Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
1.1 Definisi
1.2 Manfaat Pemasangan Trakeostomi

2.2 Indikasi Pemasangan Trakeostomi


2.3 Indikasi trakeostomi di ICU menurut Charles (2010)
2.4 Komplikasi
2.4.1 Komplikasi dini
2.4.2 Komplikasi Jangka Panjang
2.5 Perawatan Trakeostomi
2.6 Perawatan Pasca Trakeostomi
2.7 Tujuan
2.8 Persiapan Alat
2.9 Prosedur
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya pasien coronavirus disease 2019 (COVID–19) memiliki
gejala infeksi pada sitem pernapasan yang sangat banyak mulai dari gejala ringan
hingga hipoksia berat akibat acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Pandemi COVID–19 menyebabkan banyak pasien mengalami sakit kritis dan
sebanyak 5% memerlukan perawatan intensif dan ventilasi mekanis. Prosedur
ventilasi mekanis yang paling sering dilakukan di ruangan intensive care units
(ICU) ini mengharuskan pemasangan endotracheal tube (ETT) atau intubasi.
Namun, pada pasien yang terintubasi menyebabkan kesulitan dalam perawatan
oral, keterbatasan komunikasi, kesulitan pemberian nutrisi, kekurangnyamanan
dan lain–lain. Ventilasi mekanis dan ETT yang dipakai cenderung lama sehingga
dapat meningkatkan risiko mortalitas, ventilator associated pneumonia (VAP),
kesulitan penyapihan (weaning), dan perawatan ICU yang lama.Data yang ada
menunjukkan pasien gagal napas akibat COVID–19 membutuhkan ventilasi
mekanis kurang lebih 18 hari ( Purwaamidjaja, Dis Bima dan, Mayang Indah
Lestari, 2020 ).
Untuk mengantisipasi ventilasi mekanis yang lama, klinisi sering
mempertimbangkan prosedur trakeostomi. Trakeostomi dapat mengurangi
komplikasi intubasi lama seperti VAP, sinusitis, stenosis trakea, mempercepat
weaning ventilator, mempercepat lepas rawat ICU dan meningkatkan angka
kesembuhan. Trakeostomi umumnya diindikasikan pada ventilasi lama atau pada
pasien yang diprediksi membutuhkan ventilasi mekanis 10 hari atau lebih.
Trakeostomi biasanya dilakukan pada hari ke-10 hingga ke-14 selama intubasi.
Keputusan untuk penggunaan trakeostomi juga bergantung dengan kondisi
penyebab dan tingkat keparahan gagal napas pasien ( Purwaamidjaja, Dis Bima
dan, Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Waktu untuk melakukan trakeostomi masih menjadi kontroversi. Belum ada
pedoman yang menyatakan waktu optimal untuk prosedur trakeostomi.
Berdasarkan waktu, trakeostomi dibagi menjadi trakeostomi dini dan lambat.
Hingga saat ini belum ada kategori yang jelas terhadap definisi trakeostomi dini
dan trakeostomi lambat. Beberapa studi pada pasien ICU menunjukkan
trakeostomi dini dapat mengurangi durasi ventilasi mekanis, lama rawat ICU,
mengurangi insiden VAP, dan mengurangi mortalitas pasien kritis.Akan
tetapi ada beberapa telaah artikel yang tidak menyetujui manfaat dari
trakeostomi dini ( Purwaamidjaja, Dis Bima dan, Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Ketika pandemi COVID–19 menyebar ke Italia dan Spanyol,ruangan
ICU menjadi sangat penuh dengan pasien kritis dan banyak
membutuhkan trakeostomi. Trakeostomi juga termasuk prosedur yang
menimbulkan aerosolisasi meskipun dengan menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang memadai.2 Peran trakeostomi pada pasien
COVID–19 masih belum jelas.Trakeostomi dini pada pasien COVID–19
mungkin memiliki potensi manfaat. 5,6 Belum ada indikasi pasti terkait
indikasi dan waktu trakeostomi pada pasien COVID–19. Indikasi untuk
trakeostomi cenderung mengarah pada ketersediaan sarana prasarana
seperti ventilator, ruang ICU, sedasi dan faktor pasien. 6,12,13 Trakeostomi
dapat menjadi salah satu strategi klinis dalam manajemen epidemi
berhubungan dengan gagal napas selama abad ke-20 seperti poliomielitis
dan difteri ( Purwaamidjaja, Dis Bima dan, Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Sebanyak 5% pasien membutuhkan perawatan intensif atau ventilasi mekanis.
