Anda di halaman 1dari 13

CONTOH IMPLEMENTASI KAJIAN FILSAFAT (ontologi, epistemologi, aksiologi)

KINERJA GURU PEMBIMBING KHUSUS DITINJAU DARI KUALIFIKASI 


PENDIDIKAN, MASA  KERJA DAN STATUS KEPEGAWAIAN DI SD INKLUSIF
SURABAYA                              
Oleh : Lailil Aflahkul Yaum

KAJIAN ONTOLOGI
            Cabang Ontologi, yaitu berada dalam wilayah ada. Kata Ontologi berasal dari
Yunani, yaitu ontoyang artinya ada dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, ontologi
dapat diartikan sebagai ilmu tentang keberadaan.
Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: apakah objek yang ditelaah ilmu?
Bagaimanakah hakikat dari objek itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi dengan
daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu? Sehubungan dengan hal
tersebut, dilihat dari judul tesis yang dianalisis, maka kajian ontologi atau asal-usul
keilmuannya adalah dalam bidang ilmu kependidikan yaitu ilmu pendidikan luar biasa
dengan model pendekatan pendidikan inklusif. Ilmu Pendidikan Luar Biasa dengan model
pendekatan pendidikan inklusif dapat dipahami melalui objek materi dan objek
formal. Dimana dalam hal ini objek material yang akan dibahas yaitu Guru Pembimbing
Khusus (GPK).
            Keberadaan GPK sebagai objek material akan dipahami melalui uraian objek formal
yaitu sistem pelayanan Pendidikan Luar Biasa  (PLB) yang mempersyaratkan agar anak luar
biasa belajar bersama dengan teman-teman mereka disekolah-sekolah terdekat, guna
mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak luar biasa. Sesuai dengan ketetapan UUD 1945
pasal 31 ayat 1 dan UU No 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa 
setiap warga negara mempunyai  hak  yang sama  untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. Dalam usaha mengoptimalkan potensi yang dimiliki ABK, maka diperlukan strategi
penanganan ABK termasuk dalam pemberian layanan yang berbaur dengan anak normal pada
umumnya.
            Budiyanto, dkk (2009) menyatakan bahwa strategi penanganan ABK bersama anak-
anak normal yakni dalam tiga model pendidikan yaitu mainstreaming, integratif dan inklusi.
            Sesuai dengan judul tesis yang dianalisis maka dalam hal ini lebih diperdalam
mengenai pedidikan inklusi. Shevin dalam Direktorat PLB (2005) inklusi merupakan sistem
pelayanan pendidikan luar biasa yang mempersyaratkan agar ABK bisa belajar dengan
teman-teman mereka di sekolah sekolah terdekat. Melalui pendidikan inklusi, ABK dididik
bersama teman-temannya yang normal untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
            Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif perlu di dukung oleh tenaga pendidik keahlian khusus  dalam proses pembelajaran
dan pembinaan anak-anak berkebutuhan khusus secara umum. Salah satu tenaga khusus yang
diperlukan adalah Guru Pembimbing Khusus (GPK). Guru Pembimbing Khusus (GPK) 
adalah guru yang bertugas mendampingi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan
memiliki kompetensi dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus. Disamping itu,
GPK mempunyai latar belakang pendidikan khusus atau pernah mendapat pelatiha khusus
tentang PLB dan ditugaskan di sekolah inklusi.
            Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan
nasional pasal 41 tentang setiap bantuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif harus
dimiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran
bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran
di sekolah inklusif, diperlukan kolaborasi antar guru baik guru kelas, guru mata pelajaran,
dan GPK. GPK bertugas mendampingi guru mata pelajaran dalam pross pembelajaran,
memberikan pengayaan, melakukan terapi, dan membimbing anak-anak sesuai dengan
kekhususannya. Kinerja GPK dapat ditinjau dari kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status
kepegawaian.
            Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
Berdasarkan judul tesis yang dianalisis “Kinerja Guru Pembimbing Khusus Ditinjau Dari
Kualifikasi Pendidikan, Masa  Kerja Dan Status Kepegawaian Di SD Inklusif  Surabaya”.
Dari pemaparan sebelumnya mengenai kajian ontologinya, maka dalam hal ini penulis
menganut aliran realisme.

