasien atau klien terhadap masalah pelayanan (Potter &
Perry, 2009).

9
Terdapat dua jenis diagnosis kesehatan, yaitu diangnosis medis dan
diagnosis keperawatan. Diagnosis medis adalah identifikasi kondisi
penyakit berdasarkan evaluasi tertentu dari tanda fisik, gejala, riwayat medis
klien, hasil pemeriksaan, dan prosedur diagnostik. Dokter diizinkan untuk
mengobati penyakit yang diderita oleh pasien yang dapat digambarkan
melalui pernyataan diagnosis medis pasien tersebut.

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon


individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual
dan potensial, atau proses kehidupan (NANDA International, 2007).
Diagnosis ini berbeda dari diagnosis medis karena pekerjaan perawat
mencakup aspek bio-psiko-sosio-spiritual dalam menangani pasien. Sebagai
contoh, ketika terdapat pasian yang mengalami batuk, seorang dokter akan
memberikan pasien tersebut obat batuk, sedangkan seorang perawat akan
mengkaji penyakit yang diderita oleh pasien secara lebih mendalam, seperti
kapan mulai batuk, terus-menerus atau pada waktu-waktu tertentu saja,
berdahak atau tidak, dan sebagainya.

Komplikasi fisiologis aktual atau potensial yang dipantau perawat


untuk mendeteksi onset (gejala) perubahan status dari seorang pasien atau
klien disebut Masalah Kolaborasi (Capernito-Moyet, 2005). Ketika masalah
kolaborasi muncul, perawat beserta tenaga kesehatan lain akan bekerja sama
dalam menangani pasien atau klien tersebut. Peran perawat dalam hal itu
adalah menangani masalah kolaborasi seperti pendarahan, infeksi, serta
ritme jantung untuk meminimalisasi komplikasi dengan tindakan-tindakan
yang ditentukan oleh dokter dan perawat itu sendiri.

2.2.2. Berpikir Kritis dalam Perumusan Diagnosis Keperawatan

Pertimbangan diagnosis adalah proses penggunaan data pengkajian


tentang klien yang anda kumpulkan untuk menjelaskan secara legal
keputusan klinis yang dalam kasus ini adalah diagnosis keperawatan. Proses
diagnosis berawal dari proses pengkajian dan termasuk definisi dan memilih
dengan cepat diagnosis yang berhubungan. Menurut NANDA- I telah

10
mengidentifikasi empat tipe diagnosis keperawatan yaitu diagnosis aktual,
diagnosis risiko, diagnosis kesejahteraan, dan diagnosis keperawatan
promosi kesehatan.

Diagnosis keperawatan aktual menggambarkan respons manusia


terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan yang terdapat dalam
individu, keluarga dan komunitas. Pemilihan diagnosis aktual
menunjukkan bahwa data pemeriksaan yang ada sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan risiko
menggambarkan respons manusia terhadap kesehatan atau proses
kehidupan yang mungkin menyebabkan individu, keluarga atau komunitas
menjadi rentan (NANDA Internasional, 2007).

Sedangkan diagnosis keperawatan promosi kesehatan adalah penilaian


klinis terhadap motivasi individu, keluarga atau komunitas serta keinginan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan aktualisasi potensi kesehatan
manusia sebagai ungkapan kesiapan mereka untuk meningkatkan perilaku
kesehatan seperti nutrisi dan olahraga. Terakhir adalah diagnosis
keperawatan sejahtera menggambarkan respon manusia terhadap tingkat
kesejahteraan dalam individu, keluarga yang memiliki kesiapan untuk
peningkatan (NANDA Internasional, 2007).

Sebagai perawat, perlu menerapkan metode berpikir secara kritis pada


diagnosis keperawatan yang akurat agar tidak terjadi kesalahan dalam
proses diagnosis pengumpulan data, pengelompokkan, interpretasi dan
pernyataan diagnosis. Fungsi berpikir secara kritis bagi seorang perawat
adalah Dapat membedakan sejumlah penggunaan dan isu dalam
keperawatan

 Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan

 Menganalisis argumen dan isu- isu dalam kesimpulan dan tindakan yang
dilakukan

 Melaporkan data dan petunjuk yang akurat dalam keperawatan

11
 Membuat data keperawatan yang akurat

 Merumuskan dan menjelaskan nilai- nilai keputusan dalam keperawatan

 Dalam membuat keputusan atau pemecahan masalah tidak dilakukan


dengan terburu – buru dengan menerapkan pemikiran yang kritis

 Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan


keperawatan.

