Anda di halaman 1dari 31

KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

Case Review (CR)


MANADO, 04 SEPTEMBER 2021

GIGI TIRUAN LENGKAP

Nama : Moh Fahmi M. Mokodompit, SKG


NIM : 20014103014
Pembimbing : drg. Ellen Tumewu

MANADO
2021
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

CASE REVIEW
GIGI TIRUAN LENGKAP

A. IDENTITAS
No. Kartu : DUMMY.S. 22677
Nama Pasien : R.M
Umur : 75 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banjer, Manado

B. KASUS
Seorang pasien perempun berusia 75 tahun yang berdomisili di Banjer datang ke RSGM
Unsrat dengan keluhan malu karena telah kehilangan seluruh gigi pada rahang atas dan
rahang bawah sejak 5 tahun yang lalu. Pasien merasa kesulitan saat mengunyah serta
merasa tidak percaya diri. Pasien ingin dibuatkan gigi palsu untuk menggantikan seluruh
gigi yang telah hilang. Pasien sebelumnya belum pernah menggunakan gigi palsu dan
memiliki riwayat penyakit sistemik hipertensi.
1. Foto profil

Tampak depan Tampak samping


Bentuk muka: Ovoid Profil muka: Lurus

1
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

2. Gambaran klinis

Rahang atas Rahang bawah


Bentuk rahang: Lonjong Bentuk rahang: Lonjong

C. KONDISI SISTEMIK
Nama Penyakit Keluhan / gejala Keterangan
Ya Tidak
Penyakit jantung 🗸
Hiper/hipotensi 🗸 Hipertensi terkontrol
Kelainan darah 
Haemophilia 
Diabetes mellitus 
Penyakit ginjal 
Hepatitis 
Penyakit pernafasan 
Kelainan pencernaan 🗸
Epilepsi 
HIV/AIDS 
Alergi obat 🗸
Alergi makanan 
Hamil/menyusui 

D. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Fasial Neuromuscular K. Ludah K. Limfe Tl. TMJ


Rahang
Deformitas t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k.
Nyeri t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k.
Tumor t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k.
2
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

Gg. Fungsi t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k. t.a.k.

E. RIWAYAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN GIGI


1. Lama tidak bergigi : ± 5 tahun yang lalu untuk RA dan RB
2. Terakhir cabut gigi : 1 tahun yang lalu
3. Sebab pencabutan gigi : Gigi sudah goyang
4. Riwayat gigi tiruan : Pasien belum pernah menggunakan gigi tiruan

F. STATUS LOKAL
1. Luar mulut
a. Sendi kanan : Tidak bengkak; tidak sakit; tidak clicking/krepitasi
b. Sendi kiri : Tidak bengkak; tidak sakit; tidak clicking/krepitasi
c. Pembukaan mulut : Sedang (13 mm)
d. Gerakan protrusif : lancar
Gerakan lateral kanan : lancar
Gerakan lateral kiri : lancar
e. Bibir
Bentuk : Bibir simetris
Ukuran : Sedang
Tonus : Sedang
2) Dalam mulut
a. Bentuk lengkung RA : Lonjong
Bentuk lengkung RB : Lonjong
b. Ukuran lengkung RA : Sedang
Ukuran lengkung RB : Sedang
c. Bentuk linggir RA : Lonjong
d. Bentuk linggir RB : Lonjong (anterior), rendah (posterior)
e. Ukuran linggir RA : Sedang
Ukuran linggir RB : Rendah
f. Hubungan RA – RB : Normal
g. Kesejajaran linggir RA/RB : Sejajar
Menurut angle : Klas I
h. Ruang intermaksila : Sedang (13 mm)
3
CASE REVIEW ǀGIGI
G TIRUAN LENGKAP
LengkapLENGKAP

i. Ruang antar alveolar : Sedang (14 mm)


j. Tuberositas kanan : Sedang
Tuberositas kiri : Sedang
k. Exostosis : Tidak ada
l. Torus palatina : Tidak ada
Torus mandibula : Tidak ada
m. Palatum lunak : Kelas I, gerakan aktif
n. Perlekatan otot labial RA : Sedang
Perlekatan otot bukal Ka. : Sedang
Perlekatan otot bukal Ki. : Sedang
Perlekatan otot labial RB : Sedang
Perlekatan otot lingual : Sedang
Perlekatan otot bukal Ka. : Sedang
Perlekatan otot bukal Ki. : Sedang
o. Frenulum labialis RA : Sedang
Frenulum bukalis Ka. : Sedang
Frenulum bukalis Ki. : Sedang
Frenulum labialis RB : Sedang
Frenulum lingualis : Rendah
Frenulum bukalis Ka. : Rendah
Frenulum bukalis Ki. : Rendah
p. Tahanan jaringan linggir : Sedang (regio I dan III)
q. Bentuk palatum : Lonjong
Kedalaman palatum : Sedang
r. Retromylohyoid : Sedang
s. Ludah, konsistensi : Sedang
Volume ludah
: Sedang
t. Refleks muntah
: Kecil
u. Lidah, ukuran
: Sedang
Gerakan
: Sedang
lidah
v. Status gigi geligi
CASE REVIEW ǀGIGI
G TIRUAN LENGKAP
4 LengkapLENGKAP
CASE REVIEW ǀGIGI
G TIRUAN LENGKAP

Keterangan:
X : Missing

G. DIAGNOSIS KLINIK
Rahang atas dan rahang bawah: Edentulous

H. INDIKASI PERAWATAN
Gigi tiruan lengkap lepasan akrilik pada rahang atas dan rahang bawah.

I. PROSEDUR PERAWATAN

1. Pemeriksaan Subjektif dan Objektif


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Pada kunjungan pertama, dilakukan indikasi kasus, pengisian kartu status prostodonsia
yang terdiri dari data pasien, pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif, diagnosis, dan
rencana perawatan. Pasien diinformasikan tentang rencana perawatan yang akan dilakukan
yakni pembuatan gigi tiruan lengkap lepasan dari bahan akrilik pada rahang atas dan
rahang bawah. Pasien juga diinformasikan mengenai waktu kunjungan yang akan
dilakukan. Informasi
ini diberikan dan pasien setuju untuk dilakukan perawatan.
Selanjutnya pasien diminta menandatangani infomed consent.