Penyebab kematian utama dari COVID–19 adalah ARDS. Acute respiratory
distress syndrome adalah kondisi imunopatologis akibat infeksi SARS–CoV2.
Mekanisme utama penyebab ARDS adalah badai sitokin, suatu respons inflamasi
sistemik tidak terkontrol dari pelepasan sejumlah besar sitokin proinflamasi akibat
sel efektor dari infeksi SARS–CoV2. Badai sitokin akan memicu sistem imun
menyerang tubuh menyebabkan ARDS, gagal napas dan kegagalan organ multipel
sehingga membutuhkan ventilasi mekanis dan bahkan dapat menyebabkan
kematian pada kasus berat pasien COVID–19 ( Purwaamidjaja, Dis Bima dan,
Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Selain menyerang sistem respirasi, COVID–19 diduga dapat menyerang
sistem saraf pusat (SSP). Rumah sakit di Beijing melaporkan adanya ensefalitis
virus disebabkan serangan coronavirus ke SSP. Hampir 40% pasien COVID–19
mengalami nyeri kepala, gangguan kesadaran dan disfungsi otak lainnya. Badai
sitokin dan gangguan koagulasi juga dapat meningkatkan risiko penyakit
cerebrovaskular.16 Coronavirus menginfeksi neuron pada batang otak yang
berhubungan dengan kontrol kardiorespirasi. Kerusakan area ini dapat
memperparah atau menyebabkan gagal napas.17 Gangguan pada
kesadaran dan kontrol pernapasan ini dapat membuat pasien COVID–19
membutuhkan ventilasi mekanis yang lama ( Purwaamidjaja, Dis Bima dan,
Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Data sebelumnya menunjukkan pasien gagal napas akibat COVID–19
membutuhkan ventilasi mekanis dengan durasi rata–rata 18 hari.5,6
Durasi ventilasi mekanis yang lama ini akan meningkatkan kebutuhan sedasi dan
sering diberikan beragam jenis obat sedatif, hal ini dapat menimbulkan
keterbatasan persediaan pada obat pasien kritis dimasa pandemi sehingga
dibutuhkan solusi untuk mengurangi kebutuhan sedasi pada pasien COVID–19
yang membutuhkan ventilasi mekanis.18Sebagai tambahan, biopsi dari pasien
COVID–19 memperlihatkan eksudat fibromiksoid dan pembentukan sumbatan
sekret mukus yang tebal. Otopsi pertama menemukan banyak jumlah sekret kental
yang keluar dari alveoli. Temuan ini dapat memberikan implikasi terhadap terapi
klinis. Bila komponen mukus tidak dibersihkan, maka pemberian oksigen tidak
akan optimal dan dapat meningkatkan hipoksia pada pasien ( Purwaamidjaja, Dis
Bima dan, Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Sebanyak 8–13% pasien rawat ICU membutuhkan ventilasi mekanis
dilanjutkan dengan trakeostomi.Indikasi utama trakeostomi adalah pada pasien
yang membutuhkan ventilasi mekanis lama, akses untuk mengurangi sekret jalan
napas, obstruksi jalan napas atas dan mengurangi ruang rugi (dead space) serta
untuk memfasilitasi weaning ventilator. Trakeostomi adalah prosedur membuka
dinding anterior trakea dan diikuti dengan fiksasi trakea terhadap kulit di leher.