Jadi, seorang perawat harus menerapkan pemikiran secara kritis dalam


melakukan praktik keperawatan agar lebih fokus pada pemecahan masalah dan
membuat keputusan daripada mengambil tindakan yang terlalu cepat atau
terburu – buru. Dengan pemikiran yang kritis dapat menginterpretasikan data
pengajian klien untuk menentukan diagnosis keperawatan dan memberikan
petunjuk untuk pelayanan kesehatan.

2.2.3. Pernyataan Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon


individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 &
NANDA). Secara umum diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan
oleh perawat di Indonesia adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa
keperawatan risiko atau risiko tinggi yang dalam perumusannya
menggunakan tiga komponen utama dengan merujuk pada hasil analisa
data, meliputi: problem (masalah), etiologi (penyebab), dan sign/symptom
(tanda/ gejala).

 Problem (P/masalah), merupakan gambaran keadaan klien dimana


tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah kesenjangan atau
penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi.

12
Tujuan : menjelaskan status kesehatan klien atau masalah
kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Diagnosis
keperawatan disusun dengan menggunakan standart yang telah disepakati
(NANDA, Doengoes, Carpenito, Gordon, dll), supaya :
o Perawat dapat berkomunikasi dengan istilah yang dimengerti
secara umum
o Memfasilitasi dan mengakses diagnosa keperawatan
o Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah
keperawatan dengan masalah medis
o Meningkatkan kerjasama perawat dalam mendefinisikan diagnosis
dari data pengkajian dan intervensi keperawatan, sehingga dapat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
 Etiologi (E/penyebab), keadaan ini menunjukkan penyebab keadaan atau
masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan.
Penyebabnya meliputi : perilaku, lingkungan, interaksi antara perilaku dan
lingkungan.
Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi :
1. Patofisiologi penyakit : adalah semua proses penyakit, akut atau
kronis yang dapat menyebabkan / mendukung masalah.
2. Situasional : personal dan lingkungan (kurang pengetahuan, isolasi
sosial, dll)
3. Medikasi (berhubungan dengan program pengobatan/perawatan) :
keterbatasan institusi atau rumah sakit, sehingga tidak mampu
memberikan perawatan.
4. Maturasional :
 Adolesent : ketergantungan dalam kelompok
 Young Adult : menikah, hamil, menjadi orang tua
 Dewasa : tekanan karier, tanda-tanda pubertas.
 Sign & symptom (S/tanda & gejala), adalah ciri, tanda atau gejala, yang
merupakan informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis
keperawatan.

13
Dalam perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat
menggunakan 3 komponen (PES) atau 2 komponen (PE) yang sangat
tergantung kepada tipe dari diagnosa keperawatan itu sendiri. Secara singkat
rumusan diagnosa keperawatan dapat disajikan dalam rumus sebagai
berikut:
1. Diagnosa keperawatan aktual:
Contoh: Nyeri kepala akut (Problem) berhubungan dengan peningkatan
tekanan dan iritasi vaskuler serebral (Etiologi) ditandai oleh, mengeluh
nyeri kepala, sulit beristirahat, skala nyeri: 8, wajah tampak menahan
nyeri, klien gelisah, keadaan umum lemah, adanya luka robek akibat
trauma pada kepala bagian atas, nadi: 90 X/ m (Sign/Simptom).
2. Diagnosa keperawatan risiko/ risiko tinggi:
Contoh: Risiko infeksi (Problem) berhubungan dengan adanya luka trauma
jaringan (Etiologi)
Pada diagnosa risiko, tanda/gejala sering tidak dijumpai hal ini disebabkan
kerena masalah belum terjadi, tetapi mempunyai risiko untuk terjadi
apabila tidak mendapatkan intervensi atau pencegahan dini yang dilakukan
oleh perawat.