KAJIAN EPISTEMOLOGI
            Kajian epistemologi atau langkah-langkah keilmiahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan
komparatif yang bersifat ex post facto,artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian yang
dikumpulkan telah berlangsung. Dalam penelitian komparatif ex post facto peneliti berusaha
mengidentifikasi faktor utama yang menyeabkan perbedaan tersebut. Penelitian
komparatif ex post fact juga merujuk pada pengaruh dan yang mempengaruhi telah terjadi
dalam tinjauan ke belakang. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan
yaitu untuk mengetahui kinerja GPK yang dilihat dari segi kualifikasi pendidikan, masa kerja
sebagai guru, dan status kepegawaian di sekolah dasar inklusif Surabaya.
            Adapun variabel penelitian kualifikasi pendidikan terdiri dari dua variasi yaitu PLB
dan non PLB, masa kerja menjadi guru terdiri dari dua variasi yaitu masa kerja kurang dari 5
tahun dan masa kerja lebih dari atau sama dengan 5 tahun. Sedangkan status kepegawaian
juga terdiri dari dua variasi yaitu PNS dan non PNS.
            Untuk mencapai tujuan penelitian yaitu mengetahui kinerja GPK ditinjau dari
kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian, maka dalam hal ini prosedur
kegiatan penelitian dibagi menjadi dua langkah yaitu persiapan dan pelaksanaan. Pada
langkah persiapan, hal-hal yang dilakukan antara lain:
1.      Observasi pada daerah sasaran penelitian
2.      Mengidentifikasi jumlah sekolah dasar penyelenggara inklusif
3.      Menentukan sampel
4.      Menentukan tempat pelaksanaan penelitian
5.      Merancang instrumen
6.      Menyusun petunjuk instrumen
7.      Uji coba instrumen
8.      Review instrumen dan rancangan kembali
Sedangkan pada langkah pelaksanaan yaitu melakukan penilaian kinerja GPK berdasarkan
instrumen dan melakukan observasi. Di akhir penelitian, dlakukan pengelompokan data
informasi berdasarkan kualifikasi pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian, yang
kemudian dianalisis secara deskriptif dan varian (anova)
            Untuk melakukan penilaian terhadap kinerja GPK, maka tentunya dibutuhkan
beberapa data sebagai  bahan informasi atau keterangan baik kualitatif maupun kuantitatif
yang menunjukkan fakta. Sehingga dibutuhkan tekhnik pengumpulan data.  Adapun tekhnik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup yang
didasarkan pada pemikiran: 1) mempermudah responden dalam menjawab pertanyaan dan
jawaban lebih terarah, 2) tidak membutuhkan waktu yang lama untuk pengisisan jawabannya,
3) dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden, 4) mempermudah peneliti
dalam menganalisis. Selain angket juga digunakan observasi yang dilakukan disekolah
dengan melihat GPK dalam menjalankan tugasnya.
            Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data,
dalam penelitian ini tekhnik analisis data yang digunakan adalah tekhnik statistik deskriptif
yang digunakan untuk memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau
populasi. Untuk mencari perbedaan antara masing-masing variabel maka digunakan tekhnik
uji Analisys of variance  (ANOVA)multiple slassification, pengujian dilakukan secara
serempak. Namun sebelum data dianalisis menggunakan tekhnik uji ANOVA, terlebih dahulu
melakukan uji normalitas menggunakan  kolmogrof – smirnov serta  shapiro – wilk dan uji
homognetas menggunakan levene’ test.   Adapun pengujian normalitas dan homogenitas data
juga dilakukan secara komputerisasi menggunakan program SPSSstatistic 17.0 version.