2. Pencetakan Diagnostik dan Pembuatan Model


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Setelah informed
consent ditandatangani oleh pasien, tahap selanjutnya yaitu
dilakukan pencetakan
pendahuluan dengan sendok cetak edentulous yang telah

5
CASE REVIEW ǀGIGI
G TIRUAN LENGKAP
disesuaikan dengan ukuran rahang pasien (no. 3) untuk rahang atas dan rahang bawah

6
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

dengan bahan cetak hydrocoloid irreversible. Cetakan ini akan digunakan untuk
mempelajari dan mengevaluasi keadaan rahang atas dan rahang bawah, sebagai penunjang
diagnostik dan untuk menentukan perawatan-perawatan yang diperlukan dalam kaitannya
dengan persiapan pasien dan perbaikan jaringan rongga mulut sebelum dibuatkan gigi
tiruan untuk pasien. Cetakan kemudin dicor dengan dental stone, setelah itu hasil cor
kemudian dirapikan dan diboxing dengan basis segi tujuh dengan bahan plaster of paris
agar dapat digunakan sebagai model studi.

3. Case Review/CR
Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal : 03 September 2021

4. Penentuan Desain Gigi Tiruan


Instruktur : drg. Ellen
Tumewu
Tanggal :-
Gigi tiruan lengkap lepasan yang akan dibuat akan menggunakan dukungan mukosa
dengan desain sebagai berikut:

a. Rahang atas: GTL yang akan dibuat meliputi basis yang menutupi palatum dan
diperluas hingga tuberositas maksilaris kanan meluas ke lateral sampai ke vestibulum
bukalis dan ke anterior sampai vestibulum labialis. Begitupun dengan regio kiri, basis
meluas dari vestibulum labialis kiri, vestibulum bukalis hingga ke daerah posterior dan
palatum.
b. Rahang bawah: GTL meliputi basis yang menutupi 1/3 retromolar pad kiri, meluas
hingga ke daerah lateral sampai ke vestibulum bukalis dan vestibulum labialis kiri.
Sedangkan pada regio kanan, basis meluas dari 1/3 retromolar pad, hingga ke lateral,
vestibulum bukalis dan vestibulum labialis kanan. Untuk daerah lingual, basis
menutupi retromylohyoid di kedua sisi mandibula.

7
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

Gambar 1. Desain Gigi Tiruan Lengkap

Keterangan:
1) Plat akrilik
2) Elemen gigi tiruan

5. Pembuatan Primary Impression/Cetakan Anatomis dan Model Studi


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Selanjutnya, dilakukan pencetakan kembali pada rongga mulut pasien. Hasil cetakan
yang didapatkan pada
tahap ini digunakan sebagai model studi dan sebagai pedoman
dalam pembuatan sendok cetak perorangan. Adapun anatomi yang harus tercetak pada
rahang atas yakni (1) frenulum labialis, (2) frenulum bukalis, (3) vestibulum labialis, (4)
vestibulum bukalis, (5) papilla insisivum, (6) rugae palatine, (7) hamular notch, (8)
tuberositas maksila, (9) palatum, (10) mukobukalfold, dan untuk rahang bawah yakni (1)
frenulum labialis, (2) frenulum bukalis, (3) frenulum lingualis, (4) vestibulum labialis, (5)
vestibulum bukalis, (6) retromolar pads (7) retromylohioid, dan (8) mukobukalfold.

6. Pembuatan Sendok Cetak Perorangan


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Sendok cetak perorangan digunakan untuk mencetak secondary impression yang
nantinya akan dicor sehingga didapatkan working model. Cara pembuatan sendok cetak
perorangan yaitu sebagai berikut:
a. Menggambar batas-batas pada model studi dengan pensil yakni, garis pertama
digambar pada batas antara jaringan bergerak dan tidak bergerak, kemudian ±1mm di
8
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

atasnya digambarkan batas untuk border moulding dan yang terakhir ±1mm di atas
garis border moulding digambarkan batas untuk SCP. Sendok cetak perorangan
tersebut harus mencakup seluruh prosessus alveolaris dan jaringan lunak.
b. Batas-batas desain untuk pembuatan sendok cetak perorangan untuk rahang atas yaitu:
(a) notch hamular, (b) fovea palatina, (c) frenulum bukal dan (d) frenulum labial.
Sedangkan untuk rahang bawah ialah (a) garis distal dan retromolarpad, (b) oblique
ridge external, (c) frenulum bukal, (d) frenulum labial, (e) tuberositas lingual, (f)
retromylohyoid dan (g) frenulum lingualis.
c. Pada kasus ini, digunakan bahan shellac untuk SCP yang digunakan. Selanjutnya,
bahan shellac dilunakkan di atas lampu spirtus dan diletakkan pada model studi
kemudian ditekan dengan bantuan kain hingga bentuknya sesuai dengan desain yang
telah digambar sebelumnya. Bagian tepi landasan disesuaikan dengan menggunakan
karet penghapus pensil.
d. Kelebihan shellac dipotong dengan menggunakan lecron dalam keadaan lunak,
kemudian sisa kelebihan shellac dapat dibuatkan pegangan sendok cetak.
Saat sendok cetak perorangan telah selesai dibuat, dilanjutkan dengan mencobakan
SCP tersebut pada pasien. Sendok cetak harus cekat saat dicobakan, kemudian
diperhatikan batas-batas dalam mulut pasien apakah sudah tepat atau perlu dikurangi.