Terdapat dua teknik trakeostomi yaitu surgical tracheostomy (ST) dan
percutaneous dilatational tracheostomy (PDT). Surgical tracheostomy meliputi
diseksi jaringan pratrakea dan memasukan kanul trakeostomi dengan melihat
trakea secara langsung. PDT dilakukan dengan memasukkan kanul trakea dengan
melakukan diseksi tumpul pada jaringan pratrakea menggunakan teknik Seldinger
( Purwaamidjaja, Dis Bima dan, Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Trakeostomi adalah prosedur invasif dengan komplikasi seperti perdarahan,
ulserasi, parut, gangguan kosmetik, infeksi, emfisema subkutan, pneumotoraks
dan stenosis trakea. Akan tetapi, dibandingkan dengan intubasi ETT jangka
panjang, trakeostomi memiliki beberapa keuntungan seperti lebih sedikit dead
space jalan napas dan resistensi jalan napas yang rendah, mengurangi work of
breathing, meminimalkan lesi orofaring dan laring, meningkatkan nutrisi oral,
kenyamanan pasien, komunikasi lebih baik, perawatan yang lebihmudah dan
aman, dan mengurangi sekret jalan napas.9–11,22 Percutaneous dilatational
tracheostomy adalah prosedur standar manajemen jalan napas untuk pasien ICU
yang membutuhkan ventilasi jangka panjang. Teknik ini memiliki beberapa
keunggulan
seperti prosedur yang dapat dilakukan di bedside, metode yang aman dengan
angka
mortalitas rendah dan memiliki hasil kosmetik yg lebih baik setelah perawatan.
Indikasi PDT di ICU antara lain untuk memfasilitasi kesulitan weaning,
meningkatkan higiene trakeobronkial, melindungi risiko aspirasi, mengantisipasi
ventilasi lama dan meminimalkan kebutuhan ( Purwaamidjaja, Dis Bima dan,
Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Peran trakeostomi pada pasien COVID–19 masih belum diketahui secara
jelas. Trakeostomi dini pada COVID–19 mungkin berpotensi memiliki manfaat
terhadap pasien.5,6 Belum ada indikasi jelas trakeostomi pada pasien COVID–19.
Indikasi trakeostomi mungkin berdasarkan ketersediaan sarana–prasarana, seperti
ketersediaan ventilator, bed ICU dan ketersediaan obat sedasi. Trakeostomi
tergolong suatu prosedur menimbulkan aerosol yang berimplikasi terhadap
transmisi infeksi kepada petugas kesehatan.6,12,13 Risiko prosedur ini harus
dipertimbangkan mengingat terdapat risiko pasien terhadap intubasi lama, stenosis
trakea dan kerusakan mukosa.26Trakeostomi adalah salah satu metode untuk
mempercepat lepas rawat ICU dan pindah ke ruang rawat biasa sehingga dapat
menjadi solusi penuhnya kapasitas ruang ICU yang saat ini dialami saat pandemi
COVID-19.12 ( Purwaamidjaja, Dis Bima dan, Mayang Indah Lestari, 2020 ).
Trakeostomijuga memungkinkan manajemen sekret yang lebih baik karena
kemudahan saat suction dan kemampuan untuk mengganti kanula sehingga
masalah banyaknya sekret pada pasien COVID-19 bisa diatasi. Penggunaan obat
paralisis dan sedasi juga dapat dikurangi pada penggunaan trakeostomi. Manfaat
potensial lainnya adalah menurunkan insidensi stenosis trakea serta menurunkan
resistensi jalan napas. Tidak kalah pentingnya, trakeostomi juga memudahkan
untuk melakukan terapi rehabilitasi respirasi, fisik dan pasien dapat duduk
sehingga
mempercepat fase penyembuhan.5,6 Terlepas dari segala manfaat, terdapat risiko
timbulnya aerosolisasi ketika pasien batuk atau sedang dilakukan suction.6
Meskipun trakeostomi memiliki manfaat pada pasien, prosedur ini tidak
direkomendasikan pada pasien yang masih membutuhkan fraksi oksigen tinggi,
kebutuhan ventilator tinggi dan membutuhkan posisi prone. Pasien dengan
trakeostomi dapat dilakukan posisi prone, namun jalan napas tidak dapat dilihat
secara jelas sehingga berisiko pergeseran posisi dan kerusakan akibat tekanan.
McGrath dkk. menyarankan penggunaan trakeostomi ditunda hingga 10 hari
penggunaan ventilasi mekanis dan hanya pada pasien yang menunjukkan gejala
perbaikan klinis.2
Lokasi melakukan prosedur sebaiknya dilakukan secara bedside di ruangan
ICU untuk meminimalkan transportasi pasien yang tidak dibutuhkan. Trakeostomi
sebaiknya dilakukan didalam ruangan tekanan negatif untuk meminimalkan
kontaminasi. Operator sebaiknya menggunakan APD yang memadai meliputi
pelindung wajah, powered air–purifying respirators (PAPRs), google, gown, dan
sarung tangan. Suction dengan sistem tertutup lebih disarankan.6,27,28Belum ada
teknik trakeostomi yang direkomendasikan, teknik PDT dan ST dapat digunakan.