KAJIAN AKSIOLOGI
            Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditentukan beberapa hal
yang berkaitan dengan kinerja guru pembimbing khusus ditinjau dari kualifikasi pendidikan,
masa kerja dan status kepegawaian di SD penyelenggara inklusif Surabaya sebagai berikut:
1.      Tidak ada pengaruh signifikan antara kualifikasi pendidikan PLB dan non PLB terhadap
kinerja GPK di SD penyelenggara inklusif Surabaya
2.      Tidak ada pengaruh signifikan antara masa kerja kurang dari lima tahun dan lebih atau
sama dengan lima tahun terhadap kinerja GPK di SD penyelenggara inklusif Surabaya
3.      Tidak ada pengaruh signifikan antara status kepegawaian PNS dan non PNS terhadap
kinerja GPK di SD penyelenggara inklusif Surabaya
Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan
antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap kinerja GPK.
            Dengan melihat kesimpulan dari hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, maka
kajian aksiologi atau manfaat penelitian ini antara lain:
1.      Manfaat teoritis
a.       Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan dalam memahami tugas pokok dan
fungsi GPK
b.      Dapat mengetahui sejauh mana pengaruh kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status
kepegawaian terhadap kinerja GPK
c.       Hasil penelitian dapat dimanfaatkan bahan kajian penelitian yang berkaitan dengan
peningkatan kinerja guru
2.      Manfaat praktis
a.       Dapat  dijadkan bahan untuk melanjutkan bahan kajian penelitian lebih dalam dan sebagai
bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dan sebagai umpan balik untuk
penyempurnaan peran dan fungsi GPK
b.      GPK dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan refleksi diri sehingga dapat
mengoptimalkan kinerja guru dalam menangani ABK pada saaat proses pembelajaran
3.      Pemerintah dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam proses
penentuan kebijakan dan pembenahan konsep penyelenggara inklusif yang berkaitan dengan
GPK
4.      Supervisor pendidikan dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai bahan informasi bagi
tindakan praktis upaya meningkatkan kinerja GPK dan halhal apa yang harus dioptimalkan
dalam meningkatkan kualitas kinerja guru.
5.      Hasil penelitian ini seharusnya menjadi gambaran dan cambuk bagi para alumni PLB untuk
lebih menunjukkan kualifikasi kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang
tidak berlatarbelakang keilmuan PLB dalam menjalankan tugas sebagai GPK kelak.
Kajian Tindak Plagiat dari Segi Ontologi, Epistemologi & Aksiologinya

 
PENDAHULUAN
 
Dunia akademik tidak bisa dipisahkan dari kegiatan menulis. Mulai dari tingkat sekolah
hingga perguruan tinggi, para pelajar akan menerima tugas-tugas menulis dalam berbagai
bentuk, bisa formal maupun informal. Dalam bentuk formal misalnya karya tulis, laporan
penelitian, skripsi, tesis dan sebagainya. Sedangkan dalam bentuk informal misalnya berupa
cerita pendek, cerita bersambung, atau tulisan populer lainnya.

Tulisan-tulisan tersebut seringkali dipublikasikan atau dijadikan konsumsi umum. Dalam


skop kecil, hasil tulisan tersebut dipampangkan di kelas atau mading sekolah sehingga bisa
dibaca semua warga sekolah. Dalam skop yang lebih besar, tulisan-tulisan tersebut akan
didokumentasikan di perpustakaan besar atau dipublikasikan di media cetak lokal maupun
nasional. Hal ini tentu saja memiliki sisi positif dan negatifnya. Di segi positif, semua
pembaca bisa memperoleh ilmu maupun manfaat dari tulisan tersebut. Penulisnya pun bisa
memperoleh honor dari penerbitan tulisannya. Di lain sisi, tulisan-tulisan tersebut bisa
menjadi bumerang. Tulisan-tulisan yang bagus dan unik seringkali menjadi objek ‘pencurian’
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Hal ini tentu saja merugikan penulisnya.

Tindakan pencurian tulisan ini lazim disebut sebagai tindakan plagiarisme. Dalam
plagiarisme, si plagiator mengambil tanpa izin baik sebahagian atau keseluruhan tulisan
korban dan mengakuinya sebagai hasil atau gagasannya sendiri. Tindakan tidak terpuji ini
sudah seharusnya dihindari dan dinilai tidak patut dilakukan apalagi oleh praktisi akademis
yang seharusnya menghasilkan karya-karya original yang dapat berkontribusi positif bagi
dunia pendidikan.