7. Pembuatan Secondary Impression/Pencetakan Fisiologis dan Model Kerja


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Pencetakan fisiologis mencakup tiga langkah utama yakni; (a) pembuatan border
moulding, (b) pencetakan fisologis, dan (c) penentuan vibrating line.
a. Border moulding
Border moulding merupakan proses pembentukan tepi-tepi sendok cetak dengan
tujuan untuk mendapatkan cetakan anatomis pada batas-batas mukosa yang lebih
akurat. Bahan yang digunakan yaitu green stick compound dengan langkah kerja
sebagai berikut:
1) Green stick compound dipanaskan di atas api spiritus secara merata arah horizontal.
Letakkan green stick compound yang telah dipanaskan tadi pada tepi sendok cetak,
dimulai dari posterior ke anterior, per regio kiri/kanan untuk memudahkan

9
pembentukkan tepi. Panaskan lagi di atas api spiritus kemudian celupkan ke air
hangat lalu masukkan ke dalam mulut.
2) Pasien dianjurkan untuk melakukan gerakan fungsional : menghisap, menelan,
menggerakkan rahang bawah ke kiri kanan untuk mendapatkan ketebalan sayap
disto-bukal rahang atas, atau menggigit jari operator yang diletakkan di posterior
antara galengan gigit dan prosesus alveolaris.
3) Menurut Elinger, pembentukan tepi dengan border moulding dapat dilakukan
dengan cara berikut;
i. Rahang atas:
- Untuk mendapatkan tepi distobukal, mukosa pipi di daerah tersebut ditarik
ke atas, ke luar ke bawah dan ke depan.
- Ketebalan sayap distobikal didapat dengan cara menginstruksikan pasien
untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sehingga dapat
memperoleh jejak dari prosesus koronoideus.
- Untuk hamular notch, pasien diinstruksikan untuk membuka mulut lebar.
- Untuk postdam, pasien diinstruksikan untuk mengucapkan “ah”.Untuk
vestibulum bukalis/labialis, bibir pasien ditarik ke atas, ke luar dan ke
bawah.
- Untuk frenulum bukalis, mukosa pipi ditarik ke atas, ke luar, ke bawah, ke
depan dan kebelakang.
ii. Rahang bawah:
- Untuk tepi distobukal, pipi ditarik ke luar dan ke atas.
- Untuk daerah sudut mulut, ditarik ke luar, ke atas, ke depan dan ke
belakang.
- Untuk vestibulum labialis, bibir ditarik ke luar dan ke atas.
- Untuk seluruh daerah labial, bibir di tarik ke bawah, ke luar dan ke atas.
- Untuk daerah lingual dan distolingual yang berhadapan dengan lidah, ujung
lidah digerakkan ke arah pipi kiri dan kanan.
- Untuk sayap distal, pasien diinstruksikan untuk membuka mulut lebar, serta
lidah diulurkan kemudian menutup mulut sambil menggigit jari operator.
b. Mencetak fisiologis
Bahan yang digunakan saat mencetak fisiologis yaitu bahan cetak elastomer tipe
silikon/vinyl polysiloxane (medium body type). Teknik mencetak yang digunakan
yakni teknik mencetak mukostatis dimana jaringan lunak mulut berada dalam keadaan
istirahat.Teknik tersebut harus menggunakan bahan cetak yang memiliki viskositas
yang rendah, dimana hanya diperlukan sedikit tekanan sehingga pada keadaan ini
tidak terjadi pergerakan dari mukosa. Selanjutnya bahan cetak elastomer di aduk
hingga konsistensinya homogen diatas glas lab menggunakan spatula semen dari
bahan plastik.Waktu pengadukan berkisar 30-45 detik dangan waktu kerja 2-4 menit
dan waktu pengerasan 6-8 menit.Kemudian ditempatkan pada sendok cetak
perorangan rahang atas. Letakan sendok cetak perorangan kedalam mulut pasien.
Pasien diinstruksikan untuk tegak agar bahan cetak tidak mengalir ke belakang.
Teknik mencetak rahang atas maupun bawah yaitu sendok cetak ditekan pada bagian
posterior kemudian lanjutkan penekanan di bagian anterior. Penekanan dilakukan
hingga dapat dirasakan berkontak dengan mukosa di mulut pasien. Selanjutnya
dilakukan pencetakan pada rahang bawah pasien.
c. Penentuan vibrating line
Sebelum pencetakan pada rahang atas terlebih dahulu dilakukan penentuan A-
line/vibrating line untuk pembuatan posterior palatal seal. Tahap ini sangat penting untuk
memperoleh retensi yang baik pada gigi tiruan. Teknik yang umum diggunakan pada
tahap ini yakni conventional technique. Adapun proses pengerjaannya ialah sebagai
berikut:
 Pasien diinstruksikan untuk mengucapkan “Ah” berulang kali.
 Menggunakan kaca mulut dilakukan pemeriksaan secara visual dan di tentukan
vibrating line nya.
 Batas anterior vibrating line terletak diantara palatum keras dan palatum lunak
sedangkan batas posterior vibrating line berada di jaringan bergerak dan tidak
bergerak pada palatum lunak.
 Daerah posterior hamular notch juga dapat di tandai dengan spidol bila
diperlukan. Garis pada daerah hamular notch nantinya dapat disatukan dengan
vibrating line, sehingga terbentuk garis posterior palatal seal yang utuh.
8. Pembuatan Boxing dan Working Model
Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Boxing dibuat dengan tujuan untuk mempertahankan bentuk tepi hasil cetakan yang
akan tercatat pada model kerja. Sebelum dicor dengan dental stone dibuatkan beading
wax menggunakan malam merah dengan ketebalan 3-5mm yang dilekatkan dibawah
seluruh tepi hasil cetakan kira-kira berjarak 2-3mm. Dibagian luar beading wax dilekatkan
boxing wax yang bertujuan untuk memberi bentuk basis dari model. Tinggi boxing kira-
kira 10mm. Selanjutnya, hasil cetakan yang telah diboxing dicor menggunakan dental
stone.
9. Pembuatan Garis Pedoman pada Model Kerja
Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Working model kemudian digambarkan guidelines yang bertujuan sebagai pedoman
atau panduan saat akan menyusun gigi. Adapun landmark guidelines sebagai berikut:

a. Untuk rahang atas:


i. Garis midline; dari titik papila insisivum melewati midline palatum hingga ke
fovea palatina. Garis ini berfungsi sebagai bidang referensi untuk mendapatkan
garis anterior secara simetris.
ii. Garis anterior; dari titik papila insisivum melewati puncak linggir anterior hingga
ke titik kaninus RA dengan ruggae palatina sebagai titik pedomannya.
iii. Garis posterior; dari titik kaninus RA melewati puncak linggir posterior hingga ke
daerah hamular notch sebagai batas paling posterior gigi tiruan.
b. Untuk rahang bawah:
i. Garis anterior; dari titik kaninus melewati puncak linggir hingga ke titik kaninus.
Garis ini berfungsi untuk mendapatkan posisi buko-lingual anasir gigi tiruan.
ii. Garis posterior; dari titik kaninus melewati puncak linggir posterior hingga ke
titik paling distal posterior RB yaitu midpoint retromolar pad.