2.2.4. Sumber-Sumber Kesalahan dalam Perumusan Diagnosis

Dalam sebuah proses keperawatan sangat diperlukan diagnosa


keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat,
dan pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat
dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Dalam proses
diagnosa juga tidak terlepas dari kesalahan. Proses diagnosa perawat
mengandalkan empat bidang yaitu pengkajian dasar data, menganalisis dan
menginterpretasikan data, pengelompokkan data, dan identifikasi masalah
klien. Masing-masing dari keempat bidang tersebut adalah sumber potensial
kesalahan diagnosa.

Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi selama proses


pengkajian. Hal ini bisa berupa data yang dikumpulkan tidak lengkap,
dikurangi atau salah interpretasi. Untuk menghindari kesalahan dalam

14
pengumpulan data sebaiknya sebelum pengkajian, perawat secara kritis
menelaah tingkat kenyamanannya dan kompetensinya dengan
keterampilan wawancara dan pemeriksaan fisik. Selain itu perawat juga
harus menentukan keakuratan data yang dikumpulkan, untuk
meminimalkan resiko ketidakakuratan dapat meminta bantuan teman kerja
yang lebih berpengalaman dalam menjelaskan penyebab kesalahan.

Kesalahan dalam interpretasi dan analisis data, interpretasi yaitu


petunjuk yang tidak akurat, penggunaan petunjuk yang tidak nyata atau
invalid. Kesalahan ini dapat dihindari jika perawat mempertimbangkan
dengan teliti data hasil identifikasi permasalahan klien dan menentukan
juga mengatur pola pemeriksaan yang relevan untuk mengetahui, selain itu
dalam mengintepretasi juga sangat penting untuk mempertimbangkan latar
belakang budaya.

Kesalahan dalam pengelompokkan data terjadi saat data


dikelompokkan terlalu cepat, tidak benar, atau tidak dikelompokkan sama
sekali. Kesalahan ini juga terjadi karena penutupan pengelompokkan yang
terlalu cepat yang terjadi saat membuat diagnosis keperawatan sebelum
mengelompokkan semua data, dan yang terakhir yaitu kesalahan dalam
pernyataan diagnosis, kesalahan ini terjadi karena pemilihan label
diagnosis yang salah, kejadian dimana adanya diagnosis lain lebih disukai,
kondisi masalah kolaborasi, kegagalan untuk memvalidasi diagnosis
keperawatan dengan klien dan kegagalan mencari bantuan. Untuk
mengurangi kesalahan ini, pernyataan diagnosis harus menggunakan
bahasa yang sesuai, ringkas, dan tepat yang mencakup penggunaan
terminologi yang tepat yang mencerminkan respon klien terhadap penyakit
atau kondisi.

Kesalahan dalam memilih diagnosis keperawatan bisa terjadi


karena mengabaikan petunjuk, membuat diagnosa dari atau dasar yang
tidak memadai, memberikan stereotip. Sedangkan kesalahan umum dalam
membuat dan menulis pernyataan diagnosa pasien bisa berupa pernyataan
diagnosa medis bukan diagnosa keperawatan, menghubungkan masalah

15
dengan situasi yang tidak dapat diubah, mengacaukan etiologi atau
penyebab masalah, menggunakan prosedur selain dari respon manusia,
kurang spesifik pernyataan diagnosa, membuat asumsi, dan menulis
pernyataan yang tidak bijaksana secara hukum.

Dengan menggunakan keterampilan penentuan diagnosa, tinjau,


dan analisis data dasar untuk mengindentifikasi petunjuk yang berupa
tanda atau gejala yang menunjukkan adanya masalah yang dapat
digambarkan dengan label diagnosa keperawatan disertai faktor
pendukungnya. Dan banyak sumber yang bisa menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam diagnosa keperawatan, karena itu dalam membuat
diagnosa sangat dibutuhkan ketelitian dan kecermatan.