LANDASAN TEORI

1. Ontologi
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta onta berarti ‘yang berada’,
dan logosberarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Susanto (2014:90) berpendapat bahwa
ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada. Ontologi berusaha
menjawab ‘apa’ dari esensi benda.
Endraswara (2012:99) menyatakan bahwa ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba
mencermati hakikat keilmuan. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh
suatu perwujudan tertentu. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan, atau menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.

2. Epistemologi
Epistemologi merupakan gabungan dua kata episteme yang berarti pengetahuan
dan logos yang berarti teori. Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan
tentang teori ilmu pengetahuan. Epistemologi berusaha menjawab bagaimana sesuatu itu
menjadi ada. (Endraswara, 2012:118).
Semiawan (2005:157) dalam Susanto (2014:102) menyatakan bahwa epistemologi adalah
cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori
pengetahuan. Harold Titus (1984:187) dalam Susanto (2014:103) menjelaskan tiga persoalan
pokok dalam bidang epistemologi, yaitu:

1. Apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya pengetahuan yang benar
itu? Bagaimana cara mengetahuinya?
2. Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-benar di luar
pengetahuan kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?
3. Apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan yang
benar dari yang salah?
Jadi epistemologi adalah filsafat ilmu yang meneropong bagaimana kebenaran itu diperoleh.
Melalui epistemologi manusia akan memahami bagaimana ilmu pengetahuan itu ada secara
ilmiah.

 
3. Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti nilai dan logos yang berarti
ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah segala
sesuatu yang dimilikin manusia sebagai dasar mempertimbangkan sesuatu. (Susanto,
2014:116).
Suriasumantri (1985:234) dalam Endraswara (2012:146) menyatakan bahwa aksiologi adalah
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan
yang dimiliki manusia diharapkan mempunyai manfaat bagi manusia itu sendiri.

Menurut Susanto (2014: 117) aksiologi memberikan jawaban atas pertanyaan berikut:

1. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan?


2. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
3. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
4. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma-norma moral atau professional?
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah ilmu yang membicarakan aspek
kegunaan ilmu pengetahuan.

1. KAJIAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI TINDAKAN


PLAGIARISME
 
1. Ontologi Plagiarisme
Pengertian Plagiarisme
Ontologi mengkaji tentang hakikat dari sesuatu. Hakikat plagiarisme itu sendiri dapat
dipahami dari pengertiannya. Berikut adalah pengertian plagiarisme menurut beberapa
sumber.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 dikatakan bahwa: “Plagiat
adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh
kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan
atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber
secara tepat dan memadai”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) disebutkan: “Plagiat adalah pengambilan
karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan
(pendapat) sendiri”. Sedangkan menurut kamus lain yaitu Oxford American Dictionary dalam
Clabaugh (2001) plagiarisme adalah: “to take and use another person’s ideas or writing or
inventions as one’s own.  Berdasarkan Kamus Longman Dictionary of English Languange
and Culture, plagiasi didefinisikan sebagai pengambilan gagasan karya orang lain kemudian
menggunakan gagasan tersebut dalam karyanya sendiri tanpa memberi penghargaan terhadap
penulis aslinya.
Menurut Reitz dalam Online Dictionary for Library and Information Science plagiarisme
adalah : “Copying or closely imitating take work of another writer, composer etc. without
permission and with the intention of passing the result of as original work.
Soendjoto (2013) menyatakan bahwa plagiarisme adalah tindakan menjiplak dan mengakui
hasil karya orang lain dan kemudian mengakui karya tersebut sebagai miliknya. Orang yang
melakukan plagiarisme disebut plagiaris/plagiator. Oleh karena itu, plagiarisme adalah
pencurian atau pembajakan dan plagiaris adalah pencuri atau pembajak.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa plagiarisme adalah suatu tindakan baik sengaja
maupun tidak sengaja mengambil sebagian atau keseluruhan hasil karya atau tulisan orang
lain untuk kemudian dianggap sebagai hasil karyanya tanpa seizin penulis aslinya.

