Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AGAMA

FUNDAMENTALISM, FAHAM DAN ALIRAN DALAM ISLAM

Dosen Pengampu: Nur Rofiq, S.Pd. I., M. Pd. I., M.H

Disusun oleh:

Widya Hastuti P1337424521004

Arfianti Nila Effendi P1337424521018

Dina Ratih Pramesti Nur Aisya P1337424521025

Revita Sinta Dewi P1337424521038

Galuh Nia Febriansih P1337424521054

SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MAGELANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya guna memenuhi tugas kelompok agama
dengan judul “Fundamentalism, Faham, dan Aliran dalam Islam”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen
Mata Kuliah Agama yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, karena keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Magelang, 4 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2

A. Pengertian Fundamentalisme................................................................................... 2
B. Asal Usul Fundamentalisme.................................................................................... 2
C. Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalisme............................................................. 3
D. Karakteristik Islam Fundamentalisme..................................................................... 4
E. Pandangan Islam Tentang Kekerasan...................................................................... 6
F. Sikap Terhadap kelompok fundamentalisme........................................................... 7

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 9

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 9
B. Saran........................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah “fundamentalisme” pada awalnya dimunculkan oleh kalangan akademisi Barat dalam
konteks sejarah keagamaan dalam masyarakat Barat sendiri. Fundamentalisme secara harfiah
berarti dasar dan merujuk pada gerakan protestan Amerika awal abad ke 20 yang menyerukan
agama untuk kembali kepada penafsiran Injil secara puritan. Fundamentalisme dianggap
sebagai aliran yang berpegang teguh pada “fundamen” agama Kristen melalui penafsiran
terhadap kitab suci agama itu secara rigid dan literalis. Sedangkan secara terminologi,
fundamentalisme adalah aliran pemikiran keagamaan yang cenderung menafsirkan teks-teks
keagamaan secara rigid kaku dan literalis tekstual.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian fundamentalism?


2. Bagaimana asal usul fundamentalism?
3. Kapan lahirnya gerakan islam fundamentalism?
4. Apa saja karakteristik islam fundamentalism?
5. Bagaimana pandangan islam tentang kekerasan?
6. Bagaimana sikap terhadap kelompok fundamentalism?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan penulisan makalah ini salah satunya yaitu unutk menyelesaikan tugas dan tentunya
untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang fundamentalism, faham dan
aliran dalam islam atau mungkin menumbuhkan minat baca dan wawasan pembaca dengan
membaca makalah ini.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fundamentalisme
Fundamentalisme Islam’, begitu mayoritas masyarakat menyebutnya, adalah sebuah
gerakan yang berupaya mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan apa yang pernah
dipraktikkan oleh Nabi Muhammad dan sahabatnya.
Namun demikian, kata ‘fundamentalisme’ sendiri sebenarnya tidak memiliki relevansi
sejarah di dalam tradisi Islam. Sebaliknya, kata ini justru dimunculkan pertama kali dari
kalangan orang-orang Protestan konservatif awal abad ke-20 sebagai respon terhadap
menguatnya liberalisme dan modernisme Barat pada waktu itu.
Ruthven menyebut bahwa sangat sulit melepaskan kata ‘fundamentalisme’ dari
fenomena pergumulan antara Protestan konservatif dan liberal-modernis Amerika, namun
demikian, kata itu bermakna universal dalam artian mengembalikan hal-hal dasar dan
prinsipil. Alhasil, ia dapat merembesei berbagai fenomena di luar sejarahnya kemunculannya.
Dengan kata lain, selama fenomena kebangkitan agama terus bermunculan dengan respon
apapun, maka hal-hal tersebut dapat dikategorisasikan sebagai ‘fundamentalisme’.

B. Asal Usul Fundamentalisme


Asal-usul kata ‘fundamentalisme’ tidak bisa dilepaskan dari peristiwa yang bermula
pada suatu siang, Agustus 1909, di sebuah gereja Evangelis-Protestant yang terletak di timur
California, Los Angeles, ketika seorang pastor bernama A.C Dixon menyeru umat Protestan
tentang pentingnya posisi Alkitab di dalam kehidupan mereka. Salah satu orang yang hadir
dan mendengar khutbah Dixon adalah Lyman Stewart, seorang Protestan taat yang juga
sukses dalam bisnis minyaknya. Mendengar kata-kata Dixon, Stewart merasa terpanggil
dalam misi tersebut. Alhasil, bersama Milton yang merupakan saudara dan rekan bisnisnya,
pada tahun 1910, keduanya menginisiasi sebuah program gratis 5 tahun untuk mensponsori
seluruh kegiatan penceramah, missionaris, profesor teologi, mahasiswa, Sekolah Mingguan,
hingga para penerbit jurnal-jurnal keagamaan di seluruh dunia.
Hasilnya adalah traktat 12 jilid berjudul “The Fundamentals: A Testimony of Truth”,
dipublikasikan pertama kali pada tahun 1915. Karya ini dieditori oleh A.C Dixon secara
langsung. Tahun 1917, lewat The Bible Institute of Los Angeles, The Fundamentals kembali
diterbitkan, namun kali ini isinya lebih dipadatkan dan hanya berkisar empat jilid.

2
3

C. Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalisme


Secara makro, faktor yang melatar belakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah
situasi politik baik ditingkat domestik maupun ditingkat internasional. Begitu pula di
Indonesia, gerakan muslim fundamentalis lebih banyak dipengaruhi oleh instabilitas sosial-
politik.
Secara historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di kalangan
tradisi Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak dijumpai istilah atau
tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di barat
Pelacakan historis gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa dirujukkan kepada
gerakan Khawarij, sedangkan representasi gerakan fundamentalisme kontemporer bisa
dialamatkan kepada gerakan Wahabi Arab Saudi dan Revolusi Islam Iran ( Azyumardi Azra,
1996:107 ).
Secara makro, faktor yang melatarbelakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah
situasi politik baik tingkat domestik maupun di tingkat internasional. Ini dapat dibuktikan
dengan munculnya gerakan fundamentalis pada masa akhir khalifah Ali bin Abi Thalib, di
mana situasi dan kondisi sosial politik tidak kondusif. Pada masa khalifah Ali, perang saudara
berkecamuk hebat antara kelompok Ali dan Muawiyah karena masalah pembunuhan Utsman.
Dalam keadaan runyam, Khawarij yang awalnya masuk golongan Ali membelot dan
muncul secara independen ke permukaan sejarah klasik Islam. Dengan latar belakang
kekecewaan mendalam atas roman ganas dua kelompok yang berseteru, mereka berpendapat
bahwa Ali dan Muawiyah kafir dan halal darahnya. Kemudian Ali mereka bunuh, sedangkan
Muawiyah masih tetap hidup. (as-Syahrustani,t.t.:131-137)
Begitu juga dengan gerakan muslim fundamentalis Indonesia, lebih banyak
dipengaruhi oleh instabilitas sosial politik. Pada akhir pemerintahan Soeharto, Indonesia
mengalami krisis multidimensi yang cukup akut. Bidang ekonomi, sosial, politik, dan moral
semuanya parah. Sehingga masyarakat resah dan kepercayaan kepada pemerintah dan
sistemnya menghilang. Hal ini dirasakan pula oleh golongan muslim fundamentalis. Setelah
reformasi, kebebasan kelompok terbuka lebar dan mereka keluar dari persembunyian.
Mendirikan kubu-kubu dan mengkampanyekan penerapan syariat sebagai solusi krisis. Dari
latar belakang ini, tidak heran jika banyak tudingan yang mengatakan bahwa gerakan
fundamentalisme Islam merupakan bagian dari politisasi Islam.
3
4

D. Karakteristik Islam Fundamentalisme


Karakteristik fundamentalisme adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap
kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan
itu, dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan bahwa agama tertentu dipegang secara
kokoh dalam bentuk literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi dan
pengurangan.

Karakteristik-karakteristik yang menjadi platform gerakan Islam fundamentalis di


antaranya sebagai berikut ini:
1. Pertama, mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci
agama, dan menolak pemahaman kontekstual atas teks agama karena pemahaman
seperti ini dianggap akan mereduksi kesucian agama. Dari segi metodologi,
pemahaman, dan penafsiran teks-teks keagamaan, kaum fundamentalis mengklaim
kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran hanya ada di dalam teks dan tidakada
kebenaran di luar teks, bahkan sebetulnya yang dimaksud adalah kebenaran hanya ada
pada pemahaman mereka terhadap hal yang dianggap sebagai prinsip-prinsip agama.
Mereka tidak memberi ruang (space) kepada pemahaman dan penafsiran selain
mereka. Tidak ada kebenaran di luar itu, baik pada agama lain, maupun dalam aliran
lain atau denominasi lain dari agama yang sama.
2. Kedua, mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis,
pluralisme merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci.
Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum fundamentalis,
yang merupakan bentuk dari relativisme keagamaan. Hal itu terutama muncul tidak
hanya dari intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan
sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.
3. Ketiga, mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis
cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling absah atau paling benar
sehingga memandang sesat kepada aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Mereka
juga tidak bisa membedakan antara din(agama) dan dini(pemikiran keagamaan) yang
berbentuk tafsir. Sikap keagamaan yang seperti ini berpotensi untuk melahirkan
kekerasan. Dengan dalih atas nama agama, atas nama membela Islam, atas nama
Tuhan, mereka melakukan tindakan kekerasan, pengrusakan, penganiayaan, bahkan
sampai pembunuhan.
5

4. Keempat, setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan


fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme.

Kaum fundamentalisme sebenarnya tidak serta-merta mesti memilih jalan kekerasan,


namun banyaknya fundamentalis yang tidak sabar melihat penyimpangan dalam masyarakat
dan melakukan tindakan kekerasan atas mereka yang dianggap bertanggung jawab.
Selanjutnya, kekerasan dan fundamentalisme–dalam kesadaran banyak orang- sangat sulit
untuk dipisahkan. Selain itu, peran media massa sangat besar dalam penisbahan yang salah
kaprah ini.

Fundamentalisme Islam di Indonesia


Sejak 1979, kharisma revolusi Iran menyebar ke seantero penjuru dunia. Termasuk
Indonesia yang mengidealkan terejawantahkannya tatanan negara Islam. Secara khusus,
kebangkitan kaum Islamisme pasca rezim Suharto yang mengusung implementasi syariat
Islam telah membangkitkan ketegangan antara Islam dan non Islam. Serta ketakutan akan
terjadinya pemberangusan hak-hak sipil serta hak kaum minoritas (perempuan dan non-
Muslim). Karenanya, opini singkat ini akan mendiskusikan rekonstruksi identitas keIslaman
dari kaum fundamentalis di tanah air. Perumusan cita-cita ini biasanya menjadi pintu masuk
bagi para pemimpin fundamentalisme dalam mengkonstruksi ideologi, doktrin, organisasi,
gerakan serta pendekatan yang akan ditempuh.
Secara umum para pemimpin gerakan ini bertujuan mengintegrasikan nilai-nilai
agama kedalam kehidupan sosial-politik (din wa daulah). Tujuan utamanya adalah "negara
Islam'. Namun, tujuan antaranya adalah "mengislamkan masyarakat". Hal ini jelas tergambar
dari visi para ideolog dan penganjur fundamentalisme Islam yang membentuk pemikiran
Islamisme abad ini. Seperti Hasan al-Banna dan Sayyid Quthb di Mesir, Ali al-Nadawi dan
Sayyid Abul A'la al-Mawdudi di India, bahwa sejarah Islam adalah suatu rekonstruksi untuk
menunjukkan suatu bentuk kepatuhan perennial negara terhadap agama.
Karena itu, bagi seorang Muslim, kepatuhan itu semestinya bukan kepada negara.
Tetapi, kepada komunitas Islam. Selain dimotivasi oleh keinginan mengislamkan masyarakat
atau bahkan mendirikan negara Islam, dalam wacana fundamentalisme penegakkan Syariat
Islam sesungguhnya merupakan usaha merekonstruksi identitas. Manual Castells, dalam The
Power of Identity, mendefinisikan "fundamentalisme" agama sebagai "the constrution of
collective identity under the identification of individual behaviour and society's institutions to
6

the norms derived from God's law, interpreted by a definite authority that intermediates
between God and humanity".
Dari definisi ini tergambar bahwa ideologi utama gerakan fundamentalisme agama
adalah mempertahankah eksistensi dari ancaman identitas-identitas asing yang tidak asli.
Guna kembali kepada apa yang disebut Castells sebagai "the ego of authenticity".
Fundamentalisme Islam secara eksklusif merupakan suatu gerakan sosial yang mendesak
pembentukan identitas Islam baru untuk melawan identitas, yang menurut kelompok
fundamentalis, telah terkontaminasi dengan nilai-nilai Westernisme dan sekulerisme yang
mengancam identitas Islam yang otentik.
Gerakan fundamentalisme Islam, secara normatif, sebagai manifestasi identitas
komunal sering kali difungsikan untuk menentukan batas-batas antara perintah dan larangan,
antara moral dan a-moral, antara baik dan buruk, dan seterusnya. Adakalanya gerakan
fundamentalisme dipergunakan untuk membuat garis demarkasi antara pemerintah yang
despotik dengan masyarakat sipil. Sebagaimana, misalnya, yang diyakini Dale Eickelman dan
James Piscatori. Bentuk-bentuk ekspresi dari kebangkitan komunalisme semacam ini adalah
lahirnya partai-partai serta organisasi-organisasi massa baru yang menggunakan simbol-
simbol primordial, semisal agama, etnik dan kelompok, sebagai identitas bersama.

E. Kekerasan dalam Pandangan Islam


Ustaz Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan dalam perspektif Islam, kekerasan
merupakan perbuatan yang dilarang, baik kepada sesama Muslim atau sesama manusia yang
berbeda agama dan keyakinan. Dalam Al-Qur’an, “Katakanlah: Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan
perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (menganiaya)” Surat Al-
A’raf : 33.
Dijelaskan dalam sebuah hadits di dalam kitab shahih A;-Bukhary riwayat Abu
Hurairah r.a, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang di sisinya ada sesuatu dari hasil
penganiayaan untuk saudaranya, baik yang mengenai keperwiraan atau kehormatan
saudaranya itu atau pun sesuatu yang lain, maka hendaklah meminta kehalalannya pada hari
ini – semasih di dunia, sebelum tidak lakunya dinar dan dirham. Jikalau – tidak meminta
kehalalannya sekarang ini, maka jikalau yang menganiaya mempunyai amal shalih, diambilah
dari amal shalihnya itu sekadar untuk melunasi penganiayaannya, sedang jikalau tidak
mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambilah dari keburukan-keburukan orang yang
dianiayanya itu dibebankan kepada yang menganiayanya tadi.”
6
7

Ustaz Kiki menjelaskan ta`zir adalah bahagian dari ‘uqubat (hukuman) dalam hukum pidana
Islam atau balasan terhadap sesuatu jarimah (kesalahan) berupa maksiat yang telah dilakukan
oleh seseorang. Ada beberapa bentuk ‘uqubat dalam hukum pidana Islam yakni arimah hudud
dan jarimah diyat atau qisas, dan  jarimah ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang telah ditentukan
untuk jarimah ta’zir. Bentuknya bermacam-macam, tetapi penentuannya diserahkan kepada
pihak pemerintah atau yang berwenang, yaitu lembaga legislatif atau hakim (waliyul amri
atau imam).

F. Sikap Terhadap Kelompok Fundamentalisme


Fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran paham atau agama yang
berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas.
Karenanya kelompok yang mengikuti paham ini sering kali berbenturan dengan kelompok-
kelompok lain bahkan yang ada di lingkungan agamanya sendiri. Mereka menganggap diri
sendiri lebih murni dan dengan demikian juga lebih benar daripada lawan mereka yang iman
atau ajaran agamanya telah ‘tercemar’. Kelompok fundamentalisme mengajak seluruh
masyarakat luas agar taat terhadap teks-teks kitab suci yang otentik dan tanpa kesalahan,
mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik demi mendesakkan kejayaan kembali ke
tradisi mereka.
Dilihat dari substansinya, pandangan, sikap dan keyakinan keagamaan kaum
fundamentalis tidak keluar dari Islam. Mereka termasuk orang muslim dan mukmin yang taat,
bahkan dapat dikatakan bahwa mereka sangat berpegang teguh pada ajaran Islam serta ingin
memperjuangkannya dengan segala upaya dan kemampuan yang dimiliki agar ajaran Islam,
yang mereka pahami dengan benar dapat dilaksanakan oleh seluruh umat manusia tanpa
kecuali. Dengan demikian, kehadiran fundamentalisme tidak mesti direspon secara searah dan
dengan pandangan negatif. Menurut Machasin, orang dapat mengambil pelajaran berharga
dari sikap dan kegiatan kaum fundamentalis. Anggotaanggota mereka terlihat mempunyai
kesetiaan yang kuat pada prinsip yang dianut.
Kesetiaan semacam itu sangat diperlukan dalam kehidupan ini. Apa yang dapat
dilakukan dalam mengubah keadaan yang tidak adil, tidak aman, tidak memberikan
kemungkinan bagi setiap warga masyarakat untuk berpartisipasi dan seterusnya kalau orang
tidak setia kepada prinsip? Dalam hal ini, semua itu hendaknya dijalankan dengan cara yang
santun dan tidak menakutkan orang lain. Dari militansi yang terlihat dalam kelompok
fundamentalis, dapat diambil pelajaran mengenai semangat kerja, dan kemauan untuk bekerja
keras. Kemalasan dan kelemahan semangat merupakan penyakit yang menimpa kaum
7

muslimin
8

negeri ini untuk waktu yang cukup lama. Fundamentalisme mengajak manusia untuk berbuat,
dan untuk tidak diam saja karena pilihan lainnya adalah perubahan ke arah yang lebih buruk.
Eksklusivitas kaum fundamentalis dapat dipakai untuk membangun kerja tim dalam
kehidupan masyarakat Islam. Ekslusivitas memang jelek dan kadang-kadang menakutkan,
namun pada kelompok-kelompok eksklusif seperti yang ditunjukkan fundamentalisme Islam
terlihat dengan jelas solidaritas sesama anggota. Sebagai sebuah kelompok, mereka memiliki
ikatan solidaritas yang cukup tinggi, kokoh, militan dan rela menerima resiko dari sebuah
perjuangan. 30 Ini tidak untuk mengatakan bahwa fundamentalisme Islam mesti didukung.
Bersamaan dengan itu, terdapat beberapa catatan yang menyebabkan kaum
fundamentalis dapat dikatakan memperlihatkan sikap yang kurang baik, di antaranya adalah
sebagai berikut.31 Pertama, dari segi keyakinan keagamaannya, mereka bersikap rigid dan
literalis. Kaum fundamentalis lebih menekankan simbol-simbol keagamaan daripada
substansinya. Mereka menganggap bahwa doktrin agama telah mengatur.
segala-galanya.
Agama dinilainya sebagai sistem yang lengkap dan mencakup pelbagai sub-sistem di
dalamnya. Pandangan seperti ini bisa dijumpai rujukannya pada Abu al-A’la al-Maududi dan
Sayyid Qutb. Mereka memiliki pandangan keagamaan yang berbeda dengan kaum modernis,
yang pada umumnya kurang mementingkan soal istilah atau simbol-simbol keagamaan yang
bercorak distinktif. Bagi kalangan modernis, yang penting adalah agar prinsip-prinsip, cita-
cita dan roh Islam dapat menjiwai kehidupan masyarakat dan negara, bukan mengutamakan
simbol, sebagaimana yang dipegang teguh kaum fundamentalis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Fundamentalisme Islam’, begitu mayoritas masyarakat menyebutnya, adalah sebuah


gerakan yang berupaya mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan apa yang pernah
dipraktikkan oleh Nabi Muhammad dan sahabatnya. Asal-usul kata ‘fundamentalisme’ tidak
bisa dilepaskan dari peristiwa yang bermula pada suatu siang, Agustus 1909, di sebuah gereja
Evangelis-Protestant yang terletak di timur California, Los Angeles, ketika seorang pastor
bernama A.C Dixon menyeru umat Protestan tentang pentingnya posisi Alkitab di dalam
kehidupan mereka. Salah satu orang yang hadir dan mendengar khutbah Dixon adalah Lyman
Stewart, seorang Protestan taat yang juga sukses dalam bisnis minyaknya. Mendengar kata-
kata Dixon, Stewart merasa terpanggil dalam misi tersebut. Alhasil, bersama Milton yang
merupakan saudara dan rekan bisnisnya, pada tahun 1910, keduanya menginisiasi sebuah
program gratis 5 tahun untuk mensponsori seluruh kegiatan penceramah, missionaris, profesor
teologi, mahasiswa, Sekolah Mingguan, hingga para penerbit jurnal-jurnal keagamaan di
seluruh dunia.
Secara makro, faktor yang melatar belakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah
situasi politik baik ditingkat domestik maupun ditingkat internasional. Begitu pula di
Indonesia, gerakan muslim fundamentalis lebih banyak dipengaruhi oleh instabilitas sosial-
politik. Secara historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di kalangan
tradisi Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak dijumpai istilah atau
tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di barat. Karakteristik
fundamentalisme adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang
merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan.

B. Saran

Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari
sempurna. Untuk kedepannya penulis akan menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail
dengan sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan penulis.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://text-id.123dok.com/document/4yr39g7vy-pengertian-dan-asal-usul-istilah-
fundamentalisme.html
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/2558/1834#:~:text=Funda
mentalisme%20Islam%20%E2%80%93demikian%20menurut%20Musa,agama%2C
%20kembali%20kepada%20keseimbangan%20hubungan
https://journal.uii.ac.id/Unisia/article/view/5881/5307
https://news.detik.com/opini/d-1179066/memahami-islam-fundamentalis-di-indonesia
https://m-republika-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/m.republika.co.id/amp/qi6g0c335?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16275610844841&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.republika.co.id%2Fberita
%2Fqi6g0c335%2Fpandangan-islam-tentang-kekerasan-dan-penganiayaan
https://www.floresa.co/2015/01/29/bagaimana-menyikapi-fundamentalisme/

10

Anda mungkin juga menyukai