2.2.5. Kelebihan dan Keterbatasan Diagnosis Keperawatan

Dalam perannya sebagai hasil identifikasi masalah kesehatan serta


kebutuhan pasien, diagnosis keperawatan juga memiliki kelebihan dan
keterbatasan tertentu. Kelebihan diagnosis keperawatan, antara lain;

1. Bagian dari rencana klien tentang perawatan yang ingin didapatkan


Diagnosis keperawatan merupakan bagian dari rencana klien tentang
perawatan yang ingin didapatkan oleh pasien tersebut karena diagnosa
keperawatan adalah hasil identifikasi kesehatan pasien yang ditanyakan
langsung ke pasien tersebut yang kemudian akan direncanakan dan
diputuskan perawatan-perawatan apa saja yang akan pasien dapatkan.
2. Merupakan fokus untuk perbaikan kualitas
Dengan begitu, kualitas pelayanan pasien oleh perawat juga akan
membaik seiring dengan terpenuhinya kebutuhan pasien (Gordon, 1994).
3. Memberikan kontribusi untuk status profesional dari disiplin
Diagnosis keperawatan memberikan kontribusi untuk status profesional
dari disiplin. Kondisi perkembangan kesehatan pasien akan lebih terpantau
dan penanganan yang dilakukan juga dapat lebih tepat dengan adanya
diagnosis keperawatan.
4. Menyediakan sarana atau memfasilitasi komunikasi yang efektif

16
Diagnosis keperawatan memfasilitasi komunikasi yang efektif karena
data yang didapatkan oleh perawat dapat dijadikan bahan acuan tenaga
kesehatan lain tanpa perlu bertanya secara berulang-ulang kepada pasien
yang terlibat. Tindakan bertanya secara berulang-ulang tentu dapat
mengakibatkan waktu istirahat pasien terganggu, karena itu tindakan
tersebut selayaknya dikurangi.
5. Memberikan metode untuk menyintesis dan mengkomunikasikan perawat
lain tentang pengamatan dan penilaian kebutuhan kesehatan seorang
pasien
Diagnosis keperawatan juga memberikan metode untuk menyintesis
dan mengkomunikasikan perawat tentang pengamatan dan penilaian
kebutuhan kesehatan seorang pasien. Hal ini dapat mempengaruhi
pendanaan pelayanan kesehatan preventif dan komprehensif perawatan.
Diagnosis keperawatan dapat mengurangi pelayanan-pelayanan kesehatan
yang tidak dibutuhkan pasien dalam pengobatan penyakit pasien (Gordon,
1994).
6. Memberikan sebuah jalan untuk pengembangan teori dan keperawatan
penelitian
Diagnosis keperawatan dapat memberikan jalan untuk pengembangan
teori dan keperawatan penelitian karena diagnosis keperawatan mencakup
aspek biologis, psikologis, sosial, dan aspek spiritual pasien yang
menjadikan catatan mengenai data pasien lebih luas. Data yang cukup luas
tersebut dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut tentang penyakit yang
diderita pasien dan juga teori baru tentang penyakit tersebut dapat
ditemukan sehingga dapat tercipta penanganan dan perawatan yang lebih
efektif dalam menyembuhkan pasien dari penyakit tersebut.
7. Memungkinkan untuk pemberdayaan dari profesi keperawatan
Diagnosis keperawatan juga dapat memungkinkan terjadi
pemberdayaan dari profesi keperawatan karena dapat menjadikan perawat
lebih teratur dan disiplin serta memperjelas peran perawat dalam menangani
pasien.
8. Menyediakan sarana untuk asuhan keperawatan individual

17
Diagnosis ini juga dapat menyedialan sarana untuk asuhan keperawatan
karena penanganan-penanganan yang akan diberikan kepada pasien dapat
direncanakan serta diputuskan melalui data diagnosis.
9. Memprioritaskan kebutuhan klien.
Diagnosis keperawatan dapat memprioritaskan kebutuhan klien karena
diagnosis ini berisikan tentang penyakit dan kondisi pasien tersebut secara
lebih lengkap dan dapat segera diputuskan penanganan-penanganan atau
fasilitas-fasilitas apa saja yang dibutuhkan pasien.
Keterbatasan diagnosis keperawatan terdiri dari beberapa hal, yaitu;
1. Membatasi penggunaan diagnosis keperawatan hanya pada perawat
profesional
Diagnosis keperawatan hanya dapat digunakan oleh perawat profesional
saja, sedangkan tenaga kesehatan lain atau bahkan pasien sendiri tidak
mengerti isi serta fungsi dari diagnosis keperawatan. Hal ini karena istilah
atau bahasa yang digunakan di dalam diagnosis kadang bertele-tele dan
mengandung istilah yang hanya berlaku di beberapa media (selingkung),
seperti jargon. Selain itu diagnosis keperawatan terlalu membatasi, tidak
lengkap, berorientasi medis, dan membingungkan. Banyak perawat yang
tidak tahu cara menggunakan diagnosis keperawatan sendiri, terutama
perawat pemula. Beberapa perawat juga merasa tidak memiliki diagnosis
yang dibutuhkan sehingga diagnosis menjadi tidak spesifik.
2. Perawat tidak bisa menggunakan kata-kata yang biasa digunakan
Perawat tidak bisa menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dalam menulis diagnosis, perawat harus
menggunakan istilah-istilah medis yang kurang spesifik dalam menjelaskan
masalah pasien agar dapat ditangani secara lebih lanjut dengan khusus oleh
perawat lain. Kata-kata yang dimaksud adalah contohnya penyakit susah
tidur dan istilah yang digunakan adalah insomnia, dan sebagainya.
3. Perencanaan perawatan membuang waktu
Perencanaan perawatan dalam diagnosis keperawatan dianggap
membuang waktu karena perawat praktik sering memberitahu para perawat
pelajar bahwa rencana perawatan yang mereka tulis tidak berguna di dalam

18
keperawatan klinis. Hal ini disebabkan mayoritas perencanaan perawatan
adalah penanganan standar untuk masalah atau situasi tertenu, sedangkan
penanganan-penanganan tersebut telah diketahui oleh perawat
berpengalaman.
4. Tidak semua perawat menggunakan diagnosis
Di dalam praktik keperawatan, tidak semua jenis perawat menggunakan
diagnosis. Beberapa perawat pada bidang tertentu tidak menggunakan
diagnosis seperti perawat praktisi, perawat ahli bius, dan bidan. Perawat-
perawat tersebut hanya fokus pada obat-obatan, sehingga peran perawat
yang sesungguhnya menjadi tidak jelas karena penggunaan diagnosis
keperawatan tidak dilakukan.
5. Diagnosis keperawatan tidak peka terhadap budaya
Menurut Leininger (1990), NANDA (North America Nursing
Diagnosis Association) membuat sistematika diagnois hanya berdasarkan
budaya Anglosfer-Amerika (Amerika Serikat dan Kanada) yang bukan
merupakan budaya yang relevan sengan budaya dari negara lain. Diagnosis
keperawatan seharusnya menggunakan diagnosis yang bersangkutan dengan
budaya negeri atau daerah itu sendiri.
6. Diagnosis keperawatan dapat melanggar kerahasiaan
Diagnosis keperawatan dapat melanggar kerahasiaan pasien karena
pada umumnya perawat serta tenaga kesehatan lain harus bisa menjaga
privasi yang berarti dari pasien yang ditangani, sesuai dengan kode etik
tenaga kesehatan. Informasi dalam diagnosis biasanya mengandung aib dari
pasien yang tidak ingin diketahui oleh siapapun, misalnya hamil di luar
nikah, penyakit-penyakit kelamin, maupun permasalahan hormon yang
bersifat pribadi. Informasi ini dapat tersebar secara tidak terkendali apabila
perawat atau tenaga kesehatan lain tidak berhati-hati dan tidak memegang
teguh kode etik.
Menurut Iyer, Taptich, dan Bernocchi-Losey (1994), keberatan untuk
menggunakan diagnosis keperawatan meliputi:
1. Perawat akan bekerja terlalu keras dari sebelumnya dan memiliki
sedikit waktu untuk menghabiskan waktu dengan klien,

19
2. Perawatan masih diselenggarakan di sekitar diagnosis medis dan
perawat yang terlibat dalam penyelesaian tugas didasarkan pada fokus
diagnosa tersebut,
3. Perawat takut ditertawakan ketika menggunakan diagnosis
keperawatan,
4. Daftar diagnosis keperawatan tidak selalu sesuai dengan situasi klien.

2.2.6. Dokumentasi Diagnosis Keperawatan

Dokumentasi diagnosis keperawatan merupakan langkah unntuk


membuat rencana keperawatan secara tertulis dan menyusun daftar
diagnosis keperawatan secara kronologis. Diagnosis keperawatan
didokumentasikan dalam catatan kesehatan elektronik. Catatan elekronik
digunakan klien di berbagai lingkungan. Dokumentasi diagnosis
keperawatan penting bagi pasien dan petugas kesehatan lainnya dalam
menberikan perawatan.
Dalam catatan elektronik, perawat dapat melihat risiko berkelanjutan
pada pasien dan masalah yang telah diidentifikasi serta memutuskan
diagnosis keperawatan baru berdasarkan pada temuan pengkajian pasien.
Mendokumentasikan diagnosis keperawatan dalam catatan kesehatan
elektronik akan membantu klien saat pulang guna memberikan informasi
perawatan klien ke perawat homecare, perawatan jangka panjang atau unit
rehabilitasi.
Selain itu, dokumentasi dalam catatan kesehatan elektronik dpat
menyampaikan diagnosis keperawatan klien mengenai daftar masalah
melalui layanan pencarian HIE (health information exchange). Contoh
sistem dokumentasi lain yaitu PIE, pencatatan fokus, pencatatan
berdasarkan penyimpangan, dokumentasi terkomputerisasi, dan manajemen
kasus. Komputer membuat dokumentasi relatif mudah (Herdman, 2012).

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pengambilan keputusan klinis sebagai keputusan yang terdiri atas


pemikiran kritis dan penuh pertimbangan, serta penetapan dari ilmu serta
pikiran kritis. Klien memiliki keluhan yang berbeda-beda, karena itu,
perawat tidak bisa langsung mengetahui apa yang klien butuhkan,
melainkan perawat harus aktif bertanya kepada pasien.

Kompetensi berpikir kritis adalah proses kogritif yang digunakan


perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Kompetensi merupakan
kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas
atau pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja
keras sesuai untuk kerja yang dipersyaratkan. Ada tiga tipe kompetensi yaitu
berpikir kritis umum, berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, dan
berpikir kritis spesifik dalam keperawatan.

Dalam berpikir secara kritis terdapat lima komponen model yaitu


pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi berpikir kritis, perilaku dan
standar. Model-model pemikiran kritis akan menjelaskan bagaimana
menerapkan elemen pemikiran kritis untuk mengkaji klien, merencanakan
tindakan yang akan diambil dan evaluasi hasil yang didapat. Menerapkan
tiap elemen dalam berpikir tentang seorang klien dapat meningkatkan rasa
percaya diri dan menjadi profesional yang efektif.

Proses keperawatan merupakan metode perencanaan dan pemberian


asuhan keperawatan yang rasional dan sistematis secara individual untuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi status kesehatan klien, masalah kesehatan yang aktual dan
menyusun rencana serta intervensi keperawatan untuk menyelesaikan
masalah. Ada lima fase dalam proses keperawatan diantaranya pengkajian,
analisis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

21
Proses diagnoses adalah hasil analisis data dan identifikasi seorang
tenaga kesehatan berdasarkan respon pasien atau klien terhadap masalah
pelayanan (Potter & Perry, 2009). Terdapat dua jenis diagnosis kesehatan,
yaitu diangnosis medis dan diagnosis keperawatan. Diagnosis medis adalah
identifikasi kondisi penyakit berdasarkan evaluasi tertentu dari tanda fisik,
gejala, riwayat medis klien, hasil pemeriksaan, dan prosedur diagnostik.
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan
potensial, atau proses kehidupan

Pertimbangan diagnosis adalah proses penggunaan data pengkajian


tentang klien yang anda kumpulkan untuk menjelaskan secara legal
keputusan klinis yang dalam kasus ini adalah diagnosis keperawatan.
Pertimbangan diagnosis adalah proses penggunaan data pengkajian tentang
klien yang anda kumpulkan untuk menjelaskan secara legal keputusan klinis
yang dalam kasus ini adalah diagnosis keperawatan.

Secara umum diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan oleh


perawat di Indonesia adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa
keperawatan risiko atau risiko tinggi yang dalam perumusannya
menggunakan tiga komponen utama dengan merujuk pada hasil analisa
data, meliputi: problem (masalah), etiologi (penyebab), dan sign/symptom
(tanda/ gejala).

Dalam perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat


menggunakan 3 komponen (PES) atau 2 komponen (PE) yang sangat
tergantung kepada tipe dari diagnosa keperawatan itu sendiri. Tipe diagnosa
keperawatan adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa keperawatan
risiko tinggi.

Proses diagnosa perawat mengandalkan empat bidang yaitu


pengkajian dasar data, menganalisis dan menginterpretasikan data,
pengelompokkan data, dan identifikasi masalah klien. Masing-masing dari
keempat bidang tersebut adalah sumber potensial kesalahan diagnosa.
banyak sumber yang bisa menyebabkan terjadinya kesalahan dalam

22
diagnosa keperawatan, karena itu dalam membuat diagnosa sangat
dibutuhkan ketelitian dan kecermatan.

Kelebihan diagnosis keperawatan, adalah bagian dari rencana klien


tentang perawatan yang ingin didapatkan, merupakan fokus untuk
perbaikan kualitas, memberikan kontribusi untuk status profesional dari
disiplin, menyediakan sarana atau memfasilitasi komunikasi yang efektif,
memberikan metode untuk menyintesis dan mengkomunikasikan perawat
lain tentang pengamatan dan penilaian kebutuhan kesehatan seorang
pasien, memberikan sebuah jalan untuk pengembangan teori dan
keperawatan penelitian, memungkinkan untuk pemberdayaan dari profesi
keperawatan, menyediakan sarana untuk asuhan keperawatan individual,
memprioritaskan kebutuhan klien.

Keterbatasan diagnosis keperawatan terdiri dari beberapa hal, yaitu


Membatasi penggunaan diagnosis keperawatan hanya pada perawat
profesional, Perawat tidak bisa menggunakan kata-kata yang biasa
digunakan, Perencanaan perawatan membuang waktu, Tidak semua
perawat menggunakan diagnosis, Diagnosis keperawatan tidak peka
terhadap budaya, Diagnosis keperawatan dapat melanggar kerahasiaan.

Dokumentasi diagnosis keperawatan merupakan langkah unntuk


membuat rencana keperawatan secara tertulis dan menyusun daftar
diagnosis keperawatan secara kronologis. Diagnosis keperawatan
didokumentasikan dalam catatan kesehatan elektronik. Catatan elekronik
digunakan klien di berbagai lingkungan. Dokumentasi diagnosis
keperawatan penting bagi pasien dan petugas kesehatan lainnya dalam
menberikan perawatan.

23
3.2. Saran

Adapun saran kami sebagai penulis adalah sebagi berikut :

1. Diharapkan pada pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang


membangun bagi penulis.

2. Kritik dan saran diharapkan untuk disampaikan oleh pembaca apabila ada
kekurangan di dalam makalah kami demi kesempurnaan makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J & Ladwig, G. B. (2014). Nursing Diagnosis Handbook : An


Evidence-Based Guide to Planning Care. (Ed. ke-10). ST Louis, MI :
Mosby Elsevier.
Aldova, E, Hauser, O. And Postupa, R.1953.
Capernito-Moyet, L. J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. (Terj. Monica
Ester). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
DeLaune, S. C & Ladner, P. K (2011). Fundamental of Nursing : Standards and
Practice, (Ed. ke-4). New York : Delmar.
Doenges, M. E. (1995). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan. (Terj. I Made Kariasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Potter, P. A & Perry, A. G. (1997). Fundamental of Nursing Concept: Buku Ajar
Fundamental Keperawatan, Ed. 4th. Volume 1. United States of America:
Mosby. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Vol. 1 E/4. Yulianti & Ester. EGC. Jakarta
Potter, P. A & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktis. (Renata Komalasari, et al, Penerjemah). Ed.
Ke-4. Jakarta : EGC
Potter, P. A & Perry, A. G. (2009). Fundamental of Nursing. Vol 1. (Ed. ke-7).
(Terj. Team Salemba Medika bekerja sama dengan dr. Adrina Ferderika).
Jakarta : Salemba Medika.

25

Anda mungkin juga menyukai