Cakupan Plagiarisme
Berdasarkan beberapa definisi plagiarisme di atas, dapat disimpulkan cakupan plagiarisme
sebagai berikut:

1. Mengakui hasil karangan orang lain sebagai karangan sendiri.


2. Mengakui ide atau gagasan orang lain sebagai ide atau gagasan sendiri.
3. Mengutip kata-kata/kalimat orang lain atau mengubah kalimat orang lain ke dalam
kalimat sendiri (parafrase) tanpa menyebutkan identitas sumbernya.
Tipe Plagiarisme
Menurut Soelistyo (2011) ada beberapa tipe plagiarisme:
1. Plagiarisme Kata demi Kata (Word for word Plagiarism). Penulis menggunakan kata-
kata penulis lain dengan persis tanpa menyebutkan sumbernya.
2. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source). Penulis menggunakan gagasan orang
lain tanpa memberikan pengakuan yang cukup (tanpa menyebutkan sumbernya secara
jelas).
3. Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship). Penulis mengakui sebagai
pengarang karya tulis karya orang lain.
4. Self Plagiarism. Termasuk dalam tipe ini adalah penulis mempublikasikan satu artikel
atau hasil penelitian miliknya pada lebih dari satu redaksi publikasi atau jurnal.
Penulis tersebut mendaur ulang karya tulis/karya ilmiahnya sendiri agar dapat
diterbitkan di jurnal yang berbeda, padahal esensinya sama. Self
plagiarismdibolehkan apabila ciptaan karya baru yang dihasilkan memiliki perubahan
yang berarti. Artinya karya yang lama merupakan sumber terciptanya karya baru yang
lebih besar dan memberikan manfaat baru.
 

2. Epistemologi Plagiarisme
Epistemologi mengkaji sumber dari sebuah ilmu atau sesuatu. Epistemologi plagiarisme
berarti mengkaji apa sumber dari terciptanya perilaku plagiat yang sudah menjadi fenomena
biasa di kalangan akademisi.

Mahasiswa dengan mudah mengcopy-paste artikel atau buku dari internet untuk dimasukkan
ke dalam tulisannya sendiri. Hal ini lumrah terjadi. Tak hanya di kalangan mahasiswa, di
kalangan dosenpun hal ini beberapa kali menjadi temuan yang mengakibatkan gelar mereka
dicabut.

Melakukan plagiarisme tentunya bukan tanpa alasan. Ada faktor-faktor yang memicu si
pelaku untuk melakukan penjiplakan daripada menghasilkan karya originalnya sendiri.
Adapun penyebab dari tindakan plagiarisme tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kekurangan ide dan malas berpikir


Sebuah tulisan merupakan ide-ide yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan sehingga bisa
dibaca oleh orang lain. Dengan kata lain, tulisan tersebut menjadi media pentransferan ide
dari penulis kepada pembaca. Namun terkadang ketika dihadapkan pada tugas-tugas menulis,
orang-orang seringkali tidak mampu menghasilkan ide-ide yang baru. Lebih parah lagi,
mereka malas hanya untuk berpikir. Di lain pihak, tugas tetap harus diselesaikan. Inilah yang
menjadi pemicu dilakukannya penjiplakan terhadap hasil karya orang lain. Cara ini dianggap
paling cepat dan pra ktis untuk menyelesaikan masalah tanpa mempertimbangkan resikonya.
Padahal sanksi mengenai plagiat sudah diatur dalam Undang-undang.

2. Kekurangan waktu
Seringkali mahasiswa ditugaskan untuk membuat sebuah tulisan dalam waktu yang singkat
atau waktu yang diberikan cukup panjang namun mahasiswa tersebut tidak punya waktu
untuk mengerjakannya. Kasus-kasus yang cukup sering ditemui pada mahasiswa S2 dan S3
yang rata-rata sudah bekerja dan memiliki anak. Keterbatasan waktu menyebabkan mereka
untuk mencari jalan pintas dengan menyalin artikel-artikel yang bertebaran di internet dengan
sedikit ‘polesan’ sehingga menyerupai hasil karya sendiri.

3. Tidak percaya diri dengan hasil karya sendiri.


Di lain sisi, ada orang-orang yang sebenarnya mampu menghasilkan karya-karya baru namun
tidak cukup percaya diri untuk menampilkan hasil karyanya di depan umum. Sehingga
sungguh disayangkan, mereka lebih memilih untuk menjiplak hasil karya orang lain yang
dianggap lebih bagus dan lebih pantas.