Surgical tracheostomy diindikasikan pada pasien obesitas, leher pendek dan
riwayat hipertrofi kelenjar tiroid.12 Teknik PDT meliputi manipulasi jalan napas
yang luas seperti bronkoskopi dan/atau dilatasi pada trakea. Pasien juga
membutuhkan koneksi dan pemutusan koneksi berulang dari sirkuit ventilator.
Sehingga PDT memiliki risiko aerosolisasi lebih tinggi ( Purwaamidjaja, Dis
Bima dan, Mayang Indah Lestari, 2020 ).
1.2 Rumusan masalah
2 Apa definisi tentang trakeostomi?
3 Apa fungsi dari trakeostomi?
4 Apa Indikasi dan Kontraindikasi dilakukannya prosedur
trakeostomi?
5 Apa saja Klasifikasi trakeostomi?
6 Bagaimana Penatalaksanaan pemasangan
7 Bagaimana prosedur perawatan trakeostomi?
8 Apa Komplikasi yang timbul dari penggunaan trakeostomi?
1.3 Tujuan
2. Mengetahui definisi trakeostomi
3. Mengetahui fungsi dari trakeostomi
4. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi dilakukannya prosedur
trakheostomi
5. Mengetahui klasifikasi trakheostomi
6. Mengetahui penatalaksanaan pemasangan
7. Mengetahui prosedur perawatan trakheostomi
8. Mengetahui komplikasi yang timbul dari penggunaan trakheostomi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Trakeostomi secara umum diartikan sebagai prosedur pembebasan jalan
napas, membuat lubang terbuka yang menghubungkan kulit dengan trakea,
digunakan pada pasien sakit kritis yang memerlukan perawatan ventilatormekanik
jangka panjang (Suastika, I Gede Juli Dan Nyoman Agus Juliana.2020).
Trakeostomi adalah tindakan pembedahan yang relative umum digunakan
untuk menjaga jalan napas pasien, mengurangi dead space area dan
memperlancar akses ke saluran pernapasan bagian bawah. (Sanna, andi
tenri.2019).
Trakheostomi merupakan prosedur pembukaan dinding anterior leher
untuk memasukkan tabung yang dapat membantu pasien yang kesulitan bernafas
dan mengalami penurunan kadar oksigen yang signifikan guna mencapai trakhea
sebagai jalan pintas untuk bernafas sementara. Trakheostomi dapat dilakukan
melalui teknik pembedahan, baik elektif maupun emergensi (Tobing, Jerry.2020).

8.1 Manfaat Pemasangan Trakeostomi


1. Meningkatkan kenyamanan pasien
2. Kebersihan rongga mulut
3. Kemampuan untuk berkomunikasi
4. Kemungkinan makan secara oral serta perawatan yang lebih mudah
dan aman.
5. Memiliki potensi untuk menurunkan penggunaan obat sedasi
dananalgesic sehingga dapat menfasilitasi proses penyapihan dann
menghidari pneumonia akibat ventilator mekanik. (Carles, 2010 dalam
yuliastuti,elly.2018)
2.10 Indikasi Pemasangan Trakeostomi
1. Pintas (bypass) Obstruksi jalan nafas atas
2. Membantu respirasi untuk periode yang lama
3. Membantu bersihan secret dari saluran nafas bawah
4. Proteksi traktus trakeobronkhial pada pasien dengan resiko aspirasi
5. Trakeostomi elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher
sehingga memudahkan akses dan fasilitas ventilasi.
6. Untuk elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher
7. Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya stenosis subglotis.
2.11 Indikasi trakeostomi di ICU menurut Charles (2010)
1. Mencegah obstruksi jalan nafas atas karena tumor, pembedahan,
trauma, benda asing, atau infeksi.