10. Pembuatan Base Plate Gigi Tiruan dan Galangan


Gigit Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Occlusal bite rim terdiri dari dua bagian, yakni base plate dan galangan gigit:
a. Membuat base plate
i. Pada kasus ini, base plate dibuat dengan bahan self-curing acrylic yang dimulai
dengan menutup undercut yang terdapat pada working model dengan bantuan
plastisin.
ii. Selanjutnya, working model dioleskan dengan vaseline agar base plate mudah
dikeluarkan.
iii. Cairan akrilik kemudian di tuang pada mixing jar kemudian diikuti oleh powder.
iv. Kemudian mixing jar diketuk-ketuk agar akrilik di dalamnya tercampur hingga
homogen.
v. Akrilik kemudian dibentuk dengan tangan di atas working model secara merata,
sambil menggunggu akrilik berpolimerisasi, permukaan akrilik ditetesi cairan
akrilik, kemudian dioleskan secara merata agar permukaannya halus dan
kelebihan akrilik pada batas tepi mukosa bergerak dan tidak bergerak dibuang
dengan bantuan lecron.
vi. Setelah akrilik berpolimerisasi, base plate dapat dilepas dan tepinya yang terasa
kasar dapat dihaluskan dengan mikromotor dan bur fraser.
vii. Selanjutnya, base plate diuji cobakan ke dalam mulut pasien dengan
memperhatikan stabilisasi dan retensinya. Base plate harus diam di tempat, tidak
boleh lepas atau bergerak ketika mukosa digerakkan. Permukaan base plate harus
rapat dengan jaringan pendukung dan tepi base plate tidak boleh terlalu pendek
atau panjang.
b. Membuat galangan gigit
Prosedur pembuatan galangan gigit untuk rahang atas dan rahang bawah sama.
Galangan gigit dibuat dari malam merah dan diletakkan di atas base plate dengan
mengacu pada ukuran galangan gigit RA dan RB ; anterior (t: 12mm, l: 4mm),
posterior (t:10-11mm, l: 6mm). Galangan gigi yang telah dibuat diletakkan di atas
base plate dengan patokan sebagai berikut:

i. Pindahkan garis puncak linggir model kerja padagalangan gigit sehingga garis
puncak linggir rahang letaknya pada galangan gigit rahang atas yaitu di bagian
bukal : bagian palatal 2 : 1 (4 mm di bagian bukal dan 2 mm di bagian palatal),
sedangkan pada galangan gigit rahang bawah yaitu bagian bukal : bagian lingual
1 : 1 (3 mm di bagian bukal dan 3 mm di bagian lingual).
ii. Sudut galangan gigit terhadap base plate dibuat 80°-85° terhadap dataran oklusal.
iii. Kemudian dilakukan uji coba occlusal bite rim dengan pedoman:
Retensi:
- Kemampuan gigi tiruan untuk bertahan terhadap pelepasan saat berfungsi
maupun istirahat secara vertikal.
- Diamati saat melakukan gerakan otot pipi, bibir dan lidah atau dengan
memberikan gaya untuk melepas gigi tiruan (gigi tiruan yang retentif
merupakan gigi tiruan yang sulit dilepas).
- Retensi gigi tiruan ditentukan oleh letak seal dan adhesi/kohesi saliva.
Kesesuaian letak seal dengan menggerakkan otot pipi. Jika plat terjatuh ketika
otot digerakkan, berarti terdapat over extension plat. Sebaliknya, jika seal pada
under extension plate maka kohesi dan adhesi saliva berkurang sehingga alat
menjadi tidak retentif.
Stabilisasi:
- Kemampuan gigi tiruan untuk bertahan terhadap perpindahan tempat saat
berfungsi secara horizontal.
- Stabilisasi dapat diamati dengan menekan salah satu sisi occlusal bite rim atau
dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan gerakan fungsi. Jika
occlusal bite rim diam di tempat dan tidak bergerak maka stabilisasinya baik.

11. Pengukuran Kesejajaran Galangan


Gigit Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Setelah uji coba occlusal bite rim selesai, dilakukan pengukuran kesejajaran bidang
orientasi dengan menggunakan fox bite gauge. Pertama tarik garis bidang orientasi dengan
menyejajarkan:

a. Bagian anterior dengan garis pupil


b. Bagian posterior dengan garis chamfer yang berjalan dari ala nasi ke tragus dengan
bantuan benang katun yang direkatkan sejajar dengan tragus kiri dan melewati sub
nasal hingga ke tragus kanan. Selanjutnya dibuat penyesuaian pada galangan gigit
rahang atas sehingga diperoleh kesejajaran terhadap bidang orientasi dengan
menggunakan fox bite gauge. Penyesuaian galangan gigit rahang atas dilakukan
dengan penambahan maupun pengurangan galangan gigit.
c. Dukungan bibir dan pipi;
i. Dinilai dari sulkus nasolabialis,philtrum,labio mental groove, labial commisure
dan labio marginal sulcus pasien tidak boleh terlalu dalam atau alurnya hilang.
ii. Bibir dan pipi pasien harus terlihat normal, tidak boleh terlihat cekung atau
cembung.
iii. Tinggi galangan gigit
Untuk pedoman galangan gigit rahang atas ialah low lip line, yaitu pada saat
pasien dalam keadaan istirahat, garis insisal/bidang oklusal/ bidang orientasi
galangan gigit rahang atas setinggi garis bawah bibir atas (1,5 – 2mm) dari tampak
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

depan, sedangkan bila dilihat dari tampak lateral, galangan gigit harus sejajar
dengan garis tragus-ala nasi.

12. Pengukuran Dimensi Vertikal


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Pada pasien yang mengalami kehilangan seluruh gigi, dimensi vertikalnya telah hilang
sehingga harus dilakukan pencarian kembali dengan rumus:

Dimensi verikal posisi istirahat menurut Silverman:


a. Ukur dimensi vertikal dengan memasukkan galangan gigit rahang atas dan rahang
bawah dalam mulut.
b. Pasien diinstruksikan menyebutkan kata berdesis dengan menghitung kata berakhiran
“S” seperti Sebelas sampai Sembilan belas sambil operator mendengarkan suara yang
dihasilkan, apakah terlalu berdessis ataupun pengucucapannya yang tidak sempurna.
Jika terlalu berdesis, ketinggian biter rim perlu ditamhakan. Jika pengucapan S
terdengan kurang sempurna, perlu dilakukan pengurangan bite rim. Pengurangan
mauapun penambahan ketinggian bite rim dilakukan pada rahang bawah.
c. Pasien harus mengambil physiological rest position saat bite rim dimasukkan ke dalam
mulut, tanpa mengganggu posisi istirahat bibir pasien dibuka perlahan-lahan untuk
melihat apakah ada ruang bebas antara bite rim atas dan bawah, biasanya sebesar 2-4
mm.
Dimensi vertikal posisi istirahat menurut Niswonger:
a. Ukur dimensi vertikal dengan memasukkangalangan gigit rahang atas dalam mulut.
b. Tentukan dua titik pada wajah pasien sejajar dengan median line. Pengukuran
dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong dari titik subnasion sampai titik
gnation.
c. Pasien diinstruksikan menyebutkan kata “M” sampai pengucapan huruf tersebut
terlihat normal, pada saat tersebut jarak kedua titik diukur.
d. Hasil pengukuran tersebut dikurangi dengan free way D
space i
m
antara 2-4 mm) untuk memperoleh besar dimensi vertikal.
e
16
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP
nsi vertikal oklusi:
(besar free way space

17
CASE REVIEW ǀ GIGI TIRUAN LENGKAP

a. Tentukan dua titik pada wajah pasien sejajar dengan median line. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dari titik subnasion sampai titik
gnation.
b. Selanjutnya pasien diinstruksikan untuk menelan dan dalam keadaan rileks dilakukan
pengukuran, pada saat tersebut jarak kedua titik diukur.
c. Hasil pengukuran dimensi vertikal istirahat yang telah dilakukan dikurangi dengan
free way space dicocokkan dengan hasil dari pengukuran dimensi vertikal oklusi.
d. Bila hasilnya telah sesuai artinya dimensi vertikal telah didapatkan dengan benar.
e. Bila relasi vertikal terlalu tinggi, maka ketinggian galangan gigit rahang bawah harus
dikurangi supaya tidak mengganggu estetik pasien, kecuali bila memerlukan
pengurangan yang banyak, maka galangan gigit atas bisa dikurangi.
f. Pengurangan galangan gigitrahang atas harus hati-hati jangan sampai kehilangan
kesejajaran bidang orientasi yang telah didapat.
g. Bila relasi vertikal terlalu rendah, maka dapat dilakukan penambahan galangan gigit
rahang bawah dengan menggunakan wax agar ketebalannya merata dan tidak
mengganggu kesejajaran bidang orientasi.
h. Jangan pernah menambah galangan gigit rahang atas, karena akan menambah garis
insisal yang telah ditentukan sebelumnya.

13. Penentuan Relasi Sentrik


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Secara garis besar, relasi sentrik dapat ditentukan dengan dua cara yakni pasif/statis
dan aktif/fungsional.
a. Metode pasif/statis
i. Merupakan metode dimana operator yang berperan aktif untuk mencari relasi
sentrik, sedangkan pasien hanya membantu. Beberapa metode pasif/statis antara
lain metode Gysi, Rehm, Gravitasi dan Green.
ii. Pada kasus ini, metode gravitasi dicobakan pada pasien dengan panduan;
Pasien diinstruksikan untuk merelaksasikan mandibulanya dan meminta pasien
untuk duduk tegap tidak bersandar sambil menghadapkan kepalanya ke atas.
Operator kemudian membantu menggerakan mandibula pasien ke arah posterior
hingga pasien merasakan kontak oklusi pertama pada bagian posterior.

18
b. Metode aktif/fungsional
i. Merupakan metode dimana pasien sendiri yang aktif mencari relasi sentrik.
ii. Pada kasus ini, metode Nucleus Walkhof dicobakan pada pasien dengan panduan;
Dilakukan dengan bantuan gulungan malam merah seperti bola kecil yang
diletakkan pada base plate rahang atas paling posterior. Kemudian pasien
diinstruksikan untuk mengangkat dan menyentuh ujung lidahnya pada bola tersebut
sambil menggigit galangan gigit.
iii. Tujuan dari penentuan relasi sentrik, yaitu;
- Agar gigi posterior dapat mencapai hubungan antar tonjol yang tepat sehingga
penyimpangan dalam mulut dapat terdeteksi. Gigi dengan kemiringan tonjol
30°dapat lebih efektif untuk memeriksa kecermatan hubungan rahang
dibandingkan dengan kemiringan tonjol 20.
- Merupakan salah satu persyaratan fisiologis untuk kenyamanan serta stabilitas
dalam rongga mulut.

14. Memfiksir Galangan Gigit


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Setelah menentukan relasi sentrik, galangan gigit difiksasi dengan cara dibuatkan
double v groove yaitu 4 buah groove berbentuk v pada kanan (2) dan kiri (2) galangan
gigit RA bagian C dan P2 atau P1 dan M1, kemudian groove diberi vaselin. Pada
galangan gigitRB diberi tambahan malam merah menyesuaikan groove kemudian
katupkan dengan galangan gigit RA. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan staples
yang dipanaskan kemudian ditancapkan ke galangan gigit. Saat melakukan fiksasi
galangan gigit, operator harus memperhatikan posisi relasi sentrik. Selanjutnya tarik garis-
garis orientasi, yakni:

a. High lip line yaitu garis tertinggi bibir waktu pasien tersenyum, hal ini berguna untuk
penyusunan gigi tiruan, yaitu 2/3 anasir gigi tiruan harus terlihat saat pasien
tersenyum.
b. Median line yaitu garis tengah wajah.
c. Tandai bagian distal gigi kaninus atas kiri dan kanan dengan pedoman sudut mulut
pasien. Tandai ujung cups gigi kaninus dengan pedoman sejajar ala nasi.
d. Mencatat ukuran dan bentuk gigi tiruan dengan ketentuan sebagai berikut: bentuk gigi
disesuaikan dengan bentuk muka, jenis kelamin, usia serta warna kulit.
e. Galangan gigit yang telah difiksasi dikeluarkan dari mulut pasien, kemudian
dipasangkan pada model kerja yang selanjutnya akan ditanam pada artikulator.

15. Pemasangan Model pada Artikulator


Instruktur : drg. Ellen
Tumewu
Tanggal :-
Jenis artikulator yang digunakan pada kasus ini yaituaverage value
articulator.Kemudiansebelum model dipasang, dilakukan persiapan yang meliputi
penyesuaian ketinggian model atas dan bawah dengan ruang antara bagian atas dan bawah
artikulator.Bila terlalu tinggi yang paling aman ialah mengurangi model bawah.
a. Artikulator sebelumnya dipasangkan karet gelang melingkar pada titik tengah yang
membagi artikulator secara vertikal. Selanjutnya, pasang model kerja dan galangan
gigityang telah difiksasi pada artikulator dengan pedoman:
b. Garis tengah working model dangalangan gigit atas berhimpit dengan garis yang
terbentuk oleh karet gelang dan garis tengah artikulator.
c. Jarum horizontal insisalguide pin harus menyentuh tepi luar anterior dan tepat pada
median line gigi anterior RA.
d. Setelah pedoman tersebut diikuti,upper member artikulator digerakan ke atas dan
adonan gips dituang pada bagian atas model kerja rahang atas, kemudian upper
member digerakkan ke bawah/menutup hingga menekan gips yang ada pada model
kerja rahang atas.
e. Setelah mengeras kemudian artikulator dibalik. Buat adonan gips kemudian lower
member artikulator diangkat ke atas dan adonan gips dituang pada model kerja rahang
bawah, kemudian lower member digerakkan ke bawah/menutup sampai menekan
adonan gips.
f. Artikulator dibalik dan gips dirapikan.

16. Penentuan Ukuran, Bentuk, dan Warna Gigi


Tiruan Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Pemilihan elemen gigi berpedoman pada bentuk wajah, jenis kelamin dan umur pasien
untuk menentukan warnanya dan tingkat kehausannya. Ukuran elemen gigi disesuaikan
dengan garis orientasi pada galangan gigit. Bentuk elemen yang dipilih pada kasus ini
yaitu persegi dengan sudut distalnya membulat karena pasien berjenis kelamin perempuan
sedangkan untuk warna anasir gigi tiruan yang dipilih yaitu shade B-1 karena makin lanjut
usia pasien, biasanya warna gigi semakin menguning dan gigi makin aus. Bahan dari
anasir gigi tiruan ini berbahan dasar akrilik.

a. Bentuk wajah
Bentuk gigi dipilih sesuai dengan bentuk muka dan bentuk rahang, pada kasus ini
bentuk muka pasien Ovoiddan bentuk rahang lonjong. Kemudian bentuk anasir gigi
tiruan dipilih berdasarkan profil wajah, pada kasus ini profil wajah pasien cembung.
b. Jenis kelamin
Bentuk anasir gigi yang dipilih memiliki permukaan labial yang cembung karena
pasien berjenis kelamin perempuan.
c. Bentuk gigi
Karena pasien berjenis kelamin perempuan, maka bentuk anasir gigi tiruan lonjong
dan sudut distalnya membulat.

17. Penyusunan Gigi


Instruktur : drg. Ellen Tumewu
Tanggal :-
Syarat utama penyusunan gigi:
a. Setiap gigi mempunyai 2 macam kecondongan/inklinasi:
Inklinasi mesio-distal
Inklinasi antero-posterior atau inklinasi labio/bukopalatal/lingual sesuai dengan
kecondongan tanggul gigitan.
b. Dilihat dari oklusal berada diatas linggir rahang.
Penyusunan gigi harus disesuaikan dengan keadaan linggir, pada pasien yang sudah
lama kehilangan gigi sering sudah terjadi resorbsi linggir.
Penyusunan elemen gigi dilakukan secara bertahap yaitu mulai pada bagian anterior atas,
anterior bawah, posterior atas, molar pertama bawah dan sisa posterior lainnya.
a. Penyusunan gigi anterior atas
Menggambar poros gigi/Long axis (inklinasi mesio-distal)
i. Gigi I1 atas
Poros gigi membentuk sudut 85 derajat terhadap bidang oklusal dan insisal
menyentuh bidang orientasi atau meja artikulator.

Gambar 24. Gambar 25.


Inklinasi mesio-distal gigi I1 atas Inklinasi antero-posterior I1 atas
ii. Gigi I2 atas
Poros gigi membentuk sudut 80 derajat terhadap bidang oklusal dan tepi insisal 1
mm diatas bidang oklusal.

Gambar 26. Gambar 27.


Inklinasi mesio-distal gigi I2 atas Inklinasi antero-posterior I2 atas
iii. Gigi Kaninus atas
Poros gigi hampir sama dengan I1 atas atau paling condong garis luar distal tegak
lurus bidang oklusal atau meja artikulator. Ujung cusp lebih ke palatal dan
menyentuh bidang orientasi/meja artikulator.

Gambar 28. Gambar 29.


Inklinasi mesio-distal gigi kaninus atas Inklinasi antero-posterior gigi kaninus atas

b. Penyusunan gigi anterior bawah


Penyusunan gigi anterior bawah disesuaikan dengan gigi anterior atas yang telah
disusum memenuhi estetika dan untuk fungsi memotong dan menyobek
makanan.Posisi gigi anterior atas dan bawah harus diberi jarak vertikal dan horizontal
yang cukup untuk menyesuaikan dengan tinggi cusp gigi posterior.
i. Gigi I1 Bawah
Poros gigi membentuk sudut 85 derajat terhadap bidang oklusal dan tepi insisal 1-
2 mm diatas bidang oklusal.

Gambar 30. Gambar 31.


Inklinasi mesio-distal gigi I1 bawah Inklinasi antero-posterior gigi I1 bawah
ii. Gigi I2 Bawah
Poros gigi membentuk sudut 80 derajat terhadap bidang oklusal dan tepi insisal 1-
2 mm diatas bidang oklusal.

Gambar 32. Gambar 33.


Inklinasi mesio-distal gigi I2 bawah Inklinasi antero-posterior gigi I2 bawah
iii. Gigi C bawah

Gambar 34. Gambar 35.


Inklinasi mesio-distal kaninus bawah Inklinasi antero-posterior kaninus bawah
c. Penyusunan gigi posterior
Penyusunan gigi posterior atas harus disusun sedemikian rupa sehingga terbentuk
curve of spee kearah anterior posterior dan curve of wilson kearah lateral kiri dan
kanan. Curve of spee merupakan garis anatomis yang membentuk permukaan oklusal
gigi dari ujung cusp gigi kaninus mandibular sampai bukal cusp dari gigi posterior
mandibula pada potongan sagital dan dilanjutkan sampai permukaan anterior dari
ramus. Curve of Wilson merupakan garis khayal yang terbentuk dari kontak ujung cusp
bukal dan lingual gigi molar pada pandangan frontal. Sedangkan curve of monson
merupakan perluasan dari Curve of spee dan Curve of Wilson.
KurvaSpee, Wilson dan Monson
i. Gigi premolar 1 atas

Sumbu gigi tegak lurus bidang oklusal, cusp bukal menyentuh bidang oklusal dan
cusp palatal menggantung/sedikit melayang.
iii. Gigi premolar 2 atas: Sumbu gigi tegak lurus bidang oklusal, cusp bukal dan palatal
menyentuh bidang oklusal.
iv. Gigi molar 1 atas: Cusp mesio-palatal menyentuh bidang oklusal, cusp mesio bukal
dan disto palatal sama tinggi kira-kira 1 mm diatas bidang oklusal dan cusp disto
bukal kira-kira 2mm diatas bidang oklusal.
v. Gigi molar 2 atas: Cusp mesio bukal setinggi cusp disto bukal molar 1, cusp disto
bukal sedikit melayang kurang lebih 1,5 mm dan cusp mesio palatal setinggi cusp
disto palatal molar 1.
vi. Gigi molar 1 bawah: Cusp mesio bukal molar 1 atas berada pada groove mesio bukal
molar 1 bawah.
vii. Gigi premolar 2 bawah: Cusp bukal berada pada fosa sentral gigi p1 dan p2 atas.
viii. Gigi molar 2 bawah: Cusp bukal berada diatas linggir rahang.
ix. Gigi premolar 1 bawah: Cusp bukal berada pada fosa sentral gigi p1 dan kaninus
atas. Tampak susunan gigi posterior atas tersusun

18. Try In Gigi Tiruan Malam Pada Pasien


Instruktur : drg. Ellen
Tumewu
Tanggal :-
Try in gigi tiruan malam pada pasien dilakukan dalam dua sesi yang berbeda. Pada
sesi pertama, dilakukan try in anterior dan hal-hal yang diperhatikan antara lain;

a. Retensi: kemampuan GTL melawan gayayang menyebabkan GTL lepas secara


vertikal.
b. Stabilisasi: GTL tidak mengalami pergerakan bahkan sedang dalam aktivitas seperti
berbicara, mastikasi, tertawa dan lainnya.
c. Oklusi: diperiksa overjet dan overbite dari gigi-geligi anterior.
d. Fonetik:S, P, B, T, D, V, R, M, F; saat huruf F diucapkan, sudut insisal gigi insisvus
rahang atas harus menyentuh wet-dry border pada bibir bawah. Hal ini dapat
menentukan apakah posisi sudut insisal dari gigi insisivus rahang atas sudah tepat atau
belum.
e. Estetik: hal ini meliputiwarna gigi dan posisi inklinasi tiap gigi harus sesuai dengan
keadaan pasien. Garis kaninus pada saat posisi istirahat terletak pada sudut mulut

Try in gigi tiruan malam pada sesi kedua ialah try in posterior. Hal-hal yang diperhatikan
pada tahap ini serupa dengan yang dilakukan pada tahap try in anterior;

a. Retensi: kemampuan GTL melawan gaya yang menyebabkan GTL lepas secara
vertikal.
b. Stabilisasi: GTL tidak mengalami pergerakan bahkan sedang dalam aktivitas seperti
berbicara, mastikasi, tertawa dan lainnya.
c. Oklusi: pemeriksaan aspek oklusi pada saat posisi sentrik, lateral dan antero-posterior.
d. Fonetik: S, P, B, T, D, V, R, M, F; saat huruf F diucapkan, sudut insisal gigi insisvus
rahang atas harus menyentuh wet-dry border pada bibir bawah. Hal ini dapat
menentukan apakah posisi sudut insisal dari gigi kaninus rahang atas sudah tepat atau
belum. Kemudian operator dapat memperhatikan fonetik pasien dengan cara mengajak
pasien bercerita atau menginstruksikan pasien untuk membaca sebuah kalimat.
e. Estetik: hal ini meliputi warna gigi dan posisi inklinasi tiap gigi harus sesuai dengan
keadaan pasien. Garis kaninus pada saat posisi istirahat terletak pada sudut mulut.