4. Kurang pengetahuan mengenai cara mengutip sumber.


Menggunakan ide orang lain atau ahli yang sesuai tentunya tidak dilarang. Namun caranya
harus benar, bisa dengan mengutip atau mem-paraphrase, tidak lupa mencantumkan
sumbernya di daftar pustaka.

5. Kurangnya minat baca.


Kurangnya minat baca juga merupakan salah satu faktor penyebab seseorang melakukan
plagiat, karena ini berhubungan dengan berapa banyak ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang. Menulis merupakan sebuah proses pentransferan ilmu dan gagasan. Seseorang
yang kurang memiliki minat baca tentunya tidak mempunyai cukup ide atau gagasan baru
yang bisa dikembangkan dalam bentuk tulisan.

 
3. Aksiologi Plagiarisme
Aksiologi berkenaan dengan manfaat atau nilai-nilai moral yang terkandung dalam suatu
ilmu. Walaupun kita tidak bisa melihat plagiarisme sebagai sebuah ilmu murni, namun kita
bisa mengganggapnya sebagai sebuah pengetahuan karena di dalamnya terkandung hal-hal
yang diperoleh melalui pengalaman manusia. Pengetahuan ini bisa kita lihat manfaat/tujuan
dan nilainya berdasarkan kaidah moral.

1. Tujuan
Tujuan dilakukannya plagiarisme yang dilakukan secara sengaja dalam keadaan terdesak
adalah untuk pemenuhan tuntutan tugas baik di lingkungan sekolah, kampus, maupun
pekerjaan. Disebabkan oleh kekurangan waktu atau ide tadi maka si penulis memutuskan
melakukan plagiarisme sebagai cara paling praktis untuk menyelesaikan tulisan dengan lebih
cepat dan ringan. Di lain pihak, plagiarisme yang sebenarnya dapat dihindari namun masih
ingin dilakukan disinyalir merupakan suatu cara untuk meninggikan gengsi si penulis di mata
orang lain. Dengan mencaplok tulisan yang lebih bagus, maka si plagiat berharap orang lain
yang membaca tulisannya akan beranggapan bahwa ia telah berhasil menghasilkan tulisan
yang bagus dan berbobot.

1. Kaitannya dengan kaidah moral


Ditilik dari segi moral atau etika, plagiat tentunya jelas merupakan tindakan yang tercela.
Plagiator dapat disamakan dengan pencuri, walaupun yang dicuri bukanlah barang yang nyata
namun abstrak karena merupakan ide, gagasan, atau hasil pemikiran. Dilihat dari sisi
manapun, tidak ada pembenaran untuk tindakan ini.

 
KESIMPULAN
Setelah dikaji secara ontologi, epistemologi, dan aksiologinya, maka dapat disimpulkan
bahwa plagiarisme merupakan suatu tindakan yang tidak ada nilai positifnya sama sekali. Si
pelaku tidak hanya membohongi orang lain namun juga dirinya sendiri. Tindakan ini
merugikan banyak orang terutama penulis asli karena telah dicuri gagasan atau idenya.
Plagiarisme melanggar norma hukum, agama, dan kesusilaan.

SARAN
            Sebagai civitas akademika, seyogyanya kita perlu menghindari plagiarisme. Cara-cara
yang bisa kita lakukan misalnya dengan:
1. Lebih menumbuhkan minat baca sehingga kita memiliki ‘kumpulan gagasan’ yang
bisa dituangkan ke dalam tulisan.
2. Menanamkan ke dalam diri bahwa plagiarisme sama dengan mencuri yang merupakan
perbuatan tercela dan dari segi agama adalah dosa.
3. Mempelajari dan berusaha lebih memahami proses pengutipan dan parafrase yang
benar dan selalu tidak lupa mencantumkan sumber di akhir tulisan.
 

 
REFERENSI
Endraswara, S. 2012. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: CAPS
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi
Soelistyo, H. 2011. Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Soendjoto, M.A. 2013. Plagiarism, Kesalahan Berbahasa Tulis, dan Pencegahannya. Dirjen
Dikti.
Susanto, A. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai