Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
persyaratan menyelesaikan program internsip
di Rumah Sakit Umum Daerah Saparua
Oleh:
dr. Natalia J. Tetelepta
Pendamping:
dr. Novita E Nikijuluw
Wahana:
Rumah Sakit Umum Daerah Saparua
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat
dan Penyertaan-Nya, maka saat ini penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus
dengan judul “TB Paru dengan Gizi Kurang pada Anak” ini dengan baik. Laporan kasus ini
dibuat dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus persyaratan menyelesaikan program
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan dan semoga laporan kasus ini
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah membantu
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan yang terpenting
di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir Indoneisa termasuk dalam 5 negara dengan jumlah
kasus TB terbanyak di dunia. Tuberkulosis pada anak merupakan komponen penitng dalam
pengendalian TB oleh karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari
jumlah seluruh populasi dan terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap
tahun. Di Indonesia proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi
dalam program TB hanya 9% dari yang diperkirakan 10-15% dan pada tingkat
kabupaten/kota menunjukan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu antara 1,2-17,3% di
tahun 2015. Strategi Nasional 2015-2019 terdapat 6 indikator utama dan 10 indikator
anak sebesar 80% dan cakupan anak <5 tahun yang mendapat pengobatan pencegahan PP
(fasyankes) di Indonesia mempunyai fasilitias uji tuberkulin dan pemeriksaan foto toraks
yang merupakan 2 parameter yang ada di sistem skoring. Akibatnya, di fasyankes dengan
meningkatnya jumlah kasus TB resisteen obat (TB RO) pada dewasa, yang bisa merupakan
sumber penularan bagi anak. Jumlah pasti kasus TB RO pada anak di Indonesia saat ini
1
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Ayah Ibu
Nama Tn. RS Ny. JL
Umur 47 tahun 45 tahun
Pendidikan SMA SMP
Pekerjaan Petani IRT
C. ANAMNESIS
Anamnesis Terpimpin : Pasien datang dibawa oleh ibunya ke UGD RSU Saparua dengan
keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang lalu, di sertai dengan batuk
berlendir hilang timbul sejak ± 1 bulan dan panas. Pasien merupakan pasien rujukan dari
puskesmas Jazirah Tenggara dan dalam pengobatan TB paru 5 bulan.
2
Pengobatan yang diberikan di PKM Jazirah Tenggara :
- O2 2 – 3 L/menit.
- IVFD RL 15 tetes/menit.
anak sebagi berikut: gigi pertama muncul usia 9 bulan, berbicara pertama kali usia 1 tahun,
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar:
D. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status present
Kesan umum : Lemah
Nadi : 132 ×/menit kuat dan regular
Laju nafas : 45 ×/menit
Suhu aksila : 38.0°C
Saturasi O2 : 84% (O2 ruangan)
Kesadaran (GCS) : E4 V5 M6
b. Status Generalis
Kepala : Bentuk kepala normal simetris, rambut lurus hitam dipendek, tidak
mudah dicabut.
Wajah : Tidak tampak fasies sindrom tertentu, tidak ada udem, lipatan dahi
normal, tidak didapat wajah old man face.
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, kedua pupil bulat isokor 3
3
mm dengan refleks cahaya kedua mata normal. Perdarahan
subkonjungtiva (-), bercak bitot (-). Tidak ada katarak, tidak ada
nistagmus ataupun strabismus. Tidak tampak mata cowong, tidak ada
udem palpebra, celah kelopak mata kanan-kiri simetris.
Hidung : Ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum, tidak terdapat
sekret, tidak ada perdarahan, tidak ada hiperemi.
Mulut : Tidak ada sianosis ataupun pucat di sekitar mulut dan mukosa lidah,
mukosa bibir dan lidah basah, sudut mulut kanan-kiri simetris, refleks
menelan normal. Tidak tampak deviasi uvula dan lidah ke satu sisi.
Tidak ada drooling. Didapatkan karies gigi atas dan bawah, hipertropi
ginggival tidak didapatkan.
Tenggorok : Tidak ada pembesaran tonsil dan faring tidak hiperemia. Tidak terdapat
celah gusi dan palatum.
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak tampak
Palpasi : Ukuran jantung kesan normal
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal, bising jantung (-), irama derap (-). Suara
jantung menjauh (-)
Paru
Kanan Kiri
Depan
4
gerak
Kanan Kiri
Belakang
Auskultasi : Vesikular, rhonki (-), wheezing (-) Vesikular, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, pelebaran vena kolateral (-)
Auskultasi : Bising usus normal, bruit aorta (-)
Perkusi : Pekak hepar positif, suara timpani (+) dan meteorismus (-)
Palpasi : Undulasi (-), asites (-)
Hepar tidak teraba.
Limpa tidak teraba.
Nyeri tekan dan defans muskuler tidak didapatkan. Massa intraabdomen
tidak ditemukan.
5
Kelenjar : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
Status Antropometri
Tanggal Pemeriksaan : 29-08-2020
Tanggal lahir : 31-12-2001
Umur kronologis : 9 tahun
Berat badan (BB) : 20 kg
Tinggi badan (TB) : 116 cm
Usia Tinggi : 20 bulan
Berat badan ideal (BBI): 29 kg
BB/TB (% median) : 69% (kriteria Waterlow)
Penilaian status gizi menggunakan kurva WHO, pasien diklasikan sebagai kriteria
severly underweight, severly stunted.
Skor TB
Hasil: Skor 7 (Skor total > 6 diagnosis TB dan obati dengan OAT).
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 29/08/2020
6
PLT 295 103µL 100-300
HB 14,7 % 11.0-16.0
MCV 74.3% 80.0-99.0
MCHC 37.1% 32.0-36.0
HCT 39,6 fL 36.0-48.0
F. DIAGNOSIS
G. PENATALAKSANAAN
- O2 3 liter/menit
- IVFD RL 12 tetes/menit
- Nebu Ventolin 1:1 (Ventolin 1cc : Nacl 0.9% 1cc)
- Inj. Ceftriaxon 2x500 mg/iv (Skin test)
- Salbutamol 2x2 mg tab/p.o
- Paracetamol drip 3x200 mg/iv (k/p) bila demam berulang
H. PROGNOSIS
Ad vitam: Bonam : Pasien saat ini dalam kondisi cukup lemah, namun tidak sampai
mengancam jiwa, tanda-tanda vital dalam batas normal, respon terapi masih baik.
terapi
Ad Sanasionam : Bonam. Pasien saat ini sedang menjalani terapi untuk tuberkulosis
dan infeksi lain yang menyertai. Terapi TB diharapkan agar dapat mengeradikasi
kuman TB itu sendiri. Jika pemnatauan, kepatuhan, dukungan orang tua baik,
I. Follow Up
7
SOA P Laboratorium
30/08/2029 (HP-1) - O2 2 lpm (k/p)
S: sesak napas (-), batuk - IVFD RL 12 tpm
lendir (+) - Inj. Ceftriaxon 2x500 mg/iv
O: KU sedang, kesadaran CM, - Salbutamol 2x2 mg/tab/p.o
TD :90/70, S: 36.7, RR: - Nebu venitoin : Nacl 0.9%
45x/menit, N : 132x/menit, 1:1
SpO2: 81%. - Paracetamol 200 mg/iv
Thorax : (k/p)
Pulmo : Rh+/+, Whee -/- - OAT lanjut.
Cor : BJ I & II murni regular,
gallop (-), murmur (-)
A: TB on therapy 5 bulan
31/08/2020(HP-2) - O2 2 lpm (k/p)
S: Batuk lendir (+) - IVFD RL 12 tpm
O: KU: sedang, kesadaran:
CM, TD : 100/80mmHg, S:
- Inj. Ceftriaxon 2x500 mg/iv
36, RR: 40x/menit, N: - Salbutamol 2x2 mg/tab/p.o
102x/menit, SpO2:97% tanpa - Nebu venitoin : Nacl 0.9%
O2 1:1
Thorax : - Paracetamol 200 mg/iv
Pulmo : Rh+/+, Whee -/- (k/p)
Cor : BJ I & II murni regular, - Ambroxol syrup 3x1 cth
gallop (-), murmur (-)
A:
- OAT
TB on therapy 5 bulan
Gizi kurang
01/09/2020 (HP-3) - IVFD RL 12 tpm
S: Batuk lendir (+) - Inj. Ceftriaxon 2x500 mg/iv
O: KU sedang, TD:
100/70mmHg, N: 104x/menit,
- Salbutamol 2x2 mg/tab/p.o
S: 36.6, R: 24x/menit - Ambroxol syrup 3x1
BB: 19 kg (normal 25-30 kg cth/p.o
(CDC) - Curvit syrup 1x1 cth/p.o
Thorax : - OAT
Pulmo : Rh+/+, Whee -/- - Diet TKTP
Cor : BJ I & II murni regular,
gallop (-), murmur (-)
- Cek darah rutin ulang
besok pagi dan AFF infus
A:
TB on therapy 5 bulan
Gizi kurang
02/09/2020 (HP-4) - Ambroxol syrup 3x1 Hasil DR
S: tidak ada keluhan cth/p.o - WBC: 7.3 103µL
O: KU Baik, TTD: TD: - Curvit syrup 1x1 cth/p.o - PLT : 31.9 103µL
100/80mmHg, N: 109x/menit, - HB : 14,0 %
P: 24x/menit, S: 36,
- OAT
- Diet TKTP - HCT : 38,8 fL
SpO2:96% tanpa O2
Thorax : - BLPL
Pulmo : Rh+/+, Whee -/-
Cor : BJ I & II murni regular,
gallop (-), murmur (-)
A:
TB on therapy 5 bulan
Gizi kurang
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
Anak yang terpapar orang dewasa yang punya risiko tinggi, orang dari negara dengan
dengan risiko tinggi, bayi dan anak < 10 tahun, remaja dan dewasa muda dan riwayat kontak
dengan pasien dengan pengobatan tuberkulosis, kontak dengan pasien riwayat resistensi obat
tuberkulosis. 1
C. Diagnosis Tuberkulosis
Berdasarkan anamnesis gejala umum dari penyakit TB anak khas: nafsu makan kurang,
berat badan (BB) sulit naik, menetap atau malah menurun (kemungkinan masalah gizi
sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tatalaksana adekuat selama minimal 1
bulan), demam subfebris berkepanjangan dengan etiologi demam kronik yang lain perlu
disingkirkan dahulu seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus atau malaria, pembesaran
kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal atau tempat lain, keluhan respiratorik
berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada, gejala gastrointestinal seperti diare
persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut membesar karena cairan
atau teraba massa dalam perut. Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisis
yang khas: Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi
di daerah bawah atau di bawah P5, Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.2
9
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien dengan kecurigaan
pada anak berusia > 5 tahun, HIV (+), dan gambaran kelainan paru luas. Namun, karena
kesulitan Namum demikian, karena kesulitan pengambilan sputum pada anak dan sifat
pausibasiler pada TB anak, pemeriksaan bakteriologis selama ini tidak dilakukan secara rutin
pada anak yang dicurigai sakit TB. Dengan semakin meningkatnya kasus TB resisten obat
dan TB HIV, saat ini pemeriksaan yang seharusnya dilakukan, terutama di fasilitas pelayanan
Cara mendapatkan sputum pada anak: pengeluaran dahak jika pasien dapat keluarkan
sputum/dahak secara langsung, bilas lambung dengan NGT dapat dilakukan pada anak tidak
dapat keluarkan dahak dan dianjurkan spesimen dikumpulkan minimal 2 hari berturut-turut
pada pagi hari, induksi sputum biasanya relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, hasil lebih baik dari aspirasi lambung, terutama bila menggunakan lebih dari 1
sampel. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis TB pada anak: (a) uji
tuberkulin: Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakan diagnosis TB pada anak,
khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji tuberkulin tidak bisa
membedakan antara infeksi dan pasien TB. Hasil positif uji tuberkulin menunjukan adanya
infeksi dan tidak menunjukan ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin
belum tentu menyingirkan diagnosis TB, (b) foto toraks: Foto toraks juga merupakan
pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis TB pada anak. Namun gambaran foto
toraks pada TB tidak khas kecuali gambaran TB milier, (c) pemeriksaan histopatologi:
Menunjukan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijauan di tenganya dan dapat pula
10
D. Alur diagnosis TB anak2
Secara umum penegakan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal, yaitu:
1. Konfirmasi bakteriologis TB
3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan pasien TB)
Langkah awal pada alur diagnosis TB adalah pengambilan dan pemeriksaan sputum:
1. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCB, sesuai dengan fasilitas yang tersedia)
2. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCM) negatif atau spesimen tidak dapat
a. Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin dan foto toraks:
- Jika anak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB menular, anak dapat
- Jika tidak ada riwayat kontak, lakukan observasi klinis 2-4 minggu. Bila pada
follow up geala menetap, rujuk anak untuk pemeriksaan uji tuberkulin dan foto
toraks.
b. Jika tersedia fasilitas untuk uji tuberkulin dan foto toraks, hitung skor total
2. Skor total <6, dengan uji tuiberkulin positif atau ada kontak erat diagnosis
3. Jika skor total < 6, dan uji tuberkulin negatif, atau tidak ada kontak erat
11
kemungkinan diagnosis TB atau rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih tinggi.
12
Penjelasan:
untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk
dilakukan 2 kali dan dinyatakan positif jika satu spesimen diperiksa memberikan hasil
positif.
2. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak bergejala namun tidak
ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala menetap, maka anak dirujuk
3. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah ataupun kontak erat,
4. Anak yang dievaluasi bulan kedua tidak menunjukan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan
diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB resisten obat maupun masalah
13
Tabel 1. Skoring TB
[Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI, Jakarta: 2016.]
1. Definisi
Terduga TB anak: Anak yang mempunyai keluhan atau gejala klinis mendukung TB.
Pasien TB anak:
b. Pasien TB anak terdiagnosis secara klinis: Anak yang tidak memenuhi kriteria
terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB oleh dokter, dan
14
2. Klasifikasi
diklasifikasikan menurut:
Status HIV
Tuberkulosis paru
Tuberkulosis ekstraparu
TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (<28
dosis)
Pasien yang pernah diobati TB: pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT
selama 1 bulan atau lebih (>28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan
15
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena
reinfeksi).
o Pasien yang diobati kembali setelah gagal: pasien TB yang pernah diobati
o Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): pasien
Pada pasien anak 9 tahun didefinisi dan diklasifikan dengan pasien TB anak yang
pernah diobati karena pasien sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih
(>28 dosis).
drug therapy lanjutan karena pasien merupakan passien TB on theray yang sudah berjalan 5
bulan.
pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan pengobatan
pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama
pemberian obat anti TB sebagai berikut: (1) menyembuhkan pasien TB, (2) mencegah
kematian akibat TB atau efek jangka panjangnnya, (3) mencegah TB relaps, (4) mencegah
terjadinya dan transmisi resistensi obat, (5) menurunkan transmisi TB, (6) mencapai seluruh
tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin, (7) mencegah reservasi sumber
16
Beberapa hal penting dalam tata laksana TB anak adalah; (1) menyembuhkan pasien
TB, (2) mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya, (3) mencegah TB relaps,
(4) mencegah terjadinya dan transmisi resisten obat, (5) menurunkan transmisi TB, (6)
mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin, (7) mencegah
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga
rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak
dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA
negatif menggunakan panduan INH, rifampisin, dan Pirazinamid pada fase inisial (2
bulan pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan.3
17
TB paru dengan kerusakan luas
TB ekstraparu (selain meningitis TB
dan TB tulang/sendi) 2HRZE 4HR
TB Tulang/Sendi
TB Milier 2HRZE 10HR
TB Meningitis
panduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/FDC. Paket KDT anak berisi
obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z)
150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket.
Keterangan:
- Bayi < 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak daam bentuk KDT
18
- Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan
- Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan BBI (berdasarkan umur)
- OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan digerus)
- Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable) atau
- Obat diberikan pada saat perut kosong atau paling cepat 1 jam setelah makan
- Bila INH dikombinasi rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
- Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
1. Kortikosteroid
a. TB meningitis
c. Perikarditis TB
e. Efusi pleura TB
sampai 4 mg/kgBB/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hr
2. Pirirdoksin
19
Isoniazid dapat menyebakan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama
pada anak dengn malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan ART.
- Nutrisi
Pada anak status gizi sangatlah penting, anak yang memiliki gizi baik tidak
mudah terkena infeksi karena tubuh memiliki kemampuan yang cukup untuk
mempertahankan diri (daya tahan tubuh meningkat) sedangkan bagi anak yang
memiliki gizi buruk akan sangat mudah terkena infeksi karena reaksi kekebalan
tubuh menurun yang berarti kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
serangan infeksi menurun. Status gizi pada anak dengan TB akan mepengaruhi
keberhasilan terapi TB. Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak
dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak dalam
pengamatan gejala dan tanda malnutrsi seperti edema atau muscle wasting.
dapat diatasi.3,4
Pasien TB anak harus dipastikan minum obat setipa hari secara teratur oleh
PMO. Dan sebaiknya dipantau sealama 2 minggu fase intensif, dan sekali sebulan
pada fase lanjutan. Pada setiap kunjungan dievaluasi respon pengobatan, kepatuhan,
20
Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis membaik (demam
menghilang dan batuk berkurang), nafsu makan meningkat dan BB meingkat. Pada
pasien anak dengan hasil BTA positif pada awal pengobatan, pemantauan
Perbaikan radiologis akan terlihat dalam jangka waktu yang lama sehingga
tidak perlu dilakukan foto toraks untuk pemantauan pengobatan, kecuali pada TB
milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2-4 minggu.
Demikian pemeriksaan uji tuberkulin karena yang positif akan tetap positif.3
penunjang lain seperti foto toraks (pada TB milier, TB dengan kavitas, efusi
pleura).3
21
pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukan adanya resistensi OAT.
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum
memulai atau sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
pengobatan terputus selama 2 bulan terus menerus atau
lebih.
Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
Termasuk dalam kiteria ini adalah “pasien pindah” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
pengobatannyatidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkan.
Efek samping obat TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Pemberian
etambutol untuk anak yang mengalami TB berat tidak banyak menimbulkan gejala efek
Efek sampimg paling sering adalah hepatotoksisitas, yang dapat disebabkan oleh
isoniazid, rifampisin, atau pirazinamid. Pemeriksaan kadar enzim hati tidak perlu dilakukan
secara rutin pada anak yang akan memulai pengobatan TB. Pada keadaan peningkatan enzim
hati ringan tanpa gejala klinis (kurang dari 5 kali nilai normal) bukan merupakan indikasi
Jika timbul gejala hepatomegali atau ikterus harus segera dilakukan pengukuran kadar
enzim hati dan jika perlu penghentian obat TB. Penapisan ke arah penyebab hepatitis lain
harus dilakukan.2,5
J. Pencegahan
Prioritas dalam melakukan kontrol dalam program tuberkulosis sendiri merujuk pada
temukan dan obati, dimana hal ini dapat menurunkan angka transmisi yang biasanya
ditularkan melalui droplet dan juga biasanya sangat berisiko terhadap orang-orang dekat
pasien terkontaminasi TB. Semua anak dan dewasa dengan gejala yang merujuk pada
tuberkulosis dan juga ada riwayat kontak dengan pasien TB harus dilakukan tes untuk
22
mencari infeksi tuberkulosis. Rata-rata 30-50% kontak serumah dengan pasien positif TB
juga turut tertular dan 1% memang sudah dengan penyakit TB. Program ini diharapkan dapat
berjalan dengan baik jika ada respon yang efektif dan adekuat dari masyarakat dan petugas
kesehatan layanan primer untuk pemberian edukasi. Anak, khusunya < 2 tahun harus lebih
diprioritaskan untuk dilakukan pengamatan lebih lanjut dikarenakan risiko infeksi lebih tinggi
dan lebih cepat berkembang menjadi bentuk tuberkulosis yang lebih parah.1
dapat melawan TB. Vaksin BCG merupakan vaksin dari strain M.Bovis pemberian biasanya
intradermal diberikan mulai usia 0-2 bulan berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien anak umur 9 tahun datang dibawa oleh ibunya ke UGD RS USaparua dengan
keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang, pasien merupakan pasein
rujukan dari PKM Kazirah Tenggara dan dalam pengobatan TB paru 5 bulan. Riwayat
demam ada, batuk berlendir kurang lebih 1 bulan. Riwayat kontak dengan orang sekitar yang
memiliki gejala yang sama tidak diketahui karena selama ini pasien tinggal bersama ibunya
dipulau seram dan baru diambil oleh ibunya sekitar 1 minggu lalu.
Anak yang terpapar orang dewasa yang punya risiko tinggi, orang dari negara dengan
dengan risiko tinggi, bayi dan anak < 10 tahun, remaja dan dewasa muda dan riwayat kontak
23
dengan pasien dengan pengobatan tuberkulosis, kontak dengan pasien riwayat resistensi obat
tuberkulosis.
Pasien berusia 9 tahun di curigai menderita TB dalam pengobatan dengan gizi buruk
Berdasarkan anamnesis gejala umum dari penyakit TB anak khas: napsu makan kurang,
berat badan (BB) sulit naik, menetap atau malah menurun (kemungkinan masalah gizi
sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tatalaksana adekuat selama minimal 1
bulan), demam subfebris berkepanjangan dengan etiologi demam kronik yang lain perlu
disingkirkan dahulu seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus atau malaria, pembesaran
kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal atau tempat lain, keluhan respiratorik
berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada, gejala gastrointestinal seperti diare
persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut membesar karena cairan
atau teraba massa dalam perut.Pemerikasaan fisik pada pasien ini : didapatkan rhonki dan
whezzing pada kedua lapang paru, dan tidak ditemukannya pembesaran kelenjar getah bening
pada leher, axila, maupun inguinal. antropometri berdasarkan WHO, pasien diklasifikasikan
sebagai kriteria: gizi buruk, stunting. BB/U: <-3SD, TB/U: <-3SD BB/TB: 69% (Kriteria
Waterlow).
Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisis yang khas: Antropometri:
gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi di daerah bawah atau di
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan darah
rutin dengan hasil WBC : 18.2, LYM : 10.1%, MCV: 74.3%, MCHC: 37.1%. dan
24
pada anak berusia > 5 tahun, HIV (+), dan gambaran kelainan paru luas. Namun, karena
kesulitan pengambilan sputum pada anak dan sifat pausibasiler pada TB anak, pemeriksaan
bakteriologis selama ini tidak dilakukan secara rutin pada anak yang dicurigai sakit TB.
Dengan semakin meningkatnya kasus TB resisten obat dan TB HIV, saat ini pemeriksaan
fasilitas pengambilan sputum dan pemeriksaan bakteriologis. Cara mendapatkan sputum pada
anak: pengeluaran dahak jika pasien dapat keluarkan sputum/dahak secara langsung, bilas
lambung dengan NGT dapat dilakukan pada anak tidak dapat keluarkan dahak dan dianjurkan
spesimen dikumpulkan minimal 2 hari berturut-turut pada pagi hari, induksi sputum biasanya
relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur, hasil lebih baik dari aspirasi
lambung, terutama bila menggunakan lebih dari 1 sampel. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk membantu diagnosis TB pada anak: (a) uji tuberkulin: Uji tuberkulin bermanfaat untuk
membantu menegakan diagnosis TB pada anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien
TB tidak jelas. Uji tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan pasien TB. Hasil
positif uji tuberkulin menunjukan adanya infeksi dan tidak menunjukan ada tidaknya sakit
TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum tentu menyingirkan diagnosis TB, (b) foto
toraks: Foto toraks juga merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis TB
pada anak. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas kecuali gambaran TB milier, (c)
tenganya dan dapat pula ditemukan gambaran sel daria langhans dan atau kuman TB3.
Pada pasien tersebut didefinisi dan diklasifikan dengan pasien TB anak yang pernah
diobati karena pasien sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (>28
dosis). Pasien dengan BB 9 kg mendapat pengobatan tuberkulosis fixed drug therapy lanjutan
karena pasien merupakan pasien TB on theray yang sudah berjalan 5 bulan. Untuk fase
intensif 2 bulan RHZ 2 tablet dan fase lanjutan 4 bulan RH 2 tablet juga.
25
Tatalaksana TB anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan profilaksis (pengobatan
pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan pengobatan
pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama
pemberian obat anti TB sebagai berikut: (1) menyembuhkan pasien TB, (2) mencegah
kematian akibat TB atau efek jangka panjangnnya, (3) mencegah TB relaps, (4) mencegah
terjadinya dan transmisi resistensi obat, (5) menurunkan transmisi TB, (6) mencapai seluruh
tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin, (7) mencegah reservasi sumber
berdasarkan WHO, pasien diklasifikasikan sebagai kriteria: gizi buruk, stunting. BB/U: <-
3SD, TB/U: <-3SD BB/TB: 69% (Kriteria Waterlow) dan di berikan diet TKTP.
Status gizi pada anak dengan TB akan mepengaruhi keberhasilan terapi TB. Malnutrisi
berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus
dilakukan secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur
berat, tinggi, LLA atau pengamatan gejala dan tanda malnutrsi seperti edema atau muscle
wasting.4
Semua anak dengan gejala yang merujuk pada tuberkulosis dan juga ada riwayat kontak
dengan pasien TB harus dilakukan tes untuk mencari infeksi tuberkulosis. Rata-rata 30-50%
kontak serumah dengan pasien positif TB juga turut tertular dan 1% memang sudah dengan
penyakit TB. Program ini diharapkan dapat berjalan dengan baik jika ada respon yang efektif
dan adekuat dari masyarakat dan petugas kesehatan layanan primer untuk pemberian edukasi.
dapat melawan TB. Vaksin BCG merupakan vaksin dari strain M.Bovis pemberian biasanya
26
intradermal diberikan mulai usia 0-2 bulan berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter
Bagaimanapun, support dari keluarga terdekat dan kepatuhan minum obat merupakan
salah satu parameter berhasilnya pengobatan dan dapat menurunkan angka mortalitas dan
BAB V
PPENUTUP
Kesimpulan
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan
gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.karena itu perlu Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti untuk dapat
27
DAFTAR PUSTAKA
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Ed II. Jakarta: 2009.
IDAI. 2016
28
29