2. Untuk mencegah kerusakan laring dijalan nafas karena intubasi
endotrakeal yang berkepanjangan
3. Untuk memudahkan akses ke jalan nafas untuk melakukan
pengisapan dan pengangkatan sekresi
4. Untuk menjaga jalan napas yang stabil pada pasien yang
membutuhkan dukungan ventilasi mekanis.
2.12 Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2013) komplikasi yang terjadi dalam
penatalaksanaan selang trakeostomi dibagi atas:
2.12.1 Komplikasi dini
1. Perdarahan
2. Pneumothoraks
3. Embolisme udara
4. Aspirasi
5. Emfisema subkutan atau mediastinum
6. Kerusakan saraf laring kambuhan atau penetrasi sinding
trakeaposterior
2.12.2 Komplikasi Jangka Panjang
1. Obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi
2. Infeksi
3. Ruptur arteri inominata
4. Disfagia
5. Fistula trakeoesofagus
6. Dilatasi trakea atau iskemia trakea
7. Nekrosis
2.13 Perawatan Trakeostomi
Perawatan Trakeostomi adalah upaya perawatan luka operasi di stoma
serta membersihkan alat trakeostomi ataupun menggantinya. Perawatan
trakeostomi yang baik meliputi Tindakan pengisapan lendir, pemeriksaan
periodik kanul dalam, dan jika menggunakan kanul dengan cuff (balon)
berjenis high volume low pressure cuff, maka tekanan balon dipertahankan
sekitar 14-20 mmHg (Saputra, 2013).
2.14 Perawatan Pasca Trakeostomi
Perawatan pasca trakeostomi menurut Dina (2015) antara lain:
1. Pemberian humidifikasi buatan yaitu melembabkan udara pernafasan
dengan alat nebulizer tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
kekeringan pada trakea,traketis,atau terbentuknya krusta.
2. Pengisapan secret secara berkala untuk menurunkan risiko sumbatan
pada kanul trakeostomi dan pengisapan dilakukan secara steril untuk
mencegah infeksi.
3. Pembersihan canul dalam,dilakukan untuk mencegah adanya secret
yang menyumbat yaitu dengan cara merendam dalam air hangat
kemudian disikat kemudian dibilas dengan air hangat. Selama
pembersihan kanul dalam dipasang kanul pengganti.
4. Perawatan stoma lubang pada trakeostomi karena seringnya banyak
secret disekitarnya yaitu dengan pemberian kassa pada stoma
dilakukan setiap hari untuk mencegah eskoriasis dan infeksi luka
operasi.
2.15 Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk :
a. Mencegah luka tetap bersih dan mencegah infeksi pada tempat
pemasangan tracheostomy.
b. Mempertahankan kepatenan tracheal tube.

2.16 Persiapan Alat


1. Suction
2. Catheter suction
3. Air steril / normal saline water steril.
4. 2 pasang sarung tangan steril.
5. Sarung tangan
6. Mangkuk untuk air steril, saline normal steril
7. Pinset steril
8. Bengkok
9. Cotton Swabs
10. Handuk
11. APD (Pelindung wajah, masker)
2.17 Prosedur
1. Perawat memberi salam kepada pasien dan menjelaskan tujuan dan
prosedur tindakan yang akan dilakukan.
2. Jaga privacy pasien
3. Cuci tangan
4. Pakai sarung tangan, masker dan pelindung wajah.
5. Dekatkan alat-alat didekat pasien
6. Posisikan pasien pada posisi semi fowler pada pasien sadar, atau
supinasi pada pasien tidak sadar.
7. Pastikan pasien dalam keadaan aman untuk dilakukan Tindakan
8. Letakkan handuk menyilang di dada pasien.
9. Pakai sarung tangan steril
10. Lakukan suction pada trakeostomi dengan teknik steril, pada pasien
yang terpasang ventilator lakukan closed suction. Sebelum
melepaskan sarung tangan, lepaskan balutan kotor trakeostomi dan
buang bersama sarung tangan.
11. Memakai sarung tangan steril
12. Keluarkan kanula dalam
13. Cuci kanula dalam secara seksama di dalam normal saline steril.
14. Pasang kembali kanula dalam ke tempat semula secara hati-hati dan
fiksasi dengan baik.
15. Bersihkan tempat insisi dan flange tracheostomy dengan
menggunakan kassa steril dan NaCl 0,9%
16. Keringkan luka dan sekitarnya. Perhatikan tanda-tanda peradangan
atau perdarahan
17. Olesi luka tracheostomy dengan bethadine atau antibiotik dengan
menggunakan cotton swab.
18. Pastikan tracheostomy tube dalam posisi yang tepat dan aman pada
saat mengganti balutan
19. Pasang kassa steril di antara stoma dan sayap kanula secukupnya,
kemudian ukur tekanannya.
20. Evaluasi perasaan pasien.
21. Ganti tali ikatan trakeostomi. Pegang kanula pada saat penggantian
tersebut dan pastikan kanula tidak terlepas.
22. Ikat sampul tali tracheostomi di belakang leher pasien.
BAB III
PENUTUP

1.2 Kesimpulan
Pada umumnya pasien coronavirus disease 2019 (COVID–19) memiliki
gejala infeksi pada sitem pernapasan yang sangat banyak mulai dari gejala ringan
hingga hipoksia berat akibat acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Pandemi COVID–19 menyebabkan banyak pasien mengalami sakit kritis dan
sebanyak 5% memerlukan perawatan intensif dan ventilasi mekanis.
Trakheostomi merupakan prosedur pembukaan dinding anterior leher untuk
memasukkan tabung yang dapat membantu pasien yang kesulitan bernafas dan
mengalami penurunan kadar oksigen yang signifikan guna mencapai trakhea
sebagai jalan pintas untuk bernafas sementara. Trakheostomi dapat dilakukan
melalui teknik pembedahan, baik elektif maupun emergensi
Perawatan Trakeostomi adalah upaya perawatan luka operasi di stoma serta
membersihkan alat trakeostomi ataupun menggantinya. Perawatan trakeostomi
yang baik meliputi Tindakan pengisapan lendir, pemeriksaan periodik kanul
dalam, dan jika menggunakan kanul dengan cuff (balon) berjenis high volume low
pressure cuff, maka tekanan balon dipertahankan sekitar 14-20 mmHg

3.2. Saran
Semoga dapat dijadikan bahan bacaan di ruang ICU dan dapat diterapkan
kepada pasien yang telah terpasang trakeostomi.
DAFTAR PUSTAKA
Carles,G.Jr,(2010).Traceostomy: Why, when, how. Journal Respirator
Care.Vol.55 No.8, Agustus 2010.
Dina.2015.Proporsi Komplikasi Trakeostomi Dan Faktor Faktor Yang
Berhubungan Di Departemen THT-KL RSUPN Cipto Mangunkusumo Periode
2011-2013. Tesis Universitas Indonesia. Jakarta: FKUI
Purwaamidjaja, Dis Bima dan Mayang Indah Lestari. 2020. Trakeostomi
Dini pada Pasien Kritis Coronavirus Disease (COVID-19). MajAnestCriCare Vol.
38 No.2. Hal: 144-146
Rosyidi, Kholid. 2013. Prosedur Praktik Keperawatan Jilid 1. Jakarta :Trans
Info Media.
Sanna,tendri.2019. Perbandingan Kadar Eosinofil dan Netrofil Mukosa
Hidung pada Pasien Pasca Trakeostomi di Makassar. The Indonesian Journal of
Health Promotion Vol.2 No.3, Hal 216
Saputra, Lyndon. 2013. Panduan Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta :Trans
Info Media.
Serra, Anna. 2013. Tracheostomy care. Nursing Standard (through 2013).
Hal: 42-45
Smeltzer,C.s And Bare B.g, Alih Bahasa Agung Waluyo (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart Vol.1 Edisi 8. Jakarta: EKG.
Suastika, I gede juli & Nyoman Agus Juliana. 2020. Trakeostomi Dilatasional
Perkutan (TDP): Strategi dan Indikasi pada Era JKN di Rumah Sakit tipe B.
CDK-287/ Vol.47 No.6 Th.2020. Hal 472-473
Tobing,jerry.2020. Penatalaksanaan Sumbatan Jalan Napas Atas (Jackson IV)
Dengan Krikotirotomi dan Trakeostomi. Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol.4
No.1, Hal 120-121

Anda mungkin juga menyukai