19. Wax Contouring, Flasking, Packing, Curing,dan Deflasking


a. Wax contouring
Wax contouring ialah memberi bentuk basis dan gigi tiruan sedemikian rupa, sehingga
dapat menyerupai bentuk anatomis dari gingiva dan jaringan lunak sekitarnya yang
asli. Tahap ini dilakukan dengan cara;

i. Memfiksir pinggiran landasan gigi tiruan dengan malam pada model kerja.
ii. Mengambil lembaran malam secukupnya yang dilunakkan di atas api spirtus dan
ditaruh pada daerah labial dan bukal pada rahang atas maupun rahang bawah.
iii.Malam dipotong disekitar servikal gigi dengan mebentuk sudut 45°
menggunakanlecron.
iv. Malam dibentuk sesuai dengan bentuk gingiva dan bentuk jaringan di sekitar gigi
tiruan.
v. Saat mengukir tonjolan-tonjolan akar, perlu diperhatikan bahwa gigi kaninus
rahang atasmerupakan gigi dengan akar terpanjang sedangkan gigi insisivus
lateralis rahang atasmerupakan gigi dengan akar yang terpendek. Tonjolan-
tonjolan akar diukir dengan bentuk huruf V.
vi. Daerah interproksimal harus sedikit cembung menyerupai daerah-daerah papila
interdentalagar dapat mencegah pengendapan sisa-sisa makan dan plak.
vii. Kemudian postdam dibuat dengan malam dan mengikuti hasil kerukan yang
dilakukan pada working model.
viii. Haluskan semua permukaan gigi tiruan malam yang telah dikontur dengan
melewatkan diatas bunsen api lalu digosok dengan kain hingga mengkilat.
b. Flasking: merupakan proses penanaman working model dan trial denture ke dalam
flask/cuvet untuk membuat sectional mold.
c. Packing: merupakan proses pencampuran monomer dan polimer resin akrilik.
d. Curing
Merupakan proses polimerisasi antara monomer yang berekasi dengan polimerisasinya
bila dipanaskan pada suhu tertentu atau ditambahkan zat kimia lainnya.
e. Deflasking
Proses melepaskan gigi tiruan resin akrilik dari flask/cuvet tetapi tidak boleh lepas dari
working model agar gigi tiruan dapat diremounting pada artikulator. Pada kasus ini,
tahap flasking, packing, curing dan deflasking dilakukan oleh tekniker di dental
laboratorium.
f. Insersi
Sebelum melakukan insersi, pastikan gigi tiruan memeriksa seluruh bagian gigi tiruan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Daerah permukaan intaglio tidak
boleh ada yang tajam, hal ini diperiksa dengan bantuan kassa yang dilewatkan pada
seluruh permukaan intaglio, apabila ada daerah yang tajam maka permukaan tersebut
dihaluskan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat insersi gigi tiruan ke dalam mulut pasien,
antara lain;
i. Retensi
Saat GTL dicobakan, periksa apakah gigi tiruan sudah memiliki retensi yang
cukup dengan memperhatikan adaptasi tepi-tepi GTL terhadap jaringan mulut.
Apabila terdapat over extention pada sayap GTL, kurangi dengan stone bur atau
bur fraser serta, jikaterdapat daerah permukaan yang sakit saat GTL diinsersikan,
ambil atau kurangi daerah tersebut menggunakan bur fraser.
ii. Stabilisasi
Stabilitas gigi tiruan diperiksa dengan cara menekan bagian belakang dan depan
gigi tiruan secara bergatian. Gigi tiruan tidak boleh menunjukkan adanya
pergerakan saat pemeriksaan stabilisasi dilakukan.
iii. Oklusi
Pemeriksaan ini dilakukan menyangkut aspek oklusi pada posisi sentrik, lateral
dan antero-posterior dengan menggunakan articulating paper yang diletakkan di
antara permukaan gigi atas dan bawah, kemudian pasien diinstruksikan untuk
melakukan gerakan pengunyahan berulang kali.Selanjutnya gigi tiruan diperiksa
apabila terdapat titik-titik pada kontak oklusal. Pada keadaan normal, kontak ini
akan tersebar merata di antara semua gigi tiruan. Jika terdapat titik kontak yang
menonjol, lakukan pengasahan menggunakan fissure bur hingga tanda tersebut
hilang namun harus tetap mengikuti kontur atau aspek anatomis gigi tersebut.

Saat telah dilakukan insersi, beberapa instruksi yang diberikan pada pasien, yaitu:
a. Mengajarkan caramemasang dan melepaskan protesa yang dilakukan di depan cermin
sehingga pasien dapat memperhatikan dengan baik, kemudian instruksikan pasien
untuk mencoba memasang dan melepas protesa tersebut tanpa bantuan operator.
b. Gigi tiruan harus dipakai secara terus-menerus untuk proses adaptasi.
c. Pasien harus menjaga kebersihan gigi tiruan dan rongga mulut dengan cara yaitu gigi
tiruan harus dibersihkan setiap pagi dan malam, pada malam hari sebelum tidur gigi
tiruan dilepas dan direndam dalam air.
d. Hindari mengunyah makanan yang keras dan lengket.
e. Pasien diminta untuk melakukan kontrol 1 minggu setelah insersi gigi tiruan.

Kontrol I
 Pemeriksaan Subjektif
o Pasien memiliki keluhan untuk gigi tiruan rahang bawah yang terasa
timbang saat digunakan untuk mengunyah, ada sedikit rasa sakit pada
daerah vestibulum bukal kiri.
 Pemeriksaan Objektif
o Ditemukan adanya sedikit over extention plat akrilik pada daerah
vestibulum bukalis kiri sehingga menyebabkan adanya denture stomatitis
pada daerah tersebut.
o Dilakukan pemeriksaan retensi, stabilisasi dan oklusi.

Kontrol II
 Pemeriksaan Subjektif
 Pemeriksaan Objektif
o Dilakukan pemeriksaan ekstraoral dan intraoral
 Dilakukan pemeriksaan retensi, stabilisasi dan oklusi.

Anda mungkin juga